Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
“Bukankah kau terlalu mencolok dengan pakaian itu?” Aku menggerakkan kepala menunjuk ke arah pakaian pantai yang dikenakan pria berkacamata itu sebelum duduk di sebelahnya.“Oh ayolah, ini kemeja keberuntunganku,” Jacob tertawa menanggapi komentarku.Jacob adalah orang kepercayaan Jason, juga sahabat baiknya sejak kecil. Jason sengaja mengirimnya karena kebetulan sedang berposisi dekat dengan kota ini —karena Jason masih berada di mansionku jadi dia hanya memantau segalanya dari sana.“Ternyata kau masih ingat minuman kesukaanku, kau manis sekali,” ledek Jacob sebelum akhirnya tertawa dan menegak minumannya hingga tersisa setengah botol.Aku mendengar suara tawa terbahak di telingaku —siapa lagi kalau bukan Jason. Andai dia sekarang ada di depanku, aku ingin sekali memukulnya karena sudah mengejekku seakan aku sedang berkencan dengan Jacob.Memahami arti tawa Jason —yang juga didengarnya dari earphone— Jacob kembali tertawa sembari memukulkan botol minumannya pada botol yang ada di tan
‘Bedebah!’Aku tidak langsung merespon sapaan Robi Mochtar. Perhatianku tertuju pada sosok yang berada di tengah kolam renang. Nina.Tubuhnya terikat dan terendam dalam air kolam hingga sebatas dadanya, entah sudah berapa lama dia ditempatkan di sana, tapi kemudian aku akhirnya bisa memperkirakan dia mungkin sudah berada di sana tidak cukup lama. Terlihat dari tubuhnya yang tidak tampak menggigil kedinginan —setidaknya itu sedikit melegakan.Setelah memastikan keadaan Nina —dengan sudah berusaha untuk mengabaikan Nina yang menatapku dengan putus asa sembari berusaha berteriak dalam keadaan mulutnya yang terikat— barulah aku berpaling pada Robi Mochtar dan tersenyum sinis padanya.“Kau sangat memalukan. Bagaimana bisa orang yang terkenal di organisasi bawah sepertimu memperlakukan wanita seperti ini? Persis seperti seorang pengecut,” ucapku berlagak tenang, padahal sedang berusaha menahan kemarahan dan menahan diri untuk tidak ceroboh dalam mengambil tindakan. Sebenarnya aku ingin seger
“Akan ku turuti maumu setelah kau mengeluarkannya dari kolam,” sahutku, dan ia merespon permintaanku dengan siulan riang.Ia kemudian memerintah anak buahnya —yang sebenarnya sedang menarik Nina dari dalam kolam memanfaatkan tali tambang yang terikat di tubuh Nina— agar melakukan pekerjaannya dengan lebih cepat.“Heh, bocah… jangan lupakan senjatamu,” kata Robi Mochtar yang akhirnya menyadari jika Jacob masih belum membuang senjata di tangannya karena perhatiannya terlalu fokus kepadaku.“Bolehkah aku hanya membuang pelurunya saja? Ini senjata favoritku, harganya sangat mahal,” Jacob mengelus senjatanya seakan sangat menyayangi benda itu. “Lihat, sudah habis. Kosong,” katanya lagi mengayun-ayunkan senjatanya setelah mengosongkan peluru yang tersisa.“Tsk, dasar bocah! Tendang semua pelurunya ke dalam air!” umpatnya pada Jacob.Aku sebenarnya hendak tertawa saat melihat tingkah Jacob barusan, ia benar-benar seperti seorang anak kecil yang tidak ingin kehilangan mainan kesayangannya. Tap
Aku menyentuh pangkal lenganku yang mulai terasa nyeri. Darah yang mengalir sampai ke ujung jariku bukan hanya membasahi lengan kemeja dan jaket, namun juga merembes sampai ke hampir setengah kemejaku —membuat Nina yang terlambat menyadarinya menangis histeris.Untungnya luka yang kualami tidak terlalu serius, karena peluru yang Robi tembakkan padaku hanya menyerempet otot dan kulitku saja, tanpa meninggalkan serpihan peluru di sana.Tak lama kemudian Sofi —yang sepertinya melihatku terluka dari kejauhan— berlari mendekatiku bersama kain panjang yang entah didapatkannya dari mana. Ia menuntunku ke kursi malas yang berada di samping meja lalu mengikat dan menutup luka tembakan di lenganku sementara aku memusatkan pikiran untuk tidak merasakan nyeri yang mulai terasa sangat menusuk, sembari menenangkan Nina yang menangis terisak di sampingku.“Ka-kakak… hiks… Baik… baik… saja…?”Aku mengangguk dan tersenyum padanya, sebenarnya lebih merasa kasihan padanya. Ia pasti akan merasakan trauma
Aku ditempatkan di salah satu ruang VVIP, sama seperti Nina yang juga ditempatkan di sebelah ruanganku —tentu saja ruangan ini kami dapatkan karena Sofi telah memesannya.Tidak seperti aku yang bisa pulang kapan saja, dokter menyarankan agar Nina dirawat sedikit lebih lama dengan bantuan dokter psikolog. Walaupun fisiknya tidak terluka, dokter yang melakukan penanganan pertama padanya sedikit mengkhawatirkan keadaan psikologisnya.Nina sebenarnya sudah bersikap lebih baik setelah aku mengatakan siapa diriku yang sebenarnya saat ia berkunjung ke rumah Lintang terakhir kali. Awalnya dia memang terkejut saat tahu jika aku adalah kakak tirinya —dia bahkan tertawa terbahak karena mengira aku membohonginya.Setelah aku menunjukkan cukup banyak bukti yang sebenarnya ku sediakan untuk menunjukkannya pada ibuku setelah membalas dendam padanya untuk melihat apakah dia menyesali perbuatannya atau tidak —tapi urung kulakukan—, barulah Nina memercayai semua yang telah kukatakan padanya. Tentu saja
♡Keysa Andini♡Benar saja apa yang sudah Steven katakan sebelumnya. Robi Mochtar memang selalu menjadi momok menakutkan yang sangat mengganggu bagi para pengusaha dalam negeri dengan banyaknya preman yang menjadi bawahannya.Namun saat ia berurusan dengan pasukan profesional yang berada di bawah komando Lintang dan seseorang yang tidak kukenal, yang bekerja di bawah Jason, semua preman dan geng-geng pengacau yang selama ini berada di bawah kepemimpinannya itu ternyata sangat mudah diringkus —menurut cerita Steven.Nina bahkan berhasil dibebaskan dari penyekapan tanpa perlu melakukan semua perintah yang Robi Mochtar tulis dan tinggalkan di rumah kami untuk kulakukan."Kak Key...!" seru Nina saat melihatku masuk ke ruangannya.Aku memeluk Nina yang baru saja duduk di atas ranjangnya sekembalinya ia dari menjalani terapi. Mengingat bagaimana rasanya pernah diculik, tentu aku sangat memahami apa yang kini ia rasakan. Tubuhnya memang terlihat baik-baik saja, tapi tidak dengan keadaan psiko
“Selamat menempuh hidup baru,” ucapku pada Nayla yang langsung tersipu tetapi tetap tidak menutupi raut bahagia yang memancar dari wajahnya.“Nah, aku malah ingin memakai baju pengantin lagi setelah melihatmu terlihat sangat cantik sekali hari ini. Siapa tahu aku juga bisa secantik dirimu?” Bertha tidak melepaskan pandangannya dari Nayla yang sedang berdiri menghadap kami —Geng Semenjana.Kami sedang berfoto bersama di atas panggung yang sebelumnya telah digunakan sebagai altar pernikahan Nayla dan Geri.Pernikahan mereka tidak mengundang terlalu banyak tamu seperti acara resepsiku dan Steven di Kalimantan kala itu. Hanya ada teman-teman dekat, kerabat dan rekan bisnis dari kedua belah pihak, dan tentu saja seluruh anak buah Lintang yang membuat resepsi pernikahan ini jadi terlihat seperti resepsi pernikahan militer —karena seluruh anak buahnya memiliki tubuh yang tinggi dan atletis.“Oh, astaga… Lihatlah semua karya seni itu. Aku baru tahu jika karya seni bukan hanya indah, tapi bisa
“Melupakan apa?” tanyaku balik. Aku yakin tidak melupakan suatu apa pun, merasa jika semua barang penting sudah berada dalam tas tanganku.“Sepertinya kau tidak ada persiapan untuk keberangkatan kita besok? Jangan bilang kalau kau sudah lupa pada rencana kita.”“Astaga! Kau benar,” seruku.Aku memang melupakan jika besok sore kami akan pergi berbulan madu. Sudah selama ini kami menikah tapi belum pergi berbulan madu layaknya para pengantin yang baru saja menikah.Terlalu banyak permasalahan hidup yang selalu saja menghalangi rencana bulan madu yang sudah kami persiapkan. Mungkin karena sudah terlalu sering batal itulah membuatku jadi mengabaikan rencana bulan madu kami, padahal Steven sudah melakukan persiapan dengan sangat matang —dia bahkan sampai begadang beberapa hari untuk menyiapkannya.Steven tertawa melihat reaksiku barusan, lalu berkata padaku “Kali ini tidak ada alasan untuk kita menundanya lagi.”“Ya, kau benar. Kali ini kita akan menikmati waktu kita. Untung saja kau mengin