Samar, Chana membuka pelan kedua matanya dan dia mendapati sebuah kamar redup nan asing. Ia mengerutkan keningnya saat udara terasa membawa banyak debu untuk dihirup. Mencoba bangun dengan meraba saklar lampu di samping tempat tidur lalu menghidupkanya. Matanya menatap setiap sudut kamar yang suram dengan jaring laba-laba yang menumpuk. Ada seekor kecoak, lalu tikus yang merayap di lantai dan tampak tak terganggu meski dia ada di sana. Dia tak takut atau pun jijik akan keduanya jadi hal itu bukanlah masalah untuknya. Bergeser ke sisi lain, dia mendapati sebuah pintu coklat tertutup yang ia yakini sebagai kamar mandi. Lalu ada dua lemari besar tampak kusam dengan debu tebal hingga kaca di daun pintunya tak terlihat.
Hati-hati dia duduk dan terhenyak saat mengetahui kamar yang ia tempati sama sekali tak ia kenali. Ini bukan kamar di rumah miliknya juga bukan kamar apartemennya apa lagi kamar di rumah keluarganya. Lalu di mana dia sekarang? Rasa sakit pada bagian belakang kepalanya menyadarkan akan suatu kejadian dan dia tercenung saat meraba kepalanya yang sakit. Sebuah bayangan melintas hingga dia tanpa sadar menahan amarahnya yang akan meledak. Kini kejadian beberapa saat lalu tercetak jelas.
Flashback.
"Logan, lepas." Pinta Chana saat ia merasakan tarikan rambut di kepalanya kian kuat.
"Kak, kau tak berpikir akan bisa keluar lalu mengadu semua hal yang kau lihat kan?" Ungkap Chassy tersenyum. Gerakanya sangat anggun, dia memakai pakaiannya yang tercecer di lantai lalu memeluk tubuh Logan dari belakang. "Aku takut dia membahayakan hubungan kita."
Logan mengangguk. "Chana, maaf. Aku tak ingin melakukan ini tapi kau sangat tahu bahwa saat ini karakter baikku di depan publik sangat penting. Pemilihan penerus keluarga yang akan mewarisi semua kekayaan keluarga besarmu, aku tak ingin pandangan kakek buruk padaku. Saat ini, aku harus mengurungmu agar semua hal yang kau lihat tak tersebar keluar."
Chana menangis. "Logan, kau bajingan! Lepaskan aku! Logan, Logan, Logan!"
Chana hanya bisa memberontak sebelum akhirnya dia tak sengaja membenturkan kepalanya terlalu keras hingga pingsan. Logan menangkap tubuhnya dengan riak kekhawatiran karena tahu istrinya tengah hamil. Dia menggeletakkan Chana ke atas tempat tidur dan sempat akan memanggilkan dokter, namun suara lembut di belakangnya menegurnya.
"Kak Logan, apa kau benar-benar akan memanggilkan dokter untuknya?"
"Dia tak sadarkan diri."
"Dan kau akan membiarkannya mengadu pada semua orang? Jangan lupa, dia tahu lebih cepat sebelum rencana kita berhasil. Lagi pula, dia hanya pingsan bukan mati. Memindahkan dan menyembunyikannya adalah hal penting sekarang."
Logan tersadar namun dia cukup ragu. "Apakah bayinya tak akan menemui masalah?"
"Itu akan baik-baik saja. Percaya padaku. Sekarang kita harus menyembunyikannya sampai saat waktu yang tepat."
"Tapi Chassy,"
"Kak, apakah kau benar-benar mencintaiku?" Potong Chassy merajuk. "Kupikir kau sangat mencintaiku hingga ingin hidup bersamaku. Sepertinya aku salah,"
"Chassy, bukan seperti itu." Bujuk Logan memeluk tubuh Chassy. "Kau sangat tahu betapa aku ingin selalu bersamamu dan ingin segera menikah lalu memberi tahu dunia bahwa kita adalah pasangan yang bahagia. Tapi Chana, bagaimana pun juga dia tengah hamil. Dan aku tak bisa membiarkannya begitu saja."
"Jika bayinya ternyata bukan darah daging kakak, maka kakak harus siap dengan kenyataan terburuk," Balasnya memberi balasan pelukan.
Logan mengangguk. Tentu saja, jika bayi itu lahir dan ternyata tak memiliki garis darah yang sama dengannya, maka Chana bukanlah apa-apa untuknya. Dia bahkan tak bisa membayangkan hukuman apa yang pantas untuk istrinya karena telah menghianatinya selama pernikahan beberapa tahun ini. Tapi yang pasti, dia akan memilih Chassy dan memastikan Chana mendapatkan hal yang setimpal. Dia tak akan melepaskan Chana dengan mudah karena telah berani memainkan dirinya.
"Sekarang, bukankah kita harus mengamankannya?" Ingat Chassy lagi. "Dia akan segera bangun, dan sulit bagi kita untuk selanjutnya."
Logan lagi-lagi mengangguk setuju. Di mengangkat tubuh Chana dan mereka berdua segera meninggalkan apartemen menuju sebuah mansion tua milik keluarga Chana yang tak lagi terpakai. Sebuah mansion yang sangat megah namun penuh dengan cerita berdarah terkait perkembangan sebuah keluarga besar nan tua. Dan kini, Logan dengan sangat ringan meletakkan tubuh Chana dalam sebuah kamar di mansion tersebut.
"Ayo kita pergi," tarik Chassy segera saat melihat wajah Logan tampak enggan meninggalkan istrinya. Dia tahu rasa khawatir dan tak tega di hati Logan membuat pria yang dia cintai itu lemah. Ada rasa cinta yang tak kecil di hati Logan pada kakak tirinya dan hal itu membuatnya iri tak terkendali. Logan adalah kekasih idamannya, dan dia tak akan menyerah dengan mudah. Walau harus menghancurkan kakak tirinya, dia tak lagi peduli.
"Chassy-"
"Kak Logan!"
Logan memejamkan matanya saat melihat Chassy cemberut. Dia menurut dan Akhirnya mereka berdua keluar dari mansion setelah mengunci pintu utama mansion rapat-rapat.
"Kakak tak perlu khawatir, aku akan memastikan semua kebutuhan kakak terpenuhi dengan baik. Juga mengirimkan pelayan untuk menemaninya," Terang Chassy menggandeng lengan Logan.
"Hmn, pastikan dia tak ketakutan. Dia benci gelap dan dia akan berlari saat hujan besar dengan petir. Juga, kau harus menjauhkan makanan seafood darinya, dia alergi seafood. Lalu dia selalu menggunakan selimut yang nyaman karena terlalu sering mengeluh kedinginan. Ah, satu lagi, dia benci-"
"Kakak," potong Chassy tak tahan. Ada semut yang menggigiti hatinya saat mendengar semua kata-kata Logan untuk kakak tirinya. Pria ini tahu banyak tentang Chana yang artinya, Logan masih memiliki sebuah cinta yang nyata. Dan dia tak terima. "Kau masih sangat mencintainya,"
"Ah, Chassy, maaf. Aku tidak, itu hanya hal-hal yang kuingat darinya. Apa kau marah?"
"Apa kakak akan memperlakukanku dengan baik di masa depan? Melebihi kak Chana?"
"Tentu saja. Aku sangat mencintaimu."
"Oh, kakak ...." sebuah senyum yang sangat lebar di bibir Chassy namun hatinya penuh dengan keinginan. Dia tak akan membiarkan Chana menjalani hari dengan mudah. Tidak, dia akan membuat Chana mengalami hal luar biasa dan dia akan membuat keadaan sesuai keinginannya. Ya, harus. Logan haruslah menjadi miliknya.
Flashback off.
Chana tertawa miris dengan rasa sakit yang mulai menjalar ke seluruh hatinya. Dia berjalan dengan sangat hati-hati dan mulai menuruni tangga untuk melihat keadaan sekitar. Ruangan luas dengan berbagai kain putih untuk menutupi semua perabotan mahal yang tertinggal. Dia membuka beberapa dan harus menutup hidungnya saat aroma debu tebal menyambut. Berjalan mencapai sisi pintu utama, sekuat tenaga dia mencoba untuk membuka pintu tersebut namun nyatanya pintu itu tetap kokoh tak terbuka. Dia terkurung! Tidak, Logan dan Chassy pasti yang mengurungnya.
"Logan, Logan, Chassy, buka pintunya. Aku ingin keluar. Logan, Logan, Logan!"
Dia berpikir bahwa mungkin saja Logan dan Chana ada di luar sana. Tapi saat sunyi menjadi jawaban atas kerisauan hatinya, dia tahu bahwa dia sendiri, di rumah sebesar ini. Seketika ketakutan akan gelap merayap di hatinya. Dia bergegas mencari saklar lampu dan mencoba menghidupkan namun nyatanya lampu itu tak menyala. Menghampiri berbagai saklar dan melakukan hal yang sama, dia tertegun saat tahu akan sendirian dalam gelap.
"Tidak, kumohon, menyalalah. Sesuatu, aku harus mencari sesuatu,"
Hal yang bisa Chana lakukan adalah menyusuri rumah besar itu dan memasuki ruangan satu persatu. Saat mencapai dapur, dia hanya menemukan satu lilin dan sebuah pemantik api yang sangat usang. Semua berdebu dan dia sedikit lega meski tak pernah berpikir bahwa hujan besar akan datang membawa petir yang menyambar. Ketakutannya, akan kah sirna?
Hujan lebat dengan petir yang menyambar. Mansion besar itu tampak terlihat sangat suram dengan hanya cahaya lilin yang hampir padam. Setengah mati, Chana menangis, berkali kali memeluk lututnya yang dingin. Gelap yang senyap, petir yang menyambar, dengan suara deritan beberapa pintu yang rusak. Semua kian menakutkan hingga Chana bahkan tak berani beranjak. Dalam gelap yang tak berujung, suara langkah seseorang yang mendekat membuat Chana menoleh. Dia cukup waspada dengan tangan memegang perutnya yang membesar. Gerakan pelan dalam perutnya cukup menyadarkannya bahwa ia lapar dan harus makan. Namun kini, dia hanya bisa duduk ketakutan dan kian bergetar saat sebuah bayangan hitam mendekat dan langsung memeluk tubuhnya dari belakang. "Oh, Nona Chana ...," Chana terkesiap saat tangan asing memeluk tubuhnya dari belakang. Dia menolak, bergeser dan memberontak namun tangan itu kian kuat memeluknya. "Nona kau sangat harum." Rasa jijik merambat hingga membuat Chana memberontak kian ke
Melihat kepergian Logan, tawa Chassy pecah. Sedangkan Chana merangkak berusaha keluar dan mengejar Logan. Namun sesuatu dalam perutnya tampak tidak baik-baik saja. Tentu, semua awalnya masih bisa ia tahan sebelum Chassy bergerak mendekat, dan entah sejak kapan sebuah botol telah ada di depan matanya. "Kak, kupikir kau haus." Chana yang merangkak berhenti dan mendongak. Menatap wajah cantik Chassy yang tersenyum. Saudara perempuannya itu duduk berjongkok dan dengan mudahnya, meraih botol di depannya lalu membukakan tutupnya. "Aku sudah membukanya, sekarang kakak bisa meminumnya." Chana menggeleng. "Aku tidak haus," kembali menyeret tubuhnya sambil mendesis merasakan sakit di perutnya yang kian kuat. Chassy tertawa, melihat usaha Chana yang mencoba mengejar Logan. Dia menarik sesuatu dari dalam saku celananya, lalu melemparkan tepat di hadapan Chana. "Bagaimana? Apakah kemampuanku sangat bagus? Kak Logan bahkan mempercayainya. Tidak, sejak pernikahan kalian Kak Logan tak lagi mem
"Tidakkk...!" Teriak Chana sangat keras. Tubuhnya memberontak dengan sangat kuat hingga peluh membanjiri tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya dengan kilasan bayangan nyata yang dia alami jelas masih terpahat di seluruh ingatannya. Tempat tidur itu tampak sangat berantakan karena gerakannya yang liar. "Arrgghh...!" Teriakan keras kedua diiringi tangisan terdengar memilukan. Mata hitam coklat itu terbuka lebar kemudian tertutup lagi. Napas yang memburu dengan dada naik turun dan detak jantung yang berpacu cepat memperjelas kepanikan Chana yang yang langsung duduk di atas tempat tidur dengan kedua tangan meremas perutnya kuat. Seluruh tubuhnya terasa sakit bagai tersayat dengan rasa panas bagai terpanggang dalam bara api yang masih membara. Tangisnya pecah dengan desisan rasa sakit yang tak terkira. "Putraku, dia kesakitan," batin Chana lemah. "Dan aku berakhir dengan sangat mengenaskan." "Apa yang terjadi? Nona apakah ini akan baik-baik saja?" "Apa yang terjadi pada jalang itu
Mata Chana berkabut saat dia mengerutkan keningnya. Pemandangan di hadapan matanya sungguh indah. Seluruh tubuhnya yang panas sangat menggangu dan membuat kulitnya menjadi sangat sensitif, menghadirkan rona merah muda di pipi putihnya. Dan tanpa sengaja, pria di bawahnya bergerak pelan membuat tubuhnya mendesah pelan. Pria itu menyadari ada yang salah, sejak dia mendengar desahan tertahan wanita di atasnya, dia menjadi diam dan tak berani bergerak. Instingnya jelas memberi peringatan bahwa ada yang salah dengan tatapan wanita di atas tubuhnya. Rona merah yang hadir, sedikit malu dengan tatapan sayu, itu tampak sedikit menyedihkan. Tapi dia melihat kelaparan panjang di dalam mata wanita tersebut. Jelas wanita ini tidak normal."Nona, perlahan, menyingkir dari atas tubuhku." Perintahnya dingin. Chana tak bergerak dan terhipnotis dengan suara berat nan serak. Matanya meneliti pria di bawah tubuhnya dengan hati-hati. Rahang tegas dengan bibir tipis yang melengkung sempurna. Hidung menju
"Logan, kapan kau menceraikannya? Wanita bodoh itu, kapan kau akan membuangnya?" Suara lembut itu terdengar dari dalam ruangan sebuah kamar apartemen class S yang terletak di kawasan elit kota C, Paris. Paras cantik dengan kulit putih dan rambut coklat bergelombang itu tergerai hingga menutupi punggungnya yang sedikit terbuka. Kaki jenjang dengan tubuh langsing itu sebagian tertutup selimut berwarna putih dan tubuhnya yang sedikit berkeringat memeluk sebuah lengan yang berada di sampingnya. Ada aroma khas percintaan panas yang masih melekat di antara keduanya. Senyum puas setelah mencapai puncak kenikmatan bersama terlihat jelas di wajah keduanya. "Chassy, bertahanlah sebentar lagi. Kenapa kau sangat terburu-buru akhir-akhir ini? Pemilihan pewaris bisnis keluarga bahkan belum jatuh atas namanya," suara merdu nan lembut namun terdengar sedikit berat menyambut pertanyaan yang Chassy berikan. Sebuah kecupan ringan melayang di puncak kepala wanita tersebut dengan penuh kasih sayang.
Mata Chana berkabut saat dia mengerutkan keningnya. Pemandangan di hadapan matanya sungguh indah. Seluruh tubuhnya yang panas sangat menggangu dan membuat kulitnya menjadi sangat sensitif, menghadirkan rona merah muda di pipi putihnya. Dan tanpa sengaja, pria di bawahnya bergerak pelan membuat tubuhnya mendesah pelan. Pria itu menyadari ada yang salah, sejak dia mendengar desahan tertahan wanita di atasnya, dia menjadi diam dan tak berani bergerak. Instingnya jelas memberi peringatan bahwa ada yang salah dengan tatapan wanita di atas tubuhnya. Rona merah yang hadir, sedikit malu dengan tatapan sayu, itu tampak sedikit menyedihkan. Tapi dia melihat kelaparan panjang di dalam mata wanita tersebut. Jelas wanita ini tidak normal."Nona, perlahan, menyingkir dari atas tubuhku." Perintahnya dingin. Chana tak bergerak dan terhipnotis dengan suara berat nan serak. Matanya meneliti pria di bawah tubuhnya dengan hati-hati. Rahang tegas dengan bibir tipis yang melengkung sempurna. Hidung menju
"Tidakkk...!" Teriak Chana sangat keras. Tubuhnya memberontak dengan sangat kuat hingga peluh membanjiri tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya dengan kilasan bayangan nyata yang dia alami jelas masih terpahat di seluruh ingatannya. Tempat tidur itu tampak sangat berantakan karena gerakannya yang liar. "Arrgghh...!" Teriakan keras kedua diiringi tangisan terdengar memilukan. Mata hitam coklat itu terbuka lebar kemudian tertutup lagi. Napas yang memburu dengan dada naik turun dan detak jantung yang berpacu cepat memperjelas kepanikan Chana yang yang langsung duduk di atas tempat tidur dengan kedua tangan meremas perutnya kuat. Seluruh tubuhnya terasa sakit bagai tersayat dengan rasa panas bagai terpanggang dalam bara api yang masih membara. Tangisnya pecah dengan desisan rasa sakit yang tak terkira. "Putraku, dia kesakitan," batin Chana lemah. "Dan aku berakhir dengan sangat mengenaskan." "Apa yang terjadi? Nona apakah ini akan baik-baik saja?" "Apa yang terjadi pada jalang itu
Melihat kepergian Logan, tawa Chassy pecah. Sedangkan Chana merangkak berusaha keluar dan mengejar Logan. Namun sesuatu dalam perutnya tampak tidak baik-baik saja. Tentu, semua awalnya masih bisa ia tahan sebelum Chassy bergerak mendekat, dan entah sejak kapan sebuah botol telah ada di depan matanya. "Kak, kupikir kau haus." Chana yang merangkak berhenti dan mendongak. Menatap wajah cantik Chassy yang tersenyum. Saudara perempuannya itu duduk berjongkok dan dengan mudahnya, meraih botol di depannya lalu membukakan tutupnya. "Aku sudah membukanya, sekarang kakak bisa meminumnya." Chana menggeleng. "Aku tidak haus," kembali menyeret tubuhnya sambil mendesis merasakan sakit di perutnya yang kian kuat. Chassy tertawa, melihat usaha Chana yang mencoba mengejar Logan. Dia menarik sesuatu dari dalam saku celananya, lalu melemparkan tepat di hadapan Chana. "Bagaimana? Apakah kemampuanku sangat bagus? Kak Logan bahkan mempercayainya. Tidak, sejak pernikahan kalian Kak Logan tak lagi mem
Hujan lebat dengan petir yang menyambar. Mansion besar itu tampak terlihat sangat suram dengan hanya cahaya lilin yang hampir padam. Setengah mati, Chana menangis, berkali kali memeluk lututnya yang dingin. Gelap yang senyap, petir yang menyambar, dengan suara deritan beberapa pintu yang rusak. Semua kian menakutkan hingga Chana bahkan tak berani beranjak. Dalam gelap yang tak berujung, suara langkah seseorang yang mendekat membuat Chana menoleh. Dia cukup waspada dengan tangan memegang perutnya yang membesar. Gerakan pelan dalam perutnya cukup menyadarkannya bahwa ia lapar dan harus makan. Namun kini, dia hanya bisa duduk ketakutan dan kian bergetar saat sebuah bayangan hitam mendekat dan langsung memeluk tubuhnya dari belakang. "Oh, Nona Chana ...," Chana terkesiap saat tangan asing memeluk tubuhnya dari belakang. Dia menolak, bergeser dan memberontak namun tangan itu kian kuat memeluknya. "Nona kau sangat harum." Rasa jijik merambat hingga membuat Chana memberontak kian ke
Samar, Chana membuka pelan kedua matanya dan dia mendapati sebuah kamar redup nan asing. Ia mengerutkan keningnya saat udara terasa membawa banyak debu untuk dihirup. Mencoba bangun dengan meraba saklar lampu di samping tempat tidur lalu menghidupkanya. Matanya menatap setiap sudut kamar yang suram dengan jaring laba-laba yang menumpuk. Ada seekor kecoak, lalu tikus yang merayap di lantai dan tampak tak terganggu meski dia ada di sana. Dia tak takut atau pun jijik akan keduanya jadi hal itu bukanlah masalah untuknya. Bergeser ke sisi lain, dia mendapati sebuah pintu coklat tertutup yang ia yakini sebagai kamar mandi. Lalu ada dua lemari besar tampak kusam dengan debu tebal hingga kaca di daun pintunya tak terlihat. Hati-hati dia duduk dan terhenyak saat mengetahui kamar yang ia tempati sama sekali tak ia kenali. Ini bukan kamar di rumah miliknya juga bukan kamar apartemennya apa lagi kamar di rumah keluarganya. Lalu di mana dia sekarang? Rasa sakit pada bagian belakang kepalanya meny
"Logan, kapan kau menceraikannya? Wanita bodoh itu, kapan kau akan membuangnya?" Suara lembut itu terdengar dari dalam ruangan sebuah kamar apartemen class S yang terletak di kawasan elit kota C, Paris. Paras cantik dengan kulit putih dan rambut coklat bergelombang itu tergerai hingga menutupi punggungnya yang sedikit terbuka. Kaki jenjang dengan tubuh langsing itu sebagian tertutup selimut berwarna putih dan tubuhnya yang sedikit berkeringat memeluk sebuah lengan yang berada di sampingnya. Ada aroma khas percintaan panas yang masih melekat di antara keduanya. Senyum puas setelah mencapai puncak kenikmatan bersama terlihat jelas di wajah keduanya. "Chassy, bertahanlah sebentar lagi. Kenapa kau sangat terburu-buru akhir-akhir ini? Pemilihan pewaris bisnis keluarga bahkan belum jatuh atas namanya," suara merdu nan lembut namun terdengar sedikit berat menyambut pertanyaan yang Chassy berikan. Sebuah kecupan ringan melayang di puncak kepala wanita tersebut dengan penuh kasih sayang.