Hujan lebat dengan petir yang menyambar. Mansion besar itu tampak terlihat sangat suram dengan hanya cahaya lilin yang hampir padam. Setengah mati, Chana menangis, berkali kali memeluk lututnya yang dingin. Gelap yang senyap, petir yang menyambar, dengan suara deritan beberapa pintu yang rusak. Semua kian menakutkan hingga Chana bahkan tak berani beranjak.
Dalam gelap yang tak berujung, suara langkah seseorang yang mendekat membuat Chana menoleh. Dia cukup waspada dengan tangan memegang perutnya yang membesar. Gerakan pelan dalam perutnya cukup menyadarkannya bahwa ia lapar dan harus makan. Namun kini, dia hanya bisa duduk ketakutan dan kian bergetar saat sebuah bayangan hitam mendekat dan langsung memeluk tubuhnya dari belakang.
"Oh, Nona Chana ...,"
Chana terkesiap saat tangan asing memeluk tubuhnya dari belakang. Dia menolak, bergeser dan memberontak namun tangan itu kian kuat memeluknya.
"Nona kau sangat harum."
Rasa jijik merambat hingga membuat Chana memberontak kian keras. Tangan kasar di tubuhnya juga suara berat dengan aroma alkohol yang kuat membuat Chana sekuat tenaga mendorong pria asing itu untuk menjauh darinya.
"Kau! Menjauh, menjauh dan pergi dari sini!" Peringat Chana dingin.
Pria asing itu tertawa. Merangkak, untuk mendekati Chana yang mundur. Tubuhnya yang awalnya bersembunyi di kegelapan kini mulai terlihat jelas dalam cahaya lilin yang suram. Wajah yang tak bisa dibilang tampan mendekat dengan tatapan vulgar yang jelas.
"Nona, tak akan ada yang tahu dengan hal yang kita lakukan. Apakah nona tahu, betapa aku sangat menunggu saat ini?"
"Kasim, menjauh dariku!" Peringat Chana kembali dengan tatapan sinis.
Jelas, Chana mengenal pria asing itu. Kasim, yang tak lain adalah seorang pelayan bagian perkebunan mansion utama keluarganya sejak beberapa tahun lalu. Terkenal mata keranjang dan selalu meresahkan pelayan wanita di seluruh mansion karena tatapan matanya yang nakal. Juga sangat terkenal sebagai pelayan yang selalu menyalahi aturan. Tapi, kenapa pria ini disini? Hal apa yang pria itu lakukan hingga bisa berada di mansion tua ini.
"Nona, nona jangan seperti itu. Nona tak perlu malu. Bukankah nona di sini untuk menungguku?"
Chana mendecih jijik. Pria tak tahu malu itu, kenapa bisa bicara seperti itu? "Kau salah, aku tak menunggu siapa pun. Menjauh dan cepat tinggalkan tempat ini!"
"Nona, tapi nona Chassy mengatakan nona menungguku. Aku bertanya-tanya dalam mimpi, kapan aku bisa bersama nona yang cantik dan lembut. Dan hari ini datang. Aku datang dan aku tak mungkin pergi secepat itu."
"Chassy?" Ulang Chana terkejut. Ada kejutan yang melintas di matanya saat nama adik tirinya tersebut. Hari ini dia mendapat banyak kejutan dan dia menyadari betapa jahat adik tirinya. Chassy bahkan mengatur seorang pelayan untuknya? Kini dia tahu, bahwa orang yang meninggalkannya di tempat suram ini juga pasti Chassy. Dan suaminya, hanya menuruti kata-kata Chassy untuk mengurungnya!
"Ya, dia mengatakan nona sangat pemalu. Nona, tak perlu malu. Hanya ada kita berdua di sini. Aku tak masalah meski nona hamil besar. Kenikmatan tetaplah kenikmatan. Aku akan memperlakukan nona dengan sangat baik. Jadi nona, ayo mendekat. Ayo mendekat padaku,"
"Tidak," geleng Chana panik. "Jangan berani mendekat, atau aku akan teriak!"
Kasim tertawa. "Siapa yang akan mendengarkan kita? Teriakan nona hanya akan seperti suara yang teredam hujan."
Chana bangkit, berlari dalam kegelapan namun nyatanya Kasim kalah cepat darinya. Dia hanya bisa mendapati satu kakinya tertarik tepat sebelum dia melangkah. Jatuh, dia merasakan perutnya sakit luar biasa hingga dia mengerang tak tahan. Hal itu membuat Kasim yang telah mabuk merasakan sensasi berbeda karena melihat kulit kaki Chana yang putih.
"Menyingkir!" Chana berjuang keras saat tangan kasar Kasim mulai merayap liar. Dia memberontak, mengindahkan rasa sakit di perutnya dan terus berusaha melepaskan diri.
"Oh nona," Kasim sangat tak tahan hingga melepaskan pakaian atasnya. Dia Dengan kasar menekan tangan Chana yang terus memukulnya untuk melepaskan diri. Memeluk Chana, dia bahkan merobek pakaian Chana tanpa menunggu.
Chana berteriak minta tolong, namun Kasim dengan segera mengikat mulutnya. Dia menggeliat, terus memberontak hingga Kasim kehilangan kesabaran. Merangkak dia mencoba menjauh dan terus melarikan diri hingga Kasim menarik kakinya lalu menariknya dari belakang. Tangan kasar itu bahkan berani meremas dadanya tanpa ampun. Dia tak terima, dan terus memaki sambil berjuang melepaskan diri. Namun siapa yang menyangka, di saat kondisi seperti ini, Logan tiba-tiba datang dan salah paham akan semuanya.
"Chana...!"
Teriakan penuh amarah itu bagai air yang jatuh di padang pasir tandus. Tak peduli apa pun bagi Chana kehadiran Logan sudah cukup menyelamatkannya. Dia bersyukur, dengan itu tangannya terulur untuk meminta pertolongan.
"Logan, kau datang. Kau Akhirnya datang," tangis haru akan ketakutan, kesedihan, dan suka cita akan nasibnya yang tak akan ternoda sungguh membuat Chana lupa akan kesakitannya karena luka yang ditorehkan Logan.
Logan sangat murka, jelas dia melihat bagaimana Kasim memeluk dan menyentuh istrinya dengan sangat vulgar. Dia tak terima saat mengetahui semuanya. Sejak kapan selera istrinya jadi sangat rendah? Harusnya dia tak datang, harusnya dia tak disini meski Chassy melarangnya. Dia sangat khawatir jika Chana ketakutan saat gelap dan hujan badai. Dia datang dalam kondisi basah namun hal yang dia temukan sangat berbeda dari yang dia harapkan.
Kasim langsung menjauh, dia mundur dengan ketakutan saat tatapan Logan menghujam. Dengan satu hantaman, tubuhnya tersungkur saat tangan tegap Logan memukul wajahnya tanpa ampun. Sekali, dua kali hingga berkali-kali, dia hanya bisa mengerang kesakitan dan meminta ampun atas kesalahannya. Tapi dia juga sangat percaya akan kata-kata Chassy, dimana Chana hanya malu-malu untuk mengungkapkan cinta padanya.
"Tuan muda, tuan muda, kami hanya sedang memadu kasih. Nona Chana sangat mencintai saya hingga mengirimkan kabar untuk saya datang. Jadi kami tidak bersalah."
"Apa?" Logan terhenti dan tak percaya. Dia menatap Chana meminta penjelasan namun dia tak berhenti menghajar pria di depannya hingga tak sadarkan diri.
Chana menggeleng. "Tidak, Logan, itu tidak mungkin. Aku tak mungkin-"
"Kakak, aku tak menyangka kau seperti ini."
Sebuah suara lembut memotong kata-kata Chana dan derap langkah yang gemuruh datang sebagai gantinya. Sebuah cahaya terang dari beberapa lampu mendekat dan kini Chassy berdiri bersama anggota keluarga besar lainnya. Mata Chana terpana, tersenyum lega, akhirnya dia tak berada dalam kegelapan karena cahaya lampu lilin baru saja padam. Tapi kenapa semua tatapan keluarganya berbeda? Apa yang salah dari semua?
"A-ayah, i-bu, ka-kek,-"
"Kak Chana, kau selingkuh dengan pelayanan rumah keluarga kita? Kau sengaja datang ke mansion tua ini untuk pertemuan kalian? Bagaimana bisa ... bagaimana bisa kau, kak Logan," Chassy menutup bibitnya seakan bersalah. Raut wajahnya tampak sedih dan prihatin saat menatap Logan yang murka.
Chana menggeleng. "Tidak. Itu ka-"
"Kak Logan, maaf. Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak datang. Begitupun dengan ayah dan ibu. Juga kakek dan nenek," potong Chassy kembali. Tidak, dia tak akan membiarkan Chana mengeluarkan suara untuk membalikkan semua fakta pada dirinya. Kesalahan buruk ini, harus Chana yang menanggungnya!
Chana menolak tuduhan itu. "Tidak, aku tidak-"
"Chana, kau sangat memalukan!" Hardik ayahnya kecewa.
"Oh, mataku, harusnya aku tak melihat perbuatan kotor." Kali ini ibu tirinya tampak sangat jijik melihatnya.
"Kau, aku tak menyangka memiliki cucu sepertimu. Tidak, aku tak pernah memiliki cucu sepertimu," ungkap kakeknya dengan penuh kecewa. Keempatnya membalikkan badan dan Chana bangun untuk mengejar.
"Ayah, kakek, kakek, Chana tidak seperti itu. Kakek, ahkkkk!"
Chassy jelas tak akan membiarkan jalan Chana mulus begitu saja. Dia sengaja mengulurkan kakinya agar langkah Chana terhalang dan akhirnya jatuh. Senyum penuh kepuasan samar terlintas di matanya.
"Oh, kakak, apakah kau baik-baik saja? Bayimu, bayimu, apakah sakit?" Tanyanya penuh dengan kepalsuan. Dia menopang tubuh Chana dan berbisik pelan. "Hari ini, kau telah tamat. Namamu telah di keluarkan dari daftar keluarga. Selamat kakak,"
Chana terbelalak, dia menoleh dan senyum Chassy tampak sangat mengerikan. "Ka-kau!"
"Kak Logan, ada darah disini. Kak Chana berdarah. Kak Logan," teriak Chassy panik.
Air muka Chassy tampak berbeda, penuh kasih dan peduli. Dia haruslah mengatur semuanya. Dengan sangat kehati-hatian dan membuat semua keadaan seperti rencananya. Semua haruslah satu pendapat dan dia harus menyingkir Chana dengan cepat. Semua rencananya, juga ibu dan seluruh keluarga besar yang tak menyukai Chana dari lama, akan dengan mudah percaya. Dan Logan, itu juga menjadi bagiannya. Di mana pria itu harus percaya bahwa anak dalam perut Chana bukanlah darah dagingnya hingga Logan tak akan segan untuk menceraikan Chana lalu dia akan menjadi nona muda satu-satunya yang akan mewarisi seluruh bisnis keluarga juga menjadi istri Logan satu-satunya.
Logan menatap sekilas, dan rasa kecewa di hatinya meledak. "Apa peduliku? Dia jelas bukan anakku. Jadi kenapa kau tak meminta pada ayah bayinya yang mungkin tergeletak di sana!" Mendengus, dia memilih pergi dengan yang lain. Dia tak ingin berada di sini. Satu kenyataan ini, dia tak sanggup menerimanya. Berkali kali Chassy mengatakan bahwa Chana memiliki simpanan dan putra pertamanya bukanlah anaknya, tapi dia tak percaya. Tapi kini, semua terasa nyata dan hal itu kian menyakitkan. Dia benci Chana juga putranya! Hukuman itu, dia merasa Chana lebih kejam pada dirinya.
Melihat kepergian Logan, tawa Chassy pecah. Sedangkan Chana merangkak berusaha keluar dan mengejar Logan. Namun sesuatu dalam perutnya tampak tidak baik-baik saja. Tentu, semua awalnya masih bisa ia tahan sebelum Chassy bergerak mendekat, dan entah sejak kapan sebuah botol telah ada di depan matanya. "Kak, kupikir kau haus." Chana yang merangkak berhenti dan mendongak. Menatap wajah cantik Chassy yang tersenyum. Saudara perempuannya itu duduk berjongkok dan dengan mudahnya, meraih botol di depannya lalu membukakan tutupnya. "Aku sudah membukanya, sekarang kakak bisa meminumnya." Chana menggeleng. "Aku tidak haus," kembali menyeret tubuhnya sambil mendesis merasakan sakit di perutnya yang kian kuat. Chassy tertawa, melihat usaha Chana yang mencoba mengejar Logan. Dia menarik sesuatu dari dalam saku celananya, lalu melemparkan tepat di hadapan Chana. "Bagaimana? Apakah kemampuanku sangat bagus? Kak Logan bahkan mempercayainya. Tidak, sejak pernikahan kalian Kak Logan tak lagi mem
"Tidakkk...!" Teriak Chana sangat keras. Tubuhnya memberontak dengan sangat kuat hingga peluh membanjiri tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya dengan kilasan bayangan nyata yang dia alami jelas masih terpahat di seluruh ingatannya. Tempat tidur itu tampak sangat berantakan karena gerakannya yang liar. "Arrgghh...!" Teriakan keras kedua diiringi tangisan terdengar memilukan. Mata hitam coklat itu terbuka lebar kemudian tertutup lagi. Napas yang memburu dengan dada naik turun dan detak jantung yang berpacu cepat memperjelas kepanikan Chana yang yang langsung duduk di atas tempat tidur dengan kedua tangan meremas perutnya kuat. Seluruh tubuhnya terasa sakit bagai tersayat dengan rasa panas bagai terpanggang dalam bara api yang masih membara. Tangisnya pecah dengan desisan rasa sakit yang tak terkira. "Putraku, dia kesakitan," batin Chana lemah. "Dan aku berakhir dengan sangat mengenaskan." "Apa yang terjadi? Nona apakah ini akan baik-baik saja?" "Apa yang terjadi pada jalang itu
Mata Chana berkabut saat dia mengerutkan keningnya. Pemandangan di hadapan matanya sungguh indah. Seluruh tubuhnya yang panas sangat menggangu dan membuat kulitnya menjadi sangat sensitif, menghadirkan rona merah muda di pipi putihnya. Dan tanpa sengaja, pria di bawahnya bergerak pelan membuat tubuhnya mendesah pelan. Pria itu menyadari ada yang salah, sejak dia mendengar desahan tertahan wanita di atasnya, dia menjadi diam dan tak berani bergerak. Instingnya jelas memberi peringatan bahwa ada yang salah dengan tatapan wanita di atas tubuhnya. Rona merah yang hadir, sedikit malu dengan tatapan sayu, itu tampak sedikit menyedihkan. Tapi dia melihat kelaparan panjang di dalam mata wanita tersebut. Jelas wanita ini tidak normal."Nona, perlahan, menyingkir dari atas tubuhku." Perintahnya dingin. Chana tak bergerak dan terhipnotis dengan suara berat nan serak. Matanya meneliti pria di bawah tubuhnya dengan hati-hati. Rahang tegas dengan bibir tipis yang melengkung sempurna. Hidung menju
"Logan, kapan kau menceraikannya? Wanita bodoh itu, kapan kau akan membuangnya?" Suara lembut itu terdengar dari dalam ruangan sebuah kamar apartemen class S yang terletak di kawasan elit kota C, Paris. Paras cantik dengan kulit putih dan rambut coklat bergelombang itu tergerai hingga menutupi punggungnya yang sedikit terbuka. Kaki jenjang dengan tubuh langsing itu sebagian tertutup selimut berwarna putih dan tubuhnya yang sedikit berkeringat memeluk sebuah lengan yang berada di sampingnya. Ada aroma khas percintaan panas yang masih melekat di antara keduanya. Senyum puas setelah mencapai puncak kenikmatan bersama terlihat jelas di wajah keduanya. "Chassy, bertahanlah sebentar lagi. Kenapa kau sangat terburu-buru akhir-akhir ini? Pemilihan pewaris bisnis keluarga bahkan belum jatuh atas namanya," suara merdu nan lembut namun terdengar sedikit berat menyambut pertanyaan yang Chassy berikan. Sebuah kecupan ringan melayang di puncak kepala wanita tersebut dengan penuh kasih sayang.
Samar, Chana membuka pelan kedua matanya dan dia mendapati sebuah kamar redup nan asing. Ia mengerutkan keningnya saat udara terasa membawa banyak debu untuk dihirup. Mencoba bangun dengan meraba saklar lampu di samping tempat tidur lalu menghidupkanya. Matanya menatap setiap sudut kamar yang suram dengan jaring laba-laba yang menumpuk. Ada seekor kecoak, lalu tikus yang merayap di lantai dan tampak tak terganggu meski dia ada di sana. Dia tak takut atau pun jijik akan keduanya jadi hal itu bukanlah masalah untuknya. Bergeser ke sisi lain, dia mendapati sebuah pintu coklat tertutup yang ia yakini sebagai kamar mandi. Lalu ada dua lemari besar tampak kusam dengan debu tebal hingga kaca di daun pintunya tak terlihat. Hati-hati dia duduk dan terhenyak saat mengetahui kamar yang ia tempati sama sekali tak ia kenali. Ini bukan kamar di rumah miliknya juga bukan kamar apartemennya apa lagi kamar di rumah keluarganya. Lalu di mana dia sekarang? Rasa sakit pada bagian belakang kepalanya meny
Mata Chana berkabut saat dia mengerutkan keningnya. Pemandangan di hadapan matanya sungguh indah. Seluruh tubuhnya yang panas sangat menggangu dan membuat kulitnya menjadi sangat sensitif, menghadirkan rona merah muda di pipi putihnya. Dan tanpa sengaja, pria di bawahnya bergerak pelan membuat tubuhnya mendesah pelan. Pria itu menyadari ada yang salah, sejak dia mendengar desahan tertahan wanita di atasnya, dia menjadi diam dan tak berani bergerak. Instingnya jelas memberi peringatan bahwa ada yang salah dengan tatapan wanita di atas tubuhnya. Rona merah yang hadir, sedikit malu dengan tatapan sayu, itu tampak sedikit menyedihkan. Tapi dia melihat kelaparan panjang di dalam mata wanita tersebut. Jelas wanita ini tidak normal."Nona, perlahan, menyingkir dari atas tubuhku." Perintahnya dingin. Chana tak bergerak dan terhipnotis dengan suara berat nan serak. Matanya meneliti pria di bawah tubuhnya dengan hati-hati. Rahang tegas dengan bibir tipis yang melengkung sempurna. Hidung menju
"Tidakkk...!" Teriak Chana sangat keras. Tubuhnya memberontak dengan sangat kuat hingga peluh membanjiri tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya dengan kilasan bayangan nyata yang dia alami jelas masih terpahat di seluruh ingatannya. Tempat tidur itu tampak sangat berantakan karena gerakannya yang liar. "Arrgghh...!" Teriakan keras kedua diiringi tangisan terdengar memilukan. Mata hitam coklat itu terbuka lebar kemudian tertutup lagi. Napas yang memburu dengan dada naik turun dan detak jantung yang berpacu cepat memperjelas kepanikan Chana yang yang langsung duduk di atas tempat tidur dengan kedua tangan meremas perutnya kuat. Seluruh tubuhnya terasa sakit bagai tersayat dengan rasa panas bagai terpanggang dalam bara api yang masih membara. Tangisnya pecah dengan desisan rasa sakit yang tak terkira. "Putraku, dia kesakitan," batin Chana lemah. "Dan aku berakhir dengan sangat mengenaskan." "Apa yang terjadi? Nona apakah ini akan baik-baik saja?" "Apa yang terjadi pada jalang itu
Melihat kepergian Logan, tawa Chassy pecah. Sedangkan Chana merangkak berusaha keluar dan mengejar Logan. Namun sesuatu dalam perutnya tampak tidak baik-baik saja. Tentu, semua awalnya masih bisa ia tahan sebelum Chassy bergerak mendekat, dan entah sejak kapan sebuah botol telah ada di depan matanya. "Kak, kupikir kau haus." Chana yang merangkak berhenti dan mendongak. Menatap wajah cantik Chassy yang tersenyum. Saudara perempuannya itu duduk berjongkok dan dengan mudahnya, meraih botol di depannya lalu membukakan tutupnya. "Aku sudah membukanya, sekarang kakak bisa meminumnya." Chana menggeleng. "Aku tidak haus," kembali menyeret tubuhnya sambil mendesis merasakan sakit di perutnya yang kian kuat. Chassy tertawa, melihat usaha Chana yang mencoba mengejar Logan. Dia menarik sesuatu dari dalam saku celananya, lalu melemparkan tepat di hadapan Chana. "Bagaimana? Apakah kemampuanku sangat bagus? Kak Logan bahkan mempercayainya. Tidak, sejak pernikahan kalian Kak Logan tak lagi mem
Hujan lebat dengan petir yang menyambar. Mansion besar itu tampak terlihat sangat suram dengan hanya cahaya lilin yang hampir padam. Setengah mati, Chana menangis, berkali kali memeluk lututnya yang dingin. Gelap yang senyap, petir yang menyambar, dengan suara deritan beberapa pintu yang rusak. Semua kian menakutkan hingga Chana bahkan tak berani beranjak. Dalam gelap yang tak berujung, suara langkah seseorang yang mendekat membuat Chana menoleh. Dia cukup waspada dengan tangan memegang perutnya yang membesar. Gerakan pelan dalam perutnya cukup menyadarkannya bahwa ia lapar dan harus makan. Namun kini, dia hanya bisa duduk ketakutan dan kian bergetar saat sebuah bayangan hitam mendekat dan langsung memeluk tubuhnya dari belakang. "Oh, Nona Chana ...," Chana terkesiap saat tangan asing memeluk tubuhnya dari belakang. Dia menolak, bergeser dan memberontak namun tangan itu kian kuat memeluknya. "Nona kau sangat harum." Rasa jijik merambat hingga membuat Chana memberontak kian ke
Samar, Chana membuka pelan kedua matanya dan dia mendapati sebuah kamar redup nan asing. Ia mengerutkan keningnya saat udara terasa membawa banyak debu untuk dihirup. Mencoba bangun dengan meraba saklar lampu di samping tempat tidur lalu menghidupkanya. Matanya menatap setiap sudut kamar yang suram dengan jaring laba-laba yang menumpuk. Ada seekor kecoak, lalu tikus yang merayap di lantai dan tampak tak terganggu meski dia ada di sana. Dia tak takut atau pun jijik akan keduanya jadi hal itu bukanlah masalah untuknya. Bergeser ke sisi lain, dia mendapati sebuah pintu coklat tertutup yang ia yakini sebagai kamar mandi. Lalu ada dua lemari besar tampak kusam dengan debu tebal hingga kaca di daun pintunya tak terlihat. Hati-hati dia duduk dan terhenyak saat mengetahui kamar yang ia tempati sama sekali tak ia kenali. Ini bukan kamar di rumah miliknya juga bukan kamar apartemennya apa lagi kamar di rumah keluarganya. Lalu di mana dia sekarang? Rasa sakit pada bagian belakang kepalanya meny
"Logan, kapan kau menceraikannya? Wanita bodoh itu, kapan kau akan membuangnya?" Suara lembut itu terdengar dari dalam ruangan sebuah kamar apartemen class S yang terletak di kawasan elit kota C, Paris. Paras cantik dengan kulit putih dan rambut coklat bergelombang itu tergerai hingga menutupi punggungnya yang sedikit terbuka. Kaki jenjang dengan tubuh langsing itu sebagian tertutup selimut berwarna putih dan tubuhnya yang sedikit berkeringat memeluk sebuah lengan yang berada di sampingnya. Ada aroma khas percintaan panas yang masih melekat di antara keduanya. Senyum puas setelah mencapai puncak kenikmatan bersama terlihat jelas di wajah keduanya. "Chassy, bertahanlah sebentar lagi. Kenapa kau sangat terburu-buru akhir-akhir ini? Pemilihan pewaris bisnis keluarga bahkan belum jatuh atas namanya," suara merdu nan lembut namun terdengar sedikit berat menyambut pertanyaan yang Chassy berikan. Sebuah kecupan ringan melayang di puncak kepala wanita tersebut dengan penuh kasih sayang.