Zaki terus saja berusaha mencari keberadaan Alisa hingga saat ini. Bahkan dia tidak mempedulikan perkataan ibunya, pulang terus saja menyuruhnya untuk tidak lagi mencari keberadaan wanita itu. "Bu, Zaki mohon. Kita sudah sering membicarakan tentang hal ini. Bagaimana pun, Alisa masih istri Zaki dan hingga saat ini belum ada kata-kata talak yang keluar dari diberi Zaki, Bu. Jadi, tolong. Jangan terus memakai Zaki untuk melakukan hal yang tidak ingin Zaki lakukan." pungkasnya pada saat ibu karena dia lelah membicarakan tentang hal ini. Hingga saat ini dia terus saja berusaha mencari keberadaan istrinya, Karena bagaimanapun Alisa masih tetap istri dan belum ada kata-kata cerai dari bibirnya untuk melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. "Tapi, Zaki- ibu ingin kamu menceraikannya dan menikah dengan Zahra!" kata-kata yang keluar dari bibir ibunya menjadi masalah besar baginya saat ini. Dia merasa lelah dengan apa yang ibunya perbuat selama ini. Dulu, dengan Alisa, sekarang Zah
Sebagai seorang bidan yang bekerja di dunia medis, Tika tahu seperti apa ini alami oleh Alisa saat ini. Dia merasa sangat kasihan dengan wanita itu. Sejak dia membawa Alisa pergi dari gubuknya, wanita itu terus saja diam. Apalagi saat mengetahui bahwa asinya tidak keluar. Itu membuatnya terus bersedih, cara dia takut bahwa dia tidak bisa memberikan apa yang seharusnya diberikan pada putranya. Melihat hal itu membuat Tika merasa kasihan. Dia takut jika wanita itu akan mengalami baby blues nantinya. Itu bisa berakibat buruk terhadap ibu dan juga bayinya, jadi sebisa mungkin Tika mendekati Alisa dan membuat wanita itu merasa nyaman di tempatnya. "Alisa..." panggil Tika ketika melihat wanita itu sendirian sambil menata putranya yang sedang terlelap. Mendengar suara Tika datang membuat Alisa langsung menghapus air matanya. Dia tidak ingin Tika mengetahui bahwa saat ini dia sedang menangis. "Aku bisa menjadi temanmu. Apa kamu membutuhkan teman untuk bercerita?" tanya Tika yang me
Tika benar-benar tidak menyangka bahwa Alisa memiliki trauma yang begitu berat. Untuk saat ini dia hanya bisa memastikan bahwa trauma yang Alisa alami pasti berhubungan dengan Abidzar. Apa mungkin Alisa korban rudapaksa? Memikirkan semua itu membuat kepala Tika benar-benar merasa sakit. Dia masih belum bisa menemukan benang merah dari apa yang Alisa alami saat ini. Tapi, saat malam hari ketika dia menghampiri wanita itu, Tika terkejut ketika mendengar apa yang Alisa katakan dalam doanya. "Kenapa, Ya Allah? kenapa disaat aku mulai menerima semuanya, engkau kembali menghadirkan sosok mengerikan itu dalam diri putraku. Kenapa, ya Allah? kenapa seperti ini? aku ingin menyayangi putraku, tapi kenapa aku tidak bisa? aku tidak bisa melihat wajahnya, ada di dalam dirinya mengalir deras darah laki-laki mengerikan itu. Aku tidak bisa, Ya Allah. Aku tidak bisa. Aku hanya ingin bisa memeluk putraku dengan tenang, tapi setiap kali aku ingin melakukannya, bayangan malah mengerikan itu kembal
Setelah bangun subuh, Alisa mendengar suara tangisan putranya yang tidur bersama Tika. Awalnya dia mencoba biasa saja ketika mendengar putranya menangis, tapi setelah mendengar suara tangisan Putri yang tidak juga berhenti, Alisa mencoba untuk melihatnya. Ternyata Tika sedang menunaikan ibadah salat subuhnya saat ini. Makan dari itu ketika putranya menangis dia tidak menolongnya. Alisa mencoba untuk mendekati putranya. Melihat Abidzar yang menangis seperti itu membuatnya merasa kasihan. Tapi, ketika di hendak mendekati putranya dan melihat wajah Abidzar, kedua tangannya kembali bergetar hebat. Dia kembali bergetar dan takut melakukan kesalahan. Sumpah demi apapun Alisa benar-benar takut. "Ayo, Alisa kamu pasti bisa. Kasihan putramu, Alisa." ucap Alisa yang berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa dia bisa melakukan hal itu. Dia tidak mungkin membiarkan putranya terus menangis seperti itu. Sumpah, dia benar-benar merasa kasihan dengan Abidzar hingga saat dia menggendongnya, keajaiban
Tika benar-benar sudah memutuskan bahwa dia akan membawa Alisa untuk bertemu dengan psikiater, atau psikolog. Wanita itu membutuhkan teman untuk bercerita saat ini. Kebetulan Tika memiliki teman di bidang tersebut, jadi dia membawa Alisa untuk bertemu dengan salah satu dari mereka. "Kita, mau kemana?" tanya Alisa saat mereka hendak pergi. Sudah beberapa hari ini Alisa tinggal di rumah Tika. Wanita itu memintanya untuk membantu pekerjaan rumah dan itu pun nanti, setelah dia sehat dan lepas masa nifas, baru Tika mengijinkannya untuk melakukan hal tersebut. "Kita akan bertemu temanku. Jadi temani aku, oke?" kata Tika dengan penuh senyuman. "Lalu bagaimana dengan Abidzar?" tanya Alisa yang memikirkan keadaan putranya jika mereka pergi. "Tidak! aku tidak ingin pergi. Walau aku belum bisa mengendalikan diriku dengan baik, tapi aku tidak akan pernah meninggalkan putraku begitu saja. Aku tidak ingin pergi, Tika." jelas Alisa karena dia tidak ngambil pergi meninggalkan putranya begitu s
Damian mulai menemukan titik terang dimana keberadaan Alisa setelah berjuang keras selama ini. Akhirnya setelah sekian lama, mereka bisa menemukan titik terang dimana keberadaan Alisa. Mengetahui hal itu membuat Damian langsung berangkat saat itu juga dan meninggalkan semua pekerjaan yang di London. Saat ini tidak ada yang lebih penting lagi daripada, Alisa. Dia benar-benar harus mencari tahu di mana keberadaan wanita itu. Kini, dia sudah sampai di tempat di mana Alisa tinggal karena kemarin dia mendapatkan kabar dari anak buahnya bahwa wanita yang dicarinya tinggal di lingkungan ini. Melihat lingkungan tempat tinggal Alisa membuat hatinya terasa teriris. Bagaimana bisa dia membiarkan wanita yang telah dinodai nya tinggal di tempat kumuh seperti ini. Hatinya benar-benar merasa sakit saat mengetahui tempat ini. Damian berjalan bersama dengan kedua anak buahnya, untuk mencari tahu di mana tempat tinggal Alisa. Sampai mereka bertemu dengan segerombolan ibu-ibu yang memakai pakaian an
Tidak butuh waktu lama karena anak buahnya langsung bisa menemukan di mana keberadaan laki-laki bernama Zaki dan juga wanita bernama Zahra. Tidak sulit bagi Damian untuk menemukan mereka, karena memang hal itu sangat mudah. Satu-satunya yang sangat sulit dilakukannya hanya untuk bertemu dengan Alisa. Itu saja. Rupanya dia juga baru mengetahuinya, bahwa laki-laki bernama Zaki itu juga akan menikah dengan Zahra, orang yang dicarinya juga. Entahlah, entah harus seperti apa lagi dia menyikapi semua ini. Yang jelas, Damian langsung menuju tempat mereka berdua ketika mendapatkan kabarnya. Saat sampai di toko rotinya, Damian langsung mencari di mana keberadaan dua orang yang dicarinya. "Dimana pemilik toko roti ini?" tanya Damian yang sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia dengan segera mengakhiri semua itu dan bertemu dengan mereka berdua, karena dia ingin menyelesaikan permasalahan diantara mereka. Tidak, bukan hanya di antara mereka saja. Tapi ini berhubungan dengan Alisa. Jadi, ap
Kembali lagi Damian di ganggu seorang wanita yang tidak ingin di temuinya. Tapi, wanita itu terus hanya menghubungi hingga membuat Damian besar dan akhirnya menjawab panggilan teleponnya. "Ada apa lagi Silvia? aku sedang lelah saat ini, jadi biarkan aku hidup dengan tenang!" ujar Damian yang membuat temannya itu hanya tertawa saja. Dia tahu dan paham betul seperti apa temannya ini. Jadi tidak heran, jika Silvia terus menghubungi teman dekatnya itu. "I know! that's why i invited you to come!" sahut Silvia. Dia terus hanya berusaha untuk mengundang teman yaitu karena dia tahu, jika Damian sudah melarikan diri dari London itu artinya Dia sedang memiliki masalah yang sulit untuk dia selesaikan. "Baiklah, aku akan berkunjung nanti!" balas Damian yang mengakhiri panggilan telepon mereka. Jujur saja, dia sulit untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi padanya saat ini. Mungkin memang benar, jika dia harus bertemu dengan Silvia, karena hanya wanita atasan yang bisa mengertinya. Bahkan
Tika berusaha untuk membujuk Alisa agar mau membawa Abidzar. Tapi, wanita bernama Alisa itu tidak mau melakukannya. Egonya masih setinggi langit dan dia belum bisa menerima keadaan saat ini, bahwa Abidzar memang membutuhkan perawatan yang lebih baik dari di negara ini."Ayolah, Alisa. Kamu tidak bisa egois terus-terusan seperti ini. Bagimana pun kamu harus memikirkan keadaan putramu. Bukan aku menyayangkan pengobatan di sini, hanya bisa jadi luar negeri lebih baik fasilitasnya. Tolong jangan pikirkan apapun tentang laki-laki itu. Fokus saja pada kesehatan mentalmu dan juga putramu, karena saat ini hanya itu yang bisa menolong dirimu sendiri." jelas Tika. Dia berharap bahwa Alisa benar-benar bisa mengontrol dirinya dan tidak terus berputar dalam masa lalunya. Dia tidak menyalahkan siapa-siapa di sini, hanya saja Alisa harus memikirkan keadaan putranya yang membutuhkan penanganan secepatnya. Abidzar masih memiliki kesempatan untuk kembali pulih, dan mungkin saja jalan satu-satunya memb
Damian sudah memutuskan bahwa dia akan bicara dengan Alisa perihal tentang rencana pemindahan Abidzar ke rumah sakit yang lebih besar lagi. Seperti sekarang ini, Damian memberanikan dirinya untuk bertemu dengan Alisa, walau dia tahu kemungkinan besar wanita itu akan menolaknya. Tapi dia akan tetap mencobanya lagi karena bagaimanapun Damian ingin yang terbaik untuk putranya. Alisa dan ketika langsung menatap ke arah pintu ruangannya ketika mendengar ada seseorang yang mengetuk pintunya. "Masuk," ucap Tika mempersilahkan seseorang tersebut untuk masuk. Deg!Jantung Alisa seperti berhenti berdetak ketika melihat siapa yang datang. Walau dia sudah bisa mengendalikan dirinya, tapi tetap saja dia merasakan hal yang sama. Masih ada rasa takut yang tertinggal dalam dirinya dan itu masih dirasakan hingga saat ini ketika melihat Damian. "Bisa aku bicara?" tanya Damian untuk pertama kalinya, saat dia sudah dipersilakan untuk masuk. "Pergi, aku tidak ingin melihatmu lagi. Aku tidak ingin mel
Alisa pergi ke Mushola setelah melihat keadaan putranya yang belum sadarkan diri hingga saat ini. Bahkan setelah mendapatkan penanganan cepat, Abidzar belum menunjukkan kemajuan apapun. Hal itu pula yang membuat Alisa semakin sedih. Hatinya hancur berkeping-keping melihat begitu banyaknya alat-alat yang menunjang kehidupan untuk putranya. "Kapan aku bisa merasa tenang ya, Allah? kenapa harus Abidzar. Kenapa harus putraku yang merasakannya. Andai waktu bisa di putar, lebih baik aku yang merasakan semua rasa sakitnya. Jangan putraku lagi." Alisa menangis dalam sembah sujudnya. Sajadah yang menjadi teman untuknya saat ini juga mengetahui seberapa hancurnya hati wanita itu. Dia seorang ibu yang berjuang sendiri untuk putranya. Dia telah bertahan selama ini dengan segala rasa sakit yang di alaminya. Alisa pikir, setelah melewati begitu banyaknya cobaan dia tidak akan mendapatkan cobaan apapun lagi. Sayangnya dia salah. Alisa salah besar. Karena semua ini dia harus merasakan rasa sakit
Setelah mendapatkan kabar dimana keberadaan suaminya, Claudia langsung menuju lokasinya. Ternyata rumah sakit, dan bahkan dari informasi yang dia dapatkan dari orang suruhannya, Claudia mengetahui jika Damian berada di rumah sakit. Entah siapa yang di tunggunya, yang jelas Claudia tidak bisa menahan amarahnya lagi. Sejak tadi, dia terus saja gelisah memikirkan siapa yang di temui suaminya di rumah sakit. Sampai tiba-tiba ingatannya tertuju pada sebuah nama yang sering di sebut Damian saat tidur. "Sh*t!" umpat Claudia saat dia mengingat nama Alisa. Supir yang berada di depan juga kaget saat Claudia menyikut kaca jendela mobil yang mereka tumpangi saat ini. "Lebih cepat lagi!" titah Claudia pada supirnya karena dia sudah tidak bisa menahannya lagi. Tujuan utamanya saat ini memang rumah sakit, dan dia ingin melihat sejauh mana Damian berani bertindak. "Baik, Nyonya." jawab sopirnya dan dia menambah lagi kecepatan mobil mereka agar bisa lepas sampai ke rumah sakit. Sedangkan di
Mendengar kabar Abidzar yang kritis membuat Damian langsung berlari menuju ruangan tempat dimana putranya di rawat. Tepat saat dia sampai disana, Alisa langsung menatapnya dengan tajam. "Bagaimana keadaan Abidzar, Alisa?" tanya Damian panik. Dari raut wajahnya saja sudah sangat tentara sekali jika laki-laki itu begitu mengkhawatirkan keadaan putranya. Walau hingga saat ini dia belum mendapatkan validasi atas semua itu, kaki tetap saja dia yakin bahwa Abidzar memang benar-benar putranya. Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Damian membuat Alisa berusaha untuk menguatkan dirinya. Dia maju beberapa langkah hingga tepat di depan Damian, hingga tanpa di duga oleh siapapun, Alisa menampar wajah Damian. Plak! "Alisa?" Tika kaget saat melihat Alisa menampar wajah Damian. Sumpah demi apapun, mereka tidak menyangka dengan semua ini. "Tampar lagi, Alisa. Lakukan itu jika bisa membuatmu memaafkan ku. Tampar aku lagi, Alisa. Plak! Alisa kembali melakukannya. Bahkan tanpa di
Saat darahnya di ambil, Damian terus saja merasa gelisah. Dia bingung dengan semua ini. Apalagi saat melihat Alisa yang terlihat ketakutan saat bertemu dirinya. Itu membuat hati Damian terasa hancur. Belum lagi kenyataan yang baru diketahuinya, bahwa Abidzar ternyata putranya. "Sudah selesai, Pak." ujar suster yang mengambil darah Damian tadi. Mengetahui semua ini sudah selesai membuat Damian langsung ingin bangkit dari tempat tidurnya. Melihat Damian yang ingin pergi begitu saja membuat susternya langsung panik. Apalagi darah yang mereka ambil cukup banyak. Jadi Damian harus istirahat lebih dulu. "Anda harus istirahat sebentar, Pak." ucap susternya, saat melihat Damian ingin turun dari ranjang pasiennya. "Tidak bisa, Suster. Saya harus melihat anak saya. Saya juga harus melihat ibu dari anak saya." jawab Damian karena memang dia mengkhawatirkan kedua orang tersebut. Dia tidak peduli dengan dirinya, karena saat ini yang harus dia pikirkan adalah Abidzar dan juga Alisa.
Pyar...Alisa yang sedang membersihkan kamar putrinya tiba-tiba saja kaget ketika melihat foto dirinya bersama dengan Abidzar tiba-tiba saja jatuh dan pecah hingga berserakan di lantai. Penasaran, Alisa melihat kaca yang berserakan di lantai. Saat dia hendak membersihkan serpihan kacanya, tiba-tiba saja tangannya tergores oleh pecahan kaca tersebut. "Astaghfirullah, ada apa ini?" Alisa melihat jarinya yang berdarah. Dadanya juga merasa sesak ketika dia memikirkan tentang putranya. Dia takut jika terjadi sesuatu pada anak laki-lakinya itu, karena tadi Dia pamit untuk bertemu dengan paman yang memberikannya begitu banyak mainan. Alisa memang sudah mengatakan pada Abidzar untuk mengembalikan semua barang-barang tersebut. Tapi, kenapa hingga saat ini putranya itu belum bisa kembali. Terlebih lagi saat ini perasaanmu semakin tidak karuan. Pikiran buruk mulai menghantuinya. Dia terus saja memikirkan Abidzar.Saat dia sedang membersihkan serpihan kaca tersebut, tiba-tiba saja Tika datang
Sudah beberapa hari ini Damian terus saja menunggu, Abidzar. Dia merasa begitu sangat merindukan anak laki-laki itu. Namun, sayangnya hingga saat ini dia belum bisa bertemu dengannya. Dia belum bisa bertemu dengan Abidzar, bahkan dia tidak berani hanya untuk mendatangi rumah anak itu, walau dia tahu di mana tempat tinggalnya. Damian masih ingin menghargai privasi keluarga, Abidzar, karena dia tahu bahwa keluarga itu adalah keluarga seorang dokter dan dia tidak mungkin mengganggu privasi mereka.Sampai di mana, saat dia sudah lelah menunggu anak laki-laki itu di taman, tiba-tiba saya terdengar ada seseorang yang memanggil namanya. "Om, Damian!" mendengar suara teriakan itu membuat Damian langsung berbalik arah, dan dia kaget ketika melihat siapa yang datang. Abidzar, anak laki-laki itu datang dengan senyum yang begitu lebar. Begitu juga dengan Damian, dia langsung menyambut kedatangan Abidzar dengan penuh kebahagiaan. "Abidzar?" Damian tersenyum ketika melihat anak laki-laki itu da
Melihat Abidzar sudah pulang membuat Alisa langsung mencari keberadaan anaknya itu. Dia benar-benar sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan anak itu, jadi dia langsung datang menghampirinya ke kamar. "Dari akan saja kamu, Abidzar?" tanya Alisa dengan nada yang lebih tinggi dari biasanya. Abidzar tahu jika saat ini ibunya pasti sangat marah. Tidak pernah-pernahnya dia melihat wanita itu terlihat marah seperti ini. Jadi, Abidzar harus bisa meminta maaf atas semua ini."Maafkan, Abi, Ibu. Abi-""Apa ini? apa ini Abidzar?" tanya Alisa melihat barang-barang yang dibawa pulang oleh anaknya. Dia tahu bahwa barang itu bukan barang sembarangan. Itu barang-barang mahal yang memiliki harga jual yang cukup tinggi. Tidak pernah sedikitpun dia bermimpi untuk membelikan anak yang mainan seperti itu karena menurutnya percuma. "Apa ini Abidzar?" tanya Alisa dengan tegas. Dia ingin tau dari mana anak yang bisa mendapatkan barang-barang mahal itu. "Ibu tak pernah mengajari kamu untuk meminta p