Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
Steven mengangguk.“Ku kira kau tidak menggunakan kartu kredit.” Aku keceplosan.Steven menatapku dengan kening berkerut sebelum akhirnya tertawa. “Jadi kau memerhatikanku?”Karena sudah ketahuan aku pun mengangguk.“Biasanya Aku tidak belanja banyak karena itu aku tidak membutuhkannya. Sebenarnya Sofi baru membantuku membuatkannya khusus untukmu.”'Apa?! Jadi Sofi seorang asisten pribadi yang bisa melakukan itu? Siapa sebenarnya mereka ini? Ah sudahlah…, untuk apa kupikirkan?'Orang mungkin akan menganggapku bodoh karena tidak mencurigai mereka. Namun aku sepertinya sudah dibutakan oleh cinta pada pria dihadapanku ini hingga aku percaya saja padanya. Pikiran kalau dia ini mungkin saja seorang mafia seperti yang pernah terlintas dalam benakku dulu bahkan sudah tidak pernah terpikirkan lagi olehku.Aku menatap lagi kartu kredit tanpa batas di tanganku. Kini aku merasa seperti seorang Nyonya yang sebenarnya, karena bagiku orang yang disebut Nyonya bukannya istri seseorang atau sejenisnya
Sebenarnya mereka tidak perlu sungkan dengan pertanyaan itu, toh mereka juga sudah tahu kalau Camila suka mengekangku sejak lama.“Bukan, sebenarnya aku tidak sempat mengundang kalian karena ibu tiriku tidak memberitahu kapan hari pernikahannya. Aku baru tahu malam hari sebelum esok harinya pergi ke KUA dan kantor catatan sipil.” Aku mengatakan yang sebenarnya. Bagaimanapun keadaannya, aku sebenarnya sangat ingin mengundang anggota geng masa SMA-ku ini untuk datang, terkecuali Nayla tentunya. Alasannya? Sudah pasti karena Franky. Lelaki pembual itu pasti akan ikut datang bersama istrinya.“Ya Tuhan! Jadi kau menikah karena terpaksa?”Aku mengangguk lalu melirik Steven yang duduk di kejauhan. Aku melihat senyum pahit di wajahnya, membuatku merasa bersalah. Namun aku tidak mungkin berbohong karena memang itulah kenyataannya.Aku memang terpaksa pada awalnya, namun sekarang aku sudah mulai bersyukur karena saat itu masih mau menuruti kemauan Camila seperti biasanya.“Tapi aku sekarang me
Aku melirik Steven lagi. Ya, sumber kebahagiaanku sedang berada di sana, hanya berjarak beberapa meja dari tempatku duduk. Aku tadi bahkan langsung lupa pada kenakalan Mira setelah melihatnya.'Dia benar-benar membuatku—'“Kau mendengarkanku tidak sih?”“Hah? Oh… Y-ya tentu… Tentu saja.” Aku melihat Bertha, Karin, dan Erina menoleh pada Steven, menyadari kalau fokusku pada apa yang Bertha katakan teralih karena sedang mencuri pandang padanya.“Aku tahu dia tampan, tapi tolong jangan kecewakan suamimu karena kau tadi mengatakan bahwa hidupmu bersama suamimu sudah bahagia,” Bertha berkata dengan sedikit ketus, namun tertawa setelahnya.“Apaan sih? Aku cuma...”'...Mau melihat suamiku kok.'“Tidak apa-apa. Aku bisa memakluminya kok, aku cuma bercanda. Dia memang tampan sih... Astaga, bisa-bisanya kita ketemu pria tampan saat sudah bersuami?” keluh Bertha.Aku langsung berpaling menatap Bertha sembari mengernyitkan kening, mengomel dalam hati, 'Hah? Kalau kau belum menikah apa kau akan men
“Hah? Apa maksudmu? Justru kalau aku tahu kau ada di sini, aku akan langsung pergi sejak awal,” sahutku ketus.Franky tiba-tiba berdiri, membawa kursinya ke sisi meja kami dan duduk di antara aku dan Nayla dengan sangat tidak tahu diri.“Eh, untuk apa kau bergabung dengan kami?” protes Erina.“Aku cuma mau lebih akrab dengan teman-teman istriku,” sahut Franky. “Lagian aku duduk di dekat istriku. Apa tidak boleh? Apa salahnya?”“Ini reuni kami! Kau tidak lihat kalau kami tidak membawa suami kami datang bersama? Lagian posisi dudukmu lebih dekat dengan Key!” protes Bertha.Franky sempat tertawa namun terpotong olehku yang langsung berbicara karena tidak suka mendengar dan melihatnya tertawa“Aku tadi sempat berpikir kenapa Nay memaksaku datang ke reuni ini padahal sejak dulu tidak pernah menjadi penggagas awal saat kita ingin berkumpul,” aku menoleh pada Nayla, melewatkan pandanganku dari Franky yang sedang menatapku sambil tersenyum, “Nay, tolong jujur. Apa sebenarnya suamimu ini yang b
Aku mengangguk pelan lalu mengambil cangkir kopiku dan mengosongkannya. Walau sebenarnya ingin mengosongkan cangkir di tanganku ini dengan menyiramkan isinya ke wajah Franky, tapi aku meminum isinya kok... Aku tidak ingin membuat keributan dengan orang tidak penting.“Dari mana kau bisa mendapatkan black card internasional itu?” Erina bertanya dengan ekspresi penasaran.Aku tahu kenapa dia bersikap begini. Sedangkan ayahnya yang lebih kaya dari suaminya saja tidak bisa memiliki black card keluaran American Express itu, tapi aku memilikinya.Kartu itu memang berbeda dengan black card keluaran bank lokal, hanya orang-orang dengan undangan khusus saja yang bisa memilikinya. Mendaftar untuk memilikinya memang bisa, namun kebanyakan ditolak.Itulah penyebab kekagetanku saat tahu kalau Sofi bisa mendapatkannya dengan mudah karena dari informasi yang kutahu, seseorang hanya akan mendapatkan undangan dari Amex jika memiliki setidaknya pengeluaran tahunan rutin minimal 500.000 dollar Amerika.A
“Anda bisa mendapatkan Bentley ini, Tuan?” Sofi memandangi mobilku sambil bertopang dagu lalu mengangguk-angguk kecil.“Pemilik showroom sebenarnya sengaja menyimpan mobil ini untuk dibelinya sendiri dan aku memaksanya untuk menjual mobil ini padaku,” sahut Steven sembari menyerahkan kunci mobil padaku.“Tentu dia tidak akan berani untuk tidak menjualnya pada Anda,” sahut Sofi sebelum beralih padaku, “Anda akan terlihat sangat cocok mengendarai mobil ini, Nyonya.”“Haha... aku bahkan tidak bisa mengendarai sepeda motor, bagaimana bisa aku mengendarainya seorang diri?” Aku melirik Steven sambil menyipitkan kedua mataku. “Untung harganya tidak semahal mobilmu, Sofi. Sayang kan kalau cuma jadi pajangan?”“Tidak semahal mobil Sofi?” sahut Lintang dari arah belakang. Dia baru saja turun ke basement setelah kembali dari kafe yang berada di bangunan sebelah gedung rumah sakit. Sebenarnya karena sedang menunggu dialah kami masih berada di sini.“Maksudku, aku sangat kaget saat tahu harga mobil
Aku meletakkan kembali ponselku dan membuka file pekerjaan di komputer tapi segera meninggalkannya lagi karena tidak bisa berkonsentrasi walau hanya untuk membaca sebaris kalimat di sana.Sejak duduk di kursiku lebih dari 3 jam lalu, aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi dalam bekerja. Bukan karena kepikiran uang di rumah, black card, juga mobil seharga 21 miliar itu, namun karena menghilangnya Camila, juga pesan ancaman yang sudah Agus kirimkan sejak tadi malam.Agus sudah dengan terang-terangan mengatakan kalau dia akan berbuat hal yang pasti akan membuatku menyesal karena dengan seenaknya mengambil kembali toko kelontong ayahku. Dia bahkan mengatakan kalau polisi tidak akan bisa membantuku dengan apa yang akan dia dan para anggota premannya lakukan.Tentu saja aku belum memberitahukannya pada Steven. Tapi cepat atau lambat Steven pasti akan mengetahuinya dari Cakra dan Geri yang sudah terlibat pertengkaran dengan Agus saat Agus datang ke toko bersama para preman itu.'Haaahhh… m
'Cih! Tidak perlu riang seperti itu. Dari ekspresimu, aku semakin yakin kalau akan mendengar kabar yang buruk. Luar biasa...' Aku mengumpat dalam hati saat melihat si pembual itu, setidaknya risauku dapat menghilang walau sesaat.Mereka semua mengambil tempat tepat di seberangku. Situasi ini membuatku merasa seakan sedang berada dalam persidangan saja. 'Jangan bilang kalau aku akan divonis bersalah,' tebakku. Tidak adil, kan?“Bu Keysa, terima kasih sudah memenuhi panggilan kami. Ada beberapa hal dari hasil pemeriksaan yang kami temukan pada laporan Anda tentang Pak Carlos yang perlu Anda ketahui.”Si acuh membuka pembicaraan, sepertinya dia yang memimpin tim ini. Aku tidak mengenalnya dan dia juga tidak ada saat tim pemeriksaan datang menemuiku beberapa hari yang lalu. Bisa jadi dia baru dipindahkan ke kantor pusat seperti Flo.Aku hanya mengangguk mendengarkan. 'Baiklah, apa itu?' pikirku menanggapinya. Ya, pikiranku selalu lebih banyak bicara daripada mulutku, haa... begitulah aku..