Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kelemahan kamu dimenahan napas, kita fokus di sana terlebih dulu," ucap Raymond menahan tubuh Regina dengan cara memeluk pinggang istrinya itu, Regina sendiri memeluk leher Raymond, harus diingat dia tidak bisa menapak di lantai kolam. "Oke, tapi bertahap ya," pinta Regina sudah menarik oksigen, menabung sebelum harus masuk ke dalam air. "Sepuluh detik?" tanya Raymond menatap paras cantik istrinya, begitu cantik walau belum mandi. "No! Tiga detik." "Are you kidding me?" "Enggak, Abang, serius kok. Tiga detik dulu, baru lima, baru delapan, baru sepuluh," jawab Regina sangat terdengar bersemangat. "Lima, sepuluh, lima belas, dan seterusnya, oke?" tawar Raymond, "Hm ...." Regina berpikir, dia sedang menimbang apakah dia bisa? Tapi masa iya lima detik saja tidak bisa, anak SD saja tamat, yakali dia kalah. Oke fine! "Oke, tapi jangan lepas tubuh seksi ini, kalau dilepas aku marah," setuju dan mengancam, Regina memasang mimik sok seram yang jatu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Regina turun dari mobil saat pintunya dibukakan oleh Thomas, ia pasang senyum kaku nan canggung sebab merasa sangat tidak enak hati. Sumpah Regina tidak menyangka suaminya akan seprotect ini, Raymond Arthur William yang terlihat hidup sederhana walau nyatanya uang melimpah kini mulai memperlihatkan kekayaannya karena Regina. "Hm ..., Thom aku rasa kau tidak perlu ikut masuk," ujar Regina pasang cengiran kaku. "Tidak bisa, Miss, saya ditugaskan untuk bersama Miss. Saya jamin Miss tidak melihat keberadaan saya." Regina lupa Thomas anak buah sang suami bukan anak buahnya, sudah pasti lebih manut dengan Raymond. "Oke, aku pegang kata-katamu, jangan terlihat," balas Regina mengangguk, lalu membawa langkah menjauh dari mobil. Hah! Dia harus membiasakan diri dengan hal begini. Melangkah, Regina merogoh tas selempangnya, hari ini penyerahan tugas lirik lagu, dan dia juga sudah mulai masuk kuliah, masa cuti yang dibuat seenak jidat oleh sang suami sudah
Awas Typo:)Happy Reading ....***Diam, menunduk menatap kedua kakinya, Regina masih merasakan itu, perasaan terkejut, marah, takut, khawatir. Saat ini dia sedang duduk atas rumput taman kampus, menyatukan kedua tangan dan saling meremas, demi apapun Regina tidak tahu lagi harus mengatakan apa.Jadi ... senyum Maria tadi itu karena si wanita merasa bahagia telah ... damn! Regina tidak akan memasukan apapun ke dalam otaknya, dia harus kosong, pokoknya kosong! Jika dia berpikir otaknya semakin gila. Tidak tahu harus bagaimana, ada yang bisa memberikan Regina saran? Dia ingin ini segera cepat selesai lalu semua berjalan lancar."Hah ...." Menghembuskan napas, kepala Regina terangkat. Raymond tidak memiliki salah apapun, Regina harus menyadarkan Maria dari kegilaan yang sudah dimulai oleh wanita itu, sebelum semakin mengerikan, semakin runyam.Sejenak mengambil botol air mineral yang ia bawa di dalam tas, Regina meneguk agar lebih tenang. Setelah itu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond merapikan barang-barang bawaannya, kelas sudah kosong dan dia siap pulang, tidak hanya membawa tubuh sendiri, tapi pun membawa Regina yang sedang melangkah menuju dirinya. "Aku tunggu bayaranmu telah duduk di sana, Miss William," ucap Raymond detik Regina berdiri di sisi lain meja mengajar. Tubuh Regina maju, condong ke arah tubuh Raymond. Cup. Satu kecupan mendarat di atas ubun kepala si pria yang sedang menunduk. Mengangkat kepalanya, Raymond menatap Regina. Sekarang keadaan terbalik, wanitanya yang menunduk. Bukan hanya menunduk, Raymond pun menangkap ada bibir yang tergigit kecil, penuh gugup. Menghela napas lah Raymond, meletakan apa yang ada di dalam genggaman, memilih mengambil langkah mendekati Regina. Untuk itu dia harus memutari meja, tapi tidak butuh waktu lama, hanya tiga detik Raymond sudah berdiri tepat di depan istrinya. Ia sandarkan tubuh ke sisi meja, lalu ia angkat naik tangan kanan guna menjangkau pergelangan tanga
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Cerita sama aku apa rencana Abang?" tanya Regina menatap Raymond yang sedang memijat lembut kaki kanannya. Saat ini mereka tengah berada di kamar mandi, tepatnya berendam bersama di bathub atas keinginan Raymond. "Nothing," jawaban santai. "Aku serius, Abang." Raymond melirik, menurunkan kaki Regina lantas membuka kedua tangannya. Oh ya sudah pasti si istri bergerak cepat membawa punggung terpisah dari bathub, menghampiri tubuh suaminya hingga air penuh busa itu mengalami ombak kecil. Regina memeluk pinggang Raymond, menjatuhkan dagu ke atas dada si suami. Hening, belum ada kalimat, mereka berdua saling menatap. Tangan kanan Raymond naik menyentuh kecil rambut-rambut nakal Regina yang keluar dari cepolan wanita itu, persis seperti tuannya, nakal, tidak bisa diatur. Kemudian tangan itu beralih menuju pipi gembil Regina, tidak gembil-gembil banget, namun, masuk kategori chubby. Cup. Raymond membawa bibirnya mendarat ke atas dahi Regina ya
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Maria menyimpan kedua tangannya ke dalam saku celana, dia tahu dia mulai diawasi, dipantau dan, begitu waktunya pas pasti dia kembali ditarik oleh anak buah Raymond. Melirik ke belakang tubuh. "Fuck!" Maria mendapati Bio berdiri tepat di belakang tubuhnya. Kalau ada yang penasaran Maria di mana, wanita itu sedang berada di kampus Regina, menunggu bermaksud ingin bertemu, namun, agaknya hari ini adalah hari sial untuk Maria. "Bergerak artinya membuat keributan," bisik Bio to the point. Maria diam, ia bawa keluar kedua tangannya dari saku celana. "Dibayar berapa sih?" tanya Maria berbasi-basi. Sekarang gantian, Bio yang diam. Pria itu sudah sangat siap membawa wanita ini ke hadapan bossnya, terutama sang ibu boss yang tadi pagi marah-marah padahal Bio tahu si ibu boss setengah mampus ketakutan. Satu ..., detik mulai bergerak dan yang menghitung adalah Maria. Dua ..., apa niat wanita itu? Kenapa mengambil ancang-ancang? Ti ..., ga! "Lepaskan aku
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Hiks ..., hiks ...." "Aku baik Regina." "Hiks ..., hiks ...." "Regina." Iya itu yang terisak Regina. "Hiks ...." Istri Raymond yang imut nan cantik, tak juga kunjung berhenti terisak. "Hah ...." Menghela napas, Raymond menatap tangan gemetar Regina yang sibuk mengobati tangannya. "Sayang ...." Semakin lembut lah suara pria itu. "Diam," sinis Regina mulai kejam, wanita itu melirik Raymond, terlihat sekali sangat marahnya. Jujur, Raymond tidak punya pengalaman apapun soal wanita, bagaimana cara membujuk atau cara meredakan amarah seorang kaum hawa. Jadi yang ia tahu ya ini, kembali diam. Memikirkan tindakan apa yang tepat agar segera ia lakukan. Bungkam, keduanya tidak lagi saling berlisan, tapi Regina masih tetap terisak. Ya ahli wanita, tolong beri Raymond saran, dia benar-benar sudah tidak tahu lagi harus apa. Regina menangis bukan semenit dua menit tapi sudah dua jam! Wanita itu tadi menatap bagaimana Laura mengobati tangan Raymond sam
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Melipat tangan di bawah dada, Regina menatap wajah terlelap Maria dengan pita suara yang ditutup sangat rapat. Raymond sendiri yang pun ada di samping si istri ikut menatap, diam. "Dia butuh lebih banyak waktu di sini."Laura yang bersuara, psikiater cantik itu berdiri di samping Regina yang ada di tengah-tengah antara dirinya dan Raymond. "Aku tidak tahu berapa lama, namun selama dia belum stabil aku sangat menyarankan dia tetap di sini," melanjutkan, kepala Laura menoleh menatap ke arah Regina dan Raymond. "Hah ...." Regina menghela napas. Dia sungguh tidak percaya akan ada di posisi ini, really. Regina pikir, Regina kira, hubungannya dengan Maria akan tetap sama walau ia sudah menikah, tapi lihat lah sekarang, rasanya kata kacau dan berantakan masih terlalu ringan, ini runyam! "It's oke, semua akan baik," bisik Raymond merangkul pinggang Regina, pun mengecup rambut samping istrinya yang terlihat tidak tenang. "Yes, semua akan baik. Don't worr
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Cklek. Raymond membuka pintu kamar mandi bertepatan dengan gerakan tangan istrinya yang duduk ke pinggir ranjang, memakai kaos super kebesaran milik Raymond sendiri. Mereka baru selesai, tepat pukul satu siang dan thanks tidak ada yang mengganggu. Gairah Raymond rasanya tidak habis kepada Regina, selalu berdebar setiap menyentuh kulit lembut sang istri. Memang yang halal rasanya jauh jauh jauh!!! Lebih nikmat. "Husband ...." Regina memanggil lirih sambil menoleh untuk menatap Raymond yang diam bersandar di ambang pintu kamar mandi, dan hal itu sudah membuat Raymond siap bertempur lagi jika tidak ingat kondisi kehamilan wanita itu. "Iya, Sayang, ada apa?" menyahut tanya, tangan Raymond terlipat di depan dada. Regina bergerak berdiri, berbalik menatap suaminya yang pun menatapnya. "Kerja?" tanya Regina mengusap keringat sendiri di bagian leher dengan punggung tangan. "Tidak minat," jawab Raymond sambil tersenyum kecil akan pemandangan seksi itu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Aku janji akan pelan." Tangan Raymond menyentuh pipi kiri Regina, mengusap dengan gerakan lembut namun erotis. Regina memejakan mata, menikmati apa yang memang ia incar, sentuhan suaminya. "Janji?" tanya Regina masih menikmati usapan jari Raymond di pipi. "Of course." Regina membuka mata, menatap Raymond yang sudah menindihnya. "Suamiku tidak bekerja?" Oh ya ayolah, kenapa bertanya perihal itu jika adik di bawah sana sudah menggeliat bangun? "Setelah makan siang?" Raymond balik bertanya, mencoba sabar walau tenggorokannya sendiri sudah tercekat oleh gairah. Masa bodoh dulu dengan kerjaan, sebulan lebih dia berpuasa, belum lagi kemarin lembur, biarkan Raymond melepas lelah. "Oke, sini." Lembut Regina tersenyum genit yang langsung disambut Raymond dengan lumatan manis ala mereka. Raymond mendapatkan lampu hijau tentu harus mengumandangkan janjinya dalam otak, pelan, harus lembut. Argh! Sebulan lebih Raymond berpuasa, sudah seperti bulan ramadh
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond ada di posisi urut pelipis sebab keinganan aneh Regina. Ini masih terlalu pagi, perlu diketahui jarum jam masih menunjukan angka tiga pagi. Dan kepala Raymond serasa siap meledak karena mata lelah dan telinga menjerit marah. "Husband ...." Istrinya merengek lagi dan dia bingung mau bagaimana. "Abang ...." Kalau boleh Raymond memilih, ia lebih memilih mengurusi semua pekerjaan saja daripada mendengar rengekan Regina dikala matanya sangat amat berat. "Regina, kita tunggu matahari naik," bisik Raymond yang sudah duduk di atas ranjang, menoleh lemas ke arah istrinya yang menatap cemberut. "Babynya mau sekarang!" Regina mulai memakai nada ngegas. "Kita cari ke mana, Re?" tanya Raymond pada Regina bersungut-sungut lelah agar wanita itu paham. For your information, Raymond baru pulang pukul satu sebab lembur memeriksa essai mahasiswa, dan begitu pulang Raymond belum bisa langsung tidur karena masih harus mengisi beberapa pendataan ke dalam
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond melumat bibir Regina, kali ini dengan gairahnya. Jika tadi sesi mereka saling mengungkapkan isi kepala dan hati maka sekarang sesi Raymond Arthur William menerima hadiahnya. "Hah ...." Napas Regina terengah. Well, nyonya muda William sudah menyiapkan itu. Setelah acara syukuran Raymond sangat sibuk bekerja, suaminya jauh lebih sibuk dari yang Regina bayangkan, maka dari itu hadiah darinya double. "Suamiku tegang aku senang," bisik Regina genit, sukses membuat Raymond menggendong tubuhnya ala ibu koala. "Kita butuh kamar utama." Raymond juga berbisik, segera mengambil langkah menuju anak tangga. Kepala Regina mengangguk, senyumnya masih genit pakai banget. Oke jangan ragukan Regina Adinda Putri dalam menggoda Raymond Arthur William, wanita itu sudah wisuda, tamat! Bersama mata yang saling menyelami, bersama debaran yang saling terasa, Raymond selalu memimpin, maka kakinya melangkah lembut menaiki anak tangga. Cklek. Tidak mau lama-la
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Udah kali natapnya, Abang, nanti tambah cinta baru tahu," ujar Regina tersenyum bersama kepala menunduk, wanita itu sedang sibuk memotong bolu gulung buatan suaminya sendiri. Raymond diam, tidak menjawab. Pria itu mana ambil peduli, selama ia mau maka akan ia lakukan. Well, detik ini jarum jam sudah ada diangka setengah dua belas malam. Awan tidak mungkin masih bergabung dengan kedua orangtuanya, anak itu sudah terlelap di dalam kamar, Regina sendiri membuat pesta kecil-kecilan berdua dengan sang suami. Mereka duduk di meja makan, niatnya akan pindah ke ruang televisi, tapi tunggu, Regina ingin mencicipi hasil tangan Raymond bersama Awan. "Selesai," ujar Regina setelah memindahkan dua potong bolu gulung ke atas piring. Kepala Regina terangkat dari tunduk, menatap ke arah Raymond yang ternyata oh ternyata masih betah menatapnya. "Udah jatuh cintanya?" tanya Regina bermaksud menggoda si suami. Raymond tersenyum manis, sangat tiba-tiba! Jangan
Awas Typo:) Happy Reading... *** Raymond tidak tahu lagi harus berkata apa. "Hahaha!!! Daddy, lucu!" "Ah ..., suamiku seksi." Ia habis-habisan ditertawai oleh Awan karena permintaan konyol istrinya sendiri, mana yang minta pakai acara menatap mupeng segala alias muka pengen. Ya Tuhan. Raymond tidak tahu harus malu atau bangga, satu sisi ditertawakan, satu lagi ditatap penuh cinta. Jadi, dia memilih keduanya, malu dan, bangga. "Awan, diam atau Daddy ke sana?" tanya Raymond sedang menuang tepung ke dalam mangkuk sedang. Istrinya meminta bolu, sudah pasti ia butuh tepung juga pengembang. "Awan saja yang ke sana!" Semangat Awan menyahuti, si gadis kecil itu menoleh menatap ke arah Regina. "Boleh, 'kan Mom?" Meminta izin kepada mommynya. "Hm? Ya, sure. Ganggu daddy," jawab Regina pasang senyum manis. Tentu saja ia memberi izin, sedang ia bayangkan Raymond bekerjasama dengan Awan untuk memenuhi keinginannya, pasti manis. "Okay, Mommy juga belgabung kalau ingin," bisik Awan, mengec
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Abang janji akan pulang pukul delapan, awas kalau telat, aku usir dari kamar." "Masih pagi, Re," balas Raymond menarik tali pinggangnya. "Karena masih pagi itu aku ingatkan." Oke, Raymond kalah. Ia tidak mau melawan istri yang semakin hari semakin bawel saja, dan semakin hari semakin posesif, sungguh Raymond tidak tahu apa yang salah dengan istrinya. Namun, saat ia bertanya pada mama, si wanita paruh baya yang melahirkannya itu berkata, sudah wajari saja, namanya juga sedang hamil, Ray. Begitu. "Sini." Tiba-tiba Regina sudah berdiri saja di depan tubuh Raymond, mengambil alih pekerjaan tangan si suami yang sedang memakai tali pinggang. Kalau kata Regina, dikarenakan Raymond bekerja tanpa dasi yang membuat ia tidak bisa melakukan adegan seperti di novel dan film, maka pekerjaan mengancing kemeja atau memakai tali pinggang menjadi urusan Regina. Aneh? Sangat! Raymond pun merasakan itu, istrinya terlalu menikmati tapi Raymond terlalu sengsara k
Awas Typo:) Happy Reading .... *** What?! Kedua netra Regina membulat mendengar kalimat suaminya. "Mau!!!" Awan sendiri berteriak kuat, membuat kedua netra Regina semakin membulat saja, tidak hanya itu, semua mata auto menatap ke arah si anak. Senyum kecil Raymond terbit, untuk Awan Putri Letta. "Oh my god!" gumam Awan terkejut ala-ala anak enam tahun. Si cantik dengan rambut pirang itu menutup mulut menganganya karena mendapati senyum manis seorang Raymond Arthur William, walau kecil. "Oke, welcome to my life, Awan." Titik, Raymond menggerling sebelum pergi dari hadapan dua kaum hawa berbeda usia. ***** "Abang, are you serious?" Raymond baru menegak jus digelasnya, lantas suara Regina sudah terdengar saja. Cepat juga si istri sadar dari keterkejutan. "Ya," jawab Raymond santai, kembali melanjutkan kegiatannya. Kedua mata Regina berkedip, ini dia berhalusinasi apa bagaimana? Dia mabuk ya? Tapi wait, sejak kapan dia meminum alkohol? Artinya dua kemungkinan, ini nyata atau m
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond tidak bisa berkata-kata, serius. Demi para leluhur, rumahnya yang biasa seperti kuburan alias sunyi sepi senyap, kini layaknya pasar pagi, ramai heboh dan gila. Apa yang bisa Raymond lakukan dengan kondisi seperti ini? Tidak ada, hanya berdiri, diam, melihat. Sangkin luar biasanya keturunan William itu tidak bisa berkomentar lagi. Look, halaman belakang rumahnya penuh oleh anak-anak, dari yang usianya sekitar enam tujuh tahun, hingga sembilan sampai sepuluh tahun. keuntungan di sini hanya satu, untung halaman rumahnya, bukan di dalam rumahnya. "Hi, ganteng!" Terdengar sapaan dari belakang tubuhnya, Raymond tahu itu sang istri- Regina. "Kamu tidak mengatakan sebanyak ini." Langsung berujar to the point, Raymond melirik sang istri yang bergerak memeluk lengannya, manja sekali. "Ya namanya anak yatim, Sayang, paling tidak dua sampai tiga puluh lah." Iyaps, right! Benar sekali. Di rumah yang Raymond bangun dengan hasil keringatnya sendir