Adam terus mondar-mandir di dalam vila dengan panik setelah mendengar kabar kecelakaan yang menimpa Hazel.Para pelayan juga ikut cemas.Hazel memiliki kepribadian yang baik dan memperlakukan mereka dengan baik, sehingga hampir semua orang menyukainya.Mereka juga sangat khawatir setelah tahu Hazel mengalami kecelakaan..Adam sangat cemas dan sesekali melirik ke arah pintu, tidak lupa untuk memerintahkan para pelayan, "Apa makanannya sudah siap? Tuan dan Nyonya mungkin belum makan, cepat siapkan.""Jangan lupa, jangan siapkan makanan berat. Singkirkan semua makanan pedas dan berminyak ...."Pelayan mengiakan, lalu berlari ke dapur untuk menemui koki.Setelah beberapa saat, yang datang bukanlah Hazel dan Sergio, melainkan Liana.Liana keluar dari mobil dengan bantuan Firdan, masuk ke dalam vila dengan ekspresi cemas di wajahnya."Apa yang terjadi? Aku dengar Hazel mengalami kecelakaan mobil? Apa dia belum kembali?"Bukankah mereka bilang sudah dalam perjalanan?Kalau tahu Sergio akan me
Melihat sikap patuh Hazel, Sergio tersenyum puas. Lalu, dia membungkuk dan menggendong Hazel.Hazel bergerak, merasa sedikit canggung dengan posisi ini. Dia berbisik pelan pada Sergio, "Om, gendong depan saja, nggak enak kalau begini banyak yang lihat."Sergio tersenyum, lalu bertanya sambil mengangkat alisnya, "Hmm? Bukannya ini posisi yang bagus?"Hazel cemberut dan pipinya memerah. Lalu, dia menimpali, "Aku bukan anak kecil. Cuma anak-anak yang digendong begini sama orang tuanya."Sergio menarik sebuah kursi dan mendudukkan Hazel di pangkuannya, lalu berbisik di samping wajahnya, "Di mataku, Hazel tetaplah seorang anak kecil."Dia sengaja mendekat saat berbicara, membuat napasnya menerpa wajah Hazel.Rasa panas yang tak terkatakan menyebar di wajah Hazel. Dia membenamkan wajahnya di bahu Sergio karena malu.Dia membisikkan sebuah peringatan, "Ibu lihat, itu. Jadi jangan bicara macam-macam."Sergio menahan tawanya. Melihat kalau Hazel benar-benar malu, dia langsung setuju untuk tidak
Hazel ingin mengatakan sesuatu yang lain, tetapi ketika melihat kekhawatiran di mata Sergio, dia tidak bicara lagi."Baiklah kalau begitu."Sergio akhirnya tersenyum puas, telapak tangannya mengusap lembut bagian atas rambut Hazel. "Pintar."Satu jam kemudian, Intan tiba di Grand Permata, membawa berkas-berkas yang harus diselesaikan.Awalnya, dia mengira hanya Hazel yang ada di ruang kerja. Siapa sangka begitu masuk, dia melihat Sergio juga ada di sana.Pria itu perlahan mengangkat pandangannya dan melirik Intan sekilas.Intan langsung ketakutan dan berdiri diam, tidak berani bergerak."Tuan ... Tuan Sergio."Hazel menatap Intan sambil tersenyum, lalu menoleh untuk menatap Sergio. "Om, kamu bikin Bu Intan takut."Sergio menunduk, ada sedikit kesedihan dalam nada suaranya yang rendah dan dingin, "Aku belum melakukan apa-apa."Hazel tertawa tidak berdaya.Ada beberapa orang, bahkan tanpa mengucapkan sepatah kata pun atau melakukan apa pun, hanya berdiam diri di sana, tetapi sudah membua
Intan terkesiap. Karena tidak mendengar jelas pertanyaan Hazel, jadi dia bertanya bingung, "Apa?"Hazel tertawa pelan dan menjawab lembut, "Bu Intan jangan khawatir. Aku cuma ingin lebih mengenalmu saja, nggak ada niat lain."Senyum di sudut bibir Intan menegang sejenak, tetapi dengan cepat kembali normal."Ternyata begitu. Sebelumnya saja bekerja selama lima tahun untuk Tuan Krisna. Sekretarisnya nggak cuma saya saja, tapi mereka mengundurkan diri satu per satu."Hazel mengangguk mengerti dan melambaikan tangannya sambil menangani dokumen-dokumen di depannya. "Aku mengerti, lanjutkan pekerjaanmu, Bu Intan. Aku akan menghubungimu kalau ada sesuatu."Intan tidak bisa memahami apa yang ada di benak Hazel. Setelah menatapnya dalam-dalam, dia meninggalkan ruang kerja.Dalam perjalanan kembali ke perusahaan, telepon Intan tiba-tiba berdering.Intan melihat identitas penelepon dan menyadari kalau itu adalah panggilan dari nomor yang tidak dikenal, jadi dia menolak panggilan itu.Namun tidak
Begitu mendekat, Hazel bisa mencium aroma bunga di taman. Bahkan, terlihat ada beberapa kupu-kupu yang beterbangan di antara bunga-bunga itu.Hazel menarik napas dalam-dalam dan menutup matanya dengan nyaman.Dia mengenakan baju tidur sederhana berwarna putih bersih, yang membuat sosoknya terlihat sangat suci di antara bunga-bunga itu.Angin sepoi-sepoi berembus lembut dan ujung pakaiannya berkibar, seakan kibarannya mampu menggerakkan kedalaman hati seseorang.Sergio yang kebetulan baru pulang kerja pun melihat pemandangan ini.Dia turun dari mobil dan berdiri di samping, menatap Hazel secara diam-diam.Meskipun ada jarak, tetapi masih tidak bisa menghalangi panasnya sorot matanya.Adam yang melihat kepulangan Sergio pun menyapanya, "Tuan sudah pulang?"Hazel yang mendengar itu pun menoleh ke arah pintu. Senyum di bibirnya perlahan terkembang saat melihat sosok yang perlahan mendekat."Om!""Hmm, lagi apa?" Sergio berdiri di depan Hazel, tangannya yang panjang melingkari pinggang Haze
Justin menelan ludah dengan susah payah, senyum pahit yang tak tertahankan terkembang di wajahnya.Ya, dia menyesalinya.Saat Hazel dulu mengejarnya, dia tidak bisa menghargainya dengan baik, malah tertipu oleh penampilan Darra yang lembut dan baik hati.Setelah akal sehatnya tersadar, dia akhirnya menyadari kalau dialah yang membuat Hazel menjauh darinya.Hubungan mereka tidak bisa kembali seperti dulu lagi.Ketika kembali memikirkan apa yang dia lihat di layar monitor dua hari lalu, saat di mana Hazel meringkuk di pelukan Sergio dengan senyum manis di wajahnya, dia tidak bisa menahan rasa sakit yang menusuk di hatinya.Melihatnya terus melamun tidak jelas, Sergio langsung mencibir.Dia sendiri yang memilih untuk melepaskan Hazel, tetapi sekarang dia mendatanginya dengan sikap seperti pria yang memiliki cinta yang dalam?Sergio berkata dengan tidak sabar "Apa masih ada hal lain? Kalau nggak ada kamu bisa keluar. Aku harus bekerja."Justin terdiam cukup lama sebelum akhirnya ia berbica
"Kalau begitu, aku akan memprosesnya dulu. Nanti aku akan membawamu ke tempat dan akan ada orang khusus yang akan mengajakmu berkeliling ...."Justin mengingat perkataan kepala bidang personalia, lalu tersenyum dan mengucapkan terima kasih.Setelah proses ini selesai, Ervan segera kembali ke ruang kerja presdir."Tuan, sudah selesai."Sergio bahkan tidak mengangkat kepalanya dan hanya mengiakan samar.Ervan berdiri diam dan bertanya dengan ragu-ragu, "Tuan, apa Tuan benar-benar ingin memperkerjakan Tuan Justin di perusahaan? Entah kenapa saya merasa kalau tujuannya datang ke perusahaan ini nggak sederhana."Sergio menjawab, "Jangan khawatir, dia nggak akan bisa membuat masalah."Jika Justin benar-benar mampu, dia tidak akan menjadi orang yang dikenal hanya suka bersenang-senang saja.Karena itulah Sergio memandang Justin dengan sebelah mata.Yang masih membuatnya bingung adalah Yudhis.Sejak Yudhis meninggalkan JY Group, dia tidak melakukan langkah besar. Dia seperti sedang menunggu wa
Sergio pulang ke rumah dan berjalan ke ruang tamu dengan kue di satu tangan dan bunga di tangan lainnya.Rumah begitu kosong, bahkan Adam yang biasanya rajin keluar untuk menyambutnya pun tidak terlihat.Sedikit keraguan muncul di benak Sergio. Dia terus melangkah masuk ke dalam.Tidak lama kemudian, suara tawa riang dan gembira terdengar dari arah dapur, disertai dengan sorak-sorai dan tepuk tangan."Nyonya luar biasa!""Benar-benar jenius, bisa mempelajarinya dalam sekali jalan!""Saat Tuan kembali dan melihat ini, Tuan pasti akan sangat senang dan terkejut!"Mendengar banyak pujian diberikan kepadanya, pipi Hazel langsung memerah. Dia melambaikan tangannya dengan malu."Nggak seberlebihan itu. Kalianlah yang sudah mengajariku dengan baik. Terima kasih karena sudah mau mengajariku."Para pelayan merasa tersanjung dan melambaikan tangan mereka dengan tergesa-gesa.Pada saat itu, sebuah suara dingin dan meragukan terdengar dari balik kerumunan, "Apa yang kalian lakukan?"Hazel melirik