Home / Thriller / Hotel Bekas Pembunuhan / Hotel Bekas Pembunuhan Part 2

Share

Hotel Bekas Pembunuhan Part 2

Author: sekar
last update Last Updated: 2021-12-07 23:31:20

Zainal perlahan meletakkan kembali gagang telepon itu, ia menelan ludahnya sendiri lalu membalikkan badan. Lelaki yang barusan tidur di sampingnya sudah menghilang. Zainal terperanjat, dadanya turun naik. Segera ia pergi ke kamar mandi, ia mandi dengan sangat cepat seperti bebek. Kurang dari sepuluh menit, ia keluar dari kamar mandi dan langsung mengenakan pakaian tanpa mematut diri di depan cermin.

Penampilan Zainal acak-acakan, dia bahkan belum sempat memasukkan baju kemejanya ke dalam celana. Di tangannya ada sebuah stopmap yang berisi bahan untuk prensentasi. Wajah Zainal terlihat panik saat ia duduk di meja makan bersama Fadil. 

“Lu kenapa?” Fadil heran melihat penampilan temannya yang acak-acakan itu. 

“Dil, di kamar gua ada setannya.”

“Hah! Serius lu?” jelas saja Fadil kaget. 

“Tadi malam setan itu menyerupai lu. Dia tidur sama gua.”

Mendengar pernyataan temannya, Fadil tersedak. Segera ia meminum air putih, kedua matanya sampai berair. 

“Pelan-pelan, Dil,” kata Zainal. 

“Pindah... pindah kamar aja lu,” saran Fadil. 

“Iya nih gua mau ngomong ke panitianya.” 

“Iya nanti habis acara kita ke panitia,” kata Fadil.

Selesai sarapan, mereka berdua kembali ke ballroom untuk mengikuti sesi presentasi. Di sana para peserta sudah berkumpul. Tema presentasi kali ini adalah ‘Bahasa Indonesia Sebagai Alat Pemersatu’ Fadil dan Zainal sudah mempersiapkannya dengan sangat matang. 

Ruangan itu bergemuruh, para peserta masih mengobrol satu sama lain sebelum akhirnya Pak Deni, ketua pelaksana, berbicara melalui microphone.

“Selamat pagi semuanya.”

“Pagi, Pak,” jawab mereka serantak. 

“Baiklah, pada pagi hari ini kita akan melaksanakan sesi presentasi dari masing-masing peserta. Semuanya sudah siap?”

“Sudah, Pak!” jawab mereka kompak.

Satu persatu, mereka melakukan presentasi. Sampai akhirnya tibalah giliran Zainal yang maju ke depan. Ia menayangkan beberapa slide power point yang sudah disimpannya dalam falshdisk. Awalnya semua berjalan dengan lancar, namun di tengah-tengah presentasi, Zainal melihat ada hal aneh di antara bangku peserta. 

Ada sosok wanita dengan kepala penuh darah sedang duduk di antara para peserta. Wanita itu melihat ke arah Zainal dengan tatapan datar. Zainal tidak bisa menahan diri, ia menunjuk ke tengah-tengah bangku para peserta sambil menampakkan wajah ketakutan. 

“Setan! Ada setan!” teriak Zainal membuat para peserta panik, mereka berdiri lalu mencari objek yang ditunjuk Zainal. 

“Semua harap tenang,” Pak Deni naik ke atas panggung.

“Pak! Ada setan! Itu Pak!” Zainal terus menunjuk ke tengah-tengah bangku peserta. Wanita itu masih duduk di sana. 

“Mas, tolong ambilkan air,” Pinta Pak Deni pada salah satu panitia. 

Air dalam botol itu dibacakan doa-doa oleh Pak Deni, ia lalu membasuhkan air tersebut pada wajah Zainal. Seketika saja wanita yang dilihat Zainal menghilang. Ia mulai tenang, tapi napasnya masih terengah-engah. 

“Nggak apa-apa, semua peserta duduk kembali di tempat masing-masing. Kita akan lanjutkan presentasinya,” ujar Pak Deni. 

Zainal dituntun turun dari panggung lalu diberi minum air doa-doa. 

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Pak Deni sambil menatap wajah Zainal yang masih tercengang dengan penampakan makhluk mengerikan tadi. 

“Tadi ada cewek yang wajahnya penuh darah Pak. Di sana, dia duduk di sana,” tunjuk Zainal. 

“Nal... lu kenapa?” Fadil menghampirinya.

“Setan Dil. Hotel ini ada setannya.” 

“Pak, tolong Zainal dipindahkan kamarnya,” pinta Fadil. 

“Iya, Pak. Kamar saya ada setannya.” 

“Itu cuma halusinasi kamu saja. Nggak ada setan di sini,” Pak Deni menyangkal. 

“Saya tetap mau pindah kamar, Pak.”

“Ya sudah, nanti saya coba carikan yang mau bertukar kamar sama kamu ya.”

***

Doni, salah seorang peserta mau bertukar kamar dengan Zainal. Malam itu, ia mengajak Fahri, teman satu kampusnya untuk menginap di kamar nomor 111. Bukan untuk diskusi materi presentasi, melainkan  untuk bermain jailangkung. Mereka berdua memang suka dengan hal-hal gaib. 

Kebetulan Doni sudah tahu mengenai kabar pembunuhan di hotel ini. Kemarin malam ia sudah main jailangkung di kamarnya, tapi tidak terjadi apa pun. Saat diumumkan siapa yang ingin bertukar kamar dengan Zainal, jelas saja Doni senang. Dia mau coba main jailangkung di kamar itu. 

“Lu tahu kalau roh itu bisa membantu kita?” ujar Doni. Lampu kamar dimatikan, mereka hanya menyalakan lilin.

“Bantuan kayak gimana?” Fahri penasaran. 

“Orang-orang main jailangkung buat dapetin nomor togel. Nah, kalau gua beda.”

“Bedanya?”

“Lu tahu kan kalau di kampus gua naksir banget sama si Diana. Cantik montok pula,” Doni menyeringai. 

Lanjutnya, “Nah kalau di kamar ini ada rohnya, gua mau minta bantuan agar si Diana naksir juga sama gua.”

Fahri mengangguk-angguk, “Masuk akal juga sih.”

Doni lalu mengeluarkan jailangkung dari dalam tasnya. Jailangkung itu terbuat dari batok kelapa yang digambar bentuk wajah dengan spidol permanen, baju bekas dan dua batang kayu. Di ujung kayu jailangkung itu berbentuk runcing, entah kenapa dibuat seperti itu. 

Keduanya langsung memegang batang jailangkung sambil mengucap mantra yang Doni dapatkan dari internet. 

“Jailangkung, Jailangkung. Di sini ada pesta setan, datang tak dijemput. Pulang tak diantar. Bantulah kami wahai jailangkung.”

Lima kali mereka mengucap mantra, tapi tidak terjadi apa-apa. Lilin pun masih menyala dengan tenang. 

“Nggak ada Don. Percuma, udah gua balik aja ya,” Fahri bosan. 

“Ya udah deh,” Doni menyalakan kembali lampu kamarnya dan meniup lilin. 

Jam 12 malam, Doni mendengkur. Dia tidur dengan sangat nyenyak. Lampu dimatikan, yang menyala hanya lampu tidur Jailangkung tadi masih tergeletak di lantai, bersama lilin yang sudah padam. Namun... tiba-tiba lilin itu menyala kebali dengan sedirinya. Jailangkung bergerak seperti ada yang menggeserkannya, lalu seketika berdiri dengan tegak. 

Jailangkung itu melayang di tengah temaramnya cahaya lilin. Dari langit-langit kamar, muncul suara seorang wanita menirukan mantra jailangkung yang diucapkan Doni. Jailangkung itu semakin mendekat, kini ia melayang di atas Doni yang sedang tidur nyenyak.

Foto: Piqsels

Pagi hari, bell kamar Doni berbunyi. Dia kesiangan, Fahri sudah meneleponnya berkali-kali, tapi tetap tidak diangkat. Sekarang pintu itu digedor keras oleh Fahri, dia heran kenapa Doni tidur sangat pulas. Sebentar lagi akan ada UKBI, uji kemahiran bahasa Indonesia, dan Doni pasti akan telat. 

“Don! Bangun Don!” Fahri terus menggedor pintu itu sekuat tenaga, namun tetap tidak ada jawaban. 

Ia lalu pergi ke lobi, meminta bantuan petugas hotel untuk membukakan pintu kamar Doni. Fahri takut ada hal buruk yang terjadi pada temannya itu. Anehnya saat Fahri kembali dengan membawa seorang petugas hotel, kamar Doni malah sudah terbuka. Doni tampak sedang mematut diri di depan cermin. 

“Don... Don... buat gua panik aja, lu. Ayo buruan, kita udah telat ini!” sergah Fahri. 

Doni tidak menjawab, dia tetap menyisir rambutnya di depan cermin. 

“Don?”

“Sabar, Ri. Ini gua lagi siap-siap,” akhirnya Doni bersuara. Nada bicaranya datar dan tidak seperti biasanya. 

Fahri melirik lantai, mencari jailangkung yang mereka mainkan semalam. Dan ternyata sudah tidak ada. 

Fahri menyuruh petugas hotel untuk pergi, “Don jailangkungnya mana?” desis Fahri.

“Ada di tas gua.” 

“Oh, ya udah. Yuk buruan udah pada mulai ujian tuh.”

“Oke...,” timpal Doni, ia mengambil pensil dan penghapus dari dalam tasnya.

Di ruang ujian, Doni tidak mengerjakan satu soal pun. Ia memandangi lembar soal dengan tatapan kosong, tangan kanannya menggenggam pensil. Semakin lama genggamannya semakin kuat. Pensil itu pun patah membuat Fahri yang duduk di sampingnya terkejut. 

“Lu kenapa, Don?” bisik Fahri. 

“Nggak apa-apa,” Doni menggelengkan kepala, dia mengabil kembali pensil yang sudah patah. 

Fahri melongokkan kepala, ia melihat lembar jawaban temannya itu.

“Kok masih kosong? Lu sakit?”

“Gua bingung mau jawab apa,” Doni menoleh ke temannya. 

Tampak kedua bola mata Doni merah. 

“Lu begadang ya? Mata lu merah.” 

“Iya semalam gua nggak bisa tidur,” jawab Doni. 

Akhirnya Fahri membantu temannya, diam-diam ia menukar lembar jawaban lalu mengerjakan soal milik Doni. Tidak lama berselang, Doni beranjak dari tempat duduknya, ia izin untuk pergi ke toilet. 

Di dalam Toilet, Doni hanya berdiam diri saja di wastafel, memperhatikan wajahnya sendiri di depan cermin. Seorang lelaki lalu masuk ke dalam toilet itu, lelaki itu tak lain adalah Heri si resepsionis. Ia tidak memperhatikan seseorang yang sedang berdiri di depan cermin karena Heri sudah tidak tahan ingin buang air kecil. 

Selesai buang air kecil, ia berjalan ke arah wastafel lalu mencuci tangannya. Dan... betapa terkejutnya Heri saat melihat sosok wanita di cermin itu. Heri sangat ingat kalau itu adalah wanita yang pernah mati di kamar nomor 111. Namun, saat Heri menoleh ke sebelah kanan, yang tampak adalah sosok Doni. 

Astagfirullah...! kedua tangan Heri bergetar. 

“Ada apa, Mas?” tanya Doni. 

Tanpa berkata apa pun lagi, Heri lari terbirit-birit. 

Di meja resepsionis, Heri menceritakan apa yang barusan ia lihat pada teman kerjanya. Sayangnya, tidak ada satu pun dari mereka yang percaya pada cerita Heri. Pikir teman-temannya, mana mungkin ada setan di siang bolong seperti ini. 

***

Doni kembali ke ruang ujian. Lembar jawabannya sudah selesai dikerjakan Fahri. Panitia berkeliling untuk mengambil lembar jawaban peserta, Doni menyerahkan lembar jawabannya. Kali ini wajahnya pucat. 

"Kamu sakit?" tanya panita. 

"Nggak kok aku baik-baik aja," jawab Doni. 

"Kalau sakit berkabar ke panitia ya."

"Baik, Bu."

Panitian itu berlalu dari hadapan Doni, tapi Fahri masih bingung dengan apa yang terjadi pada temannya itu. 

“Apakah karena jailangkung semalam?” tanya Fahri dalam hatinya. 

“Fahri, anter gua ke kamar dulu yuk,” pinta Doni di tengan coffee break. 

“Ngapain?” Fahri mengerutkan dahinya. 

“Gua mau nunjukin sesuatu sama lu.”

“Apaan?” Fahri penasaran. 

“Nanti biar lu lihat sendiri.” 

Fahri pun mengiyakannya. Mereka beranjak dari ruangan itu. Di dalam lift, Fahri melihat tangan kanan temannya itu bergetar. 

“Lu kayaknya sakit, Don,” kata Fahri. 

“Nggak kok. Gua baik-baik aja,” Doni menoleh ke temannya sambil tersenyum. 

Setibanya di kamar nomor 111, Doni menyuruh temannya itu untuk memeriksa sesuatu di samping tempat tidurnya. 

“Ada apa sih, Don?” Fahri berlutut di samping tempat tidur itu, ia mencari sesuatu yang ditunjuk temannya. 

“Mana, nggak ada apa-apa.”

Belum sempat Fahri bangun, lehernya tiba-tiba dicekik dengan sebuah sabuk. Kepalanya diinjak ke lantai, membuat Fahri tidak bisa berteriak. Napasnya tercekat di tenggorokan, air liur keluar dari mulutnya, kedua matanya melotot, ia tidak bisa bernapas. Kedua tangan dan kakinya bergerak-gerak seperti kecoa yang sekarat, sebelum akhirnya ia tewas dengan leher menjulur keluar.

Doni menyeret mayat temannya itu ke dalam kamar mandi. Setelah selesai, ia lalu kembali ke ruang ujian untuk mengikuti acara selanjutnya. Selama coffee break, ia terus-terusan menatap Hilda. Yang ditatap sesekali tersenyum sambil mengangguk gugup. 

“Temanmu mana?” panitia menyentuh pundak Doni. 

“Dia pulang,” jawab Doni singkat. 

“Hah? Pulang? Ke kamar?"

"Bukan, dia pulang ke rumah."

Panita pun terkejut mendengar penjelasan Doni. Bagaimana mungkin ada peserta yang pulang begitu saja di tengah-tengah acara seperti ini.

Kenapa dia pulang? tanya panitia.

Katanya ada urusan keluarga, Pak.

“Hm... tapi seharusnya dia izin ke panitia. Kalau begitu dia dianggap gugur ya.”

Doni mengangguk. Ia tidak sedikit pun menampakkan wajah panik. Acara dilanjutkan dengan beberapa seminar dari para ahli. Doni mengikuti seminar itu, tapi tidak memperhatikannya. Tatapannya kosong. Ia sepenuhnya dikendalikan oleh sesuatu. Sesekali ia melihat ke arah Hilda. Tampaknya ada sesuatu yang ingin dia perbuat pada wanita itu. 

Semua acara formal selesai. Malamnya, panita mengadakan barbeque di pinggir pantai. Di sana sudah disediakan daging sapi dan ikan tuna yang siap dipanggang. Ada juga berbagai macam soft drink. Lampu-lampu kecil dipasang melingkar pantai. Sementara deburan ombak membuat suasana semakin damai. 

Semua peserta terlihat gembira. Mereka berbaur, mengobrol satu sama lain, berfoto ria, dan bernyanyi bersama. Lain halnya dengan Doni. Sedari tadi dia hanya berdiam diri menghadap ke arah laut yang gelap. Dari kejauhan, terlihat kerlap-kerlip lampu perahu nelayan yang sedang berburu ikan.

Don? Doni? Zainal menepuk pundaknya. 

“Iya, Nal?” Doni menoleh. 

“Si Fahri mana?”

“Pulang. Katanya sih ada urusan keluarga.”

Zainal mengangguk-angguk. 

“Eh, elu kenapa diam aja sih? Ngobrol dong sama anak-anak yang lain. Nih, buat lu,” Zainal menyodorkan sekaleng minuman rasa jeruk. 

Doni mengambilnya, “Terima kasih, Nal.” 

“Ya sudah. Gua gabung sama anak-anak lagi ya,” kata Zainal. 

Doni mengangguk. Ia lalu menoleh ke arah Hilda yang sedang asyik mengobrol. Tak lama kemudian, Doni menghampirinya. Ia mengajak Hilda berkenalan. Semakin lama, Hilda merasa nyaman mengobrol dengan Doni. Lelaki itu lalu membawa Hilda menjauh dari kerumunan orang. Mereka berjalan kecil menyusuri pinggir pantai.

***

Keesokan paginya, panitia panik mendapat laporan kalau Hilda hilang. Dia tidak ada di kamarnya. Padahal semalam ia ikut acara di pinggir pantai. Tidak ada yang tahu di mana keberadaan Hilda sekarang. Kata Zainal, semalam dia melihat Hilda bersama Doni. 

Pak Deni, ketua panita, langsung mendatangi kamar Doni. Beberapa kali ia membunyikan bel pintu kamar Doni. Tidak kunjung dibuka. Ia lalu meminta bantuan petugas hotel untuk membuka kamar nomor 111 karena terkunci dari dalam. 

Saat pintu berhasil dibuka, semua orang yang melihat Doni berteriak histeris. Doni terkapar tewas dengan luka sayat di lehernya. Ia seperti habis menggorok lehernya sendiri dengan pisau kecil. Di dinding, ada coretan darah yang bertuliskan "Jangan Ganggu. Pergi Sekarang Juga!". 

Di samping Doni, tergeletak sebuah jailangkung yang juga berlumur darah. Pak Deni lalu memeriksa kamar mandi. Ia berteriak sambil mengucap istighfar saat melihat mayat Fahri yang mati dengan keadaan mata melotot. 

Itu semua perbuatan arwah Sartika. Ya, dia yang dulu pernah menjadi korban pembunuhan di kamar nomor 111. Sartika punya masa lalu yang kelam sebelum akhirnya mati di kamar nomor 111. Sartika adalah seorang pelacur yang biasa mangkal di pinggir jalan dekat dengan hotel tersebut. 

Malam itu memang dia sedang sial lantaran mendapat dua pelanggan bajingan yang merenggut nyawanya karena hal sepele. Dia dibunuh lantaran tidak sanggup lagi melayani kedua lelaki itu. Sekarang, arwahnya gentayangan meneror para peserta yang mengganggu kentenangannya. 

***

Dua hari berlalu. Acara sudah dibubarkan. Kematian dua mahasiswa itu diberitakan oleh banyak media. Yang masih menjadi pertanyaan adalah keberadaan Hilda. Pencarian sudah dilakukan, tapi tidak membuahkan hasil. Ia menghilang. Kedua orang tua Hilda menuntut pihak kampus dan penyelenggara acara. 

Kematian dua mahasiwa itu membuat hotel sepi pengunjung. Kamar nomor 111 masih disegel garis polisi. Pihak hotel berjanji tidak akan membuka kembali pemesanan untuk kamar nomor 111. Kasus kematian dua mahasiswa itu akhirnya menemukan titik terang. 

Penyidik menyimpulkan kalau Fahri dibunuh oleh Doni yang tidak lain adalah temannya sendiri. Sedangkan Doni diduga frustrasi lalu bunuh diri. Satu hal yang tidak bisa diungkap oleh siapa pun; tulisan di dinding. Siapa yang menulisnya?

Related chapters

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Hotel Bekas Pembunuhan Part3

    Heri duduk termangu di meja resepsionis. Semenjak kematian para mahasiswa itu, pengunjung hotel jadi sepi, sekali pun ada paling hanya 2 pengunjung sehari, itu pun jarang. Heri jadi banyak menganggur, setiap hari kerjaannya hanya duduk di meja itu sambil sesekali memainkan hp-nya. Sekitar jam 2 dini hari, telepon berbunyi. Segera Heri mengangkat telepon itu.“Dengan resepsionis, ada yang dapat saya bantu?”“Pintu kamar saya susah dibuka, kayaknya pintunya rusak. Saya tidak bisa keluar,” kata lelaki diseberang telepon.“Baik, di kamar nomor berapa ya?” tanya Heri dengan ramah.“99, Pak.”“Baik, mohon ditunggu ya.”Itu suara bule dengan logat bahasa Indonesia yang khas orang asing. Sudah dua hari dia menginap di hotel itu, pasti bule itu tidak tentang kasus kematian para mahasiswa. Heri bergegas mencari kunci cadangan untuk kamar nomor 99. Dia terlihat bersemangat karena a

    Last Updated : 2021-12-07
  • Hotel Bekas Pembunuhan   Hantu Bekas Pembunuhan Tamat

    Angker? Bobi mengerutkan dahi.Iya, Pak. Jangan dekat-dekat dengan kamar itu!Halah... persetan dengan angker.Bobi malah menendang pintu kamar. Itu membuat Heri lari ketakutan. Bobi heran lantaran tidak ada siapa-siapa di sana. Ia pun menutup kembali pintunya. Bobi sama sekali tidak takut. Sebab, yang ia alami di Gunung Pulosari jauh lebih mengerikan.Sesaat sebelum Bobi masuk kembali ke kamarnya, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang seperti mencakar-cakar pintu. Bobi pun menoleh. Tepat dari celah pintu kamar nomor 111 ada darah mengalir perlahan membasahi lantai. Bobi menggelengkan kepala.“Sebaiknya kau tidak menggangguku. Aku sudah pernah membunuh jin seperti kau,” kata Bobi.Dengan penuh emosi, dia tendang kembali pintu kamar itu. Kali ini tampaklah seorang wanita dengan wajah penuh darah.“Kenapa kau mengganggu manusia?” tanya Bobi.Yang ditanya diam saja. Wajahnya datar menat

    Last Updated : 2021-12-07
  • Hotel Bekas Pembunuhan   Kualat Di Gunung Pulosari Part 1

    Bobi terkapar tak sadarkan diri di bawah pohon besar. Pakaiannya penuh dengan bercak lumpur. Topi koboinya hilang entah ke mana. Senapannya tergeletak tak jauh dari tubuhnya.Terakhir kali Bobi sadar dia dibawa oleh sosok wanita yang berpakaian layaknya ratu kerajaan. Entah apa yang selanjutnya terjadi, tiba-tiba sekarang dia malah terkapar di bawah pohon besar ini.Kelopak mata Bobi bergerak. Dalam satu hentakan, kedua matanya membelalak. Bobi menarik napas dalam-dalam seperti orang yang baru saja tenggelam. Kemudian napasnya terengah-engah, telinganya berdengung hebat. Ia mengerang-erang sambil menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.Semakin lama telinganya berdengung semakin keras. Bobi berteriak kesakitan. Dengan terburu-buru, dia merogoh botol air minum dari dalam tasnya lalu menyiram telinganya sendiri.Perlahan rasa sakit itu reda. Bobi kembali berbaring. Dia menatap dahan-dahan pohon yang rindang, tapi tatapan itu kosong.

    Last Updated : 2021-12-07
  • Hotel Bekas Pembunuhan   Kualat di gunung Pulosari Part 2

    Tanpa pikir panjang lagi, Bobi lari menghampiri Mira. Namun, saat ia akan menyentuh lengan Mira, tiba-tiba saja Mira dan sosok wanita berpakaian kerajaan itu hilang entah ke mana. Keramaian pasar juga lenyap begitu saja.Pasar itu berubah menjadi lahan kosong yang berbatu. Sedangkan Ajeng masih berdiri di kejauhan sambil terheran-heran dengan apa yang dilihatnya.“Mira! Mira!” Bobi berteriak ke segala arah mencari Mira. Tapi Mira tak menampakkan wujud lagi.“Mas! Kita dipermainkan setan. Ayo pergi dari sini!” teriak Ajeng dari kejauhan.Bobi pun menyerah. Ia merasa mungkin Ajeng benar kalau yang dilihatnya tadi hanya jelmaan Mira. Ia meraih kembali senapannya yang tergeletak di tanah, lalu berjalan menghampiri Ajeng. Tanpa berkata apa pun Bobi melanjutkan perjalanan.“Kita mau ke mana lagi?” Ajeng mempercepat langkahnya, mengejar Bobi.“Sudah kubilang aku mau cari Mira,” kini Bobi j

    Last Updated : 2022-01-10
  • Hotel Bekas Pembunuhan   Kualat Di Gunung Pulosari Part3

    Ajeng masih lari sekuat tenaga untuk menjauh dari genderuwo itu. Kini suara raungan itu seperti ada di atas kepala Ajeng. Wanita itu berteriak minta tolong, dia berharap ada seseorang yang muncul dan menyelamatkannya. Ketika Ajeng melewati akar pohon besar, kakinya tersandaung, dia pun jatuh dan bagian kepalanya membentur akar pohon dengan sangat keras.Masih dalam keadaan sadar, Ajeng terkapar tak berdaya di bawah pohon itu. Darah mengalir keluar dari kepalanya dan saat Ajeng berkedip, genderuwo itu sudah ada di hadapannya. Makhluk itu tidak lagi menyerupai Bobi, tubuhnya besar dan berbulu, kukunya panjang berwarna hitam pekat, taringnya menjulur hingga ke perut dan kedua matanya merah menyala.Genderuwo itu menjilati wajah Ajeng yang penuh darah. Ia ternyata suka dengan darah Ajeng. Ingin sekali Ajeng berteriak, tapi dia tidak sanggup. Suaranya seakan hilang begitu saja, Ajeng hanya bisa pasrah. Rasanya dia ingin mati saja sekarang juga.

    Last Updated : 2022-01-10
  • Hotel Bekas Pembunuhan   Kualat Di gunung Pulosari Part 4

    Mira jangan melamun. Ini di gunung, bahaya," Riki menyadarkan Mira."Tapi, jelas-jelas tadi gua lihat Ayah ada di sana," ia menunjuk ke arah semak-semak."Udah Mir. Kita jalan lagi aja. Itu pasti cuma halusinasi lu," kataku.Kami kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah pendakian, Mira minta istirahat dulu sejenak. Napasnya terengah-engah, wajahnya sangat berkeringat.Aku duduk di atas batu besar sambil menikmati pemandangan yang menyejukkan. Ada batang-batang pohon besar dan suara burung bersahutan dengan monyet. Gunung Pulosari memang mejadi habitat nyaman bagi koloni monyet. Di sepanjang perjalanan tadi, aku selalu melihat monyet bergelantungan di dahan pohon.Selesai istirahat, Riki mengajak kami kembali melanjutkan perjalanan. Ia membagikan tongkat kayu yang baru saja ia buat sendiri. Tongkat itu berguna untuk membantu pendakian."Kira-kira berapa jam lagi kita sampai ke Curug Putri?" tanyaku."Udah deket

    Last Updated : 2022-01-10
  • Hotel Bekas Pembunuhan   Kualat Di gunung Pulosari Part 5

    Nek jalan pulang ke arah mana ya?” aku bertanya dengan sangat hati-hati.Ia menyeringai seolah ingin mengatakan sesuatu. Tangannya menunjuk ke arah Timur sambil tersenyum ramah. Tapi, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat ketakutan saat melihat bola api melayang di langit.“O... ocos, ocos,” katanya terbata-bata.Dia sangat panik. Nenek itu lalu melihat lagi ke arahku. Kali ini dia mendekat. Langkahnya berat karena punggungnya menggendong kayu bakar.“I... ikut. i... ikut. Itu ocos,” dia selalu terbata-bata.Mungkin karena sudah tua, jadi dia mengalami gangguan dalam berbicara. Nenek itu menarik lenganku. Sepertinya dia mau membawaku ke suatu tempat. Sesekali dia mendongak ke langit melihat bola api yang terus mengikutiku.“Kita mau ke mana, Nek.”“Em... sana. Ke... sana. Rumah...,” katanya sambil menepuk dadanya sendiri.Aku tahu mungkin aku akan dibawa

    Last Updated : 2022-01-10
  • Hotel Bekas Pembunuhan   Kualat Di gunung Pulosari Part 6

    Aku bersembunyi di balik batu yang berlumut. Masih dapat kulihat cahaya senter mereka berayun-ayun dari kejauhan. Langkah mereka semakin mendekat. Aku berlari lagi untuk menjauh dari mereka.“Itu dia!” teriak salah satu anak buah Pak Jaro.Kaki kananku tersangkut akar pohon. Aku terjungkal ke semak-semak. Aku tidak sanggup lagi berlari. Mereka semakin mendekat ke arahku. Wajah Pak Jaro mulai terlihat. Aku merangkak untuk menjauh. Mereka malah tertawa melihat penderitaanku.Seorang lelaki berbadan tambun mendekat. Ia mengikat kedua kaki dan tanganku. Lelaki satu lagi menyiapkan sebatang kayu lalu memasukkannya di antara pergelangan tangan dan kakiku. Mereka berdua menggotong tubuhku dalam posisi terbalik seperti babi hasil buruan. Entah aku akan dibawa ke mana.“Ampuni aku Pak Jaro, jangan bunuh aku.”“Kalau aku tidak menumbalkanmu. Bola api itu yang akan membunuh orang banyak,” Pak Jaro menunjuk ke

    Last Updated : 2022-01-10

Latest chapter

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Teror lelembut di gunung karang Part2

    Kiai Muntaqo beserta para santrinya berhamburan ke belakang asrama. Semua orang yang ada di sana panik melihat Ririn menggantung di dahan pohon mahoni. Kiai Muntaqo membaca kalimat-kalimat ruqiah sambil mengacungkan telunjuknya ke arah Nurul. Saat itu juga Nurul mulai terlihat kesakitan. Lima orang santri muncul dengan menggotong sebuah spring bed besar untuk menahan tubuh Ririn.Nurul menjatuhkan Ririn dan untung saja wanita itu jatuh tepat di atas spring bed, sementara Nurul masih bertengger di atas dahan pohon mahoni. Kalimat-kalimat ruqiah terus dilantunkan oleh Kiai Muntaqo, Nurul pun terjungkal ke belakang. Dia juga jatuh tepat di atas spring bed sehingga tidak ada luka sedikit pun. Faisal memeriksa keadaan adiknya itu, dia menangis karena tak tega melihat adiknya yang sering sekali kesurupan.***Satu Minggu Kemudian.Sudah lima kali Faisal bermimpi tentang sumur tujuh yang ada di puncak gunung Karang. Dalam mimpinya itu, Faisal didatangi kakek

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Teror lelembut di Gunung karang

    Sudah dua hari hewan ternak warga kampung Kaduengang hilang secara misterius. Puluhan ayam lenyap dari kandangnya, kambing yang dipelihara bertahun-tahun juga hilang. Belum lagi kerbau, ada sepuluh ekor yang hilang secara misterius. Mereka yakin pasti ada maling di kampung mereka. Warga kampung itu sepakat untuk memperbanyak pos ronda. Setiap malam para pemuda dan bapak-bapak bergantian menjaga kampung. Mereka sangat hati-hati jika ada orang asing yang masuk ke kampung mereka.Anehnya tidak ada tanda-tanda maling di kampung itu. Selama satu minggu berjaga, tak satu pun orang asing yang masuk ke kampung. Kasus hilangnya hewan ternak belum terpecahkan, tapi sudah muncul kasus baru. Banyak warga yang melapor ke ketua RT kalau warung mereka kemalingan. Barang dagangan mereka hilang, tapi si maling hanya mencuri barang yang bisa dimakan saja seperti kue, biskuit, kopi, dan makanan lainnya.Kejadian ini benar-benar menggemparkan seluruh warga kampung. Mereka bahkan m

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Kuntilanak Penghuni Asrama

    Tok…tok…tok…tok…!Sebagian siswa juga masih merasakan hadirnya seseorang di sekitar asrama yang tak terlihat wujudnya. Salah satu yang merasakan hal itu adalah Laila. Siang itu, sekitar jam dua belas siang, Laila memasuki asrama sehabis pelatihan. Aura menyeramkan di ruang tamu terasa sekali hingga bulu kuduknya terasa meremang. Ia merasa di belakangnya ada yang mengikuti, namun begitu menoleh, tak dilihatnya seorang pun di sana. Saat masuk ke kamar tiba-tiba hawa dingin menerpa tubuhnya, padahal suasana siang itu begitu terik. Ia merasa ada yang mengawasi dirinya, namun tak di dapatinya seorang pun di kamar. Untuk mengurangi rasa takut, ia nyalakan musik dari ponsel sekencang-kencangnya.“Aku merasa ada yang memperhatikanku! Tapi, aku tak melihatnya sama sekali! Tapi, aku yakin, dia memperhatikanku aku!” seru Laila. Ternyata, teman-teman lainnya juga merasakan hal yang sama.Hampir seluruh siswa di asrama merasakan hal yang sam

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Blok M

    Blok MMelamun sesaat, fokusku hilang dikala hening senyap menjerat kesadaran.Tapi tiba-tiba aku melihat sesuatu di kejauhan, ada bayangan berbentuk orang yang muncul dalam gelap.1Aku yang awalnya kaget, berangsur jadi agak tenang ketika merasa kalau sepertinya yang datang itu benar-benar orang.Ternyata memang benar, aku melihat ada seseorang sedang melangkah mendekat. Karena masih cukup jauh, jadinya aku masih hanya bisa melihat dalam bentuk siluet.Tapi aku sudah bisa yakin kalau orang ini adalah sosok laki-laki, kalau melihat dari posturnya.Ketika sudah cukup dekat, barulah aku bisa melihat dengan jelas kalau ternyata yang mendekat ini adalah seorang sekuriti gedung.Ah leganya, aku jadi bisa segera turun dengan meminta untuk ditemani ke bawah.“Pak, hmmmmm.” Aku menegurnya, ketika kami akhirnya sudah berhadapan. Karena gak familiar, aku melirik ke nametag yang ada di seragamnya, aku membaca nama “Wawan”.Iy

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Sumpah Pocong part 2

    Katanya, Sulis sakit keras. Badannya telah lumpuh total, hanya mampu berbaring di ranjangnya. Matanya selalu melotot, ada borok di sekujur tubuhnya, padahal perutnya semakin membuncit karena janin yang dikandungnya. Bu Sri memohon untuk mengantar Sulis ke Rumah Sakit.Karena waktu itu, hanya keluargaku yang memiliki mobil. Akhirnya tanpa pikir panjang, aku dan suamiku mengantar Sulis saat itu juga.Sulis sudah seperti mayat hidup bila ku lihat. Matanya terbuka, masih bernafas, namun tidak bisa di ajak bicara, dan tidak mampu bergerak. Borok di sekujur tubuhnya berbau sangat busuk.Sesampai di RS, Sulis langsung ditangani oleh dokter. Hampir 3 jam kami menunggu hasil pemeriksaan dokter, setelah itu kami ketahui bahwa Sulis menderita diabetes akut yang membuat sekujur tubuhnya terluka dan bernanah.Setelah satu hari dirawat, Sulis akhirnya menghembuskan napas terakhir. Beruntung kata dokter, janin dalam perutnya belum memiliki nyawa, bentuknya pun belum sempurn

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Sumpah Pocong Part 1

    Saat itu tahun 2005.[Suara HP berbunyi]"Halo? Assalamualaikum Pak?""Halo, Waalaikumsalam Dung. Gimana kabarmu? Gimana kuliahmu?""Alhamdulillah semua lancar pak, kabar saya sehat. Bapak ibu sehat kan?""Syukurlah nak, bapak ibu sehat,"Kemudian seketika hening, tak ku dengar lagi suara bapak dari telepon. Yang ku dengar hanyalah suara lelaki tengah menahan isak tangisnya.Feeling-ku benar, sepertinya bapak sedang tidak baik-baik saja, sudah kuduga sejak ku angkat gagang telepon, suara dan nada bicara bapak tidak seperti biasanya."Pak, bapak kenapa?,""Gapapa nak, kamu buruan pulang ya. Kalau bisa minggu depan. Bapak mau ngomong sama kamu,""Iya pak insyaallah saya pulang minggu depan,"[Tuut..tuut..tuut..]Sejenak aku berpikir bagaimana agar minggu depan bisa ku penuhi permintaan bapak untuk pulang. Karena jujur saja, aku berkuliah sambil bekerja di kota metropolitan. Aku tidak ingin menambah beban bapak yang hanya seor

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Misteri Guci Diruang Tamu Part 2

    Ada apa dengan Guci ini sih?Kenapa banyak kejadian seram setalah ada guciGimana sejarah guci ini?Semakin seram, semakin menakutkan, banyak peristiwa yang terjadi di rumah Jessica.Jessica akan lanjut bercerita di sini, di Briistory.#BriiStoryJangan baca sendirian, lanjut di komentar yaaa!***#1Begitulah, banyak kejadian janggal yang terjadi sejak kehadiran guci itu di rumah. Kejadian janggal dan kadang menyeramkan, yang secara langsung maupun gak langsung mempengaruhi kehidupan kami juga.Setelah banyak kejadian, aku menjadi selalu was-was apa bila harus di rumah sendirian walaupun itu siang hari. Lalu, sebisa mungkin menahan diri untuk gak ke kamar mandi tengah malam, aku akan menahan pipis sampai pagi.Jo jadi semakin jarang tidur di rumah, lebih sering bermalam di rumah teman atau di rumah Om Fendy. Dia bilang, gak tahan dengan penampakan-penampakan seram yang dia lihat gak satu dua kali, tapi sering.Selama k

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Misteri Guci diruang tamu part 1

    Rumah, seharusnya menjadi tempat teraman dari rasa takut dan cemas, tapi ternyata gak selalu demikian. Seperti yang dialami oleh Jessica dan keluarganya.ADVERTISEMENTRumah mereka menjadi sumber teror yang menakutkan.Jessica yang akan bercerita sendiri di sini, di Briistory.#BriiStory#MalamJumatLanjut di komentar ya..***#1Sekali lagi aku terjaga, jam setengah dua malam. Penuhnya kandung kemih, memaksaku tersadar dari tidur. Kebelet banget, gak tahan, mau gak mau harus pergi ke toilet.Tapi belakangan, bangun malam jadi hal yang membuatku paranoid, apa lagi ketika terpaksa harus ke luar kamar.Sama seperti malam ini, tiba-tiba terbangun pingin pipis. Padahal sudah berusaha maksimal untuk menahan dan kembali tidur, tapi gak bisa, sudah di ujung.Aku takut, takut dengan hal ganjil dan menyeramkan yang belakangan selalu terjadi ketika melintasi ruang tengah.Kebetulan toilet letaknya di depan kamar Papa Mama, berse

  • Hotel Bekas Pembunuhan   Bersembunyi dalam terang part 5

    Tahun 2007 awal pernikahan dengan Imas, 3 tahun sebelum aku berganti pekerjaan sebagai tukang cukur (mempunyai pangkas) awalnya aku adalah penjual martabak manis, tempat aku berjualan sekitar satu jam dari rumah, di sebuah kampung dekat dengan sebuah danau, di mana di situlah orang-orang sering ramai, walau yang berjualan bisa terhitung dengan jari.Yogi adalah teman masa sekolahku yang mempunyai resep martabak karena memang turun temurun dari keluarganya, atas persetujuan modal yang aku keluarkan sangat terbatas, akhirnya aku dan Yogi sepakat memulai usaha tersebut, penampilanku sama halnya dengan sekarang tidak pernah rapih sama sekali.Selepas waktu ibadah solat asar, aku dan Yogi yang memang kebetulan tidak jauh rumahnya dari rumah Ibuku (waktu itu masih tinggal bersama Ibu) selalu menjemputku dengan membawa adonan martabak dan segala perlengkapan lainya untuk berdagang.Sudah hampir 3 bulan berjalan, dan memang selalu habis jauh di mana waktu prediksiku yang seha

DMCA.com Protection Status