Awas Typo:) Happy Reading .... *** Menyelesaikan makan siang terlebih dulu, Raymond dan Regina dilingkupi hening selama proses itu. Jujur ini agak asing, Regina bukan tipe kaum hawa yang kalem-kalem tak punya topik pembicaraan. Bahkan perihal melodi bunyi kentut pun akan gadis itu bicarakan dengan Raymond, yang penting ada obrolan. Namun siang ini, lebih tepatnya hari pertama setelah mereka sah menjadi suami istri, si gadis justru bisu seribu bahasa. Sialan, Raymond mencoba tak berkomentar, ia akan menikmati ketenangan ini, walau dengan pemandangan mimik tak menyenangkan milik Regina. Huh! Jangan bilang ini masih perihal sahabat gadis itu yang marah-marah tadi, kalau iya fix lah pertemanan istrinya tak sehat. Harusnya jika Regina bahagia ya sahabatnya juga bahagia dan memaklumi, toh alasannya sudah dijelaskan, yang paling penting bukan hanya dia yang tidak diundang, tapi banyak! Meletakan sendok setelah menyuapkan potongan omlet terakhir, Raymond menjangkau gelas berisi air minera
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Dari pancaran mata yang masih kesal hingga mimik penuh rasa bete, kini semua musnah! Kekesalan diganti keterkejutan, Regina mengedip-ngedikan kedua matanya. Raymond sendiri menatap mata berkedip itu dengan intens. Bibir si pria bergerak, membawa masuk bibir atas milik Regina yang tipis ke dalam ruang antara bibir atas dan bawah yang ia miliki. Tidak ada penolakan dan balasan, Regina hanya diam, masih sibuk akan rasa terkejut sebab Raymond Arthur William mulai aktif menyerang dirinya, menyerang dengan segala bentuk serangan. Tidak lama dari gerak itu, sekarang mata Raymond perlahan terpejam. Tubuh Regina semakin ditarik mendekat, bibir pun semakin ditekan. Fix ini sih Raymond memang sudah aktif bukan lagi mulai aktif. Apa Regina harus membalas? Tidak masalah? Ya ..., kenapa tidak? Untuk itu ia angkat kedua tangannya, memeluk leher Raymond, membalas gerakan bibir sang suami. Jangan heran jika mister William semakin terlihat menggebu, Regina ...
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Coba beritahu aku, apa makanan, hobby dan, beberapa hal yang harus aku ketahui dari Abang." Regina ingin mengenali suaminya sendiri lebih jauh. Hening, Raymond diam tidak langsung menjawab. Pria itu masih menikmati mengusap-usap perut rata Regina di dalam air yang sudah berbusa. Jangan lupa, dagu Raymond bersemanyam dengan sangat nyaman di atas bahu si wanita yang menyandarkan kepala ke atas dada si pria. "Abang," panggil Regina sebab tidak ada jawaban setelah sekitar dua tiga menit berlalu. "Makanan yang layak dimakan aku sukai, tanpa terkecuali." Raymond memang bukan pemilih makanan. "Dulu hobbyku memotret pemandangan," lanjut lagi. "Sekarang?" tanya Regina bingung akan ucapan suaminya, kenapa ada kata dulu? Pria muda nan tampan itu memiringkan kepala, membawa bibir berada tepat di samping telinga kiri Regina. "Menyentuhmu." Damn! Blush .... "Bang, serius!" Regina auto merasakan panas di wajah. Sial, sial, sial tahu tidak?! Apa pula men
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Baik Raymond dan Regina sudah berbaring di atas ranjang hotel mereka, siap melelapkan diri agar besok saat pulang tubuh tidak terasa remuk redam kelelahan. Perlu diingatkan, mister Willam benar-benar tidak mengabulkan keinginan istrinya. Keinginan membuat adegan seperti di film-film romantis yang mana saling bergandengan di bibir pantai dengan suami sendiri. Hal itu kontan saja membuat Regina semakin kesal, suer dia kesal sampai keubun-ubun, kalau bisa ia ingin Raymond merasa bersalah atau sedikit ada rasa penyesalan telah membuat istri sendiri esmosi jiwa. Maka, sekarang ayo lihat adegan menggemaskannya, menurut Raymond tentu saja. Ya bagaimana tidak menggemaskan? Regina- istrinya sudah mengomel, menggerutu hingga berakhir mengguman saja sebab tak disahuti oleh Raymond, detik ini wanita itu memilih berbaring memunggungi Raymond yang berbaring telentang. Lebih menggemaskan lagi, Regina tidak memberikan Raymond selimut, ia makan sendiri selimut
Awas Typo:) Happy Reading ... *** Saat ini Regina sangat ingin melompat-lompat layaknya bocah lima tahun diberi mainan kesukaan. Bagaimana tidak, Raymond- suaminya mengabulkan hayalan Regina tentang berjalan di pantai dengan kaki telanjang dan saling bergandengan. Oh yeah jangan tanya deh seberapa girang dirinya, sudah dibilang kalau bisa ia mau lompat-lompat saja. "Hanya sepuluh menit," ucap Raymond detik Regina mengambil posisi berdiri di depannya masih sambil menggenggam tangan besar yang ia miliki. "Iya, Abang, iya, sepuluh menit tapi pakai selfie-selfie ya?" "Tidak." Tanpa diperintah senyum lebar Regina luntur, langkah mundur Regina pun terhenti. "Kenapa sih nggak pernah bisa langsung menuruti mau istri?" sebal. Jawaban yang didapat hanya kedikan bahu dari Raymond. "Iya pokoknya titik! Satu saja deh ya ya ya?" merengek, tubuh Regina maju mendekati Raymond, ambil posisi tepat di depan si suami, hanya menyisakan jarak satu langkah saja. "Sekarang deh, satu aja biar ada ken
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Berjalan bersama keluar dari bandara, Regina dan Raymond sudah menginjakan kaki di Melbourne, kembali tentu saja. Well, mereka berdua sama-sama sedang sibuk dengan ponsel masing-masing, jika Raymond mengecek email makan Regina menghubungi sahabatnya yang sampai detik ini panggilan Regina tak juga diangkat. Menarik napas, sumpah si nyonya muda William mulai kesal. Ya siapa juga yang tidak kesal jika menghubungi seseorang namun tak juga diangkat, itu sangat menyebalkan. Tetap melangkah dengan koper kecil miliknya di tangan yang satu, Regina dan Raymond masih lumayan jauh dari pintu bandara. "Permisi." Regina dan Raymond sama-sama berhenti melangkah, sama-sama mendunga dari tunduk. "Iya?" tanya Regina menyahuti, tidak dengan Raymond yang hanya diam menatap. Seseorang berjenis kelamin perempuan yang mengatakan permisi sambil ambil posisi di depan Raymond dan Regina itu tersenyum manis, kedua netranya menatap ke arah Raymond, Regina jelas menyadar
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Abang turunin aku!" teriak Regina yang berada dalam gendongan suaminya, jika gendongan itu ala-ala bridal style tentu tidak masalah, akan dengan sangat senang hati ia menerima. Masalahnya adalah, Raymond Arthur William menggendong Regina layaknya karung beras! Minta diamuk bukan? "Diam." Tapi seberapa besarlah amukan Regina? "Nggak! Beritahu dulu Abang mau apa?" bertanya, mengangkat kepalanya yang sedari tadi berada di pose tak mengenakan, Regina yakin semua darah sudah tumpah ke otak. Menyibak rambut panjang tergerainya. Sungguh Regina sudah tahu ini di mana, namun ..., benarkah Raymond akan melakukannya sekarang? Agaknya Regina berdebar-debar. "Melaksanakan tantanganmu." Tidak bisa dihindari liur si istri tertelan. Regina harus mengumpulkan jiwa nakalnya, ayolah kenapa justru berdebar? Ia harus penasaran. Ya dia memang penasaran maka dari itu menantang. Suara langkah Raymond terdengar jelas memasuki gendang telinga Regina yang sedang mena
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Regina menyelipkan wajahnya ke dalam dada Raymond yang menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka. Hening, sama-sama diam. Baik si suami maupun si istri sama-sama sedang mengatur napas yang masih terengah. Raymond baru mendapatkan puncaknya setelah bermain hampir satu jam, gila bukan? Ya. Tapi Regina berhasil memberikan itu, walau dia sendiri sudah mendapatkan puncak lebih dari tiga kali. "Abang ..., nggak puas ya?" cicit merasa takut, Regina membawa kedua telapak tangannya menyentuh dada telanjang Raymond. Bibir pria itu singgah ke atas dahi istrinya. Dia ..., Raymond Arthur William, mister William, keturunan William, kehabisan kata! "Aku menahannya," jawab masih berbisik. Iya, Raymond kehabisan kata karena demi segala sesuatu yang ada di bumi dan angkasa, bahkan demi dirinya sendiri, Regina sangat amat luar biasa membuat ia gila. "Maksudnya?" bertanya lagi, kepala Regina terangkat sebab tidak paham akan kalimat sang suami. "Aku mena
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Cklek. Raymond membuka pintu kamar mandi bertepatan dengan gerakan tangan istrinya yang duduk ke pinggir ranjang, memakai kaos super kebesaran milik Raymond sendiri. Mereka baru selesai, tepat pukul satu siang dan thanks tidak ada yang mengganggu. Gairah Raymond rasanya tidak habis kepada Regina, selalu berdebar setiap menyentuh kulit lembut sang istri. Memang yang halal rasanya jauh jauh jauh!!! Lebih nikmat. "Husband ...." Regina memanggil lirih sambil menoleh untuk menatap Raymond yang diam bersandar di ambang pintu kamar mandi, dan hal itu sudah membuat Raymond siap bertempur lagi jika tidak ingat kondisi kehamilan wanita itu. "Iya, Sayang, ada apa?" menyahut tanya, tangan Raymond terlipat di depan dada. Regina bergerak berdiri, berbalik menatap suaminya yang pun menatapnya. "Kerja?" tanya Regina mengusap keringat sendiri di bagian leher dengan punggung tangan. "Tidak minat," jawab Raymond sambil tersenyum kecil akan pemandangan seksi itu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Aku janji akan pelan." Tangan Raymond menyentuh pipi kiri Regina, mengusap dengan gerakan lembut namun erotis. Regina memejakan mata, menikmati apa yang memang ia incar, sentuhan suaminya. "Janji?" tanya Regina masih menikmati usapan jari Raymond di pipi. "Of course." Regina membuka mata, menatap Raymond yang sudah menindihnya. "Suamiku tidak bekerja?" Oh ya ayolah, kenapa bertanya perihal itu jika adik di bawah sana sudah menggeliat bangun? "Setelah makan siang?" Raymond balik bertanya, mencoba sabar walau tenggorokannya sendiri sudah tercekat oleh gairah. Masa bodoh dulu dengan kerjaan, sebulan lebih dia berpuasa, belum lagi kemarin lembur, biarkan Raymond melepas lelah. "Oke, sini." Lembut Regina tersenyum genit yang langsung disambut Raymond dengan lumatan manis ala mereka. Raymond mendapatkan lampu hijau tentu harus mengumandangkan janjinya dalam otak, pelan, harus lembut. Argh! Sebulan lebih Raymond berpuasa, sudah seperti bulan ramadh
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond ada di posisi urut pelipis sebab keinganan aneh Regina. Ini masih terlalu pagi, perlu diketahui jarum jam masih menunjukan angka tiga pagi. Dan kepala Raymond serasa siap meledak karena mata lelah dan telinga menjerit marah. "Husband ...." Istrinya merengek lagi dan dia bingung mau bagaimana. "Abang ...." Kalau boleh Raymond memilih, ia lebih memilih mengurusi semua pekerjaan saja daripada mendengar rengekan Regina dikala matanya sangat amat berat. "Regina, kita tunggu matahari naik," bisik Raymond yang sudah duduk di atas ranjang, menoleh lemas ke arah istrinya yang menatap cemberut. "Babynya mau sekarang!" Regina mulai memakai nada ngegas. "Kita cari ke mana, Re?" tanya Raymond pada Regina bersungut-sungut lelah agar wanita itu paham. For your information, Raymond baru pulang pukul satu sebab lembur memeriksa essai mahasiswa, dan begitu pulang Raymond belum bisa langsung tidur karena masih harus mengisi beberapa pendataan ke dalam
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond melumat bibir Regina, kali ini dengan gairahnya. Jika tadi sesi mereka saling mengungkapkan isi kepala dan hati maka sekarang sesi Raymond Arthur William menerima hadiahnya. "Hah ...." Napas Regina terengah. Well, nyonya muda William sudah menyiapkan itu. Setelah acara syukuran Raymond sangat sibuk bekerja, suaminya jauh lebih sibuk dari yang Regina bayangkan, maka dari itu hadiah darinya double. "Suamiku tegang aku senang," bisik Regina genit, sukses membuat Raymond menggendong tubuhnya ala ibu koala. "Kita butuh kamar utama." Raymond juga berbisik, segera mengambil langkah menuju anak tangga. Kepala Regina mengangguk, senyumnya masih genit pakai banget. Oke jangan ragukan Regina Adinda Putri dalam menggoda Raymond Arthur William, wanita itu sudah wisuda, tamat! Bersama mata yang saling menyelami, bersama debaran yang saling terasa, Raymond selalu memimpin, maka kakinya melangkah lembut menaiki anak tangga. Cklek. Tidak mau lama-la
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Udah kali natapnya, Abang, nanti tambah cinta baru tahu," ujar Regina tersenyum bersama kepala menunduk, wanita itu sedang sibuk memotong bolu gulung buatan suaminya sendiri. Raymond diam, tidak menjawab. Pria itu mana ambil peduli, selama ia mau maka akan ia lakukan. Well, detik ini jarum jam sudah ada diangka setengah dua belas malam. Awan tidak mungkin masih bergabung dengan kedua orangtuanya, anak itu sudah terlelap di dalam kamar, Regina sendiri membuat pesta kecil-kecilan berdua dengan sang suami. Mereka duduk di meja makan, niatnya akan pindah ke ruang televisi, tapi tunggu, Regina ingin mencicipi hasil tangan Raymond bersama Awan. "Selesai," ujar Regina setelah memindahkan dua potong bolu gulung ke atas piring. Kepala Regina terangkat dari tunduk, menatap ke arah Raymond yang ternyata oh ternyata masih betah menatapnya. "Udah jatuh cintanya?" tanya Regina bermaksud menggoda si suami. Raymond tersenyum manis, sangat tiba-tiba! Jangan
Awas Typo:) Happy Reading... *** Raymond tidak tahu lagi harus berkata apa. "Hahaha!!! Daddy, lucu!" "Ah ..., suamiku seksi." Ia habis-habisan ditertawai oleh Awan karena permintaan konyol istrinya sendiri, mana yang minta pakai acara menatap mupeng segala alias muka pengen. Ya Tuhan. Raymond tidak tahu harus malu atau bangga, satu sisi ditertawakan, satu lagi ditatap penuh cinta. Jadi, dia memilih keduanya, malu dan, bangga. "Awan, diam atau Daddy ke sana?" tanya Raymond sedang menuang tepung ke dalam mangkuk sedang. Istrinya meminta bolu, sudah pasti ia butuh tepung juga pengembang. "Awan saja yang ke sana!" Semangat Awan menyahuti, si gadis kecil itu menoleh menatap ke arah Regina. "Boleh, 'kan Mom?" Meminta izin kepada mommynya. "Hm? Ya, sure. Ganggu daddy," jawab Regina pasang senyum manis. Tentu saja ia memberi izin, sedang ia bayangkan Raymond bekerjasama dengan Awan untuk memenuhi keinginannya, pasti manis. "Okay, Mommy juga belgabung kalau ingin," bisik Awan, mengec
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Abang janji akan pulang pukul delapan, awas kalau telat, aku usir dari kamar." "Masih pagi, Re," balas Raymond menarik tali pinggangnya. "Karena masih pagi itu aku ingatkan." Oke, Raymond kalah. Ia tidak mau melawan istri yang semakin hari semakin bawel saja, dan semakin hari semakin posesif, sungguh Raymond tidak tahu apa yang salah dengan istrinya. Namun, saat ia bertanya pada mama, si wanita paruh baya yang melahirkannya itu berkata, sudah wajari saja, namanya juga sedang hamil, Ray. Begitu. "Sini." Tiba-tiba Regina sudah berdiri saja di depan tubuh Raymond, mengambil alih pekerjaan tangan si suami yang sedang memakai tali pinggang. Kalau kata Regina, dikarenakan Raymond bekerja tanpa dasi yang membuat ia tidak bisa melakukan adegan seperti di novel dan film, maka pekerjaan mengancing kemeja atau memakai tali pinggang menjadi urusan Regina. Aneh? Sangat! Raymond pun merasakan itu, istrinya terlalu menikmati tapi Raymond terlalu sengsara k
Awas Typo:) Happy Reading .... *** What?! Kedua netra Regina membulat mendengar kalimat suaminya. "Mau!!!" Awan sendiri berteriak kuat, membuat kedua netra Regina semakin membulat saja, tidak hanya itu, semua mata auto menatap ke arah si anak. Senyum kecil Raymond terbit, untuk Awan Putri Letta. "Oh my god!" gumam Awan terkejut ala-ala anak enam tahun. Si cantik dengan rambut pirang itu menutup mulut menganganya karena mendapati senyum manis seorang Raymond Arthur William, walau kecil. "Oke, welcome to my life, Awan." Titik, Raymond menggerling sebelum pergi dari hadapan dua kaum hawa berbeda usia. ***** "Abang, are you serious?" Raymond baru menegak jus digelasnya, lantas suara Regina sudah terdengar saja. Cepat juga si istri sadar dari keterkejutan. "Ya," jawab Raymond santai, kembali melanjutkan kegiatannya. Kedua mata Regina berkedip, ini dia berhalusinasi apa bagaimana? Dia mabuk ya? Tapi wait, sejak kapan dia meminum alkohol? Artinya dua kemungkinan, ini nyata atau m
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond tidak bisa berkata-kata, serius. Demi para leluhur, rumahnya yang biasa seperti kuburan alias sunyi sepi senyap, kini layaknya pasar pagi, ramai heboh dan gila. Apa yang bisa Raymond lakukan dengan kondisi seperti ini? Tidak ada, hanya berdiri, diam, melihat. Sangkin luar biasanya keturunan William itu tidak bisa berkomentar lagi. Look, halaman belakang rumahnya penuh oleh anak-anak, dari yang usianya sekitar enam tujuh tahun, hingga sembilan sampai sepuluh tahun. keuntungan di sini hanya satu, untung halaman rumahnya, bukan di dalam rumahnya. "Hi, ganteng!" Terdengar sapaan dari belakang tubuhnya, Raymond tahu itu sang istri- Regina. "Kamu tidak mengatakan sebanyak ini." Langsung berujar to the point, Raymond melirik sang istri yang bergerak memeluk lengannya, manja sekali. "Ya namanya anak yatim, Sayang, paling tidak dua sampai tiga puluh lah." Iyaps, right! Benar sekali. Di rumah yang Raymond bangun dengan hasil keringatnya sendir