Melihat kepergian Logan, tawa Chassy pecah. Sedangkan Chana merangkak berusaha keluar dan mengejar Logan. Namun sesuatu dalam perutnya tampak tidak baik-baik saja. Tentu, semua awalnya masih bisa ia tahan sebelum Chassy bergerak mendekat, dan entah sejak kapan sebuah botol telah ada di depan matanya.
"Kak, kupikir kau haus."
Chana yang merangkak berhenti dan mendongak. Menatap wajah cantik Chassy yang tersenyum. Saudara perempuannya itu duduk berjongkok dan dengan mudahnya, meraih botol di depannya lalu membukakan tutupnya.
"Aku sudah membukanya, sekarang kakak bisa meminumnya."
Chana menggeleng. "Aku tidak haus," kembali menyeret tubuhnya sambil mendesis merasakan sakit di perutnya yang kian kuat.
Chassy tertawa, melihat usaha Chana yang mencoba mengejar Logan. Dia menarik sesuatu dari dalam saku celananya, lalu melemparkan tepat di hadapan Chana. "Bagaimana? Apakah kemampuanku sangat bagus? Kak Logan bahkan mempercayainya. Tidak, sejak pernikahan kalian Kak Logan tak lagi mempercayaimu."
Chana kembali terhenti saat beberapa foto berukuran lebih kecil dari setelapak tangan menyebar di wajahnya. Dia mengambil salah satunya dan terhenyak saat melihat gambar di dalam foto itu adalah dirinya. Dengan pakaian seksi dan tubuh yang masih bagus tengah duduk berpelukan bersama seorang pria. Merasakan ada sesuatu yang salah, tangannya mengumpulkan kertas lainnya dan sesuatu yang buruk menerobos pikirannya. Foto ini diambil dari beberapa waktu yang berbeda dengan wajah pria yang juga berbeda. Foto-foto ini, bagaimana bisa dia seperti ini dengan pria lain?
"Hotel Diamond 2 tahun lalu sebelum pernikahanmu, Hotel Oswald 1 tahun lalu dan Hotel Axion 10 bulan lalu. Pesta perayaan kerjasama, ulang tahun ayah dan ulang tahun kakek yang ke 70. Kakak tak sadarkan diri, dan aku selalu menemukanmu. Apa kakak ingat?"
Apa kakak ingat?
Pertanyaan ini menghantam pikirannya. Bagaimana bisa dia lupa? Dia mungkin tak mengingat dua kejadian di Hotel Diamond dan Oswald. Tapi hotel Axion di malam itu, bagaimana bisa dia melupakannya? Dia yang mabuk berat, Logan yang pergi lebih cepat karena suatu urusan mendesak dan Chassy yang berjanji mengurusnya. Dia ingat awalnya, tapi dia hanya menemukan dirinya tersadar di sebuah kamar hotel dengan pakaian berantakan dan lagi-lagi Chassy yang menemukannya. Tapi dia telah memastikan bahwa malam itu pakaiannya masih sangat lengkap dan saat Chassy menemukannya dia juga seorang diri. Lalu foto ini apa? Kapan Chassy memiliki ini?
"Malam itu, kakak mabuk berat. Kak Logan yang pergi dan aku yang mengatur semuanya. Pria di dalam foto itu bukan rekayasa. Dan kau mungkin bisa menerka sisanya."
Chana terhenyak, matanya menatap Chassy penuh permusuhan. "Itu tidak benar. Tidak, semua ini tidak benar! Aku tak ingat pernah melakukan ini semua. Tidak, aku tak akan melakukan hal rendah seperti ini!" Bantahnya keras.
Chassy tertawa dan mengangguk lalu menggeleng. "Kakak benar, semuanya ini mungkin tidak benar di matamu. Tapi kakak mabuk. Bahkan sadar saat pagi. Siapa yang tahu, apa yang kakak lakukan semalaman?"
"Itu tidak mungkin!" Bantah Chana sekali lagi.
Chassy tersenyum. "Sekali lagi kakak benar. Itu tidak mungkin. Tapi aku telah membuat semuanya mungkin."
Chana meremas kertas foto di depannya dengan kuat. Setelah mendengar pengakuan Chassy, dia menyadari semuanya. Matanya menatap Chassy penuh kebencian. "Berapa lama? Berapa lama kau telah menyusun semua rencana ini?" Tanyanya histeris dengan badai amarah yang tak tertahan.
Dan tawa Chassy pecah. Dia menyilangkan kedua tangannya di dada dan berdiri di depan Chana. "Sangat lama. Apakah kakak menyukainya? Oh, aku juga punya videonya. Apa kakak mau melihatnya?" Tangannya dengan cepat bergerak menghidupkan layar ponsel lalu memutar sebuah video.
Chana mendengus dengan jijik saat melihat video yang berputar itu meski hanya sekilas. "Chassy kau sangat jahat! Bagaimana, bagaimana kau bisa melakukan ini semua!"
Chassy masih tertawa, berjongkok dan kembali menyodorkan botol minuman itu di depan Chana. "Apakah kau ingin mendengar semuanya? Maka, minumlah ini. Dan aku akan menceritakannya secara pelan-pelan."
Chana menutup mulutnya rapat dan beringsut mundur perlahan. Dia tak bodoh, dia tak akan meminum minuman yang Chassy sediakan. Jika dia bisa, dia ingin sekali bertarung dengan Chassy sampai akhir. Tapi kini, tubuhnya yang lemah dan perutnya yang tengah kesakitan membuatnya tak lagi memiliki tenaga.
"Malam itu, apa kau tahu kemana kak Logan pergi? Itu kamarku. Kak Logan tidak memiliki urusan mendesak. Urusan mendesak yang dia maksud adalah menungguku di kamarku. Kak, dia meninggalkanmu yang tengah mabuk berat dan datang ke kamarku dengan wajah penuh kerinduan. Tidak bahkan di setiap malam pesta besar, sejak sebelum pernikahan kalian, Kak Logan selalu mendatangi kamarku."
Sebuah kenyataan yang mengejutkan. Chana menutup matanya dengan gigi terkatup kuat. Dia menatap senyum bahagia Chassy dengan penuh kebencian. Dia tak menyangka semua ini. Perselingkuhan mereka telah terjadi sejak lama. Kemana dia selama ini? Kenapa dia baru menyadari semuanya saat semua telah menjadi seperti ini?
"Dan semua video ini, Kak Logan telah melihat semuanya. Tidak, dia sangat marah awalnya, tapi kemudian keadaan disini memperjelas semua langkahnya. Ternyata cintanya padamu sedangkal itu. Dia selalu percaya pada semua hal yang aku tunjukkan dan hal yang menyenangkan adalah melihatnya sangat membencimu."
"Hentikan! Tidak, itu tak benar!"
Chassy kembali tertawa, melihat Chana yang sangat putus asa sangat menyenangkan baginya. "Apakah kakak tahu, kenapa semua orang membenci kakak sekarang? Karena sebagai putri tertua keluarga Oswald, kakak tak memiliki suara. Karena meski ada orang yang menganggapmu ada, maka aku akan menghapus jejaknya. Semua hal yang kakak miliki, itu harus menjadi milikku. Karena kakak tidak pantas. Logan, kekayaan Oswald dan semuanya. Orang bodoh seperti kakak tak pantas memilikinya."
"Tidak mungkin!" Teriak Chana membantah. Dia tak akan mengalah. "Chassy, apakah kau lupa bahwa kau sama sekali tak memiliki darah keluarga Oswald?"
"Lalu kenapa? Bukankah kakak yang menyerahkan dan memberiku banyak kesempatan untuk mengantikan tempat kakak? Sekarang aku benar-benar ingin memiliki semuanya. Semua, milik kakak, aku menginginkannya. Dan karena itu, untuk membuang bayang-bayang kakak, aku harus melakukan semua ini. Kakak harus pergi, harus lenyap agar semua langkahku tak memiliki halangan."
"Tidak, Chassy, tidak. Lepaskan aku, kumohon, tolong- ugh ...."
"Kau terlalu banyak bicara. Minum dan nikmati saja."
Chassy bergerak sangat cepat dengan membuka paksa mulut Chana dan menuangkan semua cairan yang ada di dalam botol. Tak peduli sekuat apa pun Chana menolak, karena tubuhnya yang lemah, semua tak menjadi masalah untuk Chassy. Cairan yang jatuh menetes ke tanah itu langsung menghitam bagai terbakar. Dan saat botol itu kosong, Chassy membuangnya dengan penuh kebencian. Tatapan membara penuh dendam dengan wajah penuh permusuhan akhirnya dia bisa mengakhiri semua rencananya.
"Khhhkk, Cha-ssy-"
Mata Chana terbelalak lebar saat cairan itu masuk dalam mulutnya. Rasa panas dan sangat menyakitkan menghantam seluruh tubuhnya. Perutnya sakit luar biasa dan dia hanya bisa berteriak kesakitan dan bergerak lemah karena tubuhnya yang kian lemah. Sesuatu terasa merobek setiap tulang dan ototnya untuk memaksa keluar dari dalam tubuhnya. Dia hanya berteriak pasrah, merasakan rasa sakit yang bercampur aduk hingga tak bisa dia gambarkan. Perlahan, dia mendengar tangisan bayi yang lemah. Putranya, putranya, apakah benar-benar terlahir kedunia?
Senyum lemah di bibir Chana terukir. Tangannya bergerak lemah, namun sekelebat bayangan melintas dan dia tahu hal buruk akan segera terjadi. Menggelengkan kepalanya lemah, dia menatap wajah Chassy penuh permohonan.
"Biarkan dia hidup Chassy. Putraku, biarkan dia hidup," ujarnya sangat pelan.
Chassy menatap bayi laki-laki yang baru saja lahir di tangannya. Dia menatap wajah memohon Chana yang terlihat sangat menyedihkan. Namun dia sadar, anak laki-laki di tangannya tak bernapas dengan baik. Tangisan itu keras pada awalnya lalu hanya rintihan pelan yang terdengar. Seperti sangat kesakitan dan bayi itu mencoba menahannya dengan kuat.
Chana mengulurkan tangannya. Dia merasa bahwa waktunya tak lagi panjang. Racun yang terpaksa dia telan terasa mulai menghentikan beberapa sarafnya dan pandangannya kian mengabur. Tapi, putranya, bagaimana bisa dia menyerahkan putranya pada wanita jahat seperti Chassy. Dia ingin berlari, merebut putranya dari tangan-tangan kotor dan melindunginya, tapi lemahnya tubuhnya, benar-benar membuatnya tak bisa bergerak. Pada akhirnya dia hanya mendengar tangisan putranya yang kian lemah, lalu rintihan kesakitan yang sangat mengiris perasaan.
Putranya, kenapa harus berakhir sama dengannya?
Kenapa dia harus ikut kesakitan sepertinya?
Bahkan di saat seperti ini, iblis Chassy tak bisa membiarkan putranya selamat dan membiarkannya hidup dengan baik.
Betapa kejam! Orang-orang di sekitarnya, betapa tak memiliki perasaan!
"Oh, bayimu bahkan ingin menemanimu ke neraka. Terimakasih, tapi meski dia selamat, aku tak akan membiarkannya hidup dengan mudah," bisik Chassy mendekat dengan suara yang jelas.
Samar, Chana dapat mendengar semuanya dengan jelas dan merasakan sebuah sentuhan dingin di atas tubuhnya. Sebuah tangan mungil terasa menggeliat menyentuh sudut wajahnya. Hatinya bergetar dan seluruh pikirannya bergejolak. Putranya, ada dalam pelukannya dan tengah kesakitan tapi tubuh lemahnya sama sekali tak bisa bergerak meski hanya sekedar memeluk bayinya. Dia bahkan tak bia meredakan rintihan kesakitan yang terdengar sangat memilukan. Lalu apa yang bisa dia lakukan? Tidak, dia tak dapat melakukan apa pun selain merasakan gerakan tubuh kecil di atasnya kian lemah dan akhirnya tak bergerak.
Tidak!
Itu tidak mungkin!
Putranya tak bergerak!
Rintihannya pun tak lagi terdengar!
Bagaimana bisa, bagaimana bisa dia membiarkan putranya menjadi seperti ini? Chana benar-benar merasa tak berguna. Seluruh dunia terasa hancur dan tak berarti saat ini. Sejak dia tahu sesuatu hal yang amat dia sayangi telah pergi. Dan dia juga dipaksa hingga di ambang batas untuk tetap mati. Sedangkan dia, Chassy, kenapa bisa tertawa atas kematiannya? Kenapa orang jahat itu harus bahagia karena telah menyakiti putra dan dirinya. Tidak, itu tak bisa dia terima. Sampai kapan pun, takdir ini, dia tak bisa menerimanya.
Dendamnya, rasa sakitnya dan kepergian putra lalu setiap rasa sakit dari rintihan yang dia dengar, dia harus membalasnya! Harus mengembalikan hal yang sama beserta bunga yang harus mereka terima. Dia harus merubah semuanya. Demi menyelamatkan putranya. Demi kehidupannya dan demi dendamnya! Tak peduli sekejam apa pun dia harus menjalani hidup, asalkan dendamnya terbalaskan, dia akan mengarunginya.
"Tuhan, sekali ini saja. Berikan aku kesempatan untuk memperbaikinya. Jika aku bisa dilahirkan kembali, tidak, lebih tepatnya jika waktu bisa diputar kebelakang, maka aku akan menjalani hidupku dengan hati-hati. Dendamku, rasa sakit putraku, aku akan membalaskan semuanya. Mereka tak bisa bahagia."
Itu adalah permohonan Chana yang terakhir. Tepat saat kedua matanya tertutup pelan, seluruh hatinya telah diselimuti kesakitan. Semua kilas dari kesakitan hidupnya terbayang dan hal itu kian membuat tekadnya kian bulat. Tapi apakah itu mungkin. Saat ini jelas, dia merasakan tubuhnya sangat ringan dan tak memiliki beban. Dengan rasa panas yang menjalar di seluruh tubuhnya.
"Tidakkk...!" Teriak Chana sangat keras. Tubuhnya memberontak dengan sangat kuat hingga peluh membanjiri tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya dengan kilasan bayangan nyata yang dia alami jelas masih terpahat di seluruh ingatannya. Tempat tidur itu tampak sangat berantakan karena gerakannya yang liar. "Arrgghh...!" Teriakan keras kedua diiringi tangisan terdengar memilukan. Mata hitam coklat itu terbuka lebar kemudian tertutup lagi. Napas yang memburu dengan dada naik turun dan detak jantung yang berpacu cepat memperjelas kepanikan Chana yang yang langsung duduk di atas tempat tidur dengan kedua tangan meremas perutnya kuat. Seluruh tubuhnya terasa sakit bagai tersayat dengan rasa panas bagai terpanggang dalam bara api yang masih membara. Tangisnya pecah dengan desisan rasa sakit yang tak terkira. "Putraku, dia kesakitan," batin Chana lemah. "Dan aku berakhir dengan sangat mengenaskan." "Apa yang terjadi? Nona apakah ini akan baik-baik saja?" "Apa yang terjadi pada jalang itu
Mata Chana berkabut saat dia mengerutkan keningnya. Pemandangan di hadapan matanya sungguh indah. Seluruh tubuhnya yang panas sangat menggangu dan membuat kulitnya menjadi sangat sensitif, menghadirkan rona merah muda di pipi putihnya. Dan tanpa sengaja, pria di bawahnya bergerak pelan membuat tubuhnya mendesah pelan. Pria itu menyadari ada yang salah, sejak dia mendengar desahan tertahan wanita di atasnya, dia menjadi diam dan tak berani bergerak. Instingnya jelas memberi peringatan bahwa ada yang salah dengan tatapan wanita di atas tubuhnya. Rona merah yang hadir, sedikit malu dengan tatapan sayu, itu tampak sedikit menyedihkan. Tapi dia melihat kelaparan panjang di dalam mata wanita tersebut. Jelas wanita ini tidak normal."Nona, perlahan, menyingkir dari atas tubuhku." Perintahnya dingin. Chana tak bergerak dan terhipnotis dengan suara berat nan serak. Matanya meneliti pria di bawah tubuhnya dengan hati-hati. Rahang tegas dengan bibir tipis yang melengkung sempurna. Hidung menju
"Logan, kapan kau menceraikannya? Wanita bodoh itu, kapan kau akan membuangnya?" Suara lembut itu terdengar dari dalam ruangan sebuah kamar apartemen class S yang terletak di kawasan elit kota C, Paris. Paras cantik dengan kulit putih dan rambut coklat bergelombang itu tergerai hingga menutupi punggungnya yang sedikit terbuka. Kaki jenjang dengan tubuh langsing itu sebagian tertutup selimut berwarna putih dan tubuhnya yang sedikit berkeringat memeluk sebuah lengan yang berada di sampingnya. Ada aroma khas percintaan panas yang masih melekat di antara keduanya. Senyum puas setelah mencapai puncak kenikmatan bersama terlihat jelas di wajah keduanya. "Chassy, bertahanlah sebentar lagi. Kenapa kau sangat terburu-buru akhir-akhir ini? Pemilihan pewaris bisnis keluarga bahkan belum jatuh atas namanya," suara merdu nan lembut namun terdengar sedikit berat menyambut pertanyaan yang Chassy berikan. Sebuah kecupan ringan melayang di puncak kepala wanita tersebut dengan penuh kasih sayang.
Samar, Chana membuka pelan kedua matanya dan dia mendapati sebuah kamar redup nan asing. Ia mengerutkan keningnya saat udara terasa membawa banyak debu untuk dihirup. Mencoba bangun dengan meraba saklar lampu di samping tempat tidur lalu menghidupkanya. Matanya menatap setiap sudut kamar yang suram dengan jaring laba-laba yang menumpuk. Ada seekor kecoak, lalu tikus yang merayap di lantai dan tampak tak terganggu meski dia ada di sana. Dia tak takut atau pun jijik akan keduanya jadi hal itu bukanlah masalah untuknya. Bergeser ke sisi lain, dia mendapati sebuah pintu coklat tertutup yang ia yakini sebagai kamar mandi. Lalu ada dua lemari besar tampak kusam dengan debu tebal hingga kaca di daun pintunya tak terlihat. Hati-hati dia duduk dan terhenyak saat mengetahui kamar yang ia tempati sama sekali tak ia kenali. Ini bukan kamar di rumah miliknya juga bukan kamar apartemennya apa lagi kamar di rumah keluarganya. Lalu di mana dia sekarang? Rasa sakit pada bagian belakang kepalanya meny
Hujan lebat dengan petir yang menyambar. Mansion besar itu tampak terlihat sangat suram dengan hanya cahaya lilin yang hampir padam. Setengah mati, Chana menangis, berkali kali memeluk lututnya yang dingin. Gelap yang senyap, petir yang menyambar, dengan suara deritan beberapa pintu yang rusak. Semua kian menakutkan hingga Chana bahkan tak berani beranjak. Dalam gelap yang tak berujung, suara langkah seseorang yang mendekat membuat Chana menoleh. Dia cukup waspada dengan tangan memegang perutnya yang membesar. Gerakan pelan dalam perutnya cukup menyadarkannya bahwa ia lapar dan harus makan. Namun kini, dia hanya bisa duduk ketakutan dan kian bergetar saat sebuah bayangan hitam mendekat dan langsung memeluk tubuhnya dari belakang. "Oh, Nona Chana ...," Chana terkesiap saat tangan asing memeluk tubuhnya dari belakang. Dia menolak, bergeser dan memberontak namun tangan itu kian kuat memeluknya. "Nona kau sangat harum." Rasa jijik merambat hingga membuat Chana memberontak kian ke
Mata Chana berkabut saat dia mengerutkan keningnya. Pemandangan di hadapan matanya sungguh indah. Seluruh tubuhnya yang panas sangat menggangu dan membuat kulitnya menjadi sangat sensitif, menghadirkan rona merah muda di pipi putihnya. Dan tanpa sengaja, pria di bawahnya bergerak pelan membuat tubuhnya mendesah pelan. Pria itu menyadari ada yang salah, sejak dia mendengar desahan tertahan wanita di atasnya, dia menjadi diam dan tak berani bergerak. Instingnya jelas memberi peringatan bahwa ada yang salah dengan tatapan wanita di atas tubuhnya. Rona merah yang hadir, sedikit malu dengan tatapan sayu, itu tampak sedikit menyedihkan. Tapi dia melihat kelaparan panjang di dalam mata wanita tersebut. Jelas wanita ini tidak normal."Nona, perlahan, menyingkir dari atas tubuhku." Perintahnya dingin. Chana tak bergerak dan terhipnotis dengan suara berat nan serak. Matanya meneliti pria di bawah tubuhnya dengan hati-hati. Rahang tegas dengan bibir tipis yang melengkung sempurna. Hidung menju
"Tidakkk...!" Teriak Chana sangat keras. Tubuhnya memberontak dengan sangat kuat hingga peluh membanjiri tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya dengan kilasan bayangan nyata yang dia alami jelas masih terpahat di seluruh ingatannya. Tempat tidur itu tampak sangat berantakan karena gerakannya yang liar. "Arrgghh...!" Teriakan keras kedua diiringi tangisan terdengar memilukan. Mata hitam coklat itu terbuka lebar kemudian tertutup lagi. Napas yang memburu dengan dada naik turun dan detak jantung yang berpacu cepat memperjelas kepanikan Chana yang yang langsung duduk di atas tempat tidur dengan kedua tangan meremas perutnya kuat. Seluruh tubuhnya terasa sakit bagai tersayat dengan rasa panas bagai terpanggang dalam bara api yang masih membara. Tangisnya pecah dengan desisan rasa sakit yang tak terkira. "Putraku, dia kesakitan," batin Chana lemah. "Dan aku berakhir dengan sangat mengenaskan." "Apa yang terjadi? Nona apakah ini akan baik-baik saja?" "Apa yang terjadi pada jalang itu
Melihat kepergian Logan, tawa Chassy pecah. Sedangkan Chana merangkak berusaha keluar dan mengejar Logan. Namun sesuatu dalam perutnya tampak tidak baik-baik saja. Tentu, semua awalnya masih bisa ia tahan sebelum Chassy bergerak mendekat, dan entah sejak kapan sebuah botol telah ada di depan matanya. "Kak, kupikir kau haus." Chana yang merangkak berhenti dan mendongak. Menatap wajah cantik Chassy yang tersenyum. Saudara perempuannya itu duduk berjongkok dan dengan mudahnya, meraih botol di depannya lalu membukakan tutupnya. "Aku sudah membukanya, sekarang kakak bisa meminumnya." Chana menggeleng. "Aku tidak haus," kembali menyeret tubuhnya sambil mendesis merasakan sakit di perutnya yang kian kuat. Chassy tertawa, melihat usaha Chana yang mencoba mengejar Logan. Dia menarik sesuatu dari dalam saku celananya, lalu melemparkan tepat di hadapan Chana. "Bagaimana? Apakah kemampuanku sangat bagus? Kak Logan bahkan mempercayainya. Tidak, sejak pernikahan kalian Kak Logan tak lagi mem
Hujan lebat dengan petir yang menyambar. Mansion besar itu tampak terlihat sangat suram dengan hanya cahaya lilin yang hampir padam. Setengah mati, Chana menangis, berkali kali memeluk lututnya yang dingin. Gelap yang senyap, petir yang menyambar, dengan suara deritan beberapa pintu yang rusak. Semua kian menakutkan hingga Chana bahkan tak berani beranjak. Dalam gelap yang tak berujung, suara langkah seseorang yang mendekat membuat Chana menoleh. Dia cukup waspada dengan tangan memegang perutnya yang membesar. Gerakan pelan dalam perutnya cukup menyadarkannya bahwa ia lapar dan harus makan. Namun kini, dia hanya bisa duduk ketakutan dan kian bergetar saat sebuah bayangan hitam mendekat dan langsung memeluk tubuhnya dari belakang. "Oh, Nona Chana ...," Chana terkesiap saat tangan asing memeluk tubuhnya dari belakang. Dia menolak, bergeser dan memberontak namun tangan itu kian kuat memeluknya. "Nona kau sangat harum." Rasa jijik merambat hingga membuat Chana memberontak kian ke
Samar, Chana membuka pelan kedua matanya dan dia mendapati sebuah kamar redup nan asing. Ia mengerutkan keningnya saat udara terasa membawa banyak debu untuk dihirup. Mencoba bangun dengan meraba saklar lampu di samping tempat tidur lalu menghidupkanya. Matanya menatap setiap sudut kamar yang suram dengan jaring laba-laba yang menumpuk. Ada seekor kecoak, lalu tikus yang merayap di lantai dan tampak tak terganggu meski dia ada di sana. Dia tak takut atau pun jijik akan keduanya jadi hal itu bukanlah masalah untuknya. Bergeser ke sisi lain, dia mendapati sebuah pintu coklat tertutup yang ia yakini sebagai kamar mandi. Lalu ada dua lemari besar tampak kusam dengan debu tebal hingga kaca di daun pintunya tak terlihat. Hati-hati dia duduk dan terhenyak saat mengetahui kamar yang ia tempati sama sekali tak ia kenali. Ini bukan kamar di rumah miliknya juga bukan kamar apartemennya apa lagi kamar di rumah keluarganya. Lalu di mana dia sekarang? Rasa sakit pada bagian belakang kepalanya meny
"Logan, kapan kau menceraikannya? Wanita bodoh itu, kapan kau akan membuangnya?" Suara lembut itu terdengar dari dalam ruangan sebuah kamar apartemen class S yang terletak di kawasan elit kota C, Paris. Paras cantik dengan kulit putih dan rambut coklat bergelombang itu tergerai hingga menutupi punggungnya yang sedikit terbuka. Kaki jenjang dengan tubuh langsing itu sebagian tertutup selimut berwarna putih dan tubuhnya yang sedikit berkeringat memeluk sebuah lengan yang berada di sampingnya. Ada aroma khas percintaan panas yang masih melekat di antara keduanya. Senyum puas setelah mencapai puncak kenikmatan bersama terlihat jelas di wajah keduanya. "Chassy, bertahanlah sebentar lagi. Kenapa kau sangat terburu-buru akhir-akhir ini? Pemilihan pewaris bisnis keluarga bahkan belum jatuh atas namanya," suara merdu nan lembut namun terdengar sedikit berat menyambut pertanyaan yang Chassy berikan. Sebuah kecupan ringan melayang di puncak kepala wanita tersebut dengan penuh kasih sayang.