Tekanan dalam diri Sergio sedikit berkurang. Dia berkata dengan tenang, "Begitu rupanya. Kalau begitu, mulai sekarang kamu harus lebih hati-hati dalam menjaga ponselmu."Justin merasa ada makna tersembunyi dalam perkataan Sergio. Namun, dia tidak tahu apa yang salah, jadi hanya mengangguk dalam diam."Ya, aku akan menjaganya dengan baik."Sergio melanjutkan. "Beberapa waktu lalu, Hazel cari kamu buat memutuskan pertunangan kalian dan kamu nggak di rumah. Kebetulan hari ini kamu ada di rumah, jadi kita perjelas saja semuanya."Mendengar ini, Hazel menoleh dan menatap Sergio, menyadari kalau Sergio juga tengah menatapnya.Sergio tersenyum dan meyakinkannya, lalu membuang muka seolah tidak terjadi apa-apa.Hazel tiba-tiba teringat apa yang dikatakan Sergio padanya sebelumnya.Dia berkata, "Aku bawa kamu ke kediaman lama buat lihat pertunjukan bagus."Awalnya Hazel tidak mengerti maksud perkataan Sergio. Namun, sekarang dia mengerti.Ternyata Sergio sudah tahu kalau Justin kembali ke kedia
Meski bertemu secara tidak sengaja, Hazel dan Sergio tidak pernah bertukar kata.Bahkan karena kepribadian Sergio yang terlalu dingin, Hazel pernah berbisik di telinganya dan bertanya apakah Sergio tidak menyukainya.Saat itu, hati dan pikiran Justin hanya tertuju pada Darra, jadi dia tidak peduli apakah Hazel tertindas atau tidak.Jadi, dia berkata dengan acuh, "Mana mungkin! Kalau Om nggak suka sama orang, orang itu pasti akan menderita. Kamu 'kan juga nggak buat masalah sama Om."Sekarang setelah dipikirkan baik-baik, semuanya memang sudah ada tanda-tandanya.Tepat ketika Justin sedang berpikir liar, Sergio tiba-tiba menoleh ke arahnya."Justin, semuanya sudah jelas, jadi kamu harus sopan sama Hazel. Sekarang Hazel itu tantemu, jadi kamu harus panggil dia tante."Kata-kata ini seperti sambaran petir yang tiba-tiba membelah otak dan kepala Justin.Justin tidak pernah membayangkan kalau mantan tunangannya akan menjadi orang yang harus dia hormati dalam keluarga.Dia membuka mulutnya,
Hazel merentangkan tangannya. "Kamu baru sadar? Apa yang kamu lakukan padaku sebelumnya sepuluh ribu kali lebih buruk dari ini. Kenapa, sudah nggak kuat?"Justin tercekat dan tidak bisa berkata-kata, mencoba meminta bantuan Liana."Nenek, tolong pinjami aku uang. Kalau aku punya uang, aku akan balikin uang Nenek."Sejak Sergio membekukan kartunya, dia tidak memiliki satu sen pun uang di tangannya. Kalau tidak, mana mungkin dia sampai dipaksa menulis surat perjanjian utang?Sungguh ironis, ternyata dia tidak pernah menganggap serius keberadaan uang seratus miliar sebelumnya.Namun, sekarang dia harus tunduk pada Hazel karena uang 100 miliar.Liana menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Tanggung sendiri utang itu. Kamu sudah dewasa, jadi harus bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu lakukan."Justin selama ini selalu dimanjakan oleh Irma. Bukan hanya sombong, tetapi dia juga menghabiskan uang hasil jerih payah Sergio untuk bersenang-senang di luar sana.Kalau mau dihitung secara rin
Sergio bicara beberapa kata dengan Hazel, lalu meninggalkan kamar Liana.Seketika, hanya Hazel dan Justin yang tersisa di ruangan itu.Justin memandang Hazel sambil mengerutkan kening, lalu bertanya dengan suara yang dalam, "Kenapa kamu nikah sama Om Sergio?""Aku bisa menikah sama siapa pun yang aku mau. Apa masalahnya buatmu?" Hazel tidak ingin berduaan dengan Justin di satu ruangan.Ini akan mengingatkan Hazel pada kejadian di mana Justin tengah bergumul dengan Darra di hotel hari itu. Mengingat itu membuat Hazel mual.Justin menimpali dengan ekspresi serius, "Aku ingat kamu dan Om Sergio nggak pernah saling berinteraksi sebelumnya. Terserah kamu mau menikah sama siapa, tapi kenapa harus sama Om Sergio?"Hazel merasa perkataannya membingungkan. "Aku bisa pilih siapa saja yang aku mau. Siapa kamu ngatur-ngatur begitu?"Justin menggelengkan kepalanya, wajahnya terlihat penuh kebencian dan penyesalan.Meski Liana sudah menjelaskannya, tetapi dia tetap bersikeras kalau Hazel lah yang su
Ketika Sergio yang berdiri di luar pintu mendengar kata-kata Hazel, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman, bahkan sorot muramnya digantikan oleh kegembiraan.Dia mendorong pintu hingga terbuka dan melangkah masuk.Kedua orang yang berada di dalam kamar langsung menoleh saat mendengar suara pintu terbuka.Mata Hazel berbinar. "Om, sudah selesai?"Melihat mata Hazel yang penuh ketergantungan padanya, Sergio mengelus puncak kepalanya dengan lembut. "Ya. Apa yang kalian bicarakan?"Hazel tidak ingin Sergio mengetahui pembicaraan tidak mengenakkan keduanya barusan, jadi menggeleng pelan."Bukan apa-apa, kok. Om, nggak tahu makan siangnya sudah siap atau belum, tapi ayo turun dulu, aku sudah lapar."Sergio menatap Justin dalam-dalam, lalu mengiakan perkataan Hazel. Dia melangkah pergi sambil menggandeng tangan Hazel.Justin ditinggalkan sendirian. Punggungnya terasa kaku dan dia terus bergidik. Butuh waktu lama sebelum dia kembali tersadar.Cara Sergio memandangnya sungguh menakutkan,
Dia akan menghindar sebisa mungkin untuk tidak bertemu dengan Hazel.Begitu makan siang selesai, Justin membuat alasan agar bisa pergi lebih dulu.Melihat punggung Justin yang pergi dengan terburu-buru, Liana hanya bisa menggelengkan kepalanya.Usai makan, Hazel dan Liana duduk di sofa dan mengobrol sebentar, baru setelah itu pulang bersama Sergio.Kali ini, Sergio mengemudikan mobilnya sendiri tanpa membawa sopir. Jadi, Hazel duduk di kursi samping kemudi.Dia tiba-tiba bertanya, "Om, sebelum datang ke mari, apa Om sudah tahu kalau Justin bakal pulang?""Ya. Pagi tadi Justin telepon, katanya mau pinjam uang. Saat itu, aku rasa dia pasti bakal pulang."Hazel mengangguk, tetapi entah kenapa merasa masalahnya tidak sesederhana itu.Namun, dia tidak bertanya lagi, hanya melihat keluar jendela mobil dan menatap pemandangan di luar.Sergio menoleh kepadanya, lalu bertanya, "Aku membekukan kartu Justin dan sekarang dia nggak punya uang. Aku nggak tahu apakah dia bisa kasih uang kompensasi it
Mata Erlina hampir terpaku pada sosok Sergio, jadi dia mengabaikan Hazel yang duduk di kursi samping kemudi.Melihat paras Sergio yang sempurna tanpa celah, detak jantung Erlina berdetak makin cepat, bahkan rona merah mulai muncul di pipinya.Dia telah menyiapkan sup ini sejak sore. Butuh waktu empat atau lima jam dari mengolah bahan hingga merebusnya dengan api kecil.Sergio hanya memandangnya dengan dingin dan mengerutkan kening. "Aku nggak butuh. Pulang saja."Erlina tidak terkejut dengan penolakan ini. Sebelumnya, dia sudah pernah datang beberapa kali dan berakhir dengan penolakan.Dia merasa sedih pada awalnya, tetapi perlahan menjadi terbiasa.Apa pun yang terjadi, kesempatan yang dia miliki untuk menikah dengan Sergio terbuka lebar.Sergio memiliki temperamen yang acuh dan bukan pria yang suka main perempuan.Hanya dia yang bisa dekat dengan Sergio dengan mengandalkan hubungannya dengan Irma.Setiap kali menceritakan hal ini, dia akan mendapat banyak tatapan iri dan cemburu dari
Hazel, yang merupakan tunangan Justin, yang akan menjadi keponakan Sergio pun tetap tidak terkecuali.Sergio tertawa mencibir, lalu menjawab sambil menggandeng tangan Hazel, "Apa harus lapor padamu ketika kami mau pulang ke rumah sendiri?"Erlina terkesiap di tempatnya, bahkan kedua matanya langsung menyipit.Apa katanya? Rumah sendiri?Kenapa dia tidak bisa memahami maksud dari perkataan Sergio?Matanya menatap Hazel dan Sergio bergantian, akhirnya tertuju pada tangan mereka yang saling bertautan.Matanya memerah dan air matanya mengalir deras, seperti manik-manik yang talinya putus."Om, kenapa kamu melakukan ini padaku? Apa kalian sudah bersama? Apa yang harus aku lakukan?"Hazel menjadi makin penasaran ketika melihatnya terluka seperti ini.Mungkinkah tebakannya benar, terjadi sesuatu antara Sergio dan Erlina?Wajah Sergio langsung berubah muram, bahkan sorot matanya makin menajam.Dia menjawab dingin, "Nona Erlina, aku nggak pernah menjanjikan apa pun padamu, aku juga nggak pernah