“Cepat katakan!”
Max semakin menambah tekanan suaranya. Hal itu menyebabkan Jessi dan Jasper terbangun, lalu keluar menghampiri ayahnya. Pria tampan itu tak mampu lagi mengontrol emosinya, terlebih dirinya baru saja melihat jasad Tiffany yang begitu mengenaskan. Max benar-benar hilang kendali akibat kesedihan yang dialaminya selama Tiffany meninggal.
“Ayah kenapa?” tanya Jessi pelan.
Max menatap Jessi dengan tatapan penuh amarah. Tak biasanya ia menatap kedua anaknya seperti itu. “Diamlah! Kau masih kecil!” teriaknya. Seketika, Jessi dan Jasper berlindung dibalik kaki jenjang wanita itu. “Menjauh darinya!” perintah Max.
Namun sayang, Jessi dan Jasper justru menolak seraya terisak. “Aku bilang, menjauh darinya sekarang juga! Dia bukan ibu kalian! Ibu kalian sudah mati! Sudah mati!” teriak Max histeris, kemudian mengeluarkan air mata kepedihannya. Wajah tampannya berubah menjadi begitu sangar dan menakutkan. Beban yang ia tanggung sangatlah berat. Di satu sisi, dirinya begitu sedih karena kehilangan sang istri. Di sisi lainnya, ia begitu membenci wanita yang memanfaatkan kematian istrinya itu.
Max benar-benar meluapkan beban yang ia simpan dalam hati, sehingga membuat Jessi dan Jasper ketakutan setengah mati karena melihat sikap ayahnya yang seperti monster. Mereka terus memeluk erat kaki wanita itu seraya terus menangis. Max jengah, mengusap wajahnya kasar, kemudian beranjak pergi entah kemana. Pintu pun menjadi korban kemarahan pria tampan itu.
Seketika, wanita itu menangis seraya memeluk Jessi dan Jasper. Dirinya merasa bersalah karena telah membuat Max marah. “Maafkan aku Max...” ucapnya lirih.
Max melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas normal. Pikirannya kini sedang kacau. Mobilnya pun tiba di sebuah bar terdekat –tempatnya untuk melampiaskan kemarahan dan kesedihan. Dengan meminum alkohol, mungkin pikiran Max bisa jadi lebih tenang, menurutnya. Pria tampan itupun memasuki bar tersebut. Seperti biasa, para wanita seksi yang ada di dalam bar, berhamburan memeluk Max. Namun, Max tampaknya tak tertarik untuk melakukan hubungan apapun dengan wanita-wanita itu. Max terus berjalan mendekati meja bartender, “Berikan aku wiskie.”
Bartender tersebut mengangguk, kemudian memberikan sebotol wiskie beserta gelas bening yang berisi es kepada Max. Duda tampan itu menuangkan wiskie tersebut kedalam gelas, kemudian meminumnya dengan sekali tenggukan. Lagi, ia menuang dan meminumnya. Begitu seterusnya hingga ia merasakan pusing di kepalanya akibat terlalu banyak meminum wiskie. Matanya pun mulai berkunang-kunang.
Tubuhnya kini meliuk-liuk menuju kerumunan orang-orang yang tengah berdansa –menemani penari seksi yang berada di atas panggung. Max yang biasanya tak suka mencium wanita lain, kini berbanding terbalik ketika dirinya tengah dirasuki oleh alkohol. Bibir seksinya terus mencumbui wanita yang tengah sibuk menari vulgar di atas panggung striptis. “Mau bermalam denganku, baby?” ujar si penari seksi itu di telinga Max.
Kata Max, “Tidak. Aku tidak akan bermalam.”
Max terus merasakan pusing di kepalanya. Kali ini sangat berat sehingga kaki jenjangnya tak mampu menopang tubuh beratnya. “Sebaiknya, kau istirahat saja.” ujar penari itu lagi –membawa Max ke kamar yang ada di bar itu.
Penari seksi itupun menidurkan Max di ranjang empuk, kemudian mengecup bibir indah Max yang tertutup rapat. Ya. Max saat ini sudah dalam kondisi yang tak sadarkan diri. Dia bahkan tak tahu apapun lagi yang dilakukan oleh wanita jalang itu.
Perlahan, wanita itu melucuti kemeja yang dikenakan oleh Max. Mencumbui leher serta dada bidang Max dengan sangat bergairah. Meskipun tak mendapatkan balasan apapun, wanita itu tetap melakukan aktivitasnya. Max hanya menggeliat sesekali saat wanita itu menyentuh bagian sensitif yang tersembunyi dibalik celana kerjanya. Wanita itu menyeringai, “Kau benar-benar membuatku bergairah, Tuan.”
Saat wanita seksi itu ingin membuka celana yang menutupi bagian sensitif Max, tiba-tiba saja pria yang sedari tadi diam kini menahan tangan wanita itu. “Jangan macam-macam! Dasar wanita jalang! Berani sekali kau melucuti pakaianku!” Max pun mendorong tubuh penari itu ke samping, kemudian memakai kembali kemejanya sembari melangkah keluar.
•••
Max pun tiba di rumah. Meskipun dalam kondisi mabuk, dirinya masih bisa berkonsentrasi dalam hal menyetir. Buktinya sudah jelas, karena Max tiba di rumah dengan selamat, tanpa kurang satu apapun dari dirinya. Tangan besarnya berulang kali mengetuk pintu minimalis tersebut. “Buka pintunya!” ujarnya dengan suara khas orang yang sedang mabuk.
Tak lama, pintu pun terbuka, lalu muncul-lah sosok wanita yang mirip dengan mendiang istri Max. “Tiffany?” gumam Max –menatap intens ke wajah wanita itu. Seketika, tubuh Max pun sedikit oleng –membuat Tiffany palsu itu terpaksa membawa laki-laki itu ke kamar. Setelah menidurkan Max di ranjang, wanita itu berniat pergi namun Max, menahan tangannya –menariknya kedalam pelukan Max.
Pria tampan itupun menatap mata indah wanita yang ada dihadapannya. “Jangan pergi dariku, Tiffany. Aku mencintaimu,” ucapnya tanpa sadar.
“M-Max ... a-aku bukan Tif...”
“Sshhtt!” Max menutup mulut wanita itu dengan tangannya, “Aku tahu, kau pasti Tiffany, kan? Kau jangan berbohong padaku sayang.”
“Astaga! Dia benar-benar mabuk berat.” gumam wanita itu dalam hati –berusaha melepaskan pelukan Max yang begitu erat. “Le-lepaskan Max. Aku bukan Tiffany,” pinta wanita itu, “A-aku ... Kayla Austin.”
“Kayla?” Max pun tersenyum dibalik ketidaksadarannya, “Kau tidak perlu berbohong. Kemarilah, karena aku sudah lama merindukanmu sayang. Aku rindu akan belaian serta cintamu padaku.”
“Tapi Max...”
Kali ini, Max mengunci bibir Kayla dengan sangat dalam. Kayla hanya terdiam dan tak membalasnya. Wanita cantik itu begitu terkejut akibat kecupan yang dilakukan Max secara tiba-tiba. Kayla masih mematung, sementara Max sibuk dengan pagutannya sendiri. Dalam hati Kayla, “God! Kenapa jantungku berdegub kencang seperti ini?”
Max menghempaskan tubuh Kayla ke atas ranjangnya. Gairahnya semakin kuat, bahkan kini dirinya sudah menindih wanita itu –seakan mengunci wanita itu agar tidak bisa lolos dari napsunya. Wajar saja, karena saat ini yang ada di mata Max hanyalah bayangan dari Tiffany saja. Ia menganggap wanita itu adalah mendiang istri tercintanya. “Max ... hentikan...” pinta Kayla –membiarkan air matanya mengalir begitu saja dari pelupuk mata.
Menangis? Ya, wanita itu menangis –meratapi nasibnya yang kini harus merelakan tubuhnya dijamah oleh pria yang bukan suaminya. Kayla mencoba untuk melepaskan diri, namun apa daya karena tubuh Max jauh lebih kuat ketimbang dirinya. “Max, aku mohon...” pintanya lirih.
Max tampak tak menghiraukan rintihan dari Kayla. Ia terus saja melampiaskan hawa napsunya untuk merasakan keindahan tubuh mungil yang ada di bawah kekuasaannya. Kini, Max beralih ke bagian dada empuk Kayla –membuka piyama tidur itu, kemudian menghisap isinya dengan sangat agresif. Terdengar desahan kecil dan sangat lembut yang keluar dari bibir Kayla –desahan yang mampu membuat Max semakin hilang kendali.
Kayla hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan Max. Tangannya kini sudah menggantung di leher pria itu –meremas rambut Max karena merasakan kenikmatan yang luar biasa dari kecupan Max. Tangan kanan Max yang semula meremas dada empuk Kayla, kini beralih menuju bagian vital sang wanita –membuat Kayla semakin menambah desahannya.
Gigi putih Kayla terus saja menggigiti bibir bawahnya –seakan tidak bisa menolak sensasi kenikmatan yang diberikan oleh Max. Pria itupun semakin menegang hingga akhirnya ia merenggut keperawanan Kayla. Dalam hati kecil Kayla, “Maafkan aku, Kak. Aku sudah melewati batasku.”
•••
“Arrgghh!” Max mengerang kesakitan keesokan paginya –sedikit memijiti pelipisnya yang terasa sakit. Matanya mengerjap berulang kali –mencoba mengambil segelas air putih yang tersedia di atas nakas samping tempat tidurnya. Namun, tangan kanannya justru sangat sulit untuk digerakkan. “Astaga! Kenapa ini?!” pekiknya.
Duda tampan itupun menoleh ke samping kanan –memastikan hal apa yang membuat tangannya sangat sulit untuk digerakkan. Dan kini ... matanya membulat ketika melihat seorang wanita cantik tengah tidur nyenyak di sebelahnya. Yang lebih mengejutkannya lagi, wanita itu tidak berbusana –hanya ditutupi oleh selimut tebal miliknya. Kini, Max mengalihkan pandangan pada tubuhnya sendiri. “Oh God! Apa yang terjadi?!” teriaknya.
Kayla menggeliat akibat teriakan yang bersumber dari Max. Mata indahnya menatap pria itu, kemudian duduk bersandar di tempat tidur. Retina Max menatap tajam kearah Kayla –seakan meminta penjelasan dari apa yang dilihatnya pagi ini. “Apa yang terjadi semalam?” tanyanya.
Kayla menunduk, “Terjadi sesuatu yang buruk diantara kita, Max.”
“A-apa maksudmu?”
Kayla menatap Max dengan tatapan sendu, “Kau melakukan hal itu denganku.”
“Bohong, kau pasti bohong!” Max sedikit meninggikan suaranya, “I don’t believe you! Kau pembohong!”
“Tapi itu kenyataannya Max! Untuk apa aku berbohong soal ini, hah?! Kau sudah merenggut kesucianku semalam, dan kau mengira bahwa aku pembohong?!” balas Kayla –merasa tak terima dengan sikap Max pagi ini. Max mengacak surainya –frustasi. Ia pun melenggang pergi menuju kamar mandi, meninggalkan Kayla yang masih menangis di atas ranjang. “Kenapa nasibku seperti ini?” batin Kayla.
~TBC
Max membasuh wajahnya berulang kali dengan air yang keluar dari wastafel kamar mandinya. Ia masih belum bisa percaya dengan apa yang terjadi semalam, antara dirinya dengan Kayla. Kenapa ia sampai tega merenggut kesucian dari wanita yang bahkan sama sekali belum dikenalnya? Itu sungguh berada di luar nalarnya. Bahkan, sampai detik inipun dia masih belum mengingat semua kejadian yang terjadi semalam. Yang ia ingat hanyalah pertengkarannya dengan wanita itu yang berujung pada wiskie sebagai bahan pelampiasannya.
Kayla terus terjaga untuk menjaga pria yang harusnya menjadi kakak iparnya. Ia terlihat begitu mengkhawatirkan kondisi Max yang terlihat begitu pucat. Kayla takut jika Max sakit karena memikirkan kejadian kemarin malam, dimana kesuciannya direnggut oleh Max. “Apa mungkin dia merasa bersalah padaku? Astaga! Jika benar, pasti saat ini dia sedang tertekan.” Kayla menggumam pelan dan terlihat sedikit panik.
“Ayah! Ibu! Help me!”
Max pun segera berhenti di salah satu Motel yang letaknya jauh dari keramaian. Alasan mengapa dia tak kembali ke rumah ialah karena takut jika Tn. Austin akan bertindak macam-macam yang dapat membahayakan keluarganya."Malam ini, kita akan menginap di sini. Besok, aku akan mengajak kalian untuk bersembunyi di tempat lain." ujar Max diiringi anggukan kepala Kayla. Mereka berdua pun masuk ke dalam Motel tersebut seraya menggendong Jessi dan Jasper.
Max menghempaskan tubuhnya di sofa Hotel. Ia sedikit melonggarkan dasinya seraya memperhatikan Kayla yang tengah merapikan barang-barang anaknya. "Kau begitu cantik, Kayla. Sesuai dengan sikapmu."batin Max.Duda anak dua itu masih terus menatap kagum Kayla. Bahkan ia tak mendengarkan panggilan Jasper di sebelahnya. "Ayah!" Jasper merengek seraya menggoyangkan lengan kekar ayahnya. Max pun tersadar dan mengalihkan pandangannya keara
Kayla tampak mondar mandir di kamar Hotel tempatnya menginap. Dirinya merasa tidak tenang karena Max dan Jasper belum juga kembali. Ia yakin jika ini adalah rencana dari ayahnya.Tak lama, pintu kamar hotel diketuk dari luar. Amanda menoleh, "Siapa?""Max."Kayla pun segera membukakan pint
Kayla terduduk lemas di kamarnya. Kakinya tak mampu lagi untuk menopang berat tubuhnya."Benarkah yang kudengar tadi? Atau hanya mimpi?"gumamnya dalam hati.Perlahan, air mata Kayla mengalir begitu saja. Dirinya masih terlihat tak percaya dengan perkataan Max. Ya. Dia mendengar semua percakapan antara Max dengan ibunya mengenai pernikahan. "Max, benarkah kau akan menikahiku? Aku benar-benar tidak percaya." gumamnya seraya menangis. Tak lama, pintu kamar diketuk dari luar. Mem
Kayla terus menatap langit-langit kamarnya. Air mata terus mengalir bebas dari pelupuk mata. Wajah cantiknya terus saja menampakkan kesedihan serta kerinduan yang mendalam, untuk seseorang. Ingatannya, selalu tertuju pada satu pria, yang sudah membuat hatinya mengerti arti cinta."Aku begitu mencintaimu, Max. Sangat mencintaimu, lebih dari apapun. Tapi, kau tidak pernah sedikit pun berniat untuk membalas cintaku ini." ucap Kayla sendiri.
Setelah selesai berganti pakaian, Kayla segera bergegas menuju tempat Max menunggunya sejak tadi. "Bagaimana? Gaunnya cocok?" tanya Max, menghampiri calon istrinya.Kayla mengangguk, "Hanya saja, sedikit sempit dibagian tertentu. Ny. Wilson akan memperbaikinya.""Lalu?""Besok, kita ke sini lagi ya?" ujar
Setelah beberapa hari berlalu, akhirnya Max mengajak Kayla untuk menemui seseorang. Sebelum itu, Jessi dan Jasper meminta maaf pada calon Ibu barunya itu. “Ibu, aku minta maaf,” ucap Jessi menyesal.“Aku juga,” sahut Jasper.Kayla tersenyum mani
Kayla menatap sangar kearah pria yang sudah berada di hadapannya. Ia benar-benar terlihat tak senang dengan pria itu. “Dasar licik!” serunya.“Eits! Jangan pernah mengatakan aku licik sayang,” ucap pria itu lembut namun terdengar menyeramkan.&l
Di kamar, Max terlihat termenung-memikirkan perilaku anak-anaknya yang berubah drastis. “Kenapa mereka jadi aneh seperti itu?” gumamnya pelan.
Stanley mengajak Jessi dan Jasper ke tempat yang sedikit jauh dari rumah mereka. Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya Jessi dan Jasper membuat lelucon yang mampu membuat Stanley tertawa lepas. Bahkan mobil mewah itu hampir saja oleng, karena Stanley terus saja tertawa akibat ulah anak-anak Max itu. Mereka bertiga sangat akrab satu sama lain.
Tiffany semakin menampakkan kemarahannya, sementara Stanley terlihat semakin lemah. Darah pun mengucur deras dari tubuhnya. Max yang melihat pun merasa kasihan dan tidak tega dengan kondisi Stanley saat ini."Hentikan, Tiffany! Dia sudah lemah!" ujar Max, sedikit meninggikan suaranya agar terdengar oleh Tiffany."Biarkan saja!"
"Ayo masuk!""Tidak! Aku tidak akan masuk!" teriak Kayla pada Stanley.Stanley mendengus, "Kau mau aku menembak mereka di depan matamu, hah?!"Kayla terdiam karena pria jahat itu sudah mengancamnya. Mau tidak mau, ia harus menuruti semua keinginan Stanley. "Bawa kedua anak sialan itu ke gu
Kayla terus menatap langit-langit kamarnya. Air mata terus mengalir bebas dari pelupuk mata. Wajah cantiknya terus saja menampakkan kesedihan serta kerinduan yang mendalam, untuk seseorang. Ingatannya, selalu tertuju pada satu pria, yang sudah membuat hatinya mengerti arti cinta."Aku begitu mencintaimu, Max. Sangat mencintaimu, lebih dari apapun. Tapi, kau tidak pernah sedikit pun berniat untuk membalas cintaku ini." ucap Kayla sendiri.
Kayla terduduk lemas di kamarnya. Kakinya tak mampu lagi untuk menopang berat tubuhnya."Benarkah yang kudengar tadi? Atau hanya mimpi?"gumamnya dalam hati.Perlahan, air mata Kayla mengalir begitu saja. Dirinya masih terlihat tak percaya dengan perkataan Max. Ya. Dia mendengar semua percakapan antara Max dengan ibunya mengenai pernikahan. "Max, benarkah kau akan menikahiku? Aku benar-benar tidak percaya." gumamnya seraya menangis. Tak lama, pintu kamar diketuk dari luar. Mem