Penyiksaan kepada tahanan berlangsung di kawasan lainnya. Para tawanan masih saja tidak mengaku ketika para serdadu menginterogasi mereka. Herrscher kini berada di daerah lainnya yang juga dikuasai oleh serdadu pemerintah. Ia kembali mengendap – endap ke wilayah itu kemudian menyamar sebagai serdadu pemerintah di sana.
“Oke, lokasi baru, rencana baru,” ucap Herrscher yang baru saja menapakkan kakinya di lokasi itu.
Herrscher melihat salah satu serdadu yang membawa kamera. Serdadu itu selalu memotret setiap kejadian di sana. Herrscher heran mengapa serdadu itu justru membawa kamera, bukan membawa senjata seperti serdadu lainnya. Beberapa serdadu lainnya ternyata juga membawa kamera.
Ketika melihat pria tadi sedang memotret penyiksaan terhadap para tahanan, pemimpin serdadu itu langsung menggertak pria tersebut. Pria tersebut berpakaian sama dengan serdadu lainnya. Ia mengenakan seragam loreng. Pemimpin itu mendekati pria tadi dan langsung
Kondisi saat ini sudah malam hari. Para pemberontak dan para tawanan telah tiba di markas ssetelah menempuh jarak yang jauh. Mereka beristirahat sejenak meluruskan kaki. Salah satu pria yang juga pemberontak memberikan botol minum kepada para tawanan. Tawanan itu pun menerima botol pemberian seorang pemberontak.“Mengapa kamu memperlakukan tawanan dengan baik?” tanya Herrscher kepada pria itu.“Mereka juga manusia seperti kita. Tentu kita harus memperlakukan mereka dengan baik,” jawabnya.“Dia benar. Kita ini pemberontak, tapi kita bukan iblis yang suka menyiksa. Meskipun wajah kita garang, tapi hati kita tetap harus lembut,” ucap ketua pemberontak yang mendengarkan percakapan Herrscher dan pria itu. “Seharusnya kau tahu kan kalau tujuan kita hanya ingin terbebas dari kediktatoran pemerintah?”“Tentu aku tahu,” jawab Herrscher yang tanggap akan pertanyaan itu.“Kalau sudah tahu, kenapa masih bertanya?” tanya ketua pemberontak yang mulai mencurigai Herrscher. “Kau bagian dari kami, kan
Kembali ke negara dimana Herrscher berada. Entah sudah berapa hari jurnalis yang menjadi tawanan tersebut berada di markas para pemberontak. Mereka memperlakukan tawanan tersebut layaknya manusia. Media berulang kali berusaha mencari informasi keberadaan para jurnalis itu. Melihat berita di media, pemimpin pemberontak memerintahkan juru bicaranya untuk menyampaikan bahwa memang benar jurnalis yang hilang itu telah menjadi tawanan mereka. Berita tentang jurnalis menjadi tawanan para pemberontak cepat tersebar ke seluruh negara. Keluarga dari para tawanan berulang kali menjadi sasaran para wartawan untuk dijadikan ladang berita dan artikel mereka. Pertanyaan receh tidak luput dilontarkan kepada keluarga mereka hanya untuk meningkatkan rating televisi. Bahkan sosok jurnalis tersebut dikupas tuntas seakan tidak ada berita penting lainnya. Herrscher menonton berita tersebut dari layar televisinya sambil duduk di sofa yang sangat empuk. Di dalam ruangan berdinding putih, d
Inilah pertemuan kedua entitas yang telah lama berpisah sejak jaman Abraham. Karma berjalan perlahan mendekati Death. Langit tiba – tiba menjadi mendung. Mulai gelap hingga cahaya matahari sulit menyinari permukaan bumi. Hawa yang tidak kondusif mengelilingi kedua entitas tersebut. Angin yang seharusnya sejuk menjadi terasa kasar.“Sepertinya ada yang tidak beres disini, bukankah begitu?” sambut Death atas kedatangan Karma.Karma menganggukkan kepalanya. “Kau masih ingat dengan Azazel?”“Tentu saja aku ingat. Ada apa dengannya?”“Tepat di laut dalam dekat wilayah ini, dia sedang bertarung dengan Leviathan.”Karma mengarahkan tangannya ke langit lalu menjentikkan jarinya. Kondisi cuaca yang sebelumnya tidak bersahabat, dalam sekejap kembali normal seperti sebelumnya. Langit menjadi cerah kembali. Herrscher dan lainnya melihat ke langit menyaksikan perubahan drastis langit di atas mereka.&
“Di masa kapankah kita sekarang berada?” tanya Herrscher yang masih gelisah kehilangan anak itu. Matanya masih mencari ke kiri dan ke kanan, memperhatikan setiap sudut di sekitarnya. Ia tetap tidak dapat melihat sosok anak itu. Herrscher kemudian melihat gawainya dan ternyata saat itu sudah mendekati akhir tahun. Herrscher kaget karena mereka tanpa sadar telah melewati waktu berbulan – bulan lamanya.Herrscher mencari informasi apa yang terjadi selama ia melewati waktu dengan cepat. Pemimpin pemberontak akhirnya mau menyerahkan para tawanan secara langsung. Hal itu membuat fokus Herrscher kemudian beralih.“Death, cepat ikut aku! Ada hal penting yang harus diselesaikan!” ajak Herrscher sambil bersiap – siap melakukan teleportasi. ZAPPP!!! Seketika Herrscher dan Death menghilang dari lokasi tersebut. Hanya tinggal Karma dan Hafadzah di tempat itu.------------------------------ZAPPP!!! Herrscher dan De
Dagaz memalingkan matanya ke arah sumber suara. Dagaz rasa ia mengenali suara itu. Betapa terkejutnya sosok yang sudah lama tidak ia temui, muncul di hadapannya. Sosok yang membuka penglihatan Dagaz, Veda.Angin bersemilir di tengah mereka bertiga. Debu pasir berseliweran menghalangi penglihatan Dagaz. Dagaz berjalan mendekati Veda yang tidak jauh darinya. Angin semakin berhembus kencang seolah melarang Dagaz mendekati Veda. Dagaz mundur akibat angin yang berhembus kencang.“Kau cukup berdiri di situ. Tidak perlu mendekat,” ucap Veda menyarankan Dagaz yang masih berusaha mendekatinya.Dagaz terus berjalan mendekati Veda meskipun posisinya tidak kunjung mendekat.“Dengarkan apa yang dikatakannya. Kau cukup disini saja!” sontak Dark kesal dengan Dagaz yang tidak mendengarkan kalimat Veda.Dagaz berhenti melangkah dan angin pun berhenti berhembus. “Kenapa?” tanya Dagaz.“Aku hanya sebentar saja disini.
Death dan Veda telah tiba di suatu dimensi antah berantah, dimana dimensi tersebut hanya terdapat mereka berdua. Death segera mengeluarkan sabit yang merupakan senjata andalannya. Karma mengeluarkan mandala yang bercahaya terang mengelilingi tubuhnya dari sisi depan. Mandala itu kemudian membesar dan mereka berdua berada di dalam mandala itu.Dari mandala itu, keluar sulur – sulur cahaya yang kemudian mengikat Death. Death masih bisa bergerak meskipun sulur – sulut itu telah mengikatnya. Karma menggerakkan tangannya membentuk pola tangan yang menggenggam untuk merapatkan sulur – sulur itu agar Dark tidak mampu bergerak.Death tertawa tanpa suara. Ia melepaskan sabitnya dari tangannya. Sabit itu melayang dan memotong sulur – sulur yang menahannya. Veda dengan sigap menambah jumlah sulur – sulur itu agar Death tidak berhasil lepas dari jeratannya. Berulang kali pula sabit milik Death memutuskan sulur – sulur itu.“Ada apa
Sabit dan trisula terus saja beradu. Ledakan demi ledakan tercipta karenanya. Di dimensi inilah pertarungan yang menggunakan kekuatan setara kosmik, dapat dilaksanakan karena efeknya dapat menghancurkan makhluk ciptaan level rendah. Efek dari tabrakan kedua senjata itu, mampu menggeserkan para Hamalat dan Kerubim. Salah satu Hamalat berinisiatif masuk ke dalam pertarungan itu. Ia hendak membantu Veda untuk mengalahkan Death.Dengan ribuan sayapnya yang besar, ia mencoba menyerang Death dengan gemuruh angin yang berasal dari kepakannya itu. Namun hal itu tidak berguna, serangan Hamalat itu bahkan tidak membuat posisi Death bergeser. Death memandangi Hamalat itu dengan tatapan tanpa emosi. Ia menunjuk Hamalat itu dengan sabit di tangannya.“Kalian jangan ikut campur!” gertaknya.Death yang merasa Hamalat tersebut mengganggunya, mengayunkan sabitnya ke arah Hamalat tersebut. Ayunan sabit itu membentuk cahaya hitam yang kemudian membesar secara tiba &nda
“Ngomong – ngomong sudah berapa lama kita berada di pulau ini? Bagaimana kabar Shamar di pulau sana?” Herrscher masih menikmati kopinya.“Hmm... bagaimana kalau kita ke sana? Sesekali kita perlu mengunjungi Shamar.”“Ide bagus. Lagipula anak itu sudah bersama dengan pihak yang tepat,” ucap Herrscher sedikit lega.Death terdiam sesaat, ia tidak mau memberikan komentar tentang itu. Death mengacungkan jarinya ke suatu arah dan terciptalah portal menuju pulau yang ditinggali oleh Shamar. Herrscher segera beranjak dari kursinya dan berjalan menuju portal itu. Mereka berdua masuk ke dalam portal dan seketika portal pun tertutup.------------------------------Herrscher dan Death tiba di pulau tersebut. Mereka segera menjelajahi hutan itu untuk menemui Shamar. Seketika hutan menyambut mereka dengan hembusan angin kencang dan kobaran daun – daun yang berjatuhan. Nuansa hijau menyelimuti mereka. Tampaklah Sham