Daran menegakkan tubuhnya, tadinya dia setengah menindih tubuh Diana, karena cewek itu mendadak punya kekuatan besar untuk mendorong tubuhnya. Cewek itu terkejut mendengar suara pintu terbuka, sebelum terdengar teriakan Anggun.“Waduh ... Daran. Berani betul kamu bermain bersama sekretarismu, padahal baru saja dapat ruangan baru, lho,” ujar Anggun sambil melihat sekeliling. "Ruangan ini lumayan besar, ya." Anggun berusaha terlihat santai setelah tadi dia sempat terkejut luar biasa, dia tidak menyangka lelaki yang tadi dia kira alim, ternyata juga bisa bermain air dan api.“Ada apa kamu masuk tanpa ketuk pintu?” tanya Daran dengan nada datar, dia mengutuk dirinya sendiri, kenapa tadi tidak mengunci pintunya. Berusaha membantu Diana memperbaiki kerudungnya yang terlipat, dan berjanji di dalam hati kalau nanti akan membuat kamar pribadi di ruangan itu, khusus dirinya dan istri berduaan. “Aku cuma mau ngasih undangan.” Anggun meletakkan amplop tebal ke atas meja, dekat sofa tempat Daran
Ketika Daran berjalan menuju lift terdekat dan akan memasukinya, langkah lelaki itu terhenti ketika melihat ada Agung yang sudah berdiri di depan lift itu, menunggunya terbuka. Daran berhenti tepat di samping kakak sepupunya tersebut.“Kenapa Diana, apakah sakit?" Heran Agung bertanya, melihat Diana yang setengah terpejam dalam gendongan suaminya."Sejak kapan kalian ada di perusahaan?” tanya Agung lagi, setelah berhasil mengatasi keterkejutannya.“Biasa, mual. Sepertinya mencium sesuatu di kafetaria itu tadi,” jawab Daran tanpa melihat Agung, dirinya fokus menunggu pintu lift terbuka.Agung menatap Daran tanpa berkedip, pria itu tidak tahu kalau Daran sudah ada di perusahaan, karena dia sudah lama pergi ke luar pulau guna mengatasi permasalahan di perusahaan yang coba dia kelola sendiri.“Soal aku yang sudah ada di perusahaan, sejak kapan Kakak mengkhawatirkan aku? Aku atau perusahaan ini yang Kakak khawatirkan?” tanya Daran, sebelum memasuki lift yang sudah terbuka. Agung terdiam me
"Sayang, aku turun ke bawah dulu, ya. Mau menemui mantan kepala tim." Seruan Daran membuat Fadil terperangah kaget. "Ternyata benar kalian menjalin hubungan?" bisik Fadil lirih. "Emang iya," jawab Daran santai.Diana menghembuskan nafasnya lega, ketika Daran sudah menutup pintu ruangannya dan berjalan menjauh bersama teman yang juga magang di perusahaan itu."Huffft ... bikin deg-degan aja. Kenapa juga tu suami tengil pengen elus-elusan di kantor?" gumam Diana, seraya berjalan menuju jendela dan mengagumi pemandangan indah di sana. Tiba-tiba, keasyikannya memandangi pegunungan di depan lautan dibuyarkan oleh suara ketukan lembut. "Siapa lagi sekarang yang datang?" tanyanya kepada diri sendiri, sebelum suara notifikasi di handphonenya juga berbunyi."Aku tadi memanggil tukang untuk mendekorasi ruangan kita, aku juga minta buatkan kamar extra buat kamu istirahat disana." Pesan dari Daran mengagetkannya, lalu Diana buru-buru membuka pintunya."Cepet banget tuh anak bertindak," gerutu
"Ini dia orang yang berhubungan dengan Daran. Karyawan magang lantai berapa kamu? Atau jangan-jangan kamu seorang office girl ya, dari penampilannya?!" Seruan bapak-bapak yang dari tadi mengganggu Daran, berhasil membuat Diana gemetar. Bukan karena ketakutan, tapi karena marah dengan mulut beliau yang tanpa saringan, persis mulut bu-ibu kompleks.Namun, cewek itu juga penasaran ketika mendengar sapaan seorang perempuan terhadap Andi. Kenapa perempuan yang bernama Anggun itu, menanyakan mobil kepada Andi?"Pak Budi? Kenapa Anda masih di sini, bukankah para kepala tim sedang berkumpul di ruang rapat, akan ada konspirasi pers dalam beberapa hari ini kan?" ucap Anggun heran, menatap Pak Budi dengan alis yang keriting."Oh ya, benarkah?" sahut beliau sebelum berdehem, lalu berlenggang melewati Daran dan Diana dengan langkah angkuh. "Daran, kutunggu kehadiranmu dengan Diana malam ini. Di ulang tahun ayahku akan ada banyak kolega bisnis ayah kita yang hadir, ini akan menjadi kesempatan kamu
Anggun berjalan dengan anggun melewati lobby hotel menuju tempat Daran, memandang Pak Budi dengan tatapan penuh tanya. “Daran tamu undangan saya ya, Pak. Jadi namanya tidak ada di daftar punya bapak, karena baru kemarin saya menyerahkan undangannya kepada Daran,” ujarnya dengan suara tegas tapi sopan. Sejak kemarin, Anggun merasa penasaran dengan sikap Pak Budi yang tampak begitu membenci Daran. Apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka?Pak Budi menundukkan wajahnya, merasa malu karena tidak mengetahui hal tersebut. “Oh iya, maaf saya tidak tahu,” jawabnya pelan, sambil mencuri pandang ke arah Anggun yang meskipun jauh lebih muda, memiliki wibawa yang kuat.Disamping Pak Bidi, Daran berdiri dengan seorang wanita muda di sisinya. Anggun segera mengenali wanita itu sebagai Diana, pegawai magang yang baru saja bergabung dengan perusahaan. “Daran, siapa yang kamu bawa ini?” tanya Anggun, mencoba menyembunyikan rasa cemburu yang tiba-tiba muncul.Daran tersenyum nakal, “Pegawai magang
Sudah setengah jam Daran menunggu, Diana tidak muncul-muncul juga. Lelaki itu gelisah, dia selalu melihat ke arah toilet yang tadi dimasuki Diana. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran, berbagai kemungkinan buruk melintas di benaknya.“Ayah, Daran ingin memeriksa Diana. Sudah lama dia tidak kembali dari toilet. Daran khawatir kalau dia kenapa-kenapa,” bisiknya ke telinga sang ayah.Adnan mengangguk dan mengangkat tangannya sebagai tanda, kalau beliau mendengarkan karena sekarang Adnan mendengarkan cerita temannya yang sedang berulang tahun. Meskipun Adnan tampak tenang, Daran tahu bahwa ayahnya juga mulai cemas.Dengan terburu-buru dalam melangkah menuju toilet, Daran berusaha menenangkan dirinya. Namun, langkahnya terhenti ketika tiba-tiba Anggun menghalangi jalannya. Wanita itu terlihat percaya diri, dan langsung menggandeng tangan Daran.“Mau ke mana kamu Daran? Sekarang sudah larut, maukah kamu mengantar aku pulang?” tanyanya dengan senyum yang memikat.“Maaf Anggun. Aku ingin mencari
“Tenang, sayang. Ayah sedang mencari tahu siapa yang melakukan ini,” kata Daran lembut, mencoba menenangkan istrinya yang masih terlihat pucat. Adnan menatap mereka dengan tatapan penuh tekad. Dia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti keluarganya, terutama menantunya yang sedang mengandung calon cucunya.“Apa maksudmu, Daran? Aku pingsan sendiri di dalam toilet, gak ada yang mengurungku,” ucap Diana dengan wajah polosnya. Cewek itu hanya tidak ingin Daran berurusan dengan perempuan yang tadi mengurungnya, karena dia tahu orang itu menginginkan suaminya. Diana merasa bersalah karena telah membuat suaminya khawatir, tetapi dia juga tidak ingin memperkeruh suasana.Daran hanya memandang pasrah ke arah ayahnya, sementara ayahnya menatap Diana dengan bimbang. Adnan sudah tahu nama perempuan yang menjebak menantunya itu, perempuan yang sebenarnya menginginkan anaknya. Dia merasa marah dan kecewa, tetapi dia juga tahu bahwa dia harus bertindak hati-hati agar tidak memperburuk situasi.Ka
Sehari sebelum perkenalan Daran di depan para pegawai, Adnan mendapat laporan mengenai Agung yang berbuat sesuatu yang mengancam perusahaan di cabang perusahaan di luar pulau Kalimantan. Direktur itu harus segera menyusul ke tempat Agung untuk menangani masalah tersebut. “Apa yang akan Ayah lakukan dengan Kak Agung?” tanya Daran yang juga mendengar kabar itu. Kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya, meskipun dia berusaha untuk tetap tenang. Adnan menghela napas panjang sebelum menjawab. “Agung sudah merugikan perusahaan dengan menyelewengkan uang puluhan miliar. Kalau dia tidak mampu membayarnya sekarang, Ayah akan melemparkannya ke cabang perusahaan paling kecil dan terpencil,” jawab Adnan sambil menyeruput kopinya. Matanya menatap tajam ke arah Daran, seolah ingin memastikan anaknya mengerti betapa seriusnya situasi ini. Daran terdiam sejenak, merenungkan kata-kata ayahnya. “Kenapa tidak dijadikan pengawal Daran saja, Yah?” usul Daran dengan bersemangat. Jika ayahnya setuju, be