Follow I6 ku juga ya, nanti di folback @_meowmoe_ Terima kasih sudah mengikuti novel ini. Dukung terus dengan memberi Vote, tinggalkan komentar dan Rate. Thank you (^^)
'Cih! Tidak perlu riang seperti itu. Dari ekspresimu, aku semakin yakin kalau akan mendengar kabar yang buruk. Luar biasa...' Aku mengumpat dalam hati saat melihat si pembual itu, setidaknya risauku dapat menghilang walau sesaat.Mereka semua mengambil tempat tepat di seberangku. Situasi ini membuatku merasa seakan sedang berada dalam persidangan saja. 'Jangan bilang kalau aku akan divonis bersalah,' tebakku. Tidak adil, kan?“Bu Keysa, terima kasih sudah memenuhi panggilan kami. Ada beberapa hal dari hasil pemeriksaan yang kami temukan pada laporan Anda tentang Pak Carlos yang perlu Anda ketahui.”Si acuh membuka pembicaraan, sepertinya dia yang memimpin tim ini. Aku tidak mengenalnya dan dia juga tidak ada saat tim pemeriksaan datang menemuiku beberapa hari yang lalu. Bisa jadi dia baru dipindahkan ke kantor pusat seperti Flo.Aku hanya mengangguk mendengarkan. 'Baiklah, apa itu?' pikirku menanggapinya. Ya, pikiranku selalu lebih banyak bicara daripada mulutku, haa... begitulah aku..
“Perlu Anda ketahui, Bu Keysa. Mulai besok Anda mendapatkan skorsing, Anda tidak diperkenankan bekerja lagi sebelum mengganti kerugian besar yang sudah perusahaan alami dengan cara menemukan perusahaan penyuplai lain sebagai pengganti. Jika Anda tidak bisa menemukan penyuplai pengganti dalam waktu dua minggu terhitung sejak hari ini, maka Anda akan dipecat.” Si acuh baru saja mengumumkan hasil vonis-ku.Ya... ini benar-benar persidangan, bukan menyampaikan hasil investigasi yang sudah kulaporkan. Dan vonis-ku ternyata akan dipecat. Luar biasa, bukan?'Heyy... apa yang sebenarnya kalian pikirkan? Apa yang terjadi di dalam perusahaan ini? Aku dipecat? Yang benar saja, harusnya aku yang mengundurkan diri dari perusahaan yang tidak menghargai kinerja karyawan seperti ini!'Aku benar-benar takjub, bahkan sampai tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Yah... walau pikiranku selalu banyak bicara seperti biasanya. Diamku ini bahkan sampai membuat semua orang, yang mungkin mengira kalau aku b
Nasib sialku hari ini ternyata belum berakhir. Saat berada di lobi kantor aku bertemu dengan istri dari COO perusahaan kami —istri dari mantan pacar pertama yang kuputuskan dalam 3 hari setelah mulai berpacaran.Berbeda dengan Franky, Lukman Sanjaya ini kuputuskan hanya karena menginginkan hubungan seks tepat setelah kami berpacaran. Gila bukan?Ingin tahu kenapa ku bilang ini sial lagi? Yah... Novia, istri Lukman, selalu cemburu denganku. Karena itulah aku tidak pernah dipindahkan ke kantor pusat. Dia tidak ingin suaminya, yang dulu selalu berusaha mendekatiku untuk meminta balikan, berada di dekatku.“Ow... sedang apa wanita penggoda sepertimu di kantor ini? Ternyata bukan hanya merayu suamiku, ku dengar kau juga merayu Carlos? Wah... wah... benar-benar tidak tahu malu,” Novia menghinaku saat aku melewatinya di lobi.Aku mengabaikannya dan terus berjalan keluar. ‘Terserah kau saja lah, aku sudah cukup tertekan dengan masalahku hari ini.’“Hey... wanita penggoda, aku pastikan kau akan
Bibirku terasa hangat dan basah. Tanpa sadar aku menahan napas saat Steven memasuki mulutku dan menjelajah di dalam sana. Aku mengalungkan kedua tanganku di lehernya, merasa sedikit lemas karena terbuai dengan ciuman panas kami.Sebenarnya ada sedikit rasa malu saat mendengar suara lenguhanku sendiri, tapi aku tak peduli, karena aku ‘sangat ingin’ bersamanya.Steven menopang tubuhku dengan kedua tangannya. Tanpa melepaskan ciuman panas itu, ia membawaku berpindah dari ruang tamu ke dalam kamar, ya kamar kami, sambil menutup pintu dengan kakinya.Aku menarik kemejanya, berusaha melepaskannya. Kesabaranku sepertinya sudah mulai habis karena tidak ingin membuang waktu cukup lama hanya untuk membuka kancing-kancing sialan itu satu per satu. Blus yang kukenakan untuk bekerja tadi juga sudah tidak menempel di tubuhku, aku lupa kapan melepasnya, sebelum atau sesudah aku menarik kemeja Steven, ah entahlah...Nafasku terengah-engah, tubuhku menggeliat di atas tempat tidur ketika merasakan geli
Setelah kewarasanku akhirnya kembali, aku bersiap-siap untuk pergi ke bank. Aku juga akan memasukkan semua uangku —sekalian saja kan mumpung ke bank.“Baiklah sweetheart... saatnya kalian pindah ke tempat yang lebih nyaman karena aku membutuhkan ruang yang lebih luas di lemari pakaianku. Hohoho…”Sambil tertawa cengengesan, aku menepuk-nepuk tumpukan uang di lemariku sebagai salam perpisahan sebelum memasukkannya ke dalam keranjang bayi… maksudku tas ransel yang pernah Steven gunakan untuk membawa para sweetheart ini.“Wanita memang butuh lemari yang luas, kan? Hahaha... Apalagi setelah memanjakan diri pergi berbelanja nanti. Yeay...! Mari berangkaattt...!” Aku bersorak girang, tidak sabar untuk pergi berbelanja setelah urusan di bank selesai nanti.Aku memindahkan tas itu dari kamar ke ruang tamu, “Fiuh... akhirnya...,” aku mengatur nafasku, oh tentu saja aku tadi menyeretnya, dan ternyata berat juga, ckckck…“Dia kuat juga ya waktu itu? Dia bisa membawa-bawa tas ini kesana-kemari?” A
“Anda tidak bekerja, Nyonya?” tanya Sofi yang sepertinya penasaran karena aku memintanya untuk mengantarkanku ke Mal setelah kami pergi dari bank.“Aku mau shopping,” sahutku seraya tersenyum canggung. Aku masih enggan memberitahu siapapun kalau aku saat ini sedang menjalani hukuman yang seharusnya tidak kudapatkan. ‘Apalagi ini pertama kalinya aku dihukum, mirisnya lagi terancam dipecat. Nasib...’Sofi masih menatapku, dia bahkan tidak berkonsentrasi dengan mobil yang dikemudikannya. Sepertinya dia curiga. Walau demikian, dia tidak menanyakannya dan malah mengalihkan topik pembicaraan pada toko kelontong ayahku yang sedang mereka renovasi sembari mencari pegawai baru untuk mengelolanya.Apa yang Sofi beritahukan membuatku takjub. Aku sebenarnya hanya meminta bantuan Sofi dan Lintang untuk menjaga keamanan dan memperbaiki apabila ada kerusakan di sana. Aku tidak menyangka mereka akan berbuat sejauh itu.Tapi aku juga menjadi khawatir saat mengingat kalau proses renovasi dan merekrut p
“Itu bukan hal pribadi, Nyonya. Anda bisa memberitahukannya pada saya agar saya bisa melakukan tugas saya sebagai asisten pribadi Anda.”Aku mengerjap-ngerjapkan kedua mataku, menatapnya dengan bingung selama beberapa saat sebelum bertanya, “Bukannya kau asisten pribadi suamiku?”Sofi tiba-tiba tersenyum, membuatku bingung dengan apa yang membuat ekspresinya tiba-tiba saja berubah sampai aku sadar kalau baru saja menyebut Steven sebagai suamiku di depannya. 'Haha... aku keceplosan...'“Saat Tuan tidak membawa saya untuk pekerjaannya dan meninggalkan saya pada Anda, maka saya akan menjadi asisten pribadi Anda. Untuk itulah saya berada di sini bersama Anda.”‘Begitu… ku kira kita teman…’“Karena itu, menyelesaikan urusan Anda adalah bagian dari tanggung jawab saya,” lanjut Sofi.Ucapannya barusan membuatku merasa ada sesuatu yang mengerikan di baliknya hingga aku bertanya, “Apa kau akan mendapat hukuman jika tidak membantuku menyelesaikan masalah? Tidak bisakah kau ada hanya untuk menema
Melihat ayahku duduk sendiri untuk pertama kalinya setelah 15 tahun, membuatku hampir saja menangis terharu dan berbagi kebahagiaanku dengan Lintang yang selalu berjaga di rumah sakit bersama 4 bawahannya dengan bergantian.Oh, bukan hanya dengan tim pembaca pikiran saja. Tentu aku lebih dulu memberitahu Steven, hanya saja status pesanku masih tertunda sampai hari ini. Bahkan setiap hari aku selalu mengirimkan pesan padanya, entah hanya ucapan “selamat pagi”, “semoga harimu menyenangkan”, dan yang paling sering tentu saja “Hubby... cepatlah pulang, aku sangat merindukanmu”. Begitulah... Mungkin karena terlalu merindukan dirinya, aku sampai berani memanggilnya seperti itu. ‘Hiks... aku benar-benar merindukannya...’❀❀❀Hari sudah sore ketika Sofi datang menjemputku pulang dan dia mengajakku berhenti di tanah berukuran 30x30 meter di depan gang rumahku untuk melihat proses pembangunan yang dilakukan di tempat itu.Dulu Steven mengatakan jika ia ingin membeli tanah ini dan berniat memba
Hai, Reader… Author mengucapkan terima kasih banyak dengan sepenuh hati atas kesabarannya saat menantikan setiap episode lanjutan selama dua bulan ini. Semua dukungan, komentar dan ulasan yang sudah kalian berikan adalah penyemangat bagi Author ketika menyelesaikan keseluruhan cerita ini, tentu saja itu sangat berarti dan tak akan pernah terlupakan. Terima kasih yang tak terhingga untuk semua Reader di mana saja berada, yang sangat Author kasihi, karena tetap setia meluangkan waktu dan segalanya untuk membaca karya pertama Author hingga di akhir cerita. Walau sebenarnya cerita ini masih sangat jauh dari kata sempurna, Author berharap semoga novel “Hidup Bersama Yang Tak Terduga!” dapat tetap melekat dan memberikan kesan di hati para Reader. Akhir kata, dengan tak henti-hentinya Author berterima kasih kembali kepada semua Reader yang tetap bersedia meluangkan waktu menemani dan memberikan semangat baik berupa dukungan vote, komentar, dan ulasan di karya-karya Author yang berikutnya.
“Hais… bisakah tidak mengatakannya selantang itu?” protesku pada Bertha.Bukannya aku pelit, hanya saja pertanyaannya tadi membuat sekumpulan ibu-ibu penggosip yang sejak tadi sibuk menjelek-jelekkan salah satu teman mereka —yang sepertinya tidak sedang ikut berkumpul dengan mereka—, sekarang menoleh ke arahku.Bertha dan Karin tertawa terbahak melihat reaksiku, aku tahu mereka sengaja melakukannya karena merasa kesal dengan obrolan ‘tinggi’ ibu-ibu sosialita itu, terutama saat membicarakan teman mereka yang sepertinya hidup dalam kesusahan.“Kalau begitu akan saya panggilkan manajer di sini untuk memberikan pelayanan spesial untuk Anda, Nyonya,” kata Nayla yang kemudian berdiri dan membungkukkan tubuhnya ke arahku sebelum beranjak pergi menuju meja pemesanan.‘Mereka semua gila, aku kan belum bilang bawa atau tidak, malah sudah seyakin itu.’Tidak lama sang manajer datang bersama dengan Nayla dan membawakan daftar menu eksklusif kepada kami semua.Aku menyerahkan black card dari dompe
“Cuma dia pria terbaik di antara banyaknya pria yang mendekatiku,” jawab Nina malu-malu.Aku ingat siapa Adrian, pria yang akhirnya berhasil memikat hati dan menikahi Nina. Dia adalah pria yang pernah Nina acuhkan dulu saat beberapa kali berkunjung ke rumah ayahku. Meskipun pernah diabaikan oleh Nina selama hampir dua jam, ternyata perasaannya pada Nina tetap tidak berubah.Aku benar-benar tidak menyangka jika Adrian masih menyimpan perasaannya pada Nina selama bertahun-tahun, dia memang luar biasa gigih.‘Hmmm… Steven juga sama seperti itu, menyimpan perasaan selama bertahun-tahun.’Adrian adalah pria yang baik dan sopan. Dia juga orang yang mandiri dan sudah memiliki pekerjaan begitu lulus dari kuliah —sebagai pekerja kantoran pada umumnya.Nina dulu menganggap Adrian sangat kurang dalam hal ketampanan hingga tidak menanggapi pernyataan cintanya. Tapi, jika diperhatikan sungguh-sungguh, sebenarnya Adrian pria yang manis, bersih, juga rapi.“Lagian memang karena Kak Steven selalu berh
“Apa kabar, Ayah?” tanyaku pada ayahku yang sedang mengajari Chloe memasang umpan di mata pancingnya.“Seperti yang kau lihat, keadaan ayah luar biasa baik,” jawabnya sembari merentangkan kedua tangan dan memintaku datang mendekat untuk memeluknya. “Bagaimana denganmu, apa kau tidak lelah melakukan perjalanan jauh dengan perut besar seperti ini?”“Aku memang sedikit lelah, tapi aku juga merindukan kalian. Mulai minggu depan hingga waktu lahiran tiba, aku akan istirahat dan tidak berkunjung ke sini untuk sementara waktu,” jelasku padanya.Hanya itu yang kami bicarakan karena Chloe sudah memintanya lagi untuk melanjutkan mengajarinya memasang umpan di mata pancing.“Itu cacing, kan? Apa tidak ada umpan buatan? Kalau tidak salah aku pernah melihat orang menjual umpan buatan,” protesku merasa geli melihat cacing yang Chloe pegang dengan berani.“Bagaimana kami bisa membelinya? Kau pikir Olly dan keluarganya membuka toko perlengkapan memancing di sini?” sahut ayahku sembari melambaikan tang
“Hore… pesawat… pesawat…” Sorak Chloe sambil bertepuk tangan begitu kami tiba di bandara.Saat ini kami sekeluarga akan bepergian ke kampung halaman Steven, tentu saja ke Kota Green Borneo yang menarik hati. Kami memang sering sekali ke sana. Jika ku hitung-hitung, hampir setiap minggu kami pergi ke kota itu atas permintaanku karena aku sangat menyukai rumah panggung yang ada di sana.Omong-omong soal rumah panggung, ayahku dan ibu tiriku —atau ibu mertuaku?— sudah dua tahun ini tinggal di rumah yang dihadiahkan ayah mertuaku untuknya. Yah, ayahku memang sangat pemaaf, dia tetap mencintai istrinya walau dulu pernah disakiti.“Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, kita harus membuka hati untuk memaafkan dan memberikan kesempatan kedua kepada siapa saja yang sungguh-sungguh menyesali perbuatannya,” kata ayahku kala itu, ketika aku merasa bingung bagaimana harus bersikap pada Camila yang merupakan ibu tiri sekaligus ibu mertuaku juga karena dia adalah ibu kandung Steven.Steven s
“Chloe…, ada lihat ponsel Mama?” seruku sembari menuruni tangga dari lantai atas ke arah gadis mungil yang sedang asik bermain mobil-mobilan bersama Leon —putra Sofi dan Lintang.‘Oh astaga, boneka kembali terabaikan,’ aku memungut boneka yang tergeletak begitu saja di ujung tangga dan membawakannya pada Chloe.“Chloe Ophelia Steve,” ucapku menyebut namanya dengan lengkap karena merasa gemas pada kesukaannya yang selalu saja memainkan mobil-mobilan dan juga robot-robotan milik Leon. Aku menyerahkan boneka kelinci itu ke arah tangannya, “Ada lihat ponsel mama?”Chloe menghentikan permainannya dan menunduk memperhatikan boneka kelinci yang ada di tangannya. Ia lalu mendudukkan kelinci itu di sofa yang ada di belakangnya, “Rabbit lelah, istirahat dulu,” sahutnya mengabaikan pertanyaanku.Bukan tanpa alasan jika aku menanyakan dimana ponselku pada anak umur 4 tahun ini. Bagaimana tidak, hampir semua barang-barangku berpindah dari tempatnya. Lipstik ku pernah tersimpan di kulkas olehnya, is
“A-apa yang ingin kau lakukan?” Aku buru-buru menggeser tubuhku menjauhi Sonya yang sudah duduk di sampingku sambil mengangkat pisau ke dekat dadanya.“Nyonya Steve. Saya ingin bertanya pada Anda. Jika saya menolong Anda, apa Anda akan membantu saya?”Pertanyaan Sonya sempat membuatku tertegun sejenak sebelum akhirnya bisa menanggapi dengan gugup, “Y-ya? Apa maksudmu?” tanyaku balik, sembari memperhatikan sorot matanya yang tampak putus asa.“Jika Anda berjanji melepaskan saya dari bertanggung jawab atas penculikan kali ini, saya akan membantu Anda meloloskan diri dari sini.”Aku terdiam sejenak, merasa heran dengan kata-kata yang terdengar seperti sebuah permintaan itu.“Kita sepakat. Aku tidak akan menuntutmu jika kau melepas… Maksudku, membantuku pergi dari sini,” dengan cepat aku memberikan jawaban setelah mendengar suara tembak menembak yang semakin intens di bawah sana.“Bukan cuma menuntut. Tolong berikan jaminan pada saya agar keluarga Steve tidak menghancurkan hidup saya karen
◇Sofia Jørgensen◇Aku dan Cakra langsung pergi menuju lokasi penyekapan Nyonya Steve yang Jason berikan pada kami, sementara Tuan Steve dan timnya akan menyusul menggunakan helikopter yang sedang dikirimkan pasukan kami pada mereka.Walau aku memiliki tingkat kekhawatiran yang sama seperti saat Nyonya kami diculik untuk pertama kalinya dulu, namun kali ini aku tidak mengkhawatirkan nyawanya. Berbeda dengan saat pertama kali dulu, kali ini kami sudah mengetahui siapa dalang penculikannya.Jika Nyonya berada dalam tangan Duncan Wise, kemungkinan Nyonya untuk mati sangatlah kecil karena Duncan memiliki kelemahan pada wanita cantik dan kami merasa sangat bersyukur atas ‘kekurangannya’ itu. Tidak ada di antara kami yang tidak tahu jika Duncan sangat menyukai wanita, terutama wanita secantik Nyonya kami.‘Aku juga yakin kalau Nyonya tidak akan tinggal diam andai Duncan Wise ingin melecehkannya,’ pikirku, tahu kalau Nyonya kami sebenarnya cukup menakutkan saat sedang marah.“Jangan lewati jal
♡Keysa Andini♡“Lepaskan aku brengsek!”Aku mengumpat sambil terus berusaha melepaskan kedua tanganku dari genggaman Duncan yang sedang berusaha menjilat wajahku lagi setelah usaha pertamanya tadi hampir saja berhasil.Awalnya, aku memang ingin berusaha untuk tetap tenang —sambil memikirkan cara mengetahui lokasi keberadaanku saat ini untuk membantu Steven agar dapat lebih mudah menemukanku— dan bermaksud memengaruhi Duncan dengan menggunakan gaya Sofi berbicara pada setiap lawan bisnisnya. Tapi, setelah diperlakukan seperti ini, niat itu pun pada akhirnya langsung kulupakan.Wanita mana yang akan diam saja saat tahu dirinya hendak dilecehkan?Tentu saja aku langsung mengerahkan seluruh tenaga untuk menjauhkan Duncan dari atas tubuhku. Sialnya, tubuh Duncan yang gemuk dan tenaganya yang sangat kuat membuatku tak berdaya.Walau beberapa seranganku sempat berhasil mengenai wajahnya —saat ia membebaskan salah satu tanganku untuk merobek baju atasanku—, pada akhirnya dia menangkap tanganku