Sev menatap engsel pintu sejenak, lalu menarik napas dan membuka pintu itu dengan senyuman paksa. Matanya membuka lebar saat melihat orang yang datang.
“Lama banget, sih!” protesnya yang langsung masuk. Sev menatap punggung wanita itu dengan menghela napas lega, ternyata tidak seperti yang ia pikirkan. Ya, bukan Trisha yang datang. Melainkan Tiana, yang datang karena khawatir pada kondisi Sev. “Lo nggak sakit?” tanya Tiana meletakan keranjang buah di meja makan. “Siapa yang bilang?” Bukannya menjawan, lelaki itu malah kembali bertanya seraya kembali menutup pintu dan melangkahkan kakinya ke sofa. “Sutradara yang bilang,” jawabnya seraya duduk di samping Sev dan memberikan piring yang berisi buah. Sev tidak menjawab lagi dan memilih untuk menonton televisi. Tiana pun hanya menatap heran lelaki itu. Dia sedikit beda dari biasanya. Apa dia lagi ada masalah dengan sutradara? “Lo kenapa? Ada masalah?” tanya Tiana dengan memasTrisha berjalan menuju dapur untuk memasak makan siang, dia melihat Sev dari kejauhan yang tengah mengobrol dengan Tiana. Entah apa yang mereka bicarakan, wanita gemuk itu sama sekali tidak mendengar apa yang diucapkan. Namun, dia bisa melihat raut wajah Sev yang terlihat terkejut.Apa Tiana memberitahu kalau dia sudah mempunyai calon suami? Trisha menggeleng cepat, seharusnya Sev sudah tau akan hal itu.Trisha memilih untuk tidak berpikir terlalu banyak, dia memulai untuk memasak sebelum dia mengomel. Wanita gemuk itu melirik Sev yang kembali duduk di sofa dengan sekilas, ia sendiri masih tidak paham alasan lelaki itu memanggilnya untuk pulang.Saat melihat wajah Sev dari samping, dia merasa kalau wajahnya itu sedikit mirip dengan Lio. Sifat pun hampir sama, hanya saja Lio sekarang tidak seperti saat pertama kali ketemu. Berbeda dengan Sev yang suka berubah-ubah. Kadang baik, kadang sifat iblis kembali muncul.Apa karena Sev tidak mempunyai orang tua yan
Selesai menelpon Lio, Trisha meletakan ponsel ke atas nakas seraya mengeluarkan laptop dan peralatan untuk menggambar yang dia letakkan di bawah kasur. Ini adalah kesempatan yang tepat untuk menggambar karena Sev sudah tidur.Trisha beranjak dari kasurnya, lalu berjalan cepat menuju pintu untuk memastikan kalau sudah terkunci. Wanita gemuk itu menghela napas lega dan kembali ke kasur. Dia mulai berkonsentrasi agar gambarnya semakin bagus, akhir-akhir ini ia merasa kalau gambarnya kurang halus. Meski Lio sudah resmi menjadi asisten, Trisha tidak boleh menggampangkan masalah ini.Wanita gemuk itu tersenyum tipis saat membayangkan Sev saat marah, entah kenapa raut wajahnya semakin tampan. Apalagi saat tatapannya berubah menjadi dingin, sangat tampan meskipun menakutkan.Trisha menggelengkan kepalanya cepat saat membayangkan Sev menjadi pacarnya. Hatinya seakan terasa sesak saat memikirkan semua ini, bukan karena dia gemuk atau tidak pantas. Hanya saja, Trisha tidak
Sev keluar dari kamar dengan merapikan pakaian yang ia kenakan. Lelaki itu mengambil kotak obat tanpa membaca tulisan terlebih dahulu dan langsung meminum dua butir agar demamnya turun dengan cepat. Ia meletakan gelas itu kembali seraya menatap pintu kamar Trisha yang masih tertutup.“Sha, cepat!” teriak Sev dengan suara keras yang membuat Trisha langsung keluar dari kamarnya. Lelaki itu berdecak melihat rambut wanita gemuk itu masuk berantakan. “Rambut lo—““Iya, gue tau.” Trisha kembali masuk ke dalam kamarnya.Tidak ada lima menit, dia kembali keluar dengan rambut yang sudah dia kucir satu. Wanita gemuk itu berjalan mendekati Sev dengan tersenyum percaya diri.“Gimana rambut gue? Bagus?”Sev tersenyum sekilas. “Biasa aja,” jawabnya seraya berjalan lebih dulu meninggalkan Trisha.Wanita gemuk itu menghela napas panjang untuk menahan amarahnya. Bagaimana pun hari ini adalah p
Trisha duduk di kursi dan menidurkan Sev dengan perlahan di atas pahanya. Melihat lelaki itu yang sudah terlelap membuatnya tersenyum tipis, apalagi saat melihat sang aktor tampan dengan sangat dekat.Wanita gemuk itu menatap lurus ke depan menikmati embusan angin yang membuat rambutnya sedikit berantak. Trisha pun perlahan mulai merasakan nyaman bekerja menjadi asisten Sev, apalagi lelaki itu sudah sedikit berubah, meski dia masih menyebalkan.Trisha berdoa agar identitasnya menjadi mangaka tidak akan terbongkar, meski komik yang dia buat sudah selesai, ia masih ingin menjadi asisten Sev dan selalu ada di sampingnya. Wanita gemuk itu perlahan menundukkan kepalanya menatap wajah Sev yang tengah tidur itu, tangannya perlahan bergerak merapikan rambut milik Sev.Ini kedua kalinya melihat Sev yang sangat tenang.Wanita gemuk itu merogoh saku untuk mengambil ponsel karena merasakan getaran. Satu panggilan masuk dari Lio membuatnya kebingungan, Trisha takut ka
Di sisi lain, Lio yang tiba-tiba dipeluk seperti ini sedikit merasa deg-degan. Apa lagi ketika mencium aroma tubuh Trisha yang sangat harum. Lio membalas pelukan Trisha guna untuk membuat satpam itu tidak mencurigai.“Kenapa gue deg0degan gini? Nggak mungkin, kan, gue suka sama Trisha?”Trisha melepas pelukan setelah satpam itu melewatinya, dia menghela napas lega dengan menarik kembali jaketnya. Lio pun berdeham kecil untuk mengusir rasa gugupnya, ia menatap Trisha dengan senyuman tipis.“Thanks.”Trisha menganggukkan kepalanya dan merogoh sakunya dengan memberikan flashdisk pada Lio dan mengatakan, “Ini ada dua chapter, kalau udah selesai perhalus dan diwarnai langsung kirim ke platform.”Lio pun menghela napas dengan senyuman paksa. “Baik, Nyonya,” ujarnya mengambil benda itu dari tangan Trisha. Lelaki itu mulai bingung pada Trisha yang ada di mall ini seorang diri tanpa membawa tas belanjaan. Apa
“Ke mana aja lo dua hari ini? Kenapa telepon gue nggak lo angkat? Bukannya gue pernah nyuruh lo dateng ke studio?” kesal Vanda yang baru saja datang dan duduk di hadapan Trisha.Wanita gemuk itu yang tengah makan hanya melirik sekilas sang editor tanpa mengucap sepatah kata pun, Trisha menghela napas panjang karena Vanda sama sekali tidak merasakan penderitaannya menjadi pembantu di rumah Sev. Bahkan, sekarang ini dia hanya diberi waktu satu jam saja untuk pergi. Kalau bukan karena Tiana yang menolongnya, ia tidak bisa keluar dari rumah itu.Vanda yang memperhatikan Trisha pun mulai curiga, dia terus menatap sahabatnya itu dengan senyuman yang sulit dijelaskan. Sedangkan wanita yang ditatap hanya mengangkat satu alisnya. “Kenapa?” tanya Trisha meletakan sendok di piring.“Lo kurusan, Sha. Lo nggak ada kabar dua hari karena … diet?” tanya Vanda yang membuat Trisha berdecak sambil memukul lengan Vanda pelan.&ldquo
Trisha berjalan masuk ke dalam rumah dengan meletakan plastik di meja dapur, lalu memasukan semua belanjaannya ke dalam kulkas. Dia melirik Sev yang tengah menonton televisi bersama Shiro. Wanita gemuk itu bahkan bingung padanya yang tidak marah. Padahal Trisha sengaja pulang setengah jam lebih lama dari kesepakatan.Trisha mendadak ragu dengan yang direncanakan oleh Vanda. Apakah berhasil?Wanita gemuk itu menggelengkan kepalanya. “Kalau nggak dicoba, nggak akan tau hasil akhirnya,” gumamnya dengan senyuman tipis.Trisha pun mengambil buah yang ada kulkas, kemudian berjalan mendekati Sev dengan meletakan buah di meja. Ia langsung duduk di samping Sev dengan menyandarkan tubuhnya.“Dari mana lo? Gue laper, mau makan nasi, bukan buah,” pinta Sev tanpa menoleh dan masih fokus pada film yang dia tonton. Trisha pun menghela napas panjang dengan menarik bibir membuat senyuman paksa.“Bentar, gue masak dulu,” ujar Tris
“Lo ngapain ajak gue ke sini?” tanya Trisha saat mobil memasuki mall besar, lalu melihat ke arah Sev dengan bingung.Sev pun tersenyum dan melepas kacamata hitamnya. “Menurut lo?”Trisha terdiam dan berpikir. Apa dia akan menyuruhnya menjadi pembantu untuk membawakan semua belanjaan? Wanita gemuk itu menghela napas panjang dengan senyuman paksa. Menyesal sudah dia terlalu banyak berharap.“Kenapa?” tanya Sev yang membuat raut wajah Trisha menjadi datar.“Menjadi pembantu buat bawa belanjaan lo, kan?” tanya Trisha dengan nada tak suka.Sev hanya memberikan senyuman tipis dan memakai kembali kacamata hitam, juga maskernya. Dia turun dari mobil diikuti Trisha di belakang. Wanita itu bahkan menyesal sudah mau ikut pergi bersama Sev. Awalnya ia pikir ada jadwal pemotretan, tapi ternyata semua ini di luar pekerjaan. Seharusnya dia bisa menggambar di rumah.Sev menghentikan langkahnya mendadak, membua