Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Cerita sama aku apa rencana Abang?" tanya Regina menatap Raymond yang sedang memijat lembut kaki kanannya. Saat ini mereka tengah berada di kamar mandi, tepatnya berendam bersama di bathub atas keinginan Raymond. "Nothing," jawaban santai. "Aku serius, Abang." Raymond melirik, menurunkan kaki Regina lantas membuka kedua tangannya. Oh ya sudah pasti si istri bergerak cepat membawa punggung terpisah dari bathub, menghampiri tubuh suaminya hingga air penuh busa itu mengalami ombak kecil. Regina memeluk pinggang Raymond, menjatuhkan dagu ke atas dada si suami. Hening, belum ada kalimat, mereka berdua saling menatap. Tangan kanan Raymond naik menyentuh kecil rambut-rambut nakal Regina yang keluar dari cepolan wanita itu, persis seperti tuannya, nakal, tidak bisa diatur. Kemudian tangan itu beralih menuju pipi gembil Regina, tidak gembil-gembil banget, namun, masuk kategori chubby. Cup. Raymond membawa bibirnya mendarat ke atas dahi Regina ya
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Maria menyimpan kedua tangannya ke dalam saku celana, dia tahu dia mulai diawasi, dipantau dan, begitu waktunya pas pasti dia kembali ditarik oleh anak buah Raymond. Melirik ke belakang tubuh. "Fuck!" Maria mendapati Bio berdiri tepat di belakang tubuhnya. Kalau ada yang penasaran Maria di mana, wanita itu sedang berada di kampus Regina, menunggu bermaksud ingin bertemu, namun, agaknya hari ini adalah hari sial untuk Maria. "Bergerak artinya membuat keributan," bisik Bio to the point. Maria diam, ia bawa keluar kedua tangannya dari saku celana. "Dibayar berapa sih?" tanya Maria berbasi-basi. Sekarang gantian, Bio yang diam. Pria itu sudah sangat siap membawa wanita ini ke hadapan bossnya, terutama sang ibu boss yang tadi pagi marah-marah padahal Bio tahu si ibu boss setengah mampus ketakutan. Satu ..., detik mulai bergerak dan yang menghitung adalah Maria. Dua ..., apa niat wanita itu? Kenapa mengambil ancang-ancang? Ti ..., ga! "Lepaskan aku
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Hiks ..., hiks ...." "Aku baik Regina." "Hiks ..., hiks ...." "Regina." Iya itu yang terisak Regina. "Hiks ...." Istri Raymond yang imut nan cantik, tak juga kunjung berhenti terisak. "Hah ...." Menghela napas, Raymond menatap tangan gemetar Regina yang sibuk mengobati tangannya. "Sayang ...." Semakin lembut lah suara pria itu. "Diam," sinis Regina mulai kejam, wanita itu melirik Raymond, terlihat sekali sangat marahnya. Jujur, Raymond tidak punya pengalaman apapun soal wanita, bagaimana cara membujuk atau cara meredakan amarah seorang kaum hawa. Jadi yang ia tahu ya ini, kembali diam. Memikirkan tindakan apa yang tepat agar segera ia lakukan. Bungkam, keduanya tidak lagi saling berlisan, tapi Regina masih tetap terisak. Ya ahli wanita, tolong beri Raymond saran, dia benar-benar sudah tidak tahu lagi harus apa. Regina menangis bukan semenit dua menit tapi sudah dua jam! Wanita itu tadi menatap bagaimana Laura mengobati tangan Raymond sam
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Melipat tangan di bawah dada, Regina menatap wajah terlelap Maria dengan pita suara yang ditutup sangat rapat. Raymond sendiri yang pun ada di samping si istri ikut menatap, diam. "Dia butuh lebih banyak waktu di sini."Laura yang bersuara, psikiater cantik itu berdiri di samping Regina yang ada di tengah-tengah antara dirinya dan Raymond. "Aku tidak tahu berapa lama, namun selama dia belum stabil aku sangat menyarankan dia tetap di sini," melanjutkan, kepala Laura menoleh menatap ke arah Regina dan Raymond. "Hah ...." Regina menghela napas. Dia sungguh tidak percaya akan ada di posisi ini, really. Regina pikir, Regina kira, hubungannya dengan Maria akan tetap sama walau ia sudah menikah, tapi lihat lah sekarang, rasanya kata kacau dan berantakan masih terlalu ringan, ini runyam! "It's oke, semua akan baik," bisik Raymond merangkul pinggang Regina, pun mengecup rambut samping istrinya yang terlihat tidak tenang. "Yes, semua akan baik. Don't worr
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Kedua netra itu menatap pagar rumah di depannya dengan datar, dingin. Jika tatapan saja sudah datar bagaimana cerita mimik? Ya pasti juga datar bersama aura dingin. Maria- si wanita dengan kaki telanjang, menarik napas, Maria menyimpan kedua tangannya masuk ke dalam saku jaket yang dia pakai. Wanita itu ..., berhasil kabur untuk kesekian kalinya "Wait for me, Raymond Arthur William." ***** Benda pipi itu menempel di daun telinga Raymond yang menunduk memijat pangkal hidung, pusing. "Bagaimana bisa?" bertanya dengan emosi yang ditahan, Raymond sangat ingin membentak, namun, ia masih punya adab karena jarum jam sudah berapa di angka sebelas malam, dan semua orang sudah terlelap termasuk Jefri yang menginap di sini. "Shit! Obati lukamu dan kita urus semuanya besok," bisik keturunan William itu mengakhiri sambungan dengan Bio. Bio yang melaporkan bahwa sekali lagi untuk kesekian kalinya, Maria kabur! "Kamu nggak boleh kerja." Menolehkan kepala ke
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Jika ada komunitas istri nakal di dunia ini, Raymond pastikan Regina masuk ke dalam anggota itu dan berada di top lima ternakal. Bisa-bisanya wanita itu kabur pergi diam-diam tanpa meninggalkan jejak apapun, entah pergi ke mana Raymond tidak tahu. Tut .... Sekarang jarum jam sudah menunjukan angka delapan pagi, Raymond menghubungi Regina sejak pukul enam dan persetan untuk ini, Regina tidak menjawab panggilannya padahal panggilan terhubung. Oh jangan kira Raymond sekarang sedang berdiri di kamar bersama mode setrika alias jalan mondar-mandir, tentu tidak begitu. Keturunan William yang sudah menjadi suami itu sekarang sedang menyetir, mencari keberadaan istrinya bersama ponsel yang terus menghubungi nomor si nakal. Dia mau gila, mengamuk tak bisa maka jalan satu-satunya hanya menahan emosi dengan menggenggam erat stiur mobil yang ia kendarai. Menarik napas, tenang, Raymond akan tenang dan terus mencari. Dia baru saja dari kos Maria dan tidak me
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Ayo Ray ..., berpisah. Ceraikan aku demi kebaikan kita semua." Boleh Raymond terbahak? Kekonyolan Regina sudah melebihi batas. Namun, jika dipikir-pikir untuk apa Raymond terbahak? Mungkin diam jauh lebih baik agar Regina juga diam. Membalas artinya menyambung percakapan, sedang keadaan emosi mereka saat ini tidak ada baiknya, untuk itu diam adalah pilihan terbaik di sini. "Raymond ...." "Diam." Bagus, sedari tadi hanya diam kini saatnya Raymond memerintah Regina untuk diam seperti dirinya. "Menyelesaikan masalah?" tanya si istri. "Ya," jawab Raymond datar, tetap dingin. Kepala Regina menggeleng, tidak menyangka akan jawaban yang diberikan oleh sang suami. Dari sudut mananya diam itu menyelesaikan masalah? Dari mana?! Diam hanya menunda bukan menyelesaikan. "Aku kecewa sama kamu," bisik Regina membuang wajah ke luar jendela lagi. Selesai, Raymond tidak membalas apapun. Seperti yang dia katakan, diam, hanya diam, sampai Regina nantinya tahu,
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Fokus mengobati luka di telapak tangan suaminya, Regina tidak melisakan kalimat apapun. Wanita itu tutup mulut seperti yang sering Raymond lakukan. Sedang si suami sendiri fokus menatap apa yang bisa ia tatap dari Regina, entah kenapa rasa rindu merajalela di dalam diri Raymond, dia rindu Reginanya yang tidak seperti ini. Semenit ..., dua menit ..., detik adalah detik yang tidak akan berhenti walau manusia ingin dia berhenti, tiga menit, dan menit adalah menit yang selalu mengikuti mau detik. Tepat dimenit ke lima Regina selesai, wanita itu menarik tangan suaminya dan, mengecup lembut bersama tatapan yang naik mengincar wajah pria itu. Tatapan mereka bertemu. Cup, cup, cup. Regina terus mengecupi tangan besar Raymond, mulai dari telapak tangan, ibu jari, sampai ke punggung tangan. "I love you," bisik Regina meletakan telapak tangan Raymond ke atas permukaan pipinya. Pria itu, suami Regina menarik napas, menjulurkan satu tangannya yang mengangg