Share

Bab 2

Penulis: Helmina Ang
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-12 14:12:11

Hatiku mudah terikat.

Dan kamu berdiri terlalu dekat.

Kini masa depan terlihat pekat,

tak lagi memikat.

Jarum jam dinding baru menunjuk angka tujuh ketika ada ketukan di pintu rumahku. Aku segera bangkit dari sofa. Aku melihat sebentar pantulan wajahku di cermin dan menyisir sebentar rambutku yang beratakan. Pintu itu kembali diketuk agak keras dibanding ketukan yang pertama tadi. Aku bergegas membuka pintu, berharap Sam lah yang berdiri di balik pintu. Kekecewaan langsung menghinggapi hatiku. Ternyata Laras, sepupuku, yang berdiri di situ dengan senyum lebarnya yang khas.

"Kamu kan tinggal disini, Ras. Kenapa nggak buka pintu sendiri sih?" omelku.

"Kunciku ketinggalan di kamar," Laras menjatuhkan diri di sofa.

"Lain kali kuncinya diikat ke hidungmu."

"Ide bagus tuh. Piye carane, Mbak?" godanya.

Aku tidak menghiraukan leluconnya. Aku kembali duduk di sofa dan menyibukkan diri dengan ponselku. Laras memiringkan tubuhnya sedikit ke arahku. Dia sedang menyenandungkan lagu Glenn Fredly dengan lembut. Tanpa aku sadari, dia mengintip ke layar ponselku tepat ketika aku melihat-lihat akun i*******m Sam.

"Aaah... kirain dari tadi manyun kenapa. Ternyata ya ckckck," kata Laras tiba-tiba. Kali ini dia dengan terang-terangan melihat layar ponselku.

Aku menoleh padanya dengan kesal, "Nggak sopan amat sih lihat-lihat hape orang."

"Sorry, Mbak. Akhir-akhir ini Mbak Hayu sering cemberut. Aku jadi penasaran."

Aku meletakkan ponselku di atas meja. Kusandarkan kepalaku ke sandaran sofa lalu duduk bersila sehingga menyebabkan sofa tua itu berderit. Aku menatap langit-langit sambil menghembuskan nafas agak berat. Aku tahu Laras mencoba mencari tahu kenapa aku uring-uringan akhir-akhir ini. Kami sudah hidup bersama sejak ibuku meninggal dunia lima tahun yang lalu, jadi dia pasti tahu kalau ada yang mengganggu pikiranku.

"Aku kangen Sam," kataku akhirnya.

"Memangnya kapan Mbak terakhir ketemu Mas Sam?"

Aku tidak menjawabnya. Bukan karena aku tidak mau, tapi aku lupa kapan terakhir kali Sam menemuiku. Mungkin tiga minggu yang lalu, atau sebulan yang lalu?

"Oke, nggak dijawab nih. Kalau telepon atau wa, terakhir kapan?" tanyanya tidak sabar.

"Dua hari yang lalu," kataku singkat.

"Dia bilang apa?"

"Dia bilang mau ngajak jalan weekend ini. Dia juga minta maaf sudah sibuk banget akhir-akhir ini," jawabku jujur. Well, itu tidak seratus persen benar sih. Sam tidak pernah meminta maaf. Dia adalah orang yang sulit untuk meminta maaf.

"Mbak sudah coba telepon dia? Ini Jumat malam. Sudah masuk weekend lho."

"Nggak ah. Nanti aku dibilang kayak anak ABG yang selalu nagih pacaran tiap malam minggu."

"Hah? Mas Sam pernah bilang begitu?"

"Nggak sih. Aku cuma nggak mau sampai dia mikir begitu."

"Gusti! Kalian tuh pacaran sudah lama. Nggak mungkin lah Mas Sam bakal mikir begitu. Telepon saja sekarang. Kalau dia nggak jawab, ya Mbak sudah tahu lah harus bagaimana. Bukan hal baru juga kan Mas Sam nggak jawab telepon?"

Bahuku terkulai lemas. Akhirnya aku mengirim pesan kepada Sam lewat W******p lalu meletakkan ponselku lagi di atas meja.

"Aku mau bikin teh. Mbak mau?" tanya Laras mengalihkan pembicaraan. Dia tahu kalau aku tidak mau menelepon Sam. Karena pembawaannya yang halus, Laras tidak pernah memaksaku untuk melakukan sesuatu walaupun hal itu baik untukku.

"Aku bodoh ya, Ras?" tanyaku mengabaikan tawaran Laras.

"Bodoh kenapa?"

"Ya bodoh karena masih mempertahankan hubunganku sama Sam."

"Kenapa ngomong begitu sih, Mbak?"

"Mbak Maya pernah bilang kalau hubunganku sama Sam itu nggak sehat. Akhir-akhir ini aku jadi mikir begitu juga."

"Kenapa Mbak Hayu jadi ikut mikir begitu?"

"Ya kan kamu tahu sendiri, Ras. Sam sampai sekarang masih sering melakukan apa saja sesuka dia. Tahu-tahu ngilang. Nggak bisa dihubungi."

"Kan dari dulu memang begitu. Berarti hubungan kalian sudah nggak sehat dari dulu?" Laras nyengir.

"Semprul kowe, Ras. Diajak curhat malah cengengesan."

"Kalau ada yang bilang hubungan Mbak sama Mas Sam nggak sehat, jangan diambil pusing. Yang jalani hubungan ini kan Mbak, bukan mereka. Kalau memang nggak layak dilanjutkan, ya Mbak yang harus menilainya sendiri. Jangan memutuskan sesuatu berdasarkan apa kata orang," kata Laras sambil beranjak dari sofa. "Aku mau buat teh dulu."

Sebenarnya, aku sudah sering berfikir bahwa hubunganku dengan Sam tidak layak dipertahankan lagi. Tidakan-tindakan Sam lah yang seringkali membuatku meragukan kelanjutan hubungan kami. Lelaki mana yang pergi selama dua minggu ke Kalimantan tanpa mengabari kekasihnya? Atau adakah lelaki yang lebih memilih nonton konser Jazz dengan teman-temannya daripada menemani kekasihnya yang sedang dirawat inap di rumah sakit? Atau sudah lumrahkah seorang seniman terlalu sibuk dengan lukisannya sampai-sampai tidak menghubungi kekasihnya sama sekali selama berminggu-minggu? Ya, begitulah Sam.

Tapi mau sekeras apapun aku berusaha melepaskannya, sepertinya semesta masih berpihak pada hubungan kami. Hampir setiap kali aku merasa ragu, Sam seolah-olah tahu dan dia muncul lagi dengan segala pesonanya. Membuaiku untuk jatuh cinta lagi padanya. Selalu saja seperti itu.

-.-.-.-.-

"Mbaaak, bangun! Itu ada yang nyari," Laras mengguncang-guncang bahuku.

"Suruh kesini lagi nanti. Ini hari Minggu, Ras. Aku mau bangun siang," protesku masih dengan mata terpejam.

"Ini sudah jam delapan, Mbak. Kurang siang?"

Aku masih memeluk guling tak menggubrisnya.

"Ya sudah, Mas Sam aku suruh pulang saja ya?" tanya Laras dengan suara yang sengaja dikeraskan.

Setelah beberapa detik, aku membuka mataku yang terasa sangat berat. Aku baru tertidur jam dua pagi tadi setelah menyelesaikan Sky Is Falling-nya Sidney Sheldon.

"Kalau ini cuma bercanda, awas kamu, Ras!"

"Itu orangnya nunggu di teras. Disuruh masuk, apa disuruh pulang?"

Aku langsung duduk sambil memegang kepalaku yang sedikit berdenyut-denyut.

"Suruh nunggu sebentar, aku mandi dulu."

Aku mengamati Sam yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV. Rambutnya yang bergelombang dibiarkan tergerai sebahu. Banyak yang menyangka rambut Sam ditata di salon dengan highlight pirang di beberapa bagian. Hanya orang-orang terdekat saja yang tahu kalau semburat pirang itu muncul karena dia sering menghabiskan banyak waktu di bawah matahari. Entah berkeliling di pantai atau candi-candi di sekitar Yogyakarta untuk mencari inspirasi.

"Mau liatin aku sampe kapan, Yang?" tanya Sam menyadarkanku.

Aku segera duduk di sebelahnya. Pagi ini aku memakai kaos oblong oversized berwarna hitam bertuliskan Metallica yang sudah mulai pudar dan celana pendek batik Kawung warna hijau muda. Rambut panjangku yang melewati bahu kubiarkan tergerai. Sam menyukai rambut panjangku. Dia sering kali mengelus-elus atau memainkan rambutku. Seperti saat ini, dia mulai memainkan ujung rambutku dengan jari-jarinya.

"Aku bawain lopis buat sarapan. Mau aku bikinin teh sekalian nggak, yang?"

"Ini kan rumahku, masa kamu yang bikin teh."

"Ya kan aku sudah hafal di mana dapurnya, bagaimana cara nyalain kompornya, kayak apa teh yang kamu suka," kata Sam sambil mengelus-elus puncak kepalaku dan menyunggingkan senyum terbaiknya.

"Aku nungguin kamu tadi malam, Yang. Aku WA juga nggak kamu bales," kataku merajuk.

"Nanggung, semalam sekalian bersihin studio. Kenapa?"

Aku meremas tangannya. Mata kami beradu. Ada banyak yang ingin aku katakan, tapi seperti biasa, aku ragu-ragu mengatakannya pada Sam.

"Aku kangen kamu, Yang," kataku akhirnya.

"I miss you too. And guess what? Today I'm yours," (Aku juga kangen kamu. Dan coba tebak, hari ini aku jadi milik kamu) kata Sam sambil memelukku.

"Kalau begitu, hari ini kita di rumah saja ya. Nonton film."

Sam melepas pelukannya lalu tersenyum. "Capek banget ya? Kerjaan lagi banyak?" tanya Sam dengan penuh perhatian.

"Nggak juga sih. Cuma males saja keluar rumah hari Minggu. Macet banget."

"Jogja kan memang begitu tiap Minggu. Kenapa males keluar rumahnya baru sekarang?"

Sam meletakkan sikutnya di sandaran sofa dan menyandarkan kepalanya di atas tangannya. Dia terlihat sangat santai dan tampan. Alisnya tebal, bulu matanya panjang tapi tidak lentik, matanya agak sipit, hidungnya mancung, bibirnya berwarna agak gelap, dagunya sedikit berbelah, dan kulitnya sawo matang. Aku selalu merasa bahwa Sam adalah pria Jawa yang paling tampan yang aku kenal. Selain itu, aku suka cara Sam yang selalu tampil santai dan enak dilihat. Seperti hari ini, Sam memakai kaus v-neck lengan pendek warna abu-abu, jeans warna hitam, dan sepasang sepatu Converse warna hitam favoritnya.

"Hey, kok bengong sih." Kata Sam sambil menyentil hidungku.

Pipiku menghangat. Aku menangkupkan kedua tanganku di pipi Sam.

"Jangan sering ngilang, Yang. Aku sampai lupa kalau kamu ganteng."

Sam tersenyum lebar lalu mencium dahiku.

"Buruan lopisnya dimakan. Aku bikinin teh. Trus habis itu kita keluar ya!"

"Mau kemana memangnya?"

"It's a surprise. Yang penting dandan yang cantik biar nggak malu-maluin," kata Sam sambil berjalan ke arah dapur.

"Malu-maluin gundulmu, Yang!" Aku melemparkan bantal sofa ke arah Sam dan mengenai punggungnya. Dia hanya tertawa terkekeh.

Aku melongo ketika Sam memarkirkan motornya di depan toko emas Semar Nusantara di Demangan. Awalnya aku pikir akan diajak ke salah satu tempat wisata alam yang ada di Gunung Kidul seperti biasanya. Aku tidak pernah mengira akan diajak ke toko emas seperti sekarang.

Kami masuk ke dalam toko yang penuh dengan pengunjung yang melihat-lihat perhiasan emas yang dipajang di kotak-kotak kaca besar yang berjejer rapat. Sam berhenti di etalase yang memajang berbagai model cincin emas. Mungkinkah Sam memintaku untuk memilih cincin tunangan? Sebaiknya pilih cincin model polos atau yang ada permatanya? Kalau di I*******m, artis-artis Hollywood suka memamerkan cincin tunangannya yang bertahta berlian. Ah, tak perlu berlian. Pilih cincin dengan satu batu permata kecil saja yang memberi kesan manis dan sederhana.

Harapan-harapan yang menyenangkan itu tidak bertahan lama, ternyata Sam hanya menanyakan kepada salah satu pramuniaga di situ untuk menunjukkan etalase mana yang memajang kalung. Dan sekarang kami berdiri di depan etalase yang memamerkan berbagai macam kalung emas dengan liontin-liontin indah.

"Pilih, Yang!" kata Sam sambil merangkul pundakku.

"Buat siapa?"

Sam memandangku heran, lalu tersenyum tipis.

"Buat kamu dong. Aku kan nggak suka pakai kalung."

"Dalam rangka apa?"

Sam mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berbisik, "Banyak nanya. Aku cium disini mau?"

Pipiku menghangat. Aku tahu betul kalau Sam tidak pernah ragu-ragu membuktikan ancamannya. Aku segera mengedarkan pandanganku pada kalung-kalung yang ada di etalase di hadapan kami. Ada dua buah kalung yang menarik perhatianku. Aku menunjuk dua buah kalung emas warna rose gold dengan liontin yang berbeda. Liontin kalung yang pertama berbentuk bunga anggrek dengan tiga permata kecil warna putih berjejer sebagai tangkainya, sedangkan liontin kalung yang kedua berbentuk dua sayap yang disatukan dengan satu batu permata warna biru muda berbentuk hati.

"Kamu suka yang mana, Yang?" aku meminta saran Sam yang sedang berkonsentrasi mengamati kedua liontin itu.

"Yang ini saja," kata Sam sambil meraba liontin yang berbentuk sayap.

"Kenapa?"

"Cocok sama nama kamu, Rahayu Maheswari. Bidadari yang cantik. Bidadari harus punya sayap, kan?"

Seketika pipiku menghangat lagi. Perempuan mana yang tidak tersipu dipuji begitu di tempat umum yang ramai begini?

"Suaminya romantis banget sih, Mbak," celetuk wanita setengah baya yang sedang memilih-milih kalung emas di sebelah Sam yang juga mendengar pujiannya tadi.

Aku cuma membalasnya dengan anggukan dan senyum terima kasih. Sambil meremas jari-jari Sam dengan erat, aku menyerahkan kalung yang dipilihnya ke pramuniaga tadi. Sambil menunggu nomor antrian kami dipanggil oleh kasir, kami duduk bersebelahan di sofa hitam tanpa sandaran yang tersedia di toko itu.

"Jadi ini dalam rangka apa? Ulang tahunku kan masih tiga bulan lagi, Yang."

"Memangnya kalau ngasih sesuatu ke kamu harus ada dalam rangka apanya ya?"

"Bukan begitu maksudku. Maksudku, pemberianmu ini spesial. Aku jadi penasaran, apa yang bikin kamu baik banget begini?"

Sam tersenyum dan mengelus kepalaku dengan lembut. Gerakan yang sering dilakukan Sam ini tidak pernah gagal membuatku senang dan Sam tahu itu.

"Dalam rangka Mr. Bong sudah bayar termin kedua. Pelunasannya masih nunggu nanti kalau lukisanku sudah sampai di KL. So, I just wanna give you something nice." (Jadi, aku mau kasih kamu sesuatu yang bagus.)

"It's more than nice. You are so kind." (Ini sih lebih dari bagus. Kamu baik banget)

"And you look so happy." (Dan kamu kelihatan senang.)

"Of course, I'm happy!" (Tentu saja aku senang!)

"I like seeing you happy." (Aku suka melihatmu senang.)

Ya, inilah Sam yang berkali-kali membuatku jatuh cinta lagi.

Bab terkait

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 3

    Tak usah memusingkan dunia yang bising.Jalani saja hari-hari dengan gagah berani.Toh hidup ini selalu penuh dengan kejutan, bukan?Sekeras apapun usahamu untuk mempersiapkan diri,kau pasti akan tetap terkejut pada akhirnya.Hari Senin pukul sembilan pagi. Aku sedang mengetik email ketika ponselku berbunyi. Ada notifikasi WhatsApp dari *Samudra. Aku buru-buru menyelesaikan email itu, menekan tombol send, lalu membuka ponselku.Muncul sebuah foto yang dikirimkan Sam. Foto itu menampilkan empat air terjun yang airnya mengalir dari bukit bersemak yang tidak begitu tinggi. Airnya mengalir melimpah ruah ke bebatuan besar dan landai di bawahnya sehingga nampak seolah-olah ada air terjun-air terjun mini yang mengalir ke kolam berwarna kehijauan di depannya. Aku familiar dengan tempat itu, Sam pernah mengajakku ke tempat itu.*Samudra:Wish U were here. (Andai kamu di sini)Aku:Me too. Air terjun Sri Gethuk ya ini?*Samudra:Iya. Ngadem. Pusing di studio meluluAku:Art block?*Samudra:Ha

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-12
  • Hush! No Drama Allowed   Bab 4

    Terlalu nyaman dengan seseorangselama bertahun-tahun bisa membuatmu terlena,membuatmu merasa bahwa apa yang kamu dapatkan saat iniadalah yang terbaik untukmu.Aku baru saja masuk lobby dan menempelkan jempolku di mesin absensi ketika Anita menghampiriku. Wangi parfum mahalnya benar-benar membuat betah siapa pun yang ada di dekatnya."Mbak Hayu, nanti makan siang bareng yuk."Wah, tumben Anita mengajakku makan siang bersama. Setahuku, dia suka sekali memakai barang branded dan hanya mau bergaul dengan staf-staf yang juga memakai barang branded. Seperti biasanya, hari ini Anita juga memakai barang-barang branded. Blazer Zara warna hitamnya yang tidak dikancingkan memperlihatkan mini dress Forever 21 warna beige yang dia kenakan. Flat shoes yang dipakainya pun ada emblem Gosh di bagian sampingnya."Ada acara apa, Nit?""Ya makan siang bareng saja sambil ngobrol. Nanti aku mampir ke ruanganmu, Mbak. Kita ke kantin bareng ya.""Oh gitu. Liat nanti yah, Nit. Aku nggak janji. Takutnya Mr.

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-12
  • Hush! No Drama Allowed   Bab 5

    Dalam dongeng yang berakhir bahagia pun,sang pangeran harus mati-matian membuktikan cintanya.Lalu apa yang bisa dilakukan sang putri selain menunggu?Aku pertama kali bertemu Sam sekitar enam tahun yang lalu. Saat itu aku Masih bekerja sebagai pengajar bahasa Inggris di World Languages atau biasa disebut WL, bimbingan belajar bahasa asing yang didirikan oleh kakak tingkatku. Aku mengajar kelas conversation level advanced dimana sebagian besar muridku berusia dua puluhan dan Sam adalah salah satu dari mereka yang lebih tua dariku. Setelah pertemuan yang ke empat, aku baru tahu kalau ternyata sebelum Sam mengikuti kelas itu, dia sudah lulus TOEFL dengan skor 540. Pantas saja kemampuan berbahasa Inggrisnya paling menonjol di antara teman-teman sekelasnya."Kenapa, Miss?" tanya Sam padaku suatu malam di area parkir World Languages."Kayaknya ban motor saya bocor ini," aku berjongkok memencet-mencet ban belakang motorku."Di pertigaan ada tukang tambal ban, Miss. Biasanya jam segini masi

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-12
  • Hush! No Drama Allowed   Bab 6

    Dulu ketika teman-temanmu diterima di kampus favorit,maka kamu juga menginginkan hal yang sama.Begitu pula ketika satu per satu sahabatmu menikah,kamu juga merasa menginginkan pernikahan.Bukankah memang kebanyakan manusia seperti itu?Aku baru selesai memasak tumis tauge dan ayam goreng ketika Laras duduk di depanku. Dia diam saja memperhatikan aku yang sedang menyiapkan hidangan dan perlengkapan makan di atas meja."Ambilkan nasi dong, Ras," kataku sambil melap piring satu per satu.Laras menurut saja. Dia berjalan ke dapur untuk mengambil nasi. Setelah dia kembali ke ruang makan, dia langsung duduk lagi. Dia menopang dagunya sambil mengamatiku yang sibuk mengeluarkan botol air minum dan buah-buahan dari dalam kulkas. Pasti ada sesuatu yang sedang dipikirkan Laras karena tidak bisanya dia menjadi pendiam."Jangan lupa berdoa dulu," kataku sambil menyendok tumis tauge dari mangkok saji."Mbak, kalau aku berhenti kerja gimana?" tanya Laras tiba-tiba sambil berusaha mencabik sepoton

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-23
  • Hush! No Drama Allowed   Bab 7

    Kita tidak bisa memilih bekerja dengan siapa.Atasan suka menuntut? Terima saja.Rekan kerja menyebalkan? Hadapi saja.Bisa saja kita memilih mau bekerja dengan siapa,asalkan kita yang jadi direkturnya. Sudah dua minggu berlalu sejak kedatangan Jason di Nilsson Home. Ruanganku tidak pernah sepi sekarang. Selalu saja ada yang datang menemuinya. Dia bahkan lebih sibuk dari Mr. Nilsson beberapa hari terakhir ini. Sebenarnya aku masih bertanya-tanya sampai mana wewenang Jason di perusahaan ini. Pukul 11.55, Jason baru saja menyudahi diskusinya dengan Mas Roni, senior drafter, tentang desain ranjang tidur pesanan klien dari Denmark yang berlangsung selama tiga puluh menit non stop. Well, tiga puluh menit tadi itu memecahkan rekor. Biasanya Jason hanya menghabiskan paling lama lima belas menit untuk mendiskusikan sesuatu. "Hayu, how many times a day do you go upstairs to get coffee?" (Hayu, berapa kali sehari kamu naik ke atas untuk buat kopi?) tanyanya tiba-tiba. "I never count," (Saya

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-07
  • Hush! No Drama Allowed   Bab 8

    Sulit mengatakan apa yang ada di pikiranku.Rasa takut ditolak dan dikecewakan lahyang membuatku memilih untuk diam.Padahal, semakin lama diam, semakin aku merasa takut.Hujan turun di Minggu sore ini. Biasanya jalan di depan rumahku ramai anak-anak bermain sepeda atau sekedar kejar-kejaran, tapi hujan membuatnya lengang. Aku duduk di teras sambil membacaThe Lucky One-nya Nicholas Sparks. Aku suka sekali dengan bau tanah yang mulai basah tersiram air langit. Suasana begini membuatku semakin terhanyut dengan isi novel yang kubaca. Sesekali aku menyeruput secangkir teh panas yang ada di atascoffee tableproduksi Nilsson Home yang berhasil kumenangkan lewat lelang karyawan tahun lalu."Assalamu'alaikum."Aku menga

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-08
  • Hush! No Drama Allowed   Bab 9

    Where can we find home?It's right next to your loved ones.Then, where can we find love?Pay attention and look around.Aku baru saja kembali dari toilet ketika mendapati Damar dan Jason sedang berdiskusi. Mereka sedang membolak-balik lembar demi lembar katalog yang tebal di atas meja Jason. Aku mengintip katalog itu dari bahu Damar karena penasaran. Ternyata katalogwallpaper."I like this one. It's vinyl, right?" (Saya suka yang ini. Inivynilkan?) kata Jason sambil menunjuk salah satu gambar di katalog itu.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-09
  • Hush! No Drama Allowed   Bab 10

    Masa lalumu adalah milikmu,aku tidak bisa merubahnya.Pastikan masa lalumu tinggal di tempatnya.Karena masa sekarangmu adalah milik kita.Hari ini adalah hari ulang tahun Mega, keponakan Sam. Aku sampai di the Westlake pukul 11.00 WIB. Hari ini aku memakai kaos pendek warna putih dengan garis-garis horizontal merah marun, rok jeans modelflaredyang panjangnya hanya sampai atas lututku, dan sandal jepit kulit sintetis warna putih."Mbak Hayuuu," Mega memelukku ketika aku baru saja melepaskan sandal untuk naik ke gazebo yang khusus ditempati keluarga itu."Kadoku mana, Mbak?" Mega merajuk manja."Sabar dong. Kan belum t

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-10

Bab terbaru

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 43

    Cinta akan menghampiri merekayang menyambutnya tanpa ragu.Selain Jason, setahuku hanya ada empat pasien lain di sini. Masing-masing pasien terbaring di ranjang yang dibatasi korden hijau khas rumah sakit pada umumnya. Sesekali terdengar suara dokter yang memberi instruksi kepada perawat, selebihnya hening. Satu-satunya suara yang terdengar secara konsisten di ruang ini adalah bunyi bip-bip yang dihasilkan alat-alatmonitoringkondisi pasien.Sepuluh menit sudah berlalu sejak aku duduk di samping Jason. Dia masih belum sadar dari pingsannya. Aku menyelimuti tubuhnya dengan selimut putih yang tadinya terlipat di ujung ranjang. Dengan selimut yang menutup tubuhnya sampai ke leher itu, Jason tidak terlihat begitu mengerikan lagi. Lengan kanan

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 42

    Malam selalu datang terlambat di musim panas.Tapi bulan tak sekali pun mengeluhkan hal itu.Lalu kenapa ketika cinta terlambat dinyatakan,anak manusia meracau di akhir hari?Tak bisakah ia berbesar jiwa seperti si bulan?Aku akan minta maaf pada Jason di kantor pagi ini. Sebenarnya aku bisa saja meneleponnya dari kemarin, tapi rasanya kurang pas kalau meminta maaf lewat telepon padahal kami bisa bertemu langsung. Sebagai pihak yang bersalah dan mengharapkan maaf darinya, hari ini aku ingin menarik simpatinya dengan cara apapun, termasuk memakaidressbatik yang dibelikan ibunya dan parfum Versace yang dihadiahkannya padaku.Dengan rasa percaya diri yang tinggi a

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 41

    Sebentar panas, sebentar hujan deras.Kadang langit keemasan, sesekali menggelap.Jangan tanya semburat apa yang terpancar nanti sore,belum tentu aku bisa menemuinya.Setelah sholat subuh, aku kembali membaringkan diri di tempat tidur. Mataku masih terasa berat. Sebenarnya sejak pukul sebelas malam aku sudah berbaring di atas kasur, tapi aku baru bisa tidur sekitar pukul dua pagi. Gara-gara membantu Damar melamar Anita di Taman Pelangi, aku jadi ikut-ikutan sumringah seolah-olah aku lah yang dilamar. Perasaan sumringah seperti itu sangat mudah menulariku, begitu mudah juga membuatku terjaga.Aku menguap untuk yang keempat kalinya subuh ini. Peristiwa tadi malam kembali berkelebatan di b

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 40

    Ketika pelukan selimut tua menghangatkan jiwa,suara detik jam merusak senyap yang tercipta.Bukti nyata bahwa waktu begitu fana.Begitu pula kita.Jatuh cinta selalu menciptakan perasaan menyenangkan. Seolah setiap hari aku melihat pelangi.Masuk ke ruangan Jason dan melihat senyumnya, merah. Kebersamaan kami menikmati kopi selama beberapa menit, jingga. Melihatnya mencuri-curi pandang padaku di tengah rapat yang berlangsung serius, kuning. Sapuan ringan jemarinya di jemariku ketika tidak seorang pun melihat, hijau. Pesan-pesannya di WhatsApp yang membuatku tersenyum sendiri di sela makan siangku dengan Mbak Maya dan Damar, biru. Ciuman yang diberikannya padaku sembunyi-sembunyi setiap sore sebelum bel pulang, nila. Rasa degdegan menyembunyikan itu semua dari orang-orang di kantor, ungu.

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 39

    Jangan ajari kekasihmubagaimana untuk mencinta.Sejatinya tanpa diajari, cinta akan mewujuddalam kata dan sikap.Hubunganku dengan Sam memang sudah berakhir dengan buruk, tapi itu bukan berarti bahwa semua tindakan dan perkataannya selama kami dulu bersama adalah salah. Ada satu hal tentangnya yang tiba-tiba terlintas di benakku. Beberapa tahun yang lalu ketika Sam berulang tahun, aku memasak nasi goreng untuk sarapan kami bersama. Nasi goreng itu terlalu asin, tapi Sam tetap memakannya. Tidak ada lelaki yang akan menolak sarapan yang disiapkan dengan penuh cinta, kata Sam waktu itu.Lalu kenapa memori itu muncul sekarang? Mungkin otakku yang sedang kalang kabut mencari cara untuk mint

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 38

    Guratan kecewa yang diukir olehnya di masa lalumembuatku ragu meraih tanganmu.Lantas, sampai kapan rasa mamang ini bersarang?Bantu aku menjawabnya, aku bebal tentang cinta.Dengan hati-hati aku meletakkan secangkir kopi panas di atas meja Jason. Dia sedang berdiri menyandarkan pundak kirinya pada dinding di sebelah jendela kaca besar yang ada di ruangannya. Matanya menerawang pada sesuatu di luar sana. Biasanya jendela itu tertutuproller blind. Entah mengapa, pagi iniroller blinditu tergulung rapi di bagian atas jendela."Yu, tolong ke sini sebentar," panggilnya tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.Aku berjalan ke arahnya. Setelah aku berdiri di sebelahnya, aku menunggu dia untuk mengatakan sesuatu. Setelah sa

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 37

    Gradasi kesenangan dan keresahanmembalut benak menenggelamkan tanya.Buat apa bertanya?Toh tak semua yang terjadi harus dipahami.Pagi ini Jason memintaku mencari arsip produksi dari dua tahun yang lalu. Dia memintaku mencari arsip purba dari bagian produksi, padahal gara-gara kasus Pak Herman, staf administrasi produksi juga dipecat. Tidak ada yang bisa kumintai tolong. Aku terpaksa ke ruang arsip untuk menemukan berkas yang dia butuhkan. Kenapa sih dia tidak minta tolong Damar saja? Toh laptop yang dulu dipakai Pak Herman sekarang disimpan HR.Aku berjongkok di pojok ruang arsip sambil membaca kode-kode pada tiap odner yang tersusun rapi di rak yang paling bawah. Tubuhku tidak terlih

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 36

    Di dunia yang riuh dengan ejekan,kesunyian memberi pelukan yang menenangkan.Ketika nyanyian samar tentang kebohongan bergema,menyenandungkan kebenaran tak akan berguna.Aku sedang mempelajari proposal peremajaan mesin pemotong kayu ketika Damar masuk ke ruanganku. Dia berdiri di samping mejaku. Aku bisa mencium wangi parfumnya yang lebih kuat dari biasanya."Agnes sudah minta maaf sama kamu?" tanyanya tanpa basa-basi."Sudah. Kamu yang nyuruh dia?""Iya.""Patas saja minta maafnya nggak ikhlas," ujarku lalu menengadah u

  • Hush! No Drama Allowed   Bab 35

    Hujan di tengah siang itu mengelabukan langit.Tajam butir-butir airnya menusuk wajahku.Ketika aku mulai berkawan dengan dingin dan basah,sinar matahari dengan gagahnya menerobos awan,memporak-porandakan sendu, lalu menghangatkan rasa.Kedua tangan Jason meremas lembut tanganku. Jemari tangannya terasa hangat di punggung tanganku. Aku masih menunduk melihat tangan kami yang menyatu di atas lutut kami yang bersentuhan. Isak tangisku sedikit mereda, tapi tubuhku masih sedikit tersenggal-senggal."Saya akan mulai dari Agnes," katanya serius. "Saya akan memastikan dia mendapat sanksi yang tegas. Nggak seorang pun bisa menghina atau merendahkan orang lain di perusahaan ini. Saya sendi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status