Reegan World Grup terlihat tegang siang ini. Ruangan rapat bernuansa putih dengan meja besar panjang di tengah itu tampak sunyi. Bukan karena tak berpenghuni, tapi karena tak ada satupun orang yang berani bicara. Raut tegang itu terlihat jelas di setiap wajah dengan mimik takut dan tertekan luar biasa. Semua orang menatap lesu pada pimpinan perusahaan mereka karena tak juga bersuara meski rapat telah usai.
"Jadi, kalian mengatakan bahwa kita telah kalah dari perusahaan Yu Blade Comunication?"
Suara dingin dengan tekanan berat itu membuat suasana kian menegang. Pria itu tak memiliki ekspresi lain selain menatap satu per satu orang yang menghadiri rapat di ruangan itu.
"Itu, kita hanya mengira-ngira Ceo Ken,"
Anggukan setuju menyambut saat sebuah suara menjawab pelan. Lalu,
Srakkk!!!
Suara tumpukan kertas di banting di atas meja terdengar keras. Semua orang bergetar terkejut dan menunduk ciut.
"Hanya perkiraaan?! Apakah ini lelucon untuk kalian!"
Semua orang memejamkan matanya pahit saat mendengar amarah pria itu memuncak. Dari awal mereka semua tahu, suasana hati pemimpin mereka tengah buruk akhir-akhir ini, tapi mereka tak menyangka bahwa akan menjadi tumbal dari amarah yang tertahan selama ini.
"Tuan Kenzie,"
Mata Kenzie menoleh nyalang saat sebuah suara mengintruksinya.
"Kita telah melakukan sesuai perintah, tapi akhir-akhir ini--"
"Aku memerintahkan kalian untuk bekerja! Bukan main-main! Jika kalian tak sanggup memenuhi target yang aku minta, maka keluarlah! Pintu masih ada di sana!"
Seperti sebuah angin sepoi yang beracun, semua wajah memucat. Tak ada yang bergerak, membantah ataupun bernapas lega. Udara seakan meruncing layaknya jarum es yang mengkristal. Dingin dan mematikan. Seperti Ceo mereka, Kenzie Alexis Reegan.
Terkenal kejam dan tak berperasaan. Tak peduli proses namun selalu melihat hasil akhir yang memuaskan. Pria tampan terkaya nomor 1 di kota Z. Dan merupakan pria impian setiap wanita. Namun sayangnya, tak ada satu pun wanita yang berhasil mendekatinya. Banyak yang telah mencoba dan kembali sia-sia atau mati di bawah hewan peliharaannya. Mencoba mendekatinya sama saja dengan memasukkan diri ke neraka.
Tak ingin dikalahkan atau menerima kekalahan. Mencintai kesempurnaan dan membenci kebohongan. Semua hal tentang dirinya adalah impian setiap manusia. Namun dengan seluruh hal yang ia miliki, tak satupun dapat bersanding dengannya. Ia terlalu sempurna hingga merasa tak membutuhkan hal lainnya.
Hingga seluruh keluarganya menjodohkannya. Sebagai generasi tertua, ia di haruskan menikah agar generasi berikutnya dapat menikah juga. Namun jika Kenzie masih sendiri, maka tak satupun dari generasi keluarga besar Reegan yang akan menikah. Dan itu petaka bagi mereka.
Kembali pada ruangan rapat, tak satu pun dari mereka bergerak setelah lima belas menit berlalu. Bahkan mereka merasa kesulitan bernapas dengan benar sejak pandangan dingin Kenzie tak mencair. Hingga saat sebuah suara dari dalam saku jasnya berdering. Mengalihkan perhatian Kenzie, dan mereka semua bersyukur untuk itu. Namun karena itu juga, mereka semua menajamkan pendengaran.
Menatap tak peduli pada layar ponselnya, Kenzie membawa telepon genggamnya ke telinga. "Ibu, aku sedang rapat," ucapnya langsung pada inti permasalahan.
"Tinggalkan itu. Itu tak penting. Kau harus datang pada pertemuan kali ini. Jangan lupa untuk bergegas."
Jauh di seberang sana, suara wanita terdengar lembut dengan nada gembira. Tak perlu mendengarkan bantahan Kenzie, wanita itu telah menutup teleponnya.
Wajah Kenzie mengeras. Ia telah menahannya selama ini. Namun semua ini seakan tak berujung. Dan kali ini saja, ia ingin mereka semua menyerah.
Suasana kembali hening. Tak ada yang berani berbicara dan hanya bisa mengutuk pada telepon genggam Kenzie karena membuat suasana hati Ceo mereka semakin buruk. Mereka merasa seakan di hakimi untuk mati hari ini. Begitu berat dan tak tertahankan.
"Rapat di tunda!" perintah Kenzie kemudian sambil berlalu dari ruangan rapat.
Semua orang refleks berdiri dan bernapas lega. Memegang dada mereka dan menyeka keringat dingin yang mengalir. Setidaknya mereka selamat kali ini.
Di lain tempat, di sebuah cafe terbaik di kota Z tampak hangat. Sebuah ruangan telah tertutup dengan hidangan tersaji sangat baik dan berkelas. Dua keluarga telah hadir di sana, keluarga Rexton dan Keluarga Reegan. Aldric Rexton dan Vania Vanessa tersenyun ramah pada Raven Thian D' Reegan dan Azzura Xaviera. Mereka berempat menunggu putra putri mereka dalam obrolan yang sangat sopan.
Tak lama pintu ruangan terbuka dan kembali tertutup. Lexsi tersenyum cantik dengan sangat anggun dan imut. Keluarga Reegan pun menyambut dengan antusias. Tapi wajah Aldric tampak tak nyaman saat Lexsi duduk di antara mereka.
"Lexsi, di mana kakakmu?" tanya Aldric langsung.
Wajah Lexsi berubah pias. "Itu, Ayah, aku telah mencoba menariknya untuk pertemuan ini. Namun sepertinya Kakak sangat tidak tertarik. Dia berkata bahwa ini bukanlah hal penting."
Vania tersenyum diam-diam pada jawaban putrinya. Sesuai rencananya, mereka akan menggantikan Ellina untuk pertemuan kali ini.
Wajah Raven dan Azzura berubah. Wajah Aldric pun menggelap. Ia tak menyangka bahwa Ellina akan mengatakan itu. Merasa berhasil, Lexsi tertawa menang dalam hati. Tak hanya menciptakan keretakan di hati Aldric, tapi juga memperburuk nama Ellina di hadapan keluarga Reegan.
"Ayah, mungkin kakak hanya sedang sedikit sibuk. Lagi pula, wajar jika dia menolak. Karena awalnya ini adalah urusanku maka aku berniat untuk kembali mengambil alih," ucap Lexsi lirih, matanya menatap wajah Aldric dan Raven bergantian.
"Mengambil alih?"
"Siapa yang menolak?"
Ucapan Aldric bersamaan dengan Kenzie yang membuka pintu ruangan lalu menutupnya. Semua mata menoleh dan Kenzie masih berdiri kaku di sana. Sorot matanya sangat dingin seperti seseorang yang datang dari jauh dan tak tersentuh.
"Katakan, siapa yang menolak?" ulang Kenzie menembus mata Lexsi tajam.
Lexsi tersenyum tipis, sangat tipis hingga menggigil ketakutan. "Itu--"
"Duduklah terlebih dahulu," perintah Raven menatap Kenzie.
Menuruti kata Ayahnya, Kenzie duduk berhadapan dengan Lexsi. Lalu suasana berubah hening dan terasa aneh. Hanya Lexsi yang diam-diam mencuri pandang ke arahKenzie. Merutuki kebodohannya karena tak mengenal Kenzie selama ini.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Azzura pelan, ia menoleh pada Kenzie. "Anak kami sudah datang, tapi seperti yang kita dengar, anak perempuan kalian tidak menginginkan anak kami."
Wajah Kenzie mengeras mendengar ibunya mengatakan itu semua. Di tolak? Dia? Dan keluarganya? Dia benar-benar tak bisa terima itu semua.
"Maaf atas kejadian ini. Kami merasa ada yang tidak beres. Kami rasa, dia hanya belum tahu kabar pertemuan ini," jelas Aldric masih mencoba melindungi Ellina.
"Namun Nyonya Reegan, apakah kalian harus mencocokkannya dengan anak sulung kami? Maksud kami, kami masih memiliki satu putri lagi," ujar Vania sopan sambil menatap Lexsi yang tersenyum malu-malu.
Merasa keadaan tak nyaman, Aldric ikut mengangguk. "Benar, karena dari awal kami ingin menjodohkannya dengan Lexsi. Lalu kurasa tak masalah jika kita menukar --"
"Apakah kalian puas?"
Potong Kenzie dingin membuat semua orang bungkam. Matanya menajam dengan wajah gelap yang mendung.
"Apakah aku barang yang bisa kalian cocokkan sesuka hati?"
Lexsi menggigit bibir bawahnya kuat. Ia menunduk takut pada aura Kenzie.
"Kenzie," peringat Raven merasa tak nyaman.
"Cukup pada rencana awal! Aku inginkan gadis yang pertama! Bukan dia!" putus Kenzie dingin menolak Lexsi langsung.
Mata Azzura berbinar. "Jadi kau setuju? Tak masalah jika dia tak datang?"
Aldric dan Vania juga merasa terkejut pada keputusan Kenzie.
"Masalah? Tak akan ada masalah jika aku yang menginginkannya."
Kata-kata penutup Kenzie membawa kelegaan di setiap wajah. Tapi tidak untuk Lexsi. Ia menggengam erat kepalan tangannya dan mencoba meredam amarahnya. Tersenyum lembut dan merasa bahagia untuk Ellina karena pilihan Kenzie. Meski ia harus menggigit lidahnya sendiri untuk kebencian yang kian mendalam.
"Y-ya, kurasa kalian sangat cocok." ujar Lexsi terbata menekan rasa malunya. Ia sangat tak nyaman dengan pilihan Kenzie.
"Jadi, Paman, kenapa dia tak datang?" tanya Kenzie mengabaikan Lexsi dan lebih memilih bertanya pada Aldric.
Wajah Lexsi mengeras mengetahui bahwa ia di abaikan. Ia mencoba tersenyum dengan pertanyaan Kenzie dan kembali menjawab. "Ketua Ken, kakak tak berminat pada pertemuan ini. Aku telah mencoba memberi tahunya bahwa engkau akan datang, tapi kakak tetap tak peduli,"
Kenzie menatap Lexsi tajam. Dari awal pertemuan, ia sudah tak suka pada wanita di depannya dan kali ini suaranya cukup mengganggu pendengarannya.
"Kenzie, kurasa --"
"Aku akan menemuinya di kampus," potong Kenzie membuat keputusan. Semua orang menoleh. "Kenapa? Apakah aku tak boleh bertemu dengannya?" tanyanya lagi karena melihat seluruh tatapan.
Aldric tertawa. "Tidak, tidak. Kau bisa menemuinya kapanpun."
"Kapanpun?" ulang Kenzie dingin. Sudut bibirnya berkedut akan ijin yang ia dapatkan. "Karena Paman telah memberi ijin, maka aku akan menemuinya sekarang. Kalian bisa bicarakan hal lebih lanjut, aku merasa tak keberatan jika kami harus bertunangan dengan cepat."
Azzura berbinar dengan ucapan putranya. Ia tak akan menolak kata-kata ini dan harus dengan cepat di bicarakan. Atau Kenzie akan berubah cepat lalu mereka kecewa.
Kenzie meninggalkan ruangan pertemuan dan berjalan keluar dengan angkuh. Langkah lebarnya sangat serasi dengan wajah dinginnya yang tak menunjukkan ekspresi. Matanya menatap mobil hitam miliknya yang terpakir tak jauh dari halaman cafe. Saat tangannya mulai menyentuh pintu mobil miliknya, sebuah suara membuatnya menoleh.
"Ketua Ken, bolehkah aku ikut bersamamu? Aku juga akan ke kampus, kurasa aku bisa membantumu bertemu dengan Kakak."
Kenzie menatap Lexsi dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia sangat bisa merasakan bahwa wanita ini tertarik padanya. Ia juga sangat yakin bahwa wanita ini berusaha mendekatinya. Tapi baginya wanita di depannya tak lebih dari orang yang selalu mengganggunya.
"Siapa yang mengatakan aku akan menemuinya?"
Lexsi mengerutkan alisnya atas jawaban Kenzie. Ia sangat tahu bahwa Kenzie sangat dingin, tapi ia tetap berpikir bahwa itu hanya perasaannya. Tapi kali ini, ia merasa bahwa pria di hadapannya benar-benar tak menyukainya. "Tapi--"
Tanpa melanjutkan kata-katanya, Lexsi tertegun saat Kenzie mengabaikannya dan masuk ke dalam mobil sportnya. Perlahan, Lykan Hypersport hitam itu melaju mulus meninggalkannya yang masih mematung.
Tersenyum kesal tak percaya, Lexsi melemparkan tas tangannya ke udara dan bergumam kesal. "Aku di tolak karena Ellina! Lagi-lagi dia! Kenapa dia sangat beruntung!"
Sedangkan di lain tempat, Ellina melangkah riang dengan beberapa tas belanjaan di tangannya. Ia baru saja membeli beberapa helai pakaian dan kini tengah duduk menikmati secangkir kopi di sebuah kafe di kawasan Reegrand World Mall. Mall terbesar di kota Z itu adalah salah satu milik dari keluarga Reegan.
Wajah kecilnya tampak bercahaya dengan tangan mengaduk-aduk kopi di depannya. Matanya berkedip sesekali menatap sekitar cafe yang begitu ramai. Ia menikmatinya saat ini, saat ia bisa bersantai dan bertindak atas ke inginannya. Ia berniat untuk menikmati setiap hari setelah kelahirannya dengan sangat baik.
Merasa momen ini sangat berharga, ia mengeluarkan sebuah kotak handphone yang baru saja di belinya. Mengeluarkan isinya dan mulai mengotak-atik. Jarinya melayang di atas layar dengan lihai. Matanya tampak jernih dengan senyum lembut yang hangat.
"Boleh aku duduk di sini?"
Sebuah ketukan di meja di iringi suara berat menyapa. Ellina mendongak dan mendapati Aaric tengah berdiri dengan kopi di tangannya.
Tak menjawab, Ellina lebih memilih diam dan sibuk pada handphonenya.
"Karena kau tak menjawab, maka aku menafsirkannya sebagai iya."
Aaric duduk dan menatap wajah Ellina yang tak tergerak untuk menatapnya. "Kau telah lama di sini? Apa yang kau lakukan?"
"Aaric," sela Ellina pada akhirnya. Ia mulai bosan dengan pertanyaan-pertanyaan yang terlontar padanya. "Aku merasa tak ada hal yang harus kita perbincangkan. Jadi mari kita seperti orang asing saat bertemu."
Wajah Aaric tertegun. Jelas ia terlihat kecewa. "Kenapa seperti itu? Kenapa kita harus seperti orang asing?"
Ellina tersenyum tipis, "Karena aku tak menginginkan untuk mengenalmu!"
Kata-kata tajam itu mengakhiri percakapan mereka. Ellina berdiri dan membawa seluruh tas belanjaanya lalu meninggalkan cafe. Tak mempedulikan teriakan Aaric atau sapaan dari beberapa pria yang menggodanya. Dalam langkah kecilnya, ada langkah lebar yang baru saja turun dari mobil hitam sport. Memasuki keramaian dengan tatapan dingin dan satu tatapan lurus. Mereka berjalan bersisipan tanpa mengetahui satu sama lain.
Namun langkah Ellina terhenti saat tiba-tiba tangan asing itu menarik tangannya dingin. Tubuh kecilnya terhuyung mundur mengikuti tangannya dan membentur tubuh seorang pria.
"Kita bertemu di sini, Pencuri?"
Mata Ellina melebar. Wajah dingin tanpa ekspresi itu, lalu keharuman yang terasa familiar. Tubuhnya bergetar takut kemudian, dengan cepat ia berusaha melepaskan tangannya. Tas-tas di tangannya jatuh berserakan, napasnya memburu dengan jantung berpacu cepat. Syaraf terkecilnya jelas telah memerintahkan untuk lari dari sana secepat mungkin. Namun genggaman pria itu terlalu kuat di tangannya.
"Melarikan diri?"
Ellina tak menjawab. Ia masih berusaha sekuat tenaga melepaskan pergelangan tangannya. Tangan mungilnya menyentuh tangan Kenzie dan berusaha melepaskan. Tatapannya tak beralih dari tangan kuat yang melingkari pergelangan tangannya. Sudut matanya berair dengan perlahan menetes pelan. Ia menangis ketakutan!
"Le-lepaskan," ujar Ellina lirih penuh dengan nada ketakutan. Ia mulai menyesali kenapa harus lari dari Aaric hingga akhirnya bertemu pria yang paling ia benci.
Namun tangan itu tetap melingkar kuat. Meninggalkan rona merah di kulit putihnya dengan kekuatan yang sama. Tak berkurang. Merasa tak berdaya, ketakutan di hatinya semakin menjadi. Ia merasa seakan dunianya mulai runtuh dengan kegelapan yang datang perlahan. Tubuhnya terasa ringan bagai kapas saat tak lagi dapat berdiri sendiri. Dan samar ia mencium aroma familiar itu kian dekat dengan tubuhnya.
Apakah aku akan mati lagi kali ini?
***
Part belum di revisi.Typo bertebaranHappy reading.***Kenzie tak mengerti, kenapa wanita di depannya sangat tak menyukainya hingga tatapan benci dan takut itu terlihat jelas. Ia tak bergeming dan tetap mengeratkan genggaman tangannya hingga tiba-tiba tubuh kurus itu ambruk tak sadarkan diri.Sudut matanya mengerut dengan tangan refleks menangkap tubuh gadis di depannya. Ia bisa melihat dengan jelas ada keringat dingin di dahi dan pelipis yang mengalir. Merasa tatapan orang sekitarnya tak begitu nyaman, Kenzie mengangkat tubuh gadis itu dalam gendongannya. Melangkah dingin menuju Lycan Hypersport hitamnya. Mobil hitam itu melaju cepat menuju apartemennya di kawasan kota Z.Saat mereka sampai di apartemen, Kenzie meletakkan tubuh Ellina di atas tempat tidurnya. Wajahnya masih sangat tena
Part belum di revisi.Typo bertebaran.Happy reading!***Ellina mengelus dadanya saat berhasil keluar dari apartemen Kenzie. Ia hanya menemukan handphonenya dari sekian banyak barang yang ia beli hari ini. Tak mempedulikan itu semua, tangannya mulai berselancar cepat di layar ponselnya. Memasuki sebuah grup kampusnya dan dengan cepat mendapati nomor telepon Nero."Jemput aku," ketik Ellina cepat. Lalu pesan selanjutnya ia kirim. "Apartemen A di kota Z,"Ting!Balasan Nero begitu cepat sampai."Siapa?"Ellina bernapas lega. Lalu tangannya mulai mengetik lagi."Ellina Aracelia Azzuri!"Menunggu balasan, Ellina berjongkok di halaman bangunan apartemen dengan men
Part belum di revisi.Banyak salah dan typo.Happy reading!***Ellina melangkah keluar dari Taman Barat dengan linglung. Ia tak membawa apapun. Langkahnya terlihat ragu namun ia tetap pergi dari keluarga Rexton. Saat ini di antara jalan-jalan gelap, ia tak dapat berpikir dengan tenang. Telah satu jam lamanya ia berjalan, melewati toko-toko dari keramaian dan terus melangkah. Ia seperti orang yang kehilangan arah.Matanya meneliti jalan dengan seksama. Ia tak pernah mengalami ini semua di kehidupan sebelumnya. Ia tak tahu harus berbuat apa, namun ia merasa guncangan batinnya sangat kuat. Ia dapat merasakan beratnya meninggalkan keluarga Rexton. Ia dapat merasakan betapa semua kian menyakitkan. Dan ia tak dapat melakukan apa-apa.Ia merasakan perutnya perih, ini jelas bahwa ia belum makan sesuatu sejak siang. Namun ia tak memiliki apa-apa
Part belum di revisi.Banyak typo.Happy reading!***Rumah sakit itu tampak tenang dengan dokter-dokter terbaik pilihan. Saat ini tubuh Ellina terbaring lemah dengan selang infus dan beberapa peralatan medis. Beberapa perawat berjaga untuknya selama beberapa hari. Namun nyatanya tubuh Ellina tak menunjukkan perubahan. Tetap lemah, atau bisa di katakan koma namun seluruh sarafnya masih bekerja. Ia seakan tertahan oleh sesuatu, hingga tak ingin sadarkan diri di bawah kendali pikirannya.Seorang pria tengah duduk dengan tangan menekan bibirnya. Tubuhnya tampak tegap dari belakang dengan postur tinggi. Beberapa tindik di telinganya menampakan keliaran sikapnya. Dengan sepasang alis tebal yang rapi lalu di bingkai dengan hidung yang menjulang tinggi. Ketenangannya seakan menghanyutkan, bahkan hanya dengan sedikit senyumnya, maka beberapa dari mereka akan
Udara di Maple Villa tampak sangat sejuk. Lahan luas, seluas mata memandang dengan pohon-pohon pinus yang penuh salju itu tampak memutih. Di tengah-tengah ada bangunan villa yang tampak megah dengan desain modern. Ruangan dengan dinding kaca di beberapa bagian memperlihatkan taman bunga di bagian samping dengan air mancur yang membeku. Memperlihatkan bahwa villa ini sangat di jaga dengan baik.Dan di sanalah Ellina tinggal. Sejak pindah dari rumah sakit, ia menutup dirinya di dalam kamar. Berteriak histeris dengan rasa takut yang mengerikan. Atau melukai dirinya sendiri hingga akhirnya Ernest memilih untuk mengurungnya. Mengikat tangannya agar Ellina tak melakukan hal yang menyakiti dirinya sendiri.Miris, Ernest menatap sedih berlian perusahaannya. Namun ia tetap melakukan yang terbaik karena telah mengambil pilihan. Ia sangat yakin, suatu hari nanti semua akan kembali membaik. White Fox nya pasti akan bangkit dan
Satu tahun kemudian, keadaan Ellina tak banyak berubah. Hanya ada perbedaan kecil. Saat ini ia tak lagi ingin melukai dirinya. Pandangannya masih saja tetap kosong. Dengan lingkar mata yang dalam dan tubuh yang sangat kurus. Rambutnya sangat berantakan. Bekas air mata itu tetap terlihat di wajah tirusnya. Bibir ranumnya terlihat lebih baik. Tak ada luka di sudut bibirnya atau lidahnya. Ia hanya tak menyentuh makanan.Di pergelangan tangannya masih terpasang selang infus. Ernest memastikan agar para perawat menyuntikkan nutrisi makanan agar tubuh Ellina tetap bertahan. Ia mulai memasukkan barang-barang seperti Tv, laptop, atau handphone. Meski Ellina tak tergerak untuk menyentuh itu semua. Namun Ernest sangat yakin, suatu saat barang itu masih berguna.Seperti hari ini, Ernest memasuki kamar Ellina dan menarik tirai jendela kaca. Menampilkan salju yang tengah turun dengan hawa dingin yang membekukan. Ia tersenyum tulus, menatap El
Part belum di perbaiki.Typo bertebaran.Ellina menatap pintu kamar yang tertutup. Hal utama yang ia lakukan adalah menatap wajahnya di cermin. Ia mengerutkan keningnya dan mundur perlahan. Terkejut dengan bayangan yang keluar dari cermin."Tidak, itu bukan aku' kan?"Merasa tak percaya, ia perlahan memperlihatkan wajahnya sekali lagi. Dan lagi-lagi ia terlonjak kaget kebelakang. Tangannya menyentuh kasar wajahnya. Dengan mata terbuka lebar dan mulut menganga."Hah, tidak mungkin! Sejak kapan aku berubah menjadi setan kurus yang mengerikan?"Merasa syok, ia menetralkan cara berpikirnya. Hal utama yang ia lakukan adalah merenung. Mengingat setahun terakhir ini dan menatap salju-salju yang turun. Di luar jendela kaca kamarnya, uap udara tercetak jelas. Membuat tangannya menulis pelan di atas kaca jendela."Dendam dan kedamaian,"&n
Typo belum di perbaiki.Happy reading.Ellina menikmati sarapan paginya dengan tenang. Saat waktu mulai beranjak, ia melangkah ke ruangan tengah. Duduk di sebuah bangku dengan menyilangkan satu kakinya. Tangan mungilnya menarik sebuah koran, membacanya pelan dan meremas ujung koran di lain sisi.Di dalam koran tersebut, jelas wajah Lexsi tengah tersenyum. Berdampingan dengan Kenzie yang masih terlihat angkuh dan dingin. Hal-hal yang di tulis di dalam koran membuat Ellina meringis. Ketawa di dalam hati dengan kutukan kematian."Nikmati waktumu, karena saat aku kembali, semua hal yang menjadi milikku, akan kuambil kembali."Seorang pelayan datang dan menyajikan sebuah teh. Ellina terlihat tak terganggu dan masih terpaku pada koran di tangannya. Ia tak tahu, bahwa saat ini seluruh pelayan tengah memperhatikannya. Caranya tersenyum, bergerak, bahkan duduk. Semua hal yang ia lakukan terlihat is
Hutan perbatasan itu tampak sangat sunyi tapi asri. Rumah kayu yang tampak sepi itu masih terlihat kokoh meski tak berpenghuni. Ellina baru saja turun dari mobil dan berdiri terpaku menatap rumah yang sangat dia kenali sejak dua tahun lalu. Sosoknya yang lemah tampak tersenyum dengan rasa rindu yang tercetak jelas. Rambut panjangnya tampak bergoyang pelan tertiup angin, dengan mata bulat hitam yang berair dan jernih, sosoknya terlihat kian cantik dengan kulit putih pucat yang menampilkan bibir merah cerrynya."kau tinggal di sini?" Ellina menoleh saat tangan Kenzie merangkul pundaknya dengan tatapan meneliti rumah kayu di depannya. Senyumnya tampak sangat lemah saat mengingat kejadian berat dua tahun lalu yang harus dia alami. Trauma dalamnya membuatnya tak bisa hidup dengan baik saat itu. Dia harus mengalami mimpi buruk yang panjang hingga hampir gila karena ketakutan. Dan pria di sampingnya yang kini kembali menjadi suaminya adalah orang yang membuatnya seperti itu."Aku tak menyan
dua suara itu terdengar dalam waktu bersamaan. irlac tak dapat merespon sebelum menyadari bahwa pintu kamar itu terdobrak dan satu hantaman melayang ke wajahnya. pukulan itu terus saja datang tanpa jeda dan tak memberinya ruang untuk bergerak apalagi membalas. tapi dari sudut matanya yang terbuka, dia tahu bahwa orang itu adalah kenzie!bagaimana bisa! bagaimana bisa kenzie menemukan lokasinya dengan sangat cepat? dia yakin sudah mengacaukan segalanya, tapi pria ini berhasil datang dan menemukan ellinanya. dia tak bisa bergerak saat pukulan yang entah keberapa kali dia terima membuat seluruh kesadarannya menghilang.melihat irlac tak bergerak, mata kenzie mengedar dengan teriakan yang tertahan. dia dengan cepat menghampiri jendela dan menggenggam erat tangan ellina. saat ini, dia merasa seluruh nyawanya terhisap dan dia akan kehilangan segalanya. segalanya yang membuat hidupnya tak berarti jika itu terjadi."ellina!" teriaknya kuat. dia merasa ellina mencoba menghindari tangannya, dan
"ellina,"ellina sempat membeku saat melihat vania berdiri di dalam ruangannya. tatapan matanya meneliti dan kemudian tersenyum sinis. "haruskah aku panggil ibu?" "aku ikut membesarkanmu," jawab vania dingin. tatapan matanya mengejek dengan tubuh yang terus mendekat. "ikut denganku," raihnya menarik tangan ellina."kenapa aku harus?" tanya ellina tak bergerak dan menahan tangannya. tatapannya dingin dengan tatapan yang menghujam. ekspresi muak terlintas di balut dengan senyum tipis yang entah kenapa di mata vania terlihat sedikit menakutkan. "lepas,"vania tertawa, "kau masih belum sadar? kenapa kau sangat mejijikkan?" ucapnya mengeluarkan kebencian. "aku, sampai mati, tak akan membiarkanmu bahagia sementara anakku mati menderita. aku tidak akan membiarkanmu menikah ataupun pergi dengannya! kau harus mati, dengan cara yang mengenaskan dan sama dengan yang lexsi alami. aku berjanji, bahwa akuakan menunjukkan neraka untukmu di depan makam putriku!" teriaknya pada akhirnya.ellina mundu
ruangan terbuka itu memiliki udara sejuk dengan tanah liat yang terlihat sedikit basah. di bagian lain, tampak rumput-rumput kering yang bergoyang saat angin pagi menyapa halus. tampaknya hujan semalam memberikan harapan untuk hidup kembali. sedangkan di ujung sana, tampak bukit hijau yang menjulang dengan awan-awan putih yang menggantung di setengah badan gunung belum menghilang. di balil bukit, tampak cahaya keemasan terlihat malu-malu untuk bergerak tinggi dan menyinari. "sial" makian itu jelasterdengar ditngah udara dan pemandangan yang baik di pagi hariini. hal itu membuat ellina mengernyit tak mengerti."apa yang terjadi pada alvian?" tanyanya sambil melangkahdengan kaki telanjang namun tiba-tiba tangan kenzie meraih tangan dan merengkuh pundaknya. gaunnya yang panjang kebelakang tampak membentang dengan punggung yang terbuka, menampilkan tato mawar merahnya yang menyala. itu cantik dan sempurna.sudut mulut kenzie membentuk senyum tipis. wajahnya dia dekatkan saat kepala elli
hari ini livian tampak sibuk mengatur seluruh keperluan pesta yang akan di adakan nanti malam. kerena irlac telah resmi keluar dan lepas tangan dari L. V. Technology sejak ellina dinyatakan sebagai pewaris sah, livian mengambil alih segalanya untuk sementara karena ellina mengatakan belum siap untuk mengatur dan menjadi pemimpin keluarga. dan semua itu menjadi tanggung jawabnya kembali seperti sebelumnya.malam ini, saat acara pesta peretasan itu resmi digelar, beberpa tamu mulai berdatangan. dengan menyewa gedung milik keluarga E. V. yang telah ellina atur sebelumnya, membuat livian medesah lega. kini dia bisa melihat acara yang dia atur cukup ramai dengan desain dan balok es sebagai hiasan yang melambangkan ornamen perangkat lunak, atau ikon-ikon ang sering digunakan dalam peretasan. pencahayaan yang pas membuat suasana pesta itu tampak mewah dan berkelas. livian memberikan sambutan saat seluruh tamu telah datang dan memanggil ellina sebagai pemenang juga sebagai pewaris keluarga
Lima hari berlalu sejak Ernest tersiksa dan merasakan menderita hingga akhirnya berujung gila! tak ada ketampananlagi di wajahnya, setiap hari dia hanya tertawa, menangis lalu merintih kesakitan saat kesadarannya pulih. kehilangan lidah, dua tangan dengan dua kaki patah benar-benar membuatnya tak berdaya. dia pun memilih bunuh biri saat damon bar saja datang untuk menyiksanya.di lain tempat, qianzie mengalami hal yang sama. beebrapa hari telah berlalu dan dia tak dapat tidur sama sekali. dia benar-benar tersiksa, saat obat tidur itu memaksa matanya untuk terpejam namun dia memaksakan untuk tidak tidur. karena jika dia tidur, tali yang mengikat tubuhnya akan terlepas karena tangannya yang tak dapat menggengam erat tali di atasnya. bing bing di bawah sana sudah pasti akan mehapnya karena mulai merasa lapar sejak satu hari yang lalu. menyaksikan bing bing setiap hari melahap anak buahnya satu persatu yang keluarga Reegan temukan, membuatnya sangat ketakutan. dia tak tahu bahwa akan di g
Beberapa hari kemudian, Kenzie terlihat telah pulih meski tangannya masih di perban. Untung saja itu tidak patah, juga luka gores di lengan dan punggungnya telah sepenuhnya mengering. saat ini, Ellina berada di dalam ruangan Kenzie di rumah sakit, tengah duduk sambil membaca sebuah majalah dimana fotonya terpajang sebagai pewaris sah perusahaan L. V. dan E. V. sekaligus. dia mendesah karena merasa semua ini salah, dia meletakkan majalahnya lalu menatap Kenzie yang diam."Dimana Ernest?" Kenzie melirik Ellina datar. "Kenapa kau tanyakan itu padaku?""Kenzie," panggil Ellina lirih. dia tahu statusnya, juga tahu bahwa peringatan untuk menjauhi Ernest bukanlah main-main. tapi rasanya dia juga tak akan mengambil posisi ernest selama ini. "aku sudah mencarinya, tapi dia menghilang!""akan lebih bagus jika dia tewas!" balas kenzie kesal."kenzie" peringat ellina menunjukkan rasa tidak suka.kenzie memperhatikan ellina sekali lagi dan terlihat bahwa istrinya itu telah benar-benar pulih dan
Malam ini, Kenzie memeluk erat Ellina dalam rengkuhannya. Diam-diam dia bersukur pada kecelakaan yang telah mereka alami. Karena hal tersebut dia memiliki waktu yang banyak untuk bersama istrinya. Tapi sepertinya, keadaan tubuhnya tidak terlalu baik. Dia merasa luka-lukanya kian sakit dan semakin perih setiap waktunya. Meski begitu, dia menggunakan satu tangannya untuk memeluk Ellina erat. Lykaios memimpin langsung pencarian ke dasar jurang. Bersama anak buahnya dan beberapa dokter, dia menyusuri lembah dengan sangat hati-hati. Dia tak menyangka bahwa akan ada hutan lebat di dasar jurang curam yang seperti ini. Dia pikir, semua hanya akan ada tanah tandus bebatuan yang kering. Pencariannya tidak secepat yang dia pikir. Dia terus saja masuk ke dalam hutan dan menyusuri sungai untuk mencari arah yang lebih mudah. Waktu terus berlalu dan dia sama sekali tak berhenti untuk mencari. Dia bahkan melihat hari telah mulai pagi meski di dalam hutan ini tampak gelap karena cuaca yang mendung da
Hari dimana jati diri Ellina terungkap ke media adalah hari yang berat untuk Wilton. Saat dia baru saja berpikir untuk menjemput Ellina, dia mendapati kabar bahwa putri satu-satunya mengalami kecelakaan dan mungkin saja telah meninggal. Semua terlalu kebetulan untuknya, dia menjadi kian curiga saat sebuah surat tak bertuan melayang untuknya dengan informasi bahwa putra luarnya yang telah merencanakan pembunuhan pada putrinya. Hal itu jelas membuat darah Wilton mendidih. segera, dia mendatangi kantor E. V. Company dalam diam.Sedangkan di rumah keluarga Rexton, saat jati diri Ellina terungkap ke media, Aldric tampak linglung. Mantan istri yang dia cintai sebenarnya adalah putri dari keluarga L. V. yang tengah bersembunyi. Tapi dia, tanpa sengaja membuat hidup istrinya menderita hingga kematiannya. Terlebih pada ellina, dia baru menyadari bahwa Ellina adalah putri dari Wilton, yang artinya putri dari keluarga E. V.. Semua darah yang mengalir di tubuh Ellina adalah darah konglomerat yan