Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond tidak butuh keributan untuk mendobrak pintu, dan hal paling penting dia tidak butuh waktu lama. Hanya dalam sekian menit yang mencapai angka tiga pun belum, Raymond sudah berhasil membuka pintu kamar Regina yang sudah pasti gagangnya memasuki zona RIP. Iya, rusak. Berdiri di ambang pintu beberapa detik, Raymond menatap ke arah ranjang. Oke, memang benar Regina masih tepar di atas ranjang dengan posisi sangat tidak elegan. Gadis itu mengambil pose telentang, kedua tangan terangkat ke atas kepala dan, bibir sedikit terbuka. Point penting, tanpa selimut. Baik, Raymond berjalan pelan menuju ranjang calon istrinya itu, bersiap-siap membuat si gadis tersadar dari alam mimpi. Ya ampun bisa-bisanya Regina sekebo ini, tidak terusik dengan segala suara. Begitu sampai di sisi ranjang, napas Raymond terhembus menatap miris kaum hawa primadona Melbourne itu. Saat dari dekat ternyata lebih mengerikan lagi. Merunduk, Raymond menjulurkan tangan kana
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Bisa! Sangat bisa. Perihal mempercepat adalah kemampuan yang sangat bisa mama lakukan. Siapa juga yang menyangka saat ini mereka sudah di Bali? Ya tidak ada, tapi kenyataannya mereka sudah di Bali. Sekarang tengah menatap persiapan dekor gedung pernikahan, beda lagi dengan tempat party dilakukan. Well, senyum Regina tak bisa luntur, terus terpasang lebar dengan rona yang begitu aduhay. Ya ampun diri Regina tidak menyangka bahwa dia akan segera menikah, besok. Lebih tepatnya besok pagi akad akan segera dilaksanakan. Raymond yang berdiri di samping sang gadis hanya memasang mimik datar, dengan pose kedua tangan masuk ke dalam saku celana, otak Raymond melayang entah ke mana-mana. Sikap datar dan dingin yang Ray miliki bukan simbol bahwa dia jahat, kejam dan, tega. Tidak! Sesungguhnya pria ini sangat pemikir, bagaimana ya. Dia tidak main-main pada hidup maupun masa depan, bukan Raymond Arthur William namanya jika tidak memikirkan keputusan dengan s
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Dari judul babnya saja kita sudah bisa menebak apa yang akan terjadi di sini, tidak terlalu perlu menerka-nerka, cie nikah uhuk adalah satu kalimat yang bertujuan untuk menggoda Raymomd dan Regina. Tidak terasa malam sebelum akad itu terlewati dengan sangat cepat nan lancar, saat ini gedung pilihan mama untuk akad pernikahan anak satu-satunya yang ia miliki sudah mulai terisi penuh. Ternyata relasi dari keluarga Regina pun lumayan banyak ditambah lagi relasi keluarga Raymond, sudah jangan heran jika seantreo mata memandang yang terlihat manusia. Huh ..., pernikahan, Raymond sangat ingin bertanya kepada Regina, apa makna dari pernihakan untuk gadis itu. Bahkan saat ini, detik Raymond sudah berdiri di atas altar menunggu mempelai wanitanya masuk ia masih tidak kepikiran menikah. Dia belum siap, bukan karena finansial, lebih ke arah mental. Apa Raymond bisa mempertahankan pernikahan ini? Apa Regina akan bahagia bersamanya? Apa dia akan segera jatuh
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Sttt, suami Regina." Kepala Raymond yang tadi menunduk memeriksa email di ponsel hanya dalam waktu dua detik langsung mendunga menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya, suami ..., Regina. Dan itu Regina sendiri, istri Raymond yang datang bersama senyum manis. "Dansa yuk," mengajak, Regina memasang mimik penuh harap. Oh ah perlu diketahui, di bab wedding party ini langsung dimulai dengan langit Bali yang sudah menggelap. Hal menariknya, ingat bukan bahwa akad dan party dibeda tempat? Yaps. Sekarang mereka berada di tempat wedding party yang beratapkan langit malam penuh bintang, jangan lupa angin pantai pun turut hadir. Untuk outfit Raymond dan Regina sendiri, tentu saja dua anak manusia pemilik acara sudah berganti pakaian jauh lebih santai. Satu hanya kemeja dengan rompi dan dasi kupu-kupu, satu lagi dress selutut dan flat shoes. Well, balik ke adegan mereka, Raymond tak langsung menjawab. Diam beberapa detik, tidak-tidak, ada juga sek
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Bruk. Raymond membaringkan tubuh Regina ke atas ranjang kamar hotel, pria itu menyamankan posisi kepala si gadis yang sudah jatuh tepar tak sadarkan diri sebab kelelahan. Jika ada yang bertanya sekarang pukul berapa maka akan Raymond jawab, tiga pagi. Bagus bukan? Ya sangat bagus membuat tubuh mereka remuk mati rasa. Bisa-bisanya wedding party selesai dipukul dua dan cakap-cakap dengan keluarga selesai pukul setengah tiga lewat. Syukur puji syukur hotel mereka tidak jauh dari area pesta, jadi hanya butuh berjalan kaki saja sudah sampai. "Egh ...." Sedikit mengerang terganggu, Regina sukses membuat gerakan tangan Raymond terhenti. Tik tok, detik bergerak. Mister William kesayangan Regina Adinda Putri masih setia menunggu gadis itu kembali tidur dengan nyenyak, dan yang dibutuhkan adalah sekitar tujuh delapan detik sampai akhirnya Regina kembali terlelap pulas. Kembali menggerakan tangan, Raymond sedang melepas sepatu berhak yang Regina gunakan.
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Menyelesaikan makan siang terlebih dulu, Raymond dan Regina dilingkupi hening selama proses itu. Jujur ini agak asing, Regina bukan tipe kaum hawa yang kalem-kalem tak punya topik pembicaraan. Bahkan perihal melodi bunyi kentut pun akan gadis itu bicarakan dengan Raymond, yang penting ada obrolan. Namun siang ini, lebih tepatnya hari pertama setelah mereka sah menjadi suami istri, si gadis justru bisu seribu bahasa. Sialan, Raymond mencoba tak berkomentar, ia akan menikmati ketenangan ini, walau dengan pemandangan mimik tak menyenangkan milik Regina. Huh! Jangan bilang ini masih perihal sahabat gadis itu yang marah-marah tadi, kalau iya fix lah pertemanan istrinya tak sehat. Harusnya jika Regina bahagia ya sahabatnya juga bahagia dan memaklumi, toh alasannya sudah dijelaskan, yang paling penting bukan hanya dia yang tidak diundang, tapi banyak! Meletakan sendok setelah menyuapkan potongan omlet terakhir, Raymond menjangkau gelas berisi air minera
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Dari pancaran mata yang masih kesal hingga mimik penuh rasa bete, kini semua musnah! Kekesalan diganti keterkejutan, Regina mengedip-ngedikan kedua matanya. Raymond sendiri menatap mata berkedip itu dengan intens. Bibir si pria bergerak, membawa masuk bibir atas milik Regina yang tipis ke dalam ruang antara bibir atas dan bawah yang ia miliki. Tidak ada penolakan dan balasan, Regina hanya diam, masih sibuk akan rasa terkejut sebab Raymond Arthur William mulai aktif menyerang dirinya, menyerang dengan segala bentuk serangan. Tidak lama dari gerak itu, sekarang mata Raymond perlahan terpejam. Tubuh Regina semakin ditarik mendekat, bibir pun semakin ditekan. Fix ini sih Raymond memang sudah aktif bukan lagi mulai aktif. Apa Regina harus membalas? Tidak masalah? Ya ..., kenapa tidak? Untuk itu ia angkat kedua tangannya, memeluk leher Raymond, membalas gerakan bibir sang suami. Jangan heran jika mister William semakin terlihat menggebu, Regina ...
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Coba beritahu aku, apa makanan, hobby dan, beberapa hal yang harus aku ketahui dari Abang." Regina ingin mengenali suaminya sendiri lebih jauh. Hening, Raymond diam tidak langsung menjawab. Pria itu masih menikmati mengusap-usap perut rata Regina di dalam air yang sudah berbusa. Jangan lupa, dagu Raymond bersemanyam dengan sangat nyaman di atas bahu si wanita yang menyandarkan kepala ke atas dada si pria. "Abang," panggil Regina sebab tidak ada jawaban setelah sekitar dua tiga menit berlalu. "Makanan yang layak dimakan aku sukai, tanpa terkecuali." Raymond memang bukan pemilih makanan. "Dulu hobbyku memotret pemandangan," lanjut lagi. "Sekarang?" tanya Regina bingung akan ucapan suaminya, kenapa ada kata dulu? Pria muda nan tampan itu memiringkan kepala, membawa bibir berada tepat di samping telinga kiri Regina. "Menyentuhmu." Damn! Blush .... "Bang, serius!" Regina auto merasakan panas di wajah. Sial, sial, sial tahu tidak?! Apa pula men
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Cklek. Raymond membuka pintu kamar mandi bertepatan dengan gerakan tangan istrinya yang duduk ke pinggir ranjang, memakai kaos super kebesaran milik Raymond sendiri. Mereka baru selesai, tepat pukul satu siang dan thanks tidak ada yang mengganggu. Gairah Raymond rasanya tidak habis kepada Regina, selalu berdebar setiap menyentuh kulit lembut sang istri. Memang yang halal rasanya jauh jauh jauh!!! Lebih nikmat. "Husband ...." Regina memanggil lirih sambil menoleh untuk menatap Raymond yang diam bersandar di ambang pintu kamar mandi, dan hal itu sudah membuat Raymond siap bertempur lagi jika tidak ingat kondisi kehamilan wanita itu. "Iya, Sayang, ada apa?" menyahut tanya, tangan Raymond terlipat di depan dada. Regina bergerak berdiri, berbalik menatap suaminya yang pun menatapnya. "Kerja?" tanya Regina mengusap keringat sendiri di bagian leher dengan punggung tangan. "Tidak minat," jawab Raymond sambil tersenyum kecil akan pemandangan seksi itu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Aku janji akan pelan." Tangan Raymond menyentuh pipi kiri Regina, mengusap dengan gerakan lembut namun erotis. Regina memejakan mata, menikmati apa yang memang ia incar, sentuhan suaminya. "Janji?" tanya Regina masih menikmati usapan jari Raymond di pipi. "Of course." Regina membuka mata, menatap Raymond yang sudah menindihnya. "Suamiku tidak bekerja?" Oh ya ayolah, kenapa bertanya perihal itu jika adik di bawah sana sudah menggeliat bangun? "Setelah makan siang?" Raymond balik bertanya, mencoba sabar walau tenggorokannya sendiri sudah tercekat oleh gairah. Masa bodoh dulu dengan kerjaan, sebulan lebih dia berpuasa, belum lagi kemarin lembur, biarkan Raymond melepas lelah. "Oke, sini." Lembut Regina tersenyum genit yang langsung disambut Raymond dengan lumatan manis ala mereka. Raymond mendapatkan lampu hijau tentu harus mengumandangkan janjinya dalam otak, pelan, harus lembut. Argh! Sebulan lebih Raymond berpuasa, sudah seperti bulan ramadh
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond ada di posisi urut pelipis sebab keinganan aneh Regina. Ini masih terlalu pagi, perlu diketahui jarum jam masih menunjukan angka tiga pagi. Dan kepala Raymond serasa siap meledak karena mata lelah dan telinga menjerit marah. "Husband ...." Istrinya merengek lagi dan dia bingung mau bagaimana. "Abang ...." Kalau boleh Raymond memilih, ia lebih memilih mengurusi semua pekerjaan saja daripada mendengar rengekan Regina dikala matanya sangat amat berat. "Regina, kita tunggu matahari naik," bisik Raymond yang sudah duduk di atas ranjang, menoleh lemas ke arah istrinya yang menatap cemberut. "Babynya mau sekarang!" Regina mulai memakai nada ngegas. "Kita cari ke mana, Re?" tanya Raymond pada Regina bersungut-sungut lelah agar wanita itu paham. For your information, Raymond baru pulang pukul satu sebab lembur memeriksa essai mahasiswa, dan begitu pulang Raymond belum bisa langsung tidur karena masih harus mengisi beberapa pendataan ke dalam
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond melumat bibir Regina, kali ini dengan gairahnya. Jika tadi sesi mereka saling mengungkapkan isi kepala dan hati maka sekarang sesi Raymond Arthur William menerima hadiahnya. "Hah ...." Napas Regina terengah. Well, nyonya muda William sudah menyiapkan itu. Setelah acara syukuran Raymond sangat sibuk bekerja, suaminya jauh lebih sibuk dari yang Regina bayangkan, maka dari itu hadiah darinya double. "Suamiku tegang aku senang," bisik Regina genit, sukses membuat Raymond menggendong tubuhnya ala ibu koala. "Kita butuh kamar utama." Raymond juga berbisik, segera mengambil langkah menuju anak tangga. Kepala Regina mengangguk, senyumnya masih genit pakai banget. Oke jangan ragukan Regina Adinda Putri dalam menggoda Raymond Arthur William, wanita itu sudah wisuda, tamat! Bersama mata yang saling menyelami, bersama debaran yang saling terasa, Raymond selalu memimpin, maka kakinya melangkah lembut menaiki anak tangga. Cklek. Tidak mau lama-la
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Udah kali natapnya, Abang, nanti tambah cinta baru tahu," ujar Regina tersenyum bersama kepala menunduk, wanita itu sedang sibuk memotong bolu gulung buatan suaminya sendiri. Raymond diam, tidak menjawab. Pria itu mana ambil peduli, selama ia mau maka akan ia lakukan. Well, detik ini jarum jam sudah ada diangka setengah dua belas malam. Awan tidak mungkin masih bergabung dengan kedua orangtuanya, anak itu sudah terlelap di dalam kamar, Regina sendiri membuat pesta kecil-kecilan berdua dengan sang suami. Mereka duduk di meja makan, niatnya akan pindah ke ruang televisi, tapi tunggu, Regina ingin mencicipi hasil tangan Raymond bersama Awan. "Selesai," ujar Regina setelah memindahkan dua potong bolu gulung ke atas piring. Kepala Regina terangkat dari tunduk, menatap ke arah Raymond yang ternyata oh ternyata masih betah menatapnya. "Udah jatuh cintanya?" tanya Regina bermaksud menggoda si suami. Raymond tersenyum manis, sangat tiba-tiba! Jangan
Awas Typo:) Happy Reading... *** Raymond tidak tahu lagi harus berkata apa. "Hahaha!!! Daddy, lucu!" "Ah ..., suamiku seksi." Ia habis-habisan ditertawai oleh Awan karena permintaan konyol istrinya sendiri, mana yang minta pakai acara menatap mupeng segala alias muka pengen. Ya Tuhan. Raymond tidak tahu harus malu atau bangga, satu sisi ditertawakan, satu lagi ditatap penuh cinta. Jadi, dia memilih keduanya, malu dan, bangga. "Awan, diam atau Daddy ke sana?" tanya Raymond sedang menuang tepung ke dalam mangkuk sedang. Istrinya meminta bolu, sudah pasti ia butuh tepung juga pengembang. "Awan saja yang ke sana!" Semangat Awan menyahuti, si gadis kecil itu menoleh menatap ke arah Regina. "Boleh, 'kan Mom?" Meminta izin kepada mommynya. "Hm? Ya, sure. Ganggu daddy," jawab Regina pasang senyum manis. Tentu saja ia memberi izin, sedang ia bayangkan Raymond bekerjasama dengan Awan untuk memenuhi keinginannya, pasti manis. "Okay, Mommy juga belgabung kalau ingin," bisik Awan, mengec
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Abang janji akan pulang pukul delapan, awas kalau telat, aku usir dari kamar." "Masih pagi, Re," balas Raymond menarik tali pinggangnya. "Karena masih pagi itu aku ingatkan." Oke, Raymond kalah. Ia tidak mau melawan istri yang semakin hari semakin bawel saja, dan semakin hari semakin posesif, sungguh Raymond tidak tahu apa yang salah dengan istrinya. Namun, saat ia bertanya pada mama, si wanita paruh baya yang melahirkannya itu berkata, sudah wajari saja, namanya juga sedang hamil, Ray. Begitu. "Sini." Tiba-tiba Regina sudah berdiri saja di depan tubuh Raymond, mengambil alih pekerjaan tangan si suami yang sedang memakai tali pinggang. Kalau kata Regina, dikarenakan Raymond bekerja tanpa dasi yang membuat ia tidak bisa melakukan adegan seperti di novel dan film, maka pekerjaan mengancing kemeja atau memakai tali pinggang menjadi urusan Regina. Aneh? Sangat! Raymond pun merasakan itu, istrinya terlalu menikmati tapi Raymond terlalu sengsara k
Awas Typo:) Happy Reading .... *** What?! Kedua netra Regina membulat mendengar kalimat suaminya. "Mau!!!" Awan sendiri berteriak kuat, membuat kedua netra Regina semakin membulat saja, tidak hanya itu, semua mata auto menatap ke arah si anak. Senyum kecil Raymond terbit, untuk Awan Putri Letta. "Oh my god!" gumam Awan terkejut ala-ala anak enam tahun. Si cantik dengan rambut pirang itu menutup mulut menganganya karena mendapati senyum manis seorang Raymond Arthur William, walau kecil. "Oke, welcome to my life, Awan." Titik, Raymond menggerling sebelum pergi dari hadapan dua kaum hawa berbeda usia. ***** "Abang, are you serious?" Raymond baru menegak jus digelasnya, lantas suara Regina sudah terdengar saja. Cepat juga si istri sadar dari keterkejutan. "Ya," jawab Raymond santai, kembali melanjutkan kegiatannya. Kedua mata Regina berkedip, ini dia berhalusinasi apa bagaimana? Dia mabuk ya? Tapi wait, sejak kapan dia meminum alkohol? Artinya dua kemungkinan, ini nyata atau m
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond tidak bisa berkata-kata, serius. Demi para leluhur, rumahnya yang biasa seperti kuburan alias sunyi sepi senyap, kini layaknya pasar pagi, ramai heboh dan gila. Apa yang bisa Raymond lakukan dengan kondisi seperti ini? Tidak ada, hanya berdiri, diam, melihat. Sangkin luar biasanya keturunan William itu tidak bisa berkomentar lagi. Look, halaman belakang rumahnya penuh oleh anak-anak, dari yang usianya sekitar enam tujuh tahun, hingga sembilan sampai sepuluh tahun. keuntungan di sini hanya satu, untung halaman rumahnya, bukan di dalam rumahnya. "Hi, ganteng!" Terdengar sapaan dari belakang tubuhnya, Raymond tahu itu sang istri- Regina. "Kamu tidak mengatakan sebanyak ini." Langsung berujar to the point, Raymond melirik sang istri yang bergerak memeluk lengannya, manja sekali. "Ya namanya anak yatim, Sayang, paling tidak dua sampai tiga puluh lah." Iyaps, right! Benar sekali. Di rumah yang Raymond bangun dengan hasil keringatnya sendir