Di sebuah apartemen pinggiran kota Paris yang sedikit kumuh, beberapa orang pria dengan tubuh kekar dan tampan seram tengah mendobrak sebuah kamar tak berpenghuni, setelah pintu terbuka salah satu dari mereka mendengus kesal.
“Sialan! Ke mana kaburnya gadis jalang itu.”
Pria itu mengepalkan tinju, rahangnya mengeras.
“Bro Dimitri, sepertinya dia sudah melarikan diri.” Kata salah satu anak buahnya setelah dia mengitari kamar itu.
“Ah, sialan!” Pria yang disebut Dimitri itu langsung menendang sembarang benda dengan kesal.
Klontang!
Suara benda-benda yang jatuh ke lantai membuat keributan.
Sementara di dalam mobil dua orang pria berjas yang jaraknya tak jauh dari apartemen itu tengah mengawasi dari balik kemudi.
Salah satunya lalu mengambil ponsel dari dalam bajunya, menekan angka panggilan cepat.
“Hallo Bos, saya sudah di depan apartemen gadis itu, ada beberapa orang yang masuk ke kamarnya dengan paksa di lantai dua. Kami tengah mengawasinya, apakah kami harus melakukan sesuatu?”
“Tidak usah, kalian hanya perlu mengawasi saja. Kemungkinan mereka adalah para berandalan yang mengejarnya untuk menagih hutang.”
“Lalu apakah kami harus tetap seperti ini saja.”
“Iya, jangan berbuat macam-macam sebelum ada instruksi dari Tuan Niko, Ok!”
“Baik Bro Aspen, saya mengerti.”
Tak lama sambungan telepon itu terputus.
Di dalam kamar apartemen, semua pria itu akhirnya keluar dengan kesal.
“Kalian semua cari gadis itu di sekitar sini, segera temukan dia, aku tidak peduli dia masih hidup atau sudah mati pokoknya temukan dia dulu sebelum si bos murka sama kita semua, mengerti!”
Perintah Dimitri dengan kedua tangan mengepas giginya menggererak.
“Baik Bro.”
Setelah itu semuanya berjalan menuruni anak tangga dengan cepat menghilang.
“Kau telpon dengan siapa?” tanya Niko setelah keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk yang menutupi sebagian tubuhnya.
“Ah, itu tadi dari Caesar, memberitahu kita tentang keadaan tempat tinggal gadis itu.”
Jelas Aspen pada Niko.
“Apa kau menyuruhnya untuk mengawasi rumahnya?”
“Iya, bukankah kau yang memintanya kemarin kalau-kalau ada salah satu keluarganya dan kita bisa menghubunginya.” Aspen melirik Niko, kedua matanya memicing.
Niko tersenyum saat melihat raut wajah Aspen yang berubah dan berkata, “Ah, aku lupa.”
Niko berlalu masuk ke dalam kamar pribadinya setelah itu.
Aspen hanya tersenyum menjatuhkan dirinya ke sofa lalu tangannya meraih remote tv.
Ada banyak berita tentang kejadian penembakan yang terjadi pada beberapa hari yang lalu dan untungnya tidak ada satupun yang menyebut nama Niko, semua berkat tangan dingin Caesar.
Beruntung Aspen menemukan sosok seperti Caesar yang dengan cepat bisa menyelesaikan semua masalah yang terjadi pada Niko selama di sini.
Saat itu juga Aspen teringat dengan gadis yang kini masih ada di rumah sakit tengah mengalami perawatan.
Kenapa aku tidak menanyakan langsung padanya siapa keluarganya? Ah, sialan!
“Ada apa? Kenapa raut wajahmu seperti itu?” Niko sudah berdiri di samping sofa memperhatikan Aspen yang terlihat kesal.
“Ah, aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”
“Ayo kita pergi.” Ajak Niko pada Aspen.
“Pergi?”
Aspen terkejut, mereka baru beberapa jam sampai di apartemen ini dan Niko mengajaknya pergi lagi, ke mana. Hari ini seingat Aspen semua jadwal Niko sudah dibatalkan olehnya, semuanya.
Dengan wajah bengong Aspen menatap Niko, mulutnya terbuka lebar.
“Kenapa kau menatapku seperti itu?”
Tanya Niko dengan tersenyum kecil.
“Nik, kita baru saja sampai di rumah dan mau ke mana lagi?”
“Ke rumah sakit.”
“Hah?”
“Kenapa kau terkejut seperti itu Aspen. Bukankah kita harus merawatnya dengan baik selama belum menemukan wali gadis itu.”
“Kalau begitu aku mandi dulu.” Setelah mengatakan itu Aspen langsung berlalu meninggalkan Niko yang sudah siap untuk pergi.
“Aspen, bukankah kau jarang mandi selama ini,” teriak Niko tapi Aspen mengacuhkannya dengan hanya melambaikan tangan.
Mereka sudah berada di dalam mobil menuju rumah sakit, jalanan terlihat lengang dan di luar masih terasa dingin.
Tidak ada percakapan diantara keduanya, mereka terdiam suara musik yang mengiringi perjalanan mereka.
Hanya butuh beberapa menit mereka sudah tiba di depan rumah sakit.
Setelah memarkir mobil di parkiran keduanya keluar dari mobil dan bergegas menuju area dalam rumah sakit.
Amerika tengah berdiri menatap keluar jendela dengan pandangan kosong, tangan kanannya masih terikat perban dan setiap kali dia bergerak bahunya terasa sakit.
Dia sedang berpikir, bagaimana dengan semua masalah hidupnya dan apakah dia akan dipecat dari semua pekerjaan sampingannya karena dia tidak pergi bekerja, lalu di mana tas dan ponsel miliknya.
Memikirkan semua itu membuatnya terasa kepalanya ingin pecah.
Dia memang terlalu gegabah, ingin mati tapi ternyata justru sebaliknya.
Hidupnya kini semakin berantakan.
Ah, sialan!
Teriak Amerika dengan kencang saat itu juga pintu terbuka, Amerika menoleh.
Dua pria tampan masuk ke dalam ruangannya.
“Siapa lagi kalian?” tanya Amerika terkejut. Saat menoleh dua sosok pria ternyata yang masuk adalah orang yang dia kenali.
Keduanya saling berpandangan, sama terkejutnya.
Bukan karena ucapan Amerika kepada keduanya tapi lebih pada penampilan Amerika saat ini yang jauh berbeda dari sebelumnya.
Gadis itu terlihat cantik sekali berdiri di tengah jendela terbuka yang terkena sinar matahari.
Iya, pagi tadi perawat wanita membantu Amerika membersihkan dirinya karena Amerika tidak tahan tubuhnya terasa lengket dan wajahnya terasa penuh minyak, maka dia meminta si perawat untuk membantunya membersihkan diri dan rambut coklatnya yang indah bergelombang sebahu.
“Maaf, kami pikir kami salah kamar,” jawab Aspen malu-malu.
“Tidak Aspen, ini memang dia gadis yang sudah membantuku.” Jawab Niko berdiri masih menatap Amerika.
Mata coklat penuh rasa tidak percaya diri itu masih jelas teringat oleh Niko saat mereka bertatapan di ruang rias pada saat malam kejadian penembakan itu.
Bersambung ...
“Ah, maafkan aku! Kupikir dia gadis yang berbeda,” jawab Aspen tersipu malu karena telah salah mengira.“Boleh aku tahu di mana barang-barang pribadiku?” tanya Amerika pada mereka berdua.“Sebentar,” Aspen memberikan tas kertas coklat yang sudah dibawanya kepada Amerika.Tas warna coklat itu berisi barang-barang pribadi Amerika.Dengan tangan kirinya Amerika menerimanya dari Aspen.Tanpa pikir panjang dan mengacuhkan kedua pria itu, Amerika langsung mencari ponsel miliknya. Saat dia menemukannya wajahnya terlihat tersenyum kecil, merasa lega.Lalu dia langsung memeriksa pesan pribadi yang masuk dan banyak sekali panggilan telepon dari seseorang
Aspen hanya meringis saat dia menoleh pada Niko yang terlihat kesal mendengar perkataan Aspen.Amerika hanya bisa bengong, pria tampan berotot di hadapannya ini ternyata bisa bersikap manis juga, pikir Amerika.“Baiklah, hari ini kau bisa pulang setelah menyelesaikan semua urusan administrasi. Dan ini ada beberapa resep obat yang harus kau minum juga agar kau cepat pulih kembali. Semoga lekas kembali sehat Nona Amerika. Ah, kulitmu sungguh bagus sekali, aku sebagai wanita iri melihatnya, di mana kau merawatnya?”Mendengar kalimat si dokter, Amerika hanya tersenyum, sejak kapan dia perawatan kulit. Bahkan untuk biaya hidupnya saja dia kesusahan, batin Amerika yang pada akhirnya hanya meringis tanpa menjawab sepatah kata pun.“Gadis sekarang memang
Merasa canggung buru-buru Aspen menarik diri menjauh dari Amerika, setelah posisi aman dia langsung menarik napas panjang dengan perlahan. Wajahnya memerah, Niko menangkap basah perubahan wajah Aspen yang tak biasa.Amerika masih tertunduk merasa malu, untuk pertama kalinya dia sedekat itu dengan seorang pria yang baru saja dia kenal.Pipinya merona terasa panas, meski begitu dia tetap wanita yang punya rasa juga terhadap lawan jenis jika sedekat itu. Apalagi Amerika belum pernah sekalipun sedekat itu dengan para pria.Selama ini Amerika sibuk dengan bekerja untuk mencari uang. Dia tidak pernah memikirkan tentang perasaan atau berteman dengan para pria selama hidupnya.Sungguh memalukan, batin Amerika. Kenapa dia terlalu mencolok dan canggung seperti ini.
Saat Aspen sudah selesai mengurusi semua administrasi rumah sakit, dia sedang berjalan menuju ruang pasien, seseorang menyapanya, “Hai, tunggu!”Aspen berhenti dan menoleh, sosok wanita tengah berjalan ke arahnya dengan tersenyum.“Eh?”Aspen menggaruk kepalanya merasa bingung dengan senyuman wanita itu.Ternyata dia dokter yang menangani Amerika, Aspen baru menyadari saat mereka sudah dekat satu sama lainnya.“Kau masih punya hutang padaku?” kata dokter wanita itu pada Aspen.Raut wajah Aspen terlihat bingung lalu berkata, “Hutang apaan?” tanya Aspen.“Tanda tangan super modelmu it
Ketiganya berjalan keluar gedung rumah sakit, Aspen yang tak tega melihat Amerika berjalan di sisinya segera membantunya. Tangan Amerika menggamit lengan Aspen dengan kuat, seperti ini membuatnya lebih baik dari sebelumnya.Meski terlihat sehat tapi bahu Amerika masih terasa nyeri dan itu membuatnya tidak nyaman setiap kali dia bergerak.Sambil menahan sakit, meringis sesekali Amerika masih bisa menahannya.Saat sudah sampai di parkiran belakang gedung, Aspen dengan cepat menekan tombol kunci otomatis pada mobil Porsche warna hitam yang terlihat mencolok.Amerika tertegun sesaat, menatap takjub mobil mewah di depannya. Benarkah dia akan naik mobil ini? Seumur hidupnya baru kali ini dia mencoba merasakannya.Amerika menatap As
Saat itu juga suara panggilan telepon berdering dari dalam saku pakaian Niko.Mom Calling …Secepat kilat Niko melempar ponsel miliknya ke Aspen.Seperti sudah biasa dengan kebiasaan Niko, Aspen menangkap ponsel itu dengan cepat dan tepat mendarat di tangannya.“Hallo … Yang Mulia … saya Aspen.”“ASPEN … MANA ANAKKU.”Suara teriakan dari ujung telepon dapat di dengar oleh semua orang termasuk Amerika yang sudah berdiri dengan mulut terbuka.“Pangeran Niko …” jawab Aspen lalu menatap Niko.Dengan cepat Niko
Satu minggu telah berlalu …Amerika memutuskan untuk kembali ke rumahnya setelah dia yakin kalau dirinya sudah baik-baik saja.Kini yang ada dibayangannya adalah para penagih hutang yang akan menghajarnya atau bahkan membunuhnya.Memikirkan hal itu membuat Amerika bergidik ngeri.“Apa kau sudah siap Nona?” tanya Aspen saat dia keluar dari kamar dan melihat Amerika tengah duduk di sofa ruang tengah.Niko masih tertidur pulas setelah beberapa hari melakukan pekerjaan padatnya dan beberapa hari juga ketegangan antara Niko dan Amerika berkurang.Niko dan Aspen hampir setiap hari kembali ke rumah lewat tengah malam dan Amerika sudah tertidur, pun dengan
“Jadi, aku harus tinggal bersama kalian di sini?”Tanya Amerika lagi, lebih tepatnya menegaskan pertanyaannya.“Yups!”Jawab Aspen singkat lalu tersenyum.“Karena Niko tidak suka dengan orang yang terlambat, dengan kau tinggal di sini itu akan memudahkan semua pekerjaanmu tanpa harus bolak balik ke rumah lalu datang ke sini. Poin pertama pekerjaan utama kamu adalah membantu semua keperluan Niko, baik menyiapkan sarapan, pakaian dan segala hal keperluannya. Kedua, kau juga harus menemaninya kemanapun dia pergi selama jam kerja dan kalau ada pekerjaan di luar jam kerja kami akan memberikanmu bonus, sesuai yang tertera di pasal kedua. Selanjutnya semua hal yang berkaitan dengan kehidupan pribadi Niko tidak boleh disebarluaskan, ji
Di ruang sidang dewan istana, beberapa anggota dewan terdiri dari sepuluh orang salah satunya Mister Launch, ayah Karina. Semalam Karina sudah ketakutan begitu mendapat kabar dari Amanda bahwa Niko sudah membuat Alex tidak bisa berjalan dan membawa ibunya pergi dari kediaman mereka. Karina tidak bisa tidur semalaman, tadi pagi saat ayahnya hendak pergi ke istana dia juga berpesan agar ayahnya bisa membantu membujuk Niko untuk tidak membuatnya menderita karena dia sudah menyesali atas apa yang sudah dia lakukan pada Amerika. Mister Launch menghela napas dalam saat dia duduk dengan gelisah, semua mata tertuju kepadanya. Karena dari kesepuluh anggota dewan istana keluarga Launch selalu yang membuat keputusan sepihak dan terlihat jelas tidak mendukung Niko dengan alasan karena putrinya tidak dilirik Niko sama sekali.
Tidak berapa lama Niko sudah keluar dari gedung tersebut.Masuk ke dalam mobil dengan raut wajah dingin membuat Aspen tidak banyak bertanya kepadanya.Suara ponsel Niko berbunyi, sebuah nama tertera di layar depannya.Dimitri …“Hallo …”“Bos, semua yang sudah bos perintahkan, sudah aku lakukan.”“Bagus, lalu …”“Kondisi ayahnya Amerika sudah membaik, awalnya perempuan itu menolak bantuaku tapi setelah aku jelaskan dia menjadi senang entah apa yang dia pikirkan.”“Aku tahu.”
Dalam waktu singkat setelah membawa pulang Amerika kembali ke kastil tempat mereka tinggal selama di Rosen. Niko meminta ibunya dan juga bibinya, ibunya Aspen untuk menjaga Amerika, karena gadis itu masih trauma.“Bibi, maaf merepotkanmu kali ini.” Ucap Niko pada Lucia yang juga sebagai kepala pelayan di kediaman ibunya.“Tidak apa-apa Pangeran, selama kau pergi, biar aku yang akan menjaganya.” Jawab Lucia.“Terima kasih.” Ucap Niko.“Nik, semuanya sudah siap. Apa kita pergi sekarang?” tanya Aspen.Niko menatap Amerika yang masih tertidur dengan tubuh diselimuti, sebelumnya seorang dokter istana sudah memeriksa Amerika dan diberikan obat penenang sehingga dia mengantuk lalu tert
“APA? ADA APA?” Amina bergegas menuju kamar Alex yang sudah dipenuhi para pelayan.Semua orang menyingkir memberikan jalan kepada Amina.“DIA KENAPA?” teriak Amina suaranya memekakan telinga.“Amina tenangkan dirimu.” Ucap Adrian pada istrinya.“Bagaimana bisa kau berkata seperti itu, hah? Dia anakmu. Apa kau tidak melihatnya dia terluka.”“Dia hanya pingsan dan menurut dokter istana lukanya juga tidak parah.”“Adrian …” bola mata Amina melotot.“Kalian semua bisa keluar.” Perintah Adrian pada semua pelayan.
Dari tempat Amerika, dia bisa mendengar suara letusan senjata yang sangat keras tapi di luar kamar tidak terdengar apa-apa.“Nik, maafkan aku! Huwaaaa … Mama … tolong aku.” Setelah berbicara Alex melihat darah segar keluar dari kakinya tak lama kemudian dia pingsan.Niko mengambil pistol miliknya lalu dia pergi meninggalkan Alex yang masih tergeletak di lantai tidak sadarkan diri.“Niko …” seru Aspen.“Bereskan semuanya seperti biasa, aku hanya memberinya peringatan. Dia sendiri yang menembak kakinya.” Kata Niko raut wajahnya dingin, dia memberikan pistol yang ada di tangannya pada Aspen.“Baiklah!” kata Aspen, dia langsung masuk ke kamar setelah itu menghub
Alex membuka resleting baju Amerika saat pintu didobrak dari luar dengan keras.BRAK!Seketika Niko masuk bersama dengan Aspen dan dua orang pengawalnya.Alex terkejut bola matanya melebar saat dia melihat Niko yang langsung berjalan berlari menerjangnya.“Dasar bajingan!” teriak Niko dengan keras.Tendangannya mengenai wajah Alex.“AUW … PENGAWAL.” Teriak Alex sambil memegang wajahnya yang terasa sakit akibat tendangan keras Niko.Aspen dan yang lain langsung menghajar para pengawal yang ada di kamar sebelah saat mereka tahu bahwa ada orang lain di dalamnya.
Aspen dengan cepat mengirimkan share lokasi pada Caesar.Saat Caesar sudah keluar dan berada di halaman istana dia mendengar suara ponselnya bergetar dari saku celananya.Dengan cepat Caesar meraih ponsel miliknya lalu dia mendesah dan sedikit berteriak pada beberapa pengawal Niko.“Semuanya ikuti mobilku sekarang juga.” Seru Caesar.“Siap Tuan!” jawab mereka langsung masuk ke dalam mobil yang lainnya.Rombongan mobil itu melaju kencang ke luar istana.Penjaga gerbang istana dengan cepat membuka pintu gerbang otomatis ketika mereka melihat iring-iringan mobil Pangeran Niko bergerak keluar.Dari pesta kebun Amand
“Aspen bawa alatnya kemari.” Perintah Niko, dia berjongkok menatap tajam bola mata Bella. “A-apa yang akan kau lakukan, Niko jangan macam-macam.” Teriak Bella mengancam dan juga ketakutan saat dia sadar Niko sepertinya tahu sesuatu. Niko menyeringai jahat saat sudut bibirnya berkedut, sangat menyeramkan. Semua orang yang melihat ekspresi Niko saat ini pastinya bakalan kencing di celana seperti yang dirasakan Bella. “Aku akan menjemput anakmu, tapi sebelumnya ada yang harus aku lakukan terlebih dahulu kepadamu. Sepertinya aku sudah memberimu begitu banyak waktu tapi ternyata kau saja yang tidak tahu diri dan jangan salahkan aku kalau aku bertindak seperti ini kepadamu, wahai Bibiku.” “Niko, aku mohon jangan lakukan
“Amerika, aku ada keperluan lain sebentar kau bisa kembali ke kastil bersama Caesar.” Ucap Niko, dia memajukan badannya pada Amerika, berbisik di telinganya. Karina dan juga Amanda yang sedari tadinya tanpa berkedip sekalipun mengawasi mereka dengan intens. “Kamu mau ke mana?” tanya Amerika bola matanya melebar. “Aku ada urusan yang harus aku selesaikan saat ini juga.” Jawab Niko, dia sudah berdiri. Saat itu juga Aspen pun berjalan mendekati Niko. Tapi Niko berbelok sebentar kea rah ayahnya yang sedang berbicara dengan seseorang. “Yang Mulia bisa kita mengobrol sebentar.” Niko berbisik pada ayahnya. Si tamu menundukkan bad