Driazka Hendrianto.
Pemuda itu berdiri didepan cermin. Memandangi tiap lekuk tubuhnya yang hanya dibalut handuk. Air masih menetes dari rambutnya. Tidak ada yang kurang. Wajah yang tampan, kulit putih bersih, mulus tanpa noda sedikitpun. Tubuhnya atletis. Tangguh bak penantang badai.
Siapa yang tidak akan tergila-gila pada pesona ketampanannya? Jikapun Ia hanya orang biasa pasti banyak gadis yang akan tergila-gila. Berlutut untuk meminta dijadikan kekasih meski hanya semalam. Namun segalanya lebih dari itu. Semua tahu kalau pemuda itu bukan orang sembarangan.
Ia tidak hanya memiliki wajah tampan dan tubuh atletis semata. Lebih dari itu. Ia memiliki suara sangat merdu. Membuat siapapun yang mendengarkannnya akan terenyuh. Ia seorang penyanyi pendatang baru lulusan sebuah ajang pencarian bakat di tanah air.
Penampilannya yang kharismatik romantik menjadikannya idola baru tanah air yang begitu digilai terutama oleh para gadis. Belum juga Ia menjadi artis Ia sudah memiliki fans yang sangat banyak. Belum juga ia dinobatkan menjadi runner up ajang pencarian bakat itu, Ia sudah memiliki jutaan follower di social media dalam waktu sebulan semenjak akunnya dipublikasikan.
Setiap kali Ia bernyanyi semua pasti diam menikmati tiap hembusan nafasnya yang merdu. Ketika ia berteriak, menyanyikan lagu berirama slowly para penggemar dengan sendirinya akan menitikan air mata. Menyayat hati. Bahkan seorang juri dalam ajang itu menobatkannya sebagai kontestan terkomplit.
Tidak berhenti disitu.
Tampan, keren, cool, dan memiliki suara bagus bukanlah sarat mutlak untuk dijadikan idola. Azka memiliki sikap yang lemah lembut terhadap fans. Perhatian pada mereka yang selalu berusaha keras agar bisa bertemu dengannya. Ia tidak segan mendekati fans yang selalu berteriak, mengelu-elukan namanya. Ia tak pernah takut pada cubitan gemas, jambakan atau bahkan cakaran dari fans fanatik.
Itu yang menjadikannya idola baru tanah air. Sudah tampan, cool, suara bagus Ia juga santun dan sangat menyayangi fans. Setiap berkunjung ke suatu tempat untuk show entah itu on air atau off air, Ia selalu bergabung bersama fans. Baginya fans lebih dari sekedar penggemar. Fans adalah keluarga barunya. Keluarga besarnya. Lebih besar dari keluarga yang ia miliki, Ayah. Fans merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupannya.
They are the second family…
Maka tidak heran ketika lagu pertamanya keluar kemudian menjadi top hits dihampir seluruh radio Indonesia. Berulang kali diputar dalam sehari. Hingga beberapa bulan menempati posisi satu tangga lagu favorit. Video klipnya juga menjadi favorit di acara-acara musik televisi.
Ragam penghargaan musik telah Ia terima hanya dalam jangka waktu tiga bulan berkarya. Luar biasa memang. Memasuki bulan keempat berkarya di Industri musik, Ia mengeluarkan lagu kedua dan lebih meledak dari lagu pertama. Menjadikannya sebagai pendatang baru terbaik, terfavorit, penyanyi pria terfavorit, penyanyi pria terbaik, lagu terbaik, lagu terfavorit hingga video klip terfavorit pada beberapa ajang penghargaan musik tanah air.
Karirnya tak berhenti hanya sebagai seorang penyanyi saja.
Beberapa rumah produksi film bahkan memperebutkannya. Tentu tawaran termahal akan menang. Azka menerima tawaran bermain disalah satu judul film termasuk juga menjadi penyanyi dari soundtrack film tersebut. Maka bertambahlah lagi penghargaannya. Filmnya diputar lama di banyak bioskop.
Azka menghela nafas panjang.
Apa lagi? Ia sudah memiliki semua. Keinginan sejak kecilnya telah tercapai. Sekarang ia dan ayahnya tinggal disalah satu rumah mewah dikompleks perumahan elit di Jakarta. Ia juga memiliki apartemen dikawasan pusat kota. Rumah kecil yang Ia tempati selama beberapa tahun sebelum menjadi artis disatu gang pinggiran kota sudah diubah menjadi sekolah seni kreatif bagi anak-anak kurang mampu.
Cinta??
Azka menggeleng pelan. Ia sudah memiliki cinta. Cinta sejati yang takkan mungkin pernah dimengerti oleh orang lain. Cinta yang hanya ia dan kekasihnya yang bisa merasakan. Semuanya indah. Meskipun Ia menyadari bahwa kelak cinta ini akan menimbukan masalah. Bukan masalah sepeleh. Ini masalah serius.
Padahal kalau Ia mau, Ia akan memiliki puluhan gadis cantik untuk dijadikan pacar tanpa harus mencintai mereka. Tapi untuk apa? Ia memang pernah merasakan sakit hati yang mendalam gara-gara wanita. Namun itu bukan alasan baginya untuk menyakiti hati wanita seperti yang dilakukan oleh kebanyakan rekan artisnya. Hanya mencintai mereka semalam saja.
Ia masih memiliki nurani. Pernah tersakiti oleh wanita bukan alasan baginya untuk balas menyakiti. Meski rasa sakit karena wanita yang Ia rasakan merupakan sakit yang tak pernah tertandingi. Ia menyadari penuh bahwa karena wanita Ia bisa hadir diatas bumi ini.
Wanita…
Azka kembali teringat memori beberapa tahun lalu. Wanita itu telah menghancurkan masa kecilnya. Tanpa merasa bersalah wanita itu meninggalkannya seorang diri meraung kelaparan didalam rumah. Menangis terisak karena ditinggal oleh wanita yang begitu ia sayangi. Siapa lagi kalau bukan… I B U.
Tapi kini, untuk menyebut namanya saja terasa sangat sulit.
Tidak berhenti sampai disitu. Sewaktu SMU dulu, Ia disakiti oleh dua orang gadis. Ia sangat mencintai gadis-gadis itu. Segala usaha telah Ia lakukan agar bisa meluluhkan hati gadis-gadis itu. Namun kenyataan tak pernah seindah harapan. Cintanya bukan hanya bertepuk sebelah tangan tapi hancur berantakan. Diinjak-injak.
Salah seorang dari gadis itu menolaknya mentah-mentah dan mempermalukannya didepan banyak orang. Itu juga setelah ia diminta berlari keliling kantin sebagai sarat agar cintanya diterima. Tapi semua percuma. Ia hanya dipermainkan.
Tak berhenti disitu. Baginya, harapan baru selalu mekar ketika harapan lama terkubur pahit. Ia kembali simpatik pada gadis yang lain. Gadis yang begitu baik, cantik dan sangat sopan. Mereka sudah sangat dekat hingga Azka merasa mereka memiliki kecocokan. Gadis itu juga tampak menyukai dirinya.
Saat ia mengutarakan cinta, gadis itu tidak menolak juga tidak menerima. Hanya diam. Yah, Diam pada malam itu ternyata merupakan jawaban atas cintanya. Esoknya, ia melihat gadis itu jalan bergandengan tangan dengan laki-laki lain. Dan dari informasi yang ia terima ternyata gadis itu memang sudah memiliki pacar.
Hancur sudah harapannya akan cinta.
Cukup tiga wanita saja yang menyakitinya. Cukup. Tak boleh lagi hatinya tersakiti oleh wanita-wanita itu. Mereka bertiga sama saja. Dan baginya, wanita lain takkan jauh beda dengan tiga wanita itu. Mereka itu mawar. Tampak sangat indah namun sesungguhnya berduri. Sangat berbahaya.
*_*_*
Pintu kamar terbuka tiba-tiba. Azka menoleh lalu tersenyum. Pria yang sangat luar biasa dimatanya. Berjuang keras agar Ia bisa sekolah. Pria yang melakukan apa saja asalkan halal. Pria yang memiliki dua sisi kehidupan. Ayah sekaligus Ibu baginya. Ayah yang memberikan perlindungan yang tangguh juga Ibu yang menaburkannya dengan cinta kasih.
“Temanmu sudah menunggu diluar”
Azka mengangguk. Ia mengambil tas kecil yang sering dibawanya kemana-mana, kunci mobil kemudian mendekati ayahnya.
“Pah. Beberapa hari ini mungkin Azka tidak akan pulang kerumah. Ada pekerjaan penting. Azka akan tinggal di apartemen supaya lebih dekat. Biasalah mengamen”Ujar Azka sambil terbahak.
“Sekali-kali kamu harus beristirahat. Semua yang kamu dapatkan sekarang sudah lebih dari cukup. Kamu sudah membanggakan papa”
“Ini belum apa-apa. Azka belum membalas kebaikan papa selama ini. Dan Azka takkan berhenti berusaha untuk menyenangkan hati Papa. Selama ini Papa yang merawat Azka, membesarkan Azka. Jadi sudah kewajiban Azka untuk membalas semuanya meskipun Azka sadar, tak seberapa dari yang Azka berikan dapat membalas segala kebaikan Papa”
“Kamu sudah membuat papa Bangga. Itu sudah cukup”
“Azka takkan berhenti dengan kata cukup. Jika selama ini papa menganggap apa yang Azka berikan ini cukup, maka biarkanlah Azka melebihkannya sedikit”
Kali ini pria itu hanya diam. Tersenyum tipis kemudian memegang pundak Azka.
“Papa ini terserah kamu saja. Asalkan kamu bisa jaga diri terutama kesehatanmu. Papa tidak ingin kamu kenapa-napa”
Azka mengangguk pelan. Ia meraih tangan Ayahnya kemudian menciumnya dengan takzim. Rasa cinta dan bangga pada seorang ayah yang tak pernah bisa Ia gambarkan dengan syair-syair indah dalam lagunya. Ayahnya kemudian mengusap pelan kepalanya. Membuat darah Azka menghangat dan dengan cepat memeluk ayahnya.
“Terima kasih Pa… Terima kasih”
“Sudah…sudah… Anak lelaki itu tak boleh menangis. Tak boleh. Kamu harus tangguh. Harus kuat”
Azka tersenyum lebar dan mengangguk keras. Ia harus kuat seperti ayahnya.
“Oh iya, kalau punya waktu, kamu ajak dong pacarmu datang kerumah. Papa ingin melihat anak gadis yang sudah merebut hatimu”Ujar Ayahnya sambil tertawa.
Azka hanya tertawa kecil lalu diam. Tidak tahu harus menjawab apa kecuali menggeleng pelan.
“Jangan bilang kalau kamu belum punya pacar?”
Azka menggerutu dalam hati. Mengapa juga ayah harus membahasnya sekarang? Ini bukanlah saat yang tepat.
“Azka, kamu itu sekarang tumbuh bagai seorang pangeran. Papa sering melihat di televisi, banyak teman-temanmu yang perempuan selalu memujamu. Bahkan beberapa mengaku sangat dekat denganmu. Jadi bagaimana? Apakah ada salah satu dari mereka yang menjadi pacarmu?”
“nggak ada pah”
“atau ada fans yang selama ini kamu sukai tapi kamu malu untuk mengungkapkan perasaanmu padanya? jangan takut. Papa yakin Ia akan menerima cintamu”
Azka tertawa kecil.
“Atau jangan-jangan…”Ayahnya memasang mimik serius. Dahinya membentuk lipatan kecil.
Azka terdiam seribu bahasa. Lidahnya kelu. Jantungnya tiba-tiba saja berdegub kencang. Matanya tak berkedip menatap ayahnya yang masih menggantungkan kalimatnya itu.
“…Kamu suka pada Dahlia?”Tebak ayahnya.
Azka tersentak. Ia kemudian terkekeh ketika ayahnya menyebut nama asisten pribadinya itu. Dahlia? Ia memang sosok yang baik dan diantara semua perempuan Dahlia yang paling dekat dengan ayahnya. Cantik dan memiliki wajah yang sangat Imut. Mungkin hanya Dahlia, gadis yang paling dekat dengannya saat ini. Kemanapun Ia pergi Dahlia pasti ikut.
“Hahahah. Terserah papa saja ingin menebak siapa. Azka pergi dulu. bye…”
“Dahlia bagaimana? Dia ikut kan denganmu?”Tanya ayah sambil tersenyum lebar.
Azka hanya mengangkat jempolnya kemudian melangkah menemui temannya di ruang tamu. Usai berpamitan mereka langsung meluncur dengan mobil Azka. Menghilang ditelan jalanan yang sepi.
*_*_*
“AZKA WE LOVE YOU!!!”
Pekikan puluhan gadis itu mengakhiri malam panjangnya. Lima lagu dibawakan tanpa henti rasanya cukup untuk mengobati rasa rindu para penggemarnya. Itu juga sudah ditambah bonus foto bersama dan bernyanyi dengan salah seorang fans yang beruntung dan diajak naik ke atas panggung.
Konser itu berlangsung aman dan tertib. Semua orang menikmati penampilannya. Setiap saat, setelah selesai bernyanyi Azka selalu berpesan pada penggemarnya : “tetap tertib ya teman-teman. Love you…”
Dan itu sudah terbukti ampuh. Tak ada desak-desakan apalagi sampai ada yang pingsan. Penonton yang membludak disalah satu gedung convention centre di pusat kota tidak menjadikan konser itu amburadul dan kacau balau.
“Kita sukses Azka. Persiapkan dirimu untuk konser yang lebih dahsyat dari ini”Ucap Sergio sambil menepuk pundaknya.
Pria keturunan spanyol itu tampaknya sangat bangga dengan anak emasnya. Tidak salah ia memutuskan untuk menjadi manajer pribadi Azka. Selain asyik diajak kerja sama, Azka juga telah membantunya mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Semakin hari semakin banyak.
“Sergio, boleh aku minta satu hal padamu?”Pinta Azka lalu menjatuhkan tubuhnya ke sofa diruang artis.
“Minta apa? katakan Azka”
“Aku minta cuti sehari saja. Aku butuh waktu untuk istirahat.”
“Hmm…”
Sergio berpikir sejenak. Ia mengambil sebuah buku agenda dari dalam tasnya. Sepertinya itu jadwal keseharian Azka. Ia membuka lembar demi lembar dengan hati-hati.
“Sehari saja kan?”Tanya Sergio dengan tetap fokus pada buku agenda ditangannya.
“Ya”
“Baiklah. Rabu, minggu depan. Bagaimana? Kebetulan rabu itu jadwalmu kosong dan sepertinya tidak ada yang berminat untuk mengundangmu rabu itu. Bagaimana?”
Kini giliran Azka yang berpikir. Rabu depan terlalu jauh. Masih delapan hari lagi.
“Seminggu kedepan tidak ada yang kosong?”
“Sebentar…”Sergio membuka kembali buku agenda kemudian menggeleng. “…tidak ada. Jadwalmu penuh hingga selasa pekan depan. Besok dan lusa kamu harus ke Surabaya, kemudian lanjut ke bandung. Kemudian Sabtu sampai senin kamu ada tour di manado, Makassar dan Gorontalo. Setelah itu kamu langsung ke Balikpapan. Barulah rabu kamu free. Lanjut lagi ke Australia untuk syuting video klip.”
Azka mendesah panjang.
Tidak ada waktu yang tersisa untuk beristirahat penuh. Azka mengangguk pelan menyetujui. Ia melirik arloji yang melingkar ditangannya. Sudah pukul sebelas lebih lima belas menit. Malam semakin larut. Berulang kali ia menguap. Menahan kantuk sembari menunggu kode dari seseorang.
Ya, siapa lagi kalau bukan Dahlia. Gadis itu, asisten pribadinya. Dahlia sedang berada diluar, berjaga-jaga kalau ada wartawan yang tiba-tiba masuk keruang pribadinya. Bukan sombong tapi Azka sangat lelah. Wawancara sebelum tampil tadi rasanya sudah cukup. Tapi mungkin tidak bagi teman-teman wartawan. Selama masih ada kesempatan, maka mereka tidak akan menyia-nyiakannya.
“Aman Kak!”seru Dahlia tiba-tiba masuk keruangannya. Membuat Azka dan Sergio tersentak kaget lalu terdiam saling pandang untuk beberapa saat.
“Berapa kali harus aku katakan padamu Dahlia? Jangan mengagetkanku seperti itu. Aku ini sudah tua, jantungku sudah lemah. Kalau aku kena serangan jantung, kamu mau tanggung jawab?”Tanya Sergio sambil memegangi dadanya. Nafasnya naik turun. Pria empat puluh lima tahun itu memang memiliki penyakit jantung.
Azka berdiri lalu terpaku sejenak memandangi wajah Dahlia. Satu-satunya gadis yang dekat dengannya sekarang hanyalah Dahlia. Sekilas Dahlia memang terlihat cantik. Tak ada celah diwajahnya. Kecuali tahi lalat kecil didagunya yang membuat Dahlia sering uring-uringan tidak jelas. Ah, tapi bagi Azka itu menjadi nilai plus diwajahnya. Dengan tahi lalat itu Dahlia terlihat jauh berbeda dengan gadis lainnya.
“Ayo kak! Kita pergi sekarang saja.”Ucap Dahlia menyadarkan Azka dari lamunannya.
Dahlia memang sering memanggilnya dengan sebutan kakak. Itu agar hubungan mereka lebih akrab dan tak ada sekat pembatas antara artis dan asisten artis.
“Paman ikut juga ke apartemen?”Dahlia memutar kepalanya. Memandangi pria yang berdiri disudut ruangan.
Sergio mengangguk pelan.
Mereka keluar dengan mengendap-endap seperti pencuri. Berlari kecil menuju parkiran melewati pintu belakang gedung. Diluar masih sangat ramai. Ratusan penggemar masih asyik berfoto-foto disana. Berbagi cerita seru selama menonton konser. Tidak terkecuali gadis yang beruntung diajak kepanggung oleh Azka.
*_*_*
“Ini minumannya. Dahlia pamit ke kamar. Dahlia ngantuk, pengen istirahat. Daa…”
Gadis itu meletakan dua gelas minuman diatas meja. Satunya teh hijau dan satunya lagi capucino hangat.
“Kalau diperhatikan, Dahlia itu cantik juga. Kenapa kamu tidak pacaran saja dengannya?”Kata Sergio tiba-tiba.
“Cantik bukan menjadi alasan untuk aku pacaran dengannya kan?”
“dahlia cantik. tapi lebih dari itu kan? Dahlia sudah sangat dekat denganmu. Ia cerdas, cekatan, bersih, dan satu lagi Ia sangat perhatian padamu”
“Bukankah itu memang sudah pekerjaan asisten pribadi?”
“Oh ayolah Azka. Aku ini pernah muda. Yang dilakukannya sekarang itu lebih dari sekedar yang dilakukan oleh asisten pribadi. Perhatikan Ia baik-baik.”
Azka diam. sebab kalau Ia terus menyahut maka malam akan semakin panjang. Sudah saatnya Ia untuk istirahat. Melepas penat.
“Melita, kamu nggak perlu terburu-buru seperti ini”Ketus Nuril. Ia melangkah cepat berusaha menyusul Melita. “Cepatlah. Kalau kamu berhenti sedikitpun, aku bakalan ninggalin kamu disini”Jawabnya singkat. Melita berjalan cepat. Sekilas Ia tampak berlari kecil sambil sesekali menoleh kebelakang. Mendengus kesal pada Nuril yang jalannya mirip peragawati. Lenggak lenggok. Lamban.
Hujan. Melita mematung sudah cukup lama didepan sebuah supermarket. Orang yang menawarkan tumpangan sejak lima belas menit yang lalu sampai sekarang belum menampakan batang hidungnya. Melita tidak mungkin menelepon orang itu. NO! Melita anti mengemis bantuan pada orang lain apalagi orang itu adalah Brian. Tadi saja, kalau Brian tidak menelepon dan menawarkan tumpangan, Melita pasti sudah pergi. Tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda kemunculan Brian. Melita mulai gelisah. Sesekali ia menggosokan
Malam semakin larut. Azka dan Nicky sedang berada diruang santai apartemen. Ruangan yang cukup luas dengan satu sofa panjang, meja kecil, dan LED TV layar besar menempel disetengah dinding ruangan. Mereka duduk berdempetan. Tak peduli pada dinding yang bertelinga, mereka saling mengumbar kata-kata cinta. Menerbangkan puisi-puisi cinta penembus batas. Nicky menyandarkan kepalanya tepat di dada Azka yang bidang nan kokoh. Bersiap untuk melindunginya setiap saat. Sementara Azka melingkarkan tangannya ke
“Hujan lagi”gerutu Nicky. Langit diluar tampak sangat gelap. Tak bersahabat. Ia menyembunyikan bintang dan rembulan. Hanya jutaan panah air yang setia menemaninya. Nicky menarik kain jendela, menutupnya. Lalu melangkah mendekati Azka yang duduk membelakanginya. “Kamu sudah makan Az?”
Satu minggu berlalu dan Nicky tidak memberi kabar sama sekali. Jelas Azka panik dan cemas. Ia takut terjadi apa-apa pada lelaki terindah kedua dalam hidupnya. Bagaimanapun, Nicky adalah cinta sucinya. Tempat ia mencurahkan segala perhatian dan kasih sayang. Satu minggu di Australia Ia tidak mendapatkan kabar sama sekali dari kekasihnya itu. Entah masih marah atau ingin menjauh atau bisa saja gabungan dari keduanya. Marah dan ingin menjauh. Azka sudah mencoba untuk menghubunginya tapi tidak berhasil.
Rumah itu tampak mencekam. Suasananya menakutkan. Ada hawa mistis terpancar dari tiap sudut di rumah itu. Azka menunduk pasrah diruang keluarga. Matanya berkaca-kaca. Tidak pernah Ia melihat ayah semarah ini padanya. Mengaum tidak jelas. Suaranya kasar dan tidak ramah seperti biasanya. “Aku minta maaf Pah. Aku mohon, maafkan aku pah” “Apa yang terjadi denganmu Azka? APA ADA YANG SALAH DALAM CARA MENDIDIKKU? KENAPA KAMU MELAKUKAN SEMUA INI?”Suara Rando kembali meninggi. Menegan
“Aku nggak mungkin pergi meninggalkan keluargaku” “…” “Dengarkan aku Azka. Kita nggak perlu lari dari masalah ini, kita berdua harus menghadapinya. Kita berdua, aku dan kamu” Nicky benar. Mereka tidak perlu lari dari kenyataan. Mereka harus mencoba untuk tidak peduli pad
Karena kehilangan keseimbangan Ia juga ikut jatuh menimpa lantai. Beruntung, saat itu ditempatnya tidak ada siapa-siapa kecuali dirinya dan dua anak lainnya yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Seorang diantara mereka berlari mendekat kemudian membantunya berdiri. Anak itu sepertinya jauh lebih tua dibandingkannya. Selisih lima tahun. Ia berdiri, merapikan pakaiannya, lalu memandangi sosok didepan. Tersenyum.&n
“Aku nggak mungkin pergi meninggalkan keluargaku” “…” “Dengarkan aku Azka. Kita nggak perlu lari dari masalah ini, kita berdua harus menghadapinya. Kita berdua, aku dan kamu” Nicky benar. Mereka tidak perlu lari dari kenyataan. Mereka harus mencoba untuk tidak peduli pad
Rumah itu tampak mencekam. Suasananya menakutkan. Ada hawa mistis terpancar dari tiap sudut di rumah itu. Azka menunduk pasrah diruang keluarga. Matanya berkaca-kaca. Tidak pernah Ia melihat ayah semarah ini padanya. Mengaum tidak jelas. Suaranya kasar dan tidak ramah seperti biasanya. “Aku minta maaf Pah. Aku mohon, maafkan aku pah” “Apa yang terjadi denganmu Azka? APA ADA YANG SALAH DALAM CARA MENDIDIKKU? KENAPA KAMU MELAKUKAN SEMUA INI?”Suara Rando kembali meninggi. Menegan
Satu minggu berlalu dan Nicky tidak memberi kabar sama sekali. Jelas Azka panik dan cemas. Ia takut terjadi apa-apa pada lelaki terindah kedua dalam hidupnya. Bagaimanapun, Nicky adalah cinta sucinya. Tempat ia mencurahkan segala perhatian dan kasih sayang. Satu minggu di Australia Ia tidak mendapatkan kabar sama sekali dari kekasihnya itu. Entah masih marah atau ingin menjauh atau bisa saja gabungan dari keduanya. Marah dan ingin menjauh. Azka sudah mencoba untuk menghubunginya tapi tidak berhasil.
“Hujan lagi”gerutu Nicky. Langit diluar tampak sangat gelap. Tak bersahabat. Ia menyembunyikan bintang dan rembulan. Hanya jutaan panah air yang setia menemaninya. Nicky menarik kain jendela, menutupnya. Lalu melangkah mendekati Azka yang duduk membelakanginya. “Kamu sudah makan Az?”
Malam semakin larut. Azka dan Nicky sedang berada diruang santai apartemen. Ruangan yang cukup luas dengan satu sofa panjang, meja kecil, dan LED TV layar besar menempel disetengah dinding ruangan. Mereka duduk berdempetan. Tak peduli pada dinding yang bertelinga, mereka saling mengumbar kata-kata cinta. Menerbangkan puisi-puisi cinta penembus batas. Nicky menyandarkan kepalanya tepat di dada Azka yang bidang nan kokoh. Bersiap untuk melindunginya setiap saat. Sementara Azka melingkarkan tangannya ke
Hujan. Melita mematung sudah cukup lama didepan sebuah supermarket. Orang yang menawarkan tumpangan sejak lima belas menit yang lalu sampai sekarang belum menampakan batang hidungnya. Melita tidak mungkin menelepon orang itu. NO! Melita anti mengemis bantuan pada orang lain apalagi orang itu adalah Brian. Tadi saja, kalau Brian tidak menelepon dan menawarkan tumpangan, Melita pasti sudah pergi. Tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda kemunculan Brian. Melita mulai gelisah. Sesekali ia menggosokan
“Melita, kamu nggak perlu terburu-buru seperti ini”Ketus Nuril. Ia melangkah cepat berusaha menyusul Melita. “Cepatlah. Kalau kamu berhenti sedikitpun, aku bakalan ninggalin kamu disini”Jawabnya singkat. Melita berjalan cepat. Sekilas Ia tampak berlari kecil sambil sesekali menoleh kebelakang. Mendengus kesal pada Nuril yang jalannya mirip peragawati. Lenggak lenggok. Lamban.
Driazka Hendrianto. Pemuda itu berdiri didepan cermin. Memandangi tiap lekuk tubuhnya yang hanya dibalut handuk. Air masih menetes dari rambutnya. Tidak ada yang kurang. Wajah yang tampan, kulit putih bersih, mulus tanpa noda sedikitpun. Tubuhnya atletis. Tangguh bak penantang badai. Siapa yang tidak akan tergila-gila pada pesona ketampanannya? Jikapun Ia hanya orang biasa pasti banyak gadis yang akan tergila-gila. Berlutut untuk meminta dijadikan kekasih meski hanya semalam. Namun segalanya lebih da
November selalu diawali dengan rintik hujan. Pelan namun pasti. Menyerbu bumi bagaikan jutaan anak panah. Tanpa ampun. Tak ada jeda bahkan sedetikpun. Entah siapa yang lebih dulu mempopulerkan, tapi nyatanya istilah NovemberRain kini sangatlah tenar. Mulai dari status di Facebook, twitter hingga dijadikan pesan pribadi di Messenger. Lebih dari satu orang yang menggunakannya. Hujan masih setia menemani senja. Tak ada jeda. Seperti jemari lentik Melita yang tiada jeda menari-nari diatas keyboard laptopnya. Tak peduli sekian jam ia dalam posisi begitu. Duduk bersila sambil bersandar pada tempok dibelakangnya. Tak peduli pada saran mama yang memintanya untuk berhenti mengetik minima