Selesai menelpon Lio, Trisha meletakan ponsel ke atas nakas seraya mengeluarkan laptop dan peralatan untuk menggambar yang dia letakkan di bawah kasur. Ini adalah kesempatan yang tepat untuk menggambar karena Sev sudah tidur.
Trisha beranjak dari kasurnya, lalu berjalan cepat menuju pintu untuk memastikan kalau sudah terkunci. Wanita gemuk itu menghela napas lega dan kembali ke kasur. Dia mulai berkonsentrasi agar gambarnya semakin bagus, akhir-akhir ini ia merasa kalau gambarnya kurang halus. Meski Lio sudah resmi menjadi asisten, Trisha tidak boleh menggampangkan masalah ini.
Wanita gemuk itu tersenyum tipis saat membayangkan Sev saat marah, entah kenapa raut wajahnya semakin tampan. Apalagi saat tatapannya berubah menjadi dingin, sangat tampan meskipun menakutkan.
Trisha menggelengkan kepalanya cepat saat membayangkan Sev menjadi pacarnya. Hatinya seakan terasa sesak saat memikirkan semua ini, bukan karena dia gemuk atau tidak pantas. Hanya saja, Trisha tidak
Sev keluar dari kamar dengan merapikan pakaian yang ia kenakan. Lelaki itu mengambil kotak obat tanpa membaca tulisan terlebih dahulu dan langsung meminum dua butir agar demamnya turun dengan cepat. Ia meletakan gelas itu kembali seraya menatap pintu kamar Trisha yang masih tertutup.“Sha, cepat!” teriak Sev dengan suara keras yang membuat Trisha langsung keluar dari kamarnya. Lelaki itu berdecak melihat rambut wanita gemuk itu masuk berantakan. “Rambut lo—““Iya, gue tau.” Trisha kembali masuk ke dalam kamarnya.Tidak ada lima menit, dia kembali keluar dengan rambut yang sudah dia kucir satu. Wanita gemuk itu berjalan mendekati Sev dengan tersenyum percaya diri.“Gimana rambut gue? Bagus?”Sev tersenyum sekilas. “Biasa aja,” jawabnya seraya berjalan lebih dulu meninggalkan Trisha.Wanita gemuk itu menghela napas panjang untuk menahan amarahnya. Bagaimana pun hari ini adalah p
Trisha duduk di kursi dan menidurkan Sev dengan perlahan di atas pahanya. Melihat lelaki itu yang sudah terlelap membuatnya tersenyum tipis, apalagi saat melihat sang aktor tampan dengan sangat dekat.Wanita gemuk itu menatap lurus ke depan menikmati embusan angin yang membuat rambutnya sedikit berantak. Trisha pun perlahan mulai merasakan nyaman bekerja menjadi asisten Sev, apalagi lelaki itu sudah sedikit berubah, meski dia masih menyebalkan.Trisha berdoa agar identitasnya menjadi mangaka tidak akan terbongkar, meski komik yang dia buat sudah selesai, ia masih ingin menjadi asisten Sev dan selalu ada di sampingnya. Wanita gemuk itu perlahan menundukkan kepalanya menatap wajah Sev yang tengah tidur itu, tangannya perlahan bergerak merapikan rambut milik Sev.Ini kedua kalinya melihat Sev yang sangat tenang.Wanita gemuk itu merogoh saku untuk mengambil ponsel karena merasakan getaran. Satu panggilan masuk dari Lio membuatnya kebingungan, Trisha takut ka
Di sisi lain, Lio yang tiba-tiba dipeluk seperti ini sedikit merasa deg-degan. Apa lagi ketika mencium aroma tubuh Trisha yang sangat harum. Lio membalas pelukan Trisha guna untuk membuat satpam itu tidak mencurigai.“Kenapa gue deg0degan gini? Nggak mungkin, kan, gue suka sama Trisha?”Trisha melepas pelukan setelah satpam itu melewatinya, dia menghela napas lega dengan menarik kembali jaketnya. Lio pun berdeham kecil untuk mengusir rasa gugupnya, ia menatap Trisha dengan senyuman tipis.“Thanks.”Trisha menganggukkan kepalanya dan merogoh sakunya dengan memberikan flashdisk pada Lio dan mengatakan, “Ini ada dua chapter, kalau udah selesai perhalus dan diwarnai langsung kirim ke platform.”Lio pun menghela napas dengan senyuman paksa. “Baik, Nyonya,” ujarnya mengambil benda itu dari tangan Trisha. Lelaki itu mulai bingung pada Trisha yang ada di mall ini seorang diri tanpa membawa tas belanjaan. Apa
“Ke mana aja lo dua hari ini? Kenapa telepon gue nggak lo angkat? Bukannya gue pernah nyuruh lo dateng ke studio?” kesal Vanda yang baru saja datang dan duduk di hadapan Trisha.Wanita gemuk itu yang tengah makan hanya melirik sekilas sang editor tanpa mengucap sepatah kata pun, Trisha menghela napas panjang karena Vanda sama sekali tidak merasakan penderitaannya menjadi pembantu di rumah Sev. Bahkan, sekarang ini dia hanya diberi waktu satu jam saja untuk pergi. Kalau bukan karena Tiana yang menolongnya, ia tidak bisa keluar dari rumah itu.Vanda yang memperhatikan Trisha pun mulai curiga, dia terus menatap sahabatnya itu dengan senyuman yang sulit dijelaskan. Sedangkan wanita yang ditatap hanya mengangkat satu alisnya. “Kenapa?” tanya Trisha meletakan sendok di piring.“Lo kurusan, Sha. Lo nggak ada kabar dua hari karena … diet?” tanya Vanda yang membuat Trisha berdecak sambil memukul lengan Vanda pelan.&ldquo
Trisha berjalan masuk ke dalam rumah dengan meletakan plastik di meja dapur, lalu memasukan semua belanjaannya ke dalam kulkas. Dia melirik Sev yang tengah menonton televisi bersama Shiro. Wanita gemuk itu bahkan bingung padanya yang tidak marah. Padahal Trisha sengaja pulang setengah jam lebih lama dari kesepakatan.Trisha mendadak ragu dengan yang direncanakan oleh Vanda. Apakah berhasil?Wanita gemuk itu menggelengkan kepalanya. “Kalau nggak dicoba, nggak akan tau hasil akhirnya,” gumamnya dengan senyuman tipis.Trisha pun mengambil buah yang ada kulkas, kemudian berjalan mendekati Sev dengan meletakan buah di meja. Ia langsung duduk di samping Sev dengan menyandarkan tubuhnya.“Dari mana lo? Gue laper, mau makan nasi, bukan buah,” pinta Sev tanpa menoleh dan masih fokus pada film yang dia tonton. Trisha pun menghela napas panjang dengan menarik bibir membuat senyuman paksa.“Bentar, gue masak dulu,” ujar Tris
“Lo ngapain ajak gue ke sini?” tanya Trisha saat mobil memasuki mall besar, lalu melihat ke arah Sev dengan bingung.Sev pun tersenyum dan melepas kacamata hitamnya. “Menurut lo?”Trisha terdiam dan berpikir. Apa dia akan menyuruhnya menjadi pembantu untuk membawakan semua belanjaan? Wanita gemuk itu menghela napas panjang dengan senyuman paksa. Menyesal sudah dia terlalu banyak berharap.“Kenapa?” tanya Sev yang membuat raut wajah Trisha menjadi datar.“Menjadi pembantu buat bawa belanjaan lo, kan?” tanya Trisha dengan nada tak suka.Sev hanya memberikan senyuman tipis dan memakai kembali kacamata hitam, juga maskernya. Dia turun dari mobil diikuti Trisha di belakang. Wanita itu bahkan menyesal sudah mau ikut pergi bersama Sev. Awalnya ia pikir ada jadwal pemotretan, tapi ternyata semua ini di luar pekerjaan. Seharusnya dia bisa menggambar di rumah.Sev menghentikan langkahnya mendadak, membua
Saat Sev datang menghampiri Trisha yang tengah mengantri es krim, wanita gemuk itu langsung mengulurkan tangannya. Sementara lelaki itu hanya melihat tangan Trisha dengan tatapan bingung. Trisha pun menghela napas panjang karena melihat Sev yang sama sekali tidak mengerti maksudnya.“Uang, gue nggak bawa dompet,” bisik Trisha dengan sedikit berjinjit.Sev yang mendengar itu hanya tertawa kecil dan memberikan satu lembar uang pada Trisha sambil menggelengkan kepala. Pantas saja dia terlihat gelisah saat mengantri, ternyata tidak membawa uang?Pandangan mata lelaki itu tidak sengaja melihat beberapa wanita yang sedari tadi melihatnya, perasaannya mendadak tidak enak. Dia merasa kalau mereka ingin membuktikan sendirinya. Sev pun langsung masuk ke antrian dan berdiri di samping Trisha dengan merangkul wanita itu.Trisha yang tiba-tiba di rangkul pun langsung menoleh dengan tatapan yang sulit diartikan. Sev hanya memberikan isyarat agar wanita itu
“Why not? Kalian kakak adik, kenapa nasib lo lebih sengsara dari Tiana? Lo nggak mau minta uang sama dia?” tanya Sev yang membuat Trisha menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Trisha bingung harus menjawab apa. Sebenarnya tidak sengsara, hanya saja ini keputusannya sendiri untuk tidak memakai uang pemberian orang tua dan Tiana. Kalau dihitung, uangnya yang ada di ATM sudah lebih dari seratus juta. Ya, Trisha menganggap uang pemberian Tiana dan kedua orang tuanya sebagai uang tabungan.“Kenapa? Lo nggak kabur dari rumah, kan?” tanya Sev lagi.Trisha menggelengkan kepalanya cepat. “Mana mungkin gue kabur? Kalau gue kabur, pas lihat Tiana gue langsung pergi dari lokasi syuting!”“Lo nggak pergi, tapi bohong sama gue!”Mendengar perkataan Sev, wanita gemuk itu hanya menyengir. “Gue nggak mau aja kalau lo sampai pecat gue cuma gara-gara sepele!” jelasnya. Sev hanya memutar bola matanya
Trisha berjalan di tepi pantai yang sudah tidak ada pengunjung sama sekali. Tiga tahun ini dia selalu datang ke pantai, tempat pertama kali dia bertemu dengan Sev. Dengan harapan lelaki itu datang menghampirinya.Wanita itu kembali menangis ketika teringat pada masa lalunya. Dia benar-benar merindukan lelaki itu. Dia adalah orang yang membuatnya berdiri sampai sekarang, tanpa dia mungkin Trisha tidak akan menjadi mangaka.Tiba-tiba saja ada seseorang yang berdiri di hadapannya. “Jangan nangis, nanti make-up lo luntur.”Trisha yang mendengar perkataan itu merasa tidak asing dan langsung mengangkat kepalanya, matanya menatap lelaki itu dengan tatapan tidak percaya.Severino berdiri di hadapannya dengan tersenyum lebar dan membentangkan tangannya. Trisha pun langsung berdiri dengan memeluknya erat.“Kenapa lo nggak kasih tau gue kalo udah balik?!” tanya Trisha dengan menangis sesenggukan.Sev mengelus punggung Trisha den
Tanpa dirasa tiga tahun berlalu dengan sangat cepat. Trisha melewati banyak rintangan dan sukses menjadi mangaka yang memiliki banyak penggemar. Tidak hanya dari Indonesia, tapi dari berbagai negara menyukai komik yang dibuat oleh wanita gemuk itu. Ralat, wanita yang sangat cantik dengan tubuh ideal.Trisha berhasil diet dengan cara memperbaiki pola hidupnya. Tidak ada panggilan wanita gemuk lagi untuknya.Trisha sudah sangat sukses di dunia komik, dia mendapatkan banyak penghargaan dan tawaran dari penerbit. Tidak hanya itu, satu komik yang sudah terjual jutaan eksemplar akan dijadikan film oleh salah satu sutradara terkenal. Benar-benar perkembangan yang pesat.Hanya saja, Trisha masih merasakan ada yang kurang dari semua pencapaian ini. Ya, kehadiran seseorang yang sudah dia tunggu selama tiga tahun.Tanpa di rasa wanita itu menunggu Sev selama tiga tahun. Dia sangat merindukan sosok lelaki itu yang menghilang tanpa kabar.Dua hari yang lalu, Tr
Tiga hari berlalu dengan sangat cepat, tidak bagi Trisha yang merasa kalau hari sangatlah lambat. Selama tiga hari dia tidak keluar dari apartemen, tidak membuka ponsel dan tidak melihat televisi. Semua itu dia lakukan hanya untuk tidak melihat wajah Sev.Trisha berhasil melakukan itu, tapi tidak berhasil melupakan lelaki itu dalam ingatannya. Entah kenapa setiap ingin melupakan, justru dia semakin ingat akan perhatian Sev yang dilakukan diam-diam. Apa kabar dengan lelaki itu? Apa dia semakin menerima banyak tawaran film?Tidak hanya Sev yang dia pikirkan, melainkan memikirkan cara agar komiknya kembali lagi dari platform dan membersihkan namanya itu. Vanda selalu menyuruhnya untuk menenangkan pikiran dan istirahat satu minggu.Namun, baru lima hari dia sudah merasa bosan dan ingin kembali bekerja seperti biasanya. Dia ingin melihat Sev meski dari kejauhan. Ia juga sudah menghitung total tabungan yang dimiliki. Uangnya hanya bisa membayar setengah dari jumlah to
Langkah Sev terhenti di tepi pantai, dia menatap tempat pertama kali bertemu dengan Trisha. Pertemuan yang pada saat itu Trisha tidak tahu kalau Sev adalah aktor. Lelaki itu duduk tanpa menggunakan alas apapun, pandangannya lurus ke depan.Entah kenapa, wanita itu membuat perubahan terbesar dalam hidupnya. Sev belum bisa melupakan Trisha, tapi dia ingin melupakan dia agar bisa pergi meninggalkan Indonesia dengan mudah. Yang ada di pikirannya adalah ‘apa dia mau menunggunya?’Sev merasa kalau Trisha sudah membenci dan tidak ingin bertemu lagi. Lelaki itu melirik ke kanan, dia mendapati wanita gemuk yang duduk seorang diri di tepi pantai dengan memakan burger. Bukankah itu sama seperti Trisha dulu? Bibir Sev perlahan tersenyum.Lelaki tampan itu mulai menyadari perasaannya. Dia tidak menyukai Tiana, yang dia sukai adalah Trisha. Hanya wanita itu yang membuatnya nyaman. Namun, sekarang sudah terlambat. Sev ingin mengulang semuanya, dia ingin lebih dekat
Tok … tok … tok …“Kak, ada yang cari lo,” ucap Beni dari luar ruangan yang sedikit berteriak.Zhui yang mendengar ucapan Beni kembali membuka matanya perlahan dengan menarik napas panjang dan mengembuskan dengan perlahan. “Ya, tunggu!” teriaknya seraya membenarkan posisi duduknya, lalu menoleh ke arah Sev yang masih memejamkan mata.“Gue harap, lo nggak melakukan hal buat gue marah! Jangan klarifikasi kalo lo nggak mau kehilangan pekerjaan lo!” perintah Zhui berdiri dari duduknya.“Gue nggak janji,” jawab Sev yang membuat Zhui mendengus dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan meninggalkan Sev.Saat mendengar suara pintu tertutup, Sev membuka matanya perlahan seraya mengeluarkan ponselnya dari saku. Dia menatap seisi ruangan dengan senyuman samar. “Maaf, Zhui. Gue harus melakukan sesuatu. Gue nggak mau jadi pengecut yang selalu bersembunyi setiap ada masalah,” gum
“Ada apa?” tanya Sev seraya masuk ke ruangannya dan duduk di hadapan Zhui dengan raut wajah bingung.Zhui memijat pelipis untuk sedikit menghilangkan rasa pening, banyak direktur yang menelponnya setelah melihat berita di artikel. Sang manager menyuruh temannya untuk mencari tau siapa yang membuat berita tidak jelas itu. Dia juga menyuruh security untuk memperketat orang yang masuk ke perusahaan untuk mengantisipasi agar tidak ada wartawan yang masuk.Wanita itu memutar laptopnya untuk memperlihatkan kabar yang menjadi trending. Banyak yang bertanya tentang kebenaran hubungannya dengan Tiana, ada juga yang tidak percaya kalau perusak hubungan Tiana adalah Sev.Sev yang membaca isi artikel itu mengepalkan tangannya, dia sangat marah pada orang yang membuat berita tidak benar itu.“Kita harus—““Direktur dan sutradara membatalkan kontrak setelah membaca skandal ini. Masalah lo kali ini sulit untuk diselesaikan, Sev
Sev yang tengah menunggu pesanannya di restoran hanya diam dengan menatap luar jendela. Dia memikirkan ucapan Zhui. Apa dia sudah keterlaluan pada Trisha?Dia mengamati beberapa pengunjung yang bermesraan dan saling mengobrol, tiba-tiba saja dia teringat pada Trisha saat makan berdua di restoran, dia juga ingat saat dia sering mengajaknya berbicara dan bermain game.Sev mengeluarkan ponselnya dan mengabaikan panggilan telepon dari Zhui. Dia membuka platform dan mencari komik milik wanita gemuk itu. Melihat banyak chapter yang sudah diterbitkan membuat perkataan Zhui terngiang di dalam pikirannya.“Dia udah banyak berkorban sama pekerjaan ini. Pagi dia jadi asisten lo, malam dia buat komik.”Apa benar yang diucapkan oleh Zhui? Itu artinya dia hanya tidur satu jam setiap harinya? Pikir Sev yang melihat waktu penerbitan komik itu. Banyak chapter yang diterbitkan antara pukul tiga atau empat subuh. Sev tau kalau wanita gemuk itu selalu ba
Trisha sementara waktu tinggal di apartemen Vanda karena rumah dan studio sudah dikerubungi oleh wartawan untuk meminta kejelasan. Wanita gemuk itu juga terus menghubungi Sev meski pesan tidak ada yang dijawab satu pun. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak.Wanita itu hanya bisa melihat Sev dari televisi. Dia tidak diperbolehkan keluar rumah sampai wartawan pergi dengan sendirinya. Sev pun tidak memberikan tanggapan lagi, dia hanya bilang kalau akan menuntutnya. Benar ucapan Lio. Sev tidak akan tinggal diam.Yang wanita gemuk itu pikirkan sekarang adalah cara membayar uang kompensasi untuk penerbit dan tuntutan Sev. Uang tabungan Trisha tidak cukup, dia juga tidak mau merepotkan orang di sekitarnya. Trisha merasa kalau ini adalah masalahnya sendiri.Seharusnya Trisha tidak menjadi asisten Sev dan memilih untuk mencari referensi lain. Namun, sudah terlambat untuk menyesali.Trisha merebahkan tubuhnya di kasur dengan menatap langit dari jendela, entah kenapa
Trisha sedari tadi melihat ke layar ponsel dengan harapan kalau Sev membalas pesannya. Namun, nihil. Sudah dua jam tidak ada balasan darinya. Hati wanita gemuk itu gusar dan bingung harus berbuat apa. Hanya satu yang diinginkan olehnya, Sev memaafkannya.Vanda yang melihat Trisha tampak gelisah pun hanya bisa menghela napas panjang sambil memakan cheese cake strawberry yang baru saja datang. Dia juga bingung harus membantu sahabatnya itu bagaimana.“Sha, udah dua jam lo lihat ke ponsel, tapi tetep aja nggak ada balesan. Sev butuh waktu buat maafin lo,” ucap Vanda dengan wajah datarnya.Trisha meletakan ponsel di meja dengan melihat ke arah Vanda. “Menurut lo … Sev bakal maafin gue nggak?” tanya Trisha.Vanda mengangkat kedua bahunya pertanda tidak tau. Namun, melihat tingkah Trisha yang berbeda sebelumnya membuat ia curiga. “Kenapa lo khawatir banget soal Sev maafin lo apa nggak? Jangan bilang lo … suka