15 November 2019
Sidang pertama Mbak Mutia baru saja selesai.
Mas Rey beserta keluarganya yang hadir menunjukkan tatapan menusuk dan tidak suka sebelum pergi meninggalkan kami. Rahangku mengeras. Ada perasaan marah bukan main, sebab ayah dan ibu mertuaku tak menghadiri persidangan ini. Mas Biru mengatakan, "Aku kayaknya belum cerita ke kamu, kalau orang tuaku menentang perceraian ini. Mereka nggak mau datang karena hal itu. Mereka bilang, nggak baik kalau perempuan jadi janda dan single-parent, apalagi kalau punya anak yang kekurangan."
Ada gurat kesedihan luar biasa pada wajah Mas Biru yang berusaha keras dia sembunyikan dari orang sekitar. Begitu juga Mbak Mutia yang terlihat kelelahan. Untungnya, mama-papaku mau datang untuk memberi support. Mama memeluk Mbak Mutia erat-erat, mengusap punggungnya berulang kali—begitu pula dengan Papa.
Mbak Mutia yang awalnya tida
15 November 2019"Runa, kamu ke mobil aja duluan. Nanti aku nyusul. Masih mau bicara sama temenku."Kini hanya tersisa Biru dan Ersa, yang berdiri berdampingan kala keheningan berusaha menyerbu masuk. Biru menggaruk tengkuk. Hari ini terasa berat sesudah melihat Mutia menangis dalam pelukan mertuanya. Biru tidak menyangka kalau hari sidang yang dinantikan sudah berlalu begitu saja."Lo nggak dekatin kakak gue?" tanya Biru basa-basi ketika melihat ke arah sepatunya. Ersa menatap Biru dari samping, merogoh sebungkus rokok dari saku celana, dan menjawab, "Nggak, nggak jadi. Gue sadar kalau gue hanya sekadar kagum sesudah mengenal kakak lo dan gue masih mencintai mendiang istri. Kakak lo emang cantik, tapi gue masih belum merelakan sosok istri."Mutia bekerja di tempat yang sama dengan teman Ersa, jadi terkadang saat waktu luang, Ersa sengaja berkunjung ke sana. Menemui, menanyakan kabar, dan
"Besok pas tahun baruan, aku harus ngomong apa ke keluarga kamu soal Ayah-Bunda? Mereka nggak akan mau datang buat kumpul."Runalla mengompres luka lebam Biru menggunakan es batu yang sudah dibalut oleh kain. Meskipun sudah sampai di rumah, keadaan masih belum membaik. Mereka tampak berantakan. Biru tidak bisa mengangkat kepala barang sedetik, karena Runalla menatap wajahnya lekat sekali. Perasaan percaya diri yang sudah susah payah dia bangun sejak awal pernikahan langsung runtuh begitu saja seusai kejadian tadi berlalu."Sudah, jangan bahas itu dulu," suara Runalla tidak bisa keluar dengan benar. Perempuan itu menarik napas sedalam mungkin guna mengusir tekanan besar yang terasa di dada. "Fokus ke kamu dulu. Mikirin lainnya nanti aja, ya?"Detik itu, semua seolah berhenti. Iris mereka bertemu ketika Biru menggenggam tangannya yang sedari tadi s
27 November 2019 Banyak individu tidak mengetahui bahwa toxic relationship memiliki tiga fase yang terus berulang layaknya lingkaran setan, yaitu: fase tension building, explosion, dan terakhir honeymoon*. Runalla sempat terjebak dalam hubungan itu dan telah berakhir sesudah pikirannya benar-benar terbuka. Tidak mudah menjadi orang 'pintar' saat memutuskan untuk mengakhiri hubungan, karena berbagai sikap dan kalimat jahat sungguh mengurung diri-tidak memperbolehkan seseorang melihat kebenaran dan selalu memihak jawaban yang salah. "Istri gue sering dipukulin sama mantannya, ya?" Biru bertanya guna memastikan, sebab minggu lalu seusai sidang pertama Mutia berakhir, Runalla bercerita bahwa Septa selalu memukul tiap merokok. Biru tidak tahu apapun dan sampai sekarang masih merasa bersalah—entahlah, Biru merasa sesak—tidak menyangka kalau R
18 Desember 2019["Dengarkan gue,"] suara Ersa melalui sambungan telepon terdengar begitu menenangkan. Tanpa ada penekanan atau paksaan apapun saat mengucapkan kata demi kata agar Biru merasa lebih tenang.["That's okay kalau lo memang butuh waktu. Lo boleh maju, boleh melangkah lebih jauh. Lo sudah hebat, karena berani mengajak istri lo untuk honeymoon. Nggak semua orang bisa seperti lo. Lo memang mau menyenangkan istri lo, tapi di samping itu, jangan lupa pikirkan kondisi lo."]Jantung Biru berdetak kencang sekali. Biru beranggapan bahwa dirinya bisa pingsan kapan saja jika tak berhasil meredakan meledak-ledak di dada. Sudah dua puluh menit di hotel, tapi Biru masih enggan untuk masuk ke dalam kamar. Lelaki itu justru masih berada di tempat parkir, bersandar pada badan mobil, dan menatap ke arah langit yang sedikit mendung.Kepercayaan diri yang sulit-sulit dib
19 Desember 2019 Salah satu cara Biru menyenangkan Runalla adalah dengan cara mengajaknya berlibur dan berbulan madu sejenak. Biru sempat membahas hal ini bersama Angkasa ketika datang ke studio lelaki itu. Biru bertanya apa ada hal-hal yang bisa membuat Runalla senang, dan Angkasa menjawab, "Coba ajak bini lo honeymoon aja." Biru terdiam cukup lama sesudah mendengar usul dari Angkasa. Biru tidak yakin bisa melakukannya. Ditambah lagi Angkasa membahas beberapa hal lain yang membuat Biru semakin canggung. Maksud Biru, bagaimana bisa para lelaki bisa begitu terbuka membahas urusan seks? Sepanjang Angkasa menjelaskan posisi-posisi dengan pilihan kata kelewat frontal, Biru tidak bisa menatap lelaki itu. "Lo dengerin gue atau nggak, sih?" Biru merasa tidak aman sekaligus nyaman. Sejak kejadian bertahun-tahun lalu di mana dirinya dilecehkan oleh beberapa orang, Biru tidak lagi memiliki pandangan yang sama terhadap sesama je
«warning» *** 19.22 Dua jam lalu, kami baru selesai menikmati makan malam di hotel dan sekarang dalam perjalanan menuju ke alun-alun ibu kota Bali. Taman Kota Lumintang, kalau tidak salah. Kami sama sekali tidak memiliki rencana pergi ke sana, tapi Mas Biru mengatakan, "Nggak papa, sekalian isi ulang bensin sama nunggu makanan di perut turun." Sepanjang jalan ke sana, sisi jalan selalu menampakkan para wisatawan asing yang berpergian bersama kelompoknya. Aku menerka, apakah mereka tidak takut tersesat apabila berkunjung ke negara orang? Aku tidak terlalu suka berpergian semenjak putus dari Septa, karena sampai sekarang juga aku masih ingat saat dirinya mendorongku keluar dari mobil. Aku takut ditinggal
«warning»yang masih di bawah umur silahkan skip ke part berikutnya yaa. *** 23 Desember 2019 Sudah beberapa hari mencoba kemudian berujung gagal. Sudah lima kali dibuat kentang karena selalu berhenti di tengah jalan, tepatnya saat Mas Biru akan menanggalkan celanaku. Aku berusaha mengerti, berusaha memahami, dan selalu memberi kesempatan. Ada istilah 'setiap orang memiliki batas kesabaran'. Itu sebuah fakta mutlak. Merupakan saat genting ketika seseorang sudah tak mampu lagi bersabar lalu marah-marah. Terjadi padaku dan Mas Biru kemarin malam.
"But it make you stronger."But I was a child.I didin't need to be stronger.I needed to be safe. -Unknown- *** 15.23 Pada dasarnya, Biru masih memiliki masalah yang mendalam sehingga masih belum bisa berdamai dengan diri sendiri. Kejadian ketika dia berumur tiga belas tahun memang sudah berlalu, tapi tidak dengan memori fisik serta psikis yang membelenggunya selama hidup. Biru meminta Runalla menyentuh penisnya terlebih dahulu agar dia bisa meyakinkan diri lebih kuat untuk menepis ingatan itu. Yang menyentuhnya bukan mereka, tapi istrinya sendiri, yang sudah selalu sabar menunggu dan memberi kesempatan berulang. Biru menyentuh seluruh tubuh Runalla memang karena istrinya ingin, bukan karena pa
a/n: Anyelir's pov. *** Patah hati pertamaku sudah berlalu dan Mama tidak memperbolehkanku menemui Satya lagi. Aku, Anyelir Pramudita, sekarang lebih dijaga oleh Mama yang mengatakan bahwa tidak mau melihatku menangisi lelaki brengsek. Satya sempat datang ke rumah--Mama tidak memperbolehkanku bicara dan sebagai gantinya Mama yang mengomeli Satya sampai Papa terpaksa menarik Mama masuk ke dalam. Hari ini, Mama baru pulang dari Surabaya setelah mengunjungi satu sahabat baiknya, Tante Noela. Sepengetahuanku, mereka sudah bersahabat sejak Mama duduk di bangku kuliah dan sempat ada konflik walau aku tidak tahu masalah apa yang mereka hadapi. Mama pulang kemudian langsung disambut oleh Papa dengan pelukan hangat. "Runa, capek?" Papaku tersenyum kelewat lebar ketika kembali melihat wajah Mama, setelah tiga hari ditinggal pergi ke Surabaya. Mama menyahut, "Biasa aja, sih. Kamu sama Anye sudah makan? Mau dimasakin apa?" "Terserah, pokoknya bisa dimakan
6 Januari 2021 Biru mengalami masa-masa sulit setelah kepergian Vivi, anjing kesayangannya. Biru tahu betul bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, tapi dia tidak pernah mempersiapkan diri untuk berpisah dari hewan peliharaan yang setiap hari menemaninya dalam suka maupun duka. Tahu, tidak, alasan mengapa berpisah dari hewan peliharaan bisa 'sedalam' itu? Menurut penelitian, itu disebabkan oleh adanya ikatan yang begitu dekat dengan mereka. Individu yang sudah menyayangi sepenuh hati dan rela memberikan apapun, merasakan kehilangan mendalam akibat setiap hari--secara tidak langsung--berperan sebagai orang tua; yang mengayomi, menghidupi, membahagiakan, dan memberikan afeksi fisik maupun emosi. Apalagi Vivi sudah menemani Biru selama bertahun-tahun lamanya. Vivi baru pergi meninggalkannya di bulan Desember dan Biru masih belum bisa merelakan. Hari-hari Biru semakin berat, karena dia harus bekerja di tengah pandemi dan memastikan keadaan Runal
11 April 2026Biru terkejut bukan main, karena tiba-tiba mendapatkan pesan dari wali kelas Anyelir. Anyelir membuat masalah dan memukul temannya hingga mimisan, katanya. Runalla tidak bisa datang, karena perempuan itu juga sedang diopname di rumah sakit--tipes empat hari lalu."Makanya anaknya tuh dididik yang bener," cecar ibu dari Gio--Riri--anak yang dipukul oleh Anyelir. Riri menatap sinis ke arah Biru yang duduk di samping Anyelir. "Orang tuanya cerai, anaknya jadi berandalan deh. Makanya, jangan cerai."Ruang kepala sekolah memiliki dua sofa hitam panjang saling berhadapan yang ditengahi oleh meja. Ruangan itu kecil. Meja kepala sekolah sejajar lurus dengan meja yang menengahi sofa. Di sana ada kepala sekolah serta guru yang biasanya mengajar di TK.
21 Desember 2025Sudah hampir seminggu lamanya Anyelir menginap di rumah Biru. Anak perempuannya itu terkadang menanyakan, "Oma sama Opa di mana, Papa? Anye mau ketemu." dan Biru jelas tidak bisa memberi jawaban secara rinci mengenai kepergian orang tuanya. Hubungan mereka sempat membaik walau tak sepenuhnya. Sebelum keluarga ideal yang Biru idamkan menjadi nyata, Tuhan sudah lebih dulu merenggut nyawa Yasa dan Astrid melalui sebuah kecelakaan tabrak lari pada tahun 2022 silam.Biru dan Mutia sama sekali tidak bisa menangis ketika pemakaman diadakan. Mereka menerima ucapan bela sungkawa dari orang terdekat, tapi tahu bahwa mereka pasti juga dibicarakan di belakang. Entah, Biru enggan membahas hal tersebut dan akan membalas, "Oma sama Opa sudah tenang di surga, Anye."D
«warning»Btw ini scene yang seharusnya ku publish untuk part 31: Di Luar Ekspektasi, tapi nggak jadi pas itu.***23 Desember 2019Dalam keminiman cahaya ruangan, Runalla tetap bisa melihat wajah suaminya yang tampak begitu tampan. Mata tajam, hidung mancung, pipi yang sedikit berisi, bibir tipis ... ah, suhu mendadak meningkat saat dia mengamati bibir itu lekat. Keheningan menguasai sampai detak jantung mereka bisa saja terdengar layaknya suara jarum jam."Mas, pengen cium." bisiknya penuh pengharapan ketika Biru menyibak rambutnya hati-hati. Penuh sayang, Biru mempersempit jarak sebelum menjemput
recommended song: Another by Francis Karrel***7 Oktober 2025"Papa!"Anyelir kecil berlari menghampiri Biru yang sejak tadi sudah menunggu di depan taman kanak-kanak. Anak perempuannya yang kini menginjak lima tahun tampak menggemaskan di balik balutan seragam sekolah berwarna biru laut dan rambut pendeknya juga diurai. Jangan lupakan pipi bulat yang merona akibat cuaca panas di siang hari.Suara hiruk-piruk area sekolah memenuhi telinga. Banyak orang tua berdatangan ke sekolah untuk menjemput buah hati, tapi ada para ibu yang rela menunggu anak dan bercengkrama di kantin taman kanak-kanak. Biru terkadang merasa bahwa para ibu menatapnya ganas seolah bersiap menerkam. Sejujurnya, Anyelir sempat bilang b
"How lucky I am to have something that makes saying goodbye so hard." -A. A. Milne.***7 Oktober 2020Suamiku benar-benar datang menemani dari awal sampai akhir.Sehari sebelum melahirkan, Kak Tias memintaku untuk menginap di rumah sakit agar tidak ada hambatan. Kak Tias juga membantuku menyiapkan tas berisi perlengkapan yang sekiranya nanti kubutuhkan. Bertolak belakang dengan Mama--beliau melarangku menginap dan tetap di rumah saja; mengingat kondisi pandemi masih berlangsung dan takut kalau itu akan membahayakan."Ya terus nanti kalo brojolnya tiba-tiba gimana, Ma?" Kak Tias sempat protes ketika membawa tasku. "Nanti kalau jalanan macet? Belum lagi kalo tiba-tiba ban bocor atau mobilnya mogok di tengah jalan? Masa iya jalan kaki? Mau manggil
4 Oktober 2020"Runalla, mau Mama temani tidur di kamar?"Aku tidak menolak, karena beberapa minggu belakangan aku sulit sekali terlelap meski sudah minum susu hangat atau makan hingga kenyang. Malam ini Mama tidur di sampingku. Rasanya seperti kembali ke masa kecil, di mana aku masih belum punya kamar sendiri dan masih tidur dalam pelukan Mama."Badannya pegel semua?" tanya Mama lembut saat hampir saja menyentuh kakiku untuk memijatnya. Aku buru-buru mendudukkan diri susah payah sembari menyentuh punggung bawahku. "Ma, nggak perlu dipijat. Aku nggak papa. Badanku nggak papa."Sebelumnya aku telah menerka alasan dari kesulitan tidurku. Mungkin, karena bulan lalu aku baru selesai melakukan sidang cerai ke dua dan sekar
7 Juli 202017.45Aku menata peralatan kosmetik sesuai tempatnya setelah mematikan kamera. Banyak sekali hal baru yang kucoba--menciptakan konten makeup di luar zona nyaman. Permintaan Mas Biru agar aku tidak menggugurkan kandungan mengakibatkan aku selalu ingin melakukan kesibukan. Apalagi, Mas Biru juga telah memberitahukan pada Papa-Mama sampai aku dimarahi habis-habisan hingga malam menjelang.Kak Tias juga datang ke rumah. Menyempatkan waktu untuk menengok dan melindungiku dari Papa yang hampir memukul kakiku menggunakan sapu lidi."Pa, sudah. Runalla ini lagi hamil," Kak Tias menyembunyikanku di balik punggungnya ketika aku terisak-isak waktu itu. "Nanti kalau terjadi sesuatu yang buruk