Mark sudah selesai dengan sarapannya saat Megan datang dan bergabung dengannya di meja makan. "Habiskan sarapanmu!" perintah Mark dalam satu tarikan napas. "Aku tidak akan berbelas kasihan padamu jika kau masih membangkang, Megan," ancam Mark membuat Megan bergidik.
El —ah, bukan, Mark namanya sekarang, benar-benar menjadi sosok yang tidak ia kenal sekarang. Atau jangan-jangan memang Megan yang tidak benar-benar mengenal El-nya dulu?
Enam bulan, enam bulan Megan dekat dengan Mark walau berlandaskan hanya taruhan, membuat Megan paham bagaimana rasanya dihargai, bagaimana rasanya diperhatikan dan dianggap ada. Hingga akhirnya masa taruhan itu selesai dan imbalan yang dijanjikan sudah Megan dapatkan. Berakhir dengan M
Megan mendapati sekeranjang pakaian sudah tersedia didalam kamarnya, mungkin Paula yang meletakannya. Setengah jam yang lalu, Megan sudah selesai mandi. Kini ia sibuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan. Untuk urusan fashion, memang Megan tidak ketinggalan jaman. Selera fashion Megan sangat bagus. Walaupun sudah lama sekali Megan tidak menginjakan kaki di kantor —mungkin terakhir kalinya lima tahun lalu, sebelum perusahaan Bastian bangkrut, Megan masih bisa memilih mana pakaian yang pantas ia gunakan untuk pekerja kantoran. Pilihan Megan jatuh pada blouse berwarna kuning kalem dan rok pensil berwarna putih, tidak lupa blazer warna senada dengan rok yang sudah Megan siapkan, lalu Megan memakai sepatu heels setin
Tangan Megan cekatan menandai setiap paragraf yang salah sambil mulutnya terus menggerutu. Mark memberinya tugas mengecek surat perjanjian antara MMA Corp dan beberapa perusahaan. Yaps. Meja kursi kosong tadi sudah terisi oleh beberapa barang termasuk komputer dan sekarang Megan menempatinya. Jangan lupakan sebuah telepon disana. Membahas telepon, Megan lupa jika Mark menyuruhnya membelikan kopi di kedai depan gedung ini. Hingga dering telepon didepannya menginterupsi keseriusan Megan. "Mana kopiku?" pinta Mark.
Luke beranjak dari kursinya, mengabaikan tatapan penuh tanya dari Mark. Tangan Mark sudah terkepal diatas meja. Mark tidak mau Luke terlalu jauh ikut campur dalam urusannya. Mark tidak mau Megan merasa besar kepala karena ada yang membela dan memperhatikannya. "Apa kakimu sakit?" tanya Luke. Lalu ia berjongkok didekat Megan. Megan terkesiap dan memundurkan badannya, ia teringat kejadian tadi pagi ketika Pedro dipukul oleh Mark hanya karena jarak mereka terlalu dekat. Megan tidak mau Luke mengalami hal yang sama. Tubuh Megan berhasil mundur namun satu kaki Megan berada dalam tangan Luke. Lelaki itu memperha
Megan berjalan dengan cepat menuju ruang VIP di kantin, ia membuka pintu dan segera duduk dikursi yang ada. Mark yang melihat penampilan Megan mengerutkan dahinya. Perempuan ini habis melakukan apa di toilet? "Kenapa lama sekali?" tanya Mark. "Antri," jawab Megan asal. Apa toilet perusahaannya kurang banyak sampai membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk disana? "Kenapa bajumu?" "Basah. Terkena cipratan air," jawab Megan, kali ini ia tidak menjawab asal. "Baiklah. Aku akan menghubungi tukang ledeng untuk memeriksanya." "Ini kesalahanku. Tidak ada yang salah dengan toiletnya." Megan mendongak yang otomatis membuat tubuh bagian depannya terekspose. Mark menelan ludah melihatnya. Ia meletakan sendoknya cukup keras hingga membentur piring, lalu berdiri dan meng
Megan diam di kamarnya dan baru keluar saat jam makan malam. Menurut Megan, di mansion ini hanya kamarnya tempat teraman. Walaupun sebenarnya tidak ada tempat yang betul-betul aman disini.Mark tidak nampak di ruang makan saat Megan tiba disana, hanya ada Paula yang sedang menyiapkan makan malam."Pau, ada yang bisa kubantu?"Paula yang mendengar suara Megan menggelengkan kepala. "Tidak ada. Nona duduk saja disana, itu sudah membantu."Berada di mansion ini cukup lama membuat Megan tahu jika mendebat Paula itu percuma. Jadi Megan menuruti Paula dengan mendaratkan bokongnya di salah satu kursi.Di atas meja sudah terdapat beberapa menu seperti Soupe a l'oignon alias sup bawang perancis, Gratin Dauphinois yang berbahan dasar kentang, Carbonara dan Ravioli juga ada disana. Selain itu ada dessert yang membuat Megan tergoda karena bentuknya yang cantik, Creme Brulee atau kue lumpurnya
Megan masih berkutat dengan laporan-laporannya kemarin yang salah. Sedangkan Mark, ia pergi bersama dengan Pedro setelah menurunkan Megan di lobi kantor. Sedikit lagi laporannya selesai dan Megan bisa bernafas lega untuk istirahat. Tenggorokan Megan kering, mungkin karena ia terlalu fokus dengan pekerjaannya hingga lupa minum. Megan melakukan peregangan sebentar pada tubuhnya, lalu ia beranjak menuju dispenser air yang terletak tidak jauh dari meja kerjanya. "Ck! Habis," gerutu Megan saat tahu galonnya kosong. Ia menelengkan kepalanya ke pojok ruangan, ternyata juga sama. Cadangan air minum disana habis semua.
"Ehem!" Deheman Mark menghentikan obrolan Megan dan Luke. Dua respon berbeda di tampilkan untuk menyambut Mark. Luke dengan wajah sumringahnya dan Megan dengan wajah terkejutnya. "Oh, kau kesini dengan tunanganmu?" tanya Luke, sepertinya ia sengaja mengeraskan suaranya. Angela tersenyum ramah pada Luke saat melihatnya, kemudian ia mengangguk. "Ayo, duduk! Pesanlah makan. Aku dan Megan sudah memesan duluan tadi, mungkin sebentar lagi pesanan kami datang."
Mark menggeliat karena hangat cahaya matahari yang menembus masuk melalui gorden jendelanya.Lengan kanan Mark rasanya kebas sekali. Tangan kirinya bergerak mengambil gawai dan melihat jam berapa sekarang.Mark terkejut mendapati jam sudah di angka 7 pagi. Lebih terkejut lagi saat ia mendapati Megan masih meringkuk di sampingnya.Perempuan itu menjadikan lengan Mark sebagai bantal dan wajahnya menghadap pada Mark. Bisa Mark rasakan hembusan napas hangat Megan menerpa dada telanjangnya.Wajah Megan terlihat damai dan manis saat terlelap seperti ini. Tangan Mark menggantung didepan wajah Megan, tepat ketika ia ingin mengusap pipinya. Mark takut Megan akan terbangun karena sentuhannya.