Yudhis menunduk dan sekilas emosi yang tidak terdeteksi melintasi matanya. Dia lalu tersenyum dan menekan tangan Winda seraya dengan lembut bertanya, "Ada apa? Sedang merasa sedih?""Yah, aku pergi wawancara ke beberapa perusahaan hari ini, tapi masih belum mendapatkan jawaban."Winda berbeda dengan Hazel, tidak hanya datang dari latar belakang yang buruk bahkan nilai akademiknya pun biasa saja.Sejak kecil hingga dewasa, sepertinya keberuntungan tidak pernah menghampirinya.Jika dihitung, hanya ada tiga hal. Pertama, dia adalah sahabat Hazel, kedua dia masuk ke Universitas Palapa.Untuk yang ketiga ... bertemu dengan Yudhis.Yudhis sangat lembut dan sangat perhatian. Dia tidak peduli dengan latar belakang keluarganya, tapi juga bersedia tinggal bersamanya di rumah kontrakan ini.Dia adalah seberkas cahaya paling terang dalam dunianya yang gelap.Jadi, dia bekerja keras dan dengan putus asa mencoba menggenggam cahaya ini dengan erat.Yudhis menggenggam tangannya dan perlahan berbalik.
Yudhis merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Winda, tapi dia tidak tahu apa yang terjadi.Sejak mereka bersama, wanita itu pasti akan merona kalau tidak dia akan terus-menerus berbicara begitu bertemu dengannya.Seolah kata-kata yang dia ucapkan tidak ada habisnya.Namun, hari ini sepertinya emosinya sedang tidak stabil.Lagipula, Yudhis masih memiliki hal lain yang harus dilakukan dan mengabaikannya. Dia mengambil ponselnya dan kunci mobil lalu keluar.Di dalam kamar, Winda bisa dengan jelas mendengar suara pintu yang ditutup lalu di buka kembali.Dia mencengkeram lututnya dengan erat. Pipinya berada di atas pahanya dan tidak bisa menahan tangisannya.Tangannya yang lembut mencengkeram lengan bajunya seolah sekuat tenaga untuk membunyikan dan menahan emosinya yang meluap-luap.Meski saat ini musim panas, tapi lantai terasa sangat dingin. Dia seolah tidak sadar dan membiarkan emosi menyakitkan menelannya.Keesokan paginya, begitu Winda membuka matanya, dia merasakan gelombang a
"Pak Rafael ... ini penamu."Rafael mengambilnya dan mendengus pelan. "Aku punya visi, tapi kamu harus tahu kalau mahasiswa baru lulus sepertimu nggak memiliki jiwa kompetisi di perusahaan besar seperti milik kami."Winda menggigit bibinya dan merasa agak sedih. Apa dia akan ditolak lagi?Namun, dia tetap berusaha mengumpulkan keberaniannya dan menjawab dengan tegas, "Pengalaman dikumpulkan sedikit demi sedikit dan aku yakin mampu melakukan pekerjaan ini. Tolong beri aku kesempatan untuk membuktikan diri."Rafael yang memegang pena dan mengetukkan di meja membalas sambil mencibir, "Kesempatan? Apa menurutmu perusahaan kami melakukan amal? TR Finance ingin melangkah jauh ke depan dan membutuhkan talenta terbaik."Pria itu berbicara tanpa sopan santun, seolah menulis "kamu tidak pantas mendapatkan pekerjaan ini" di wajahnya.Rasa rendah diri dan terhina yang kuat melonjak di dalam hati Winda. Dia mengambil napas dalam-dalam dan menatap tepat di mata Rafael lalu berkata, "Pak Rafael, kuak
Hazel baru saja menyelesaikan rapat dan hendak beristirahat saat menerima telepon dari Winda.Begitu dia menekan tombol untuk mengangkat telepon, suara Winda yang menangis langsung terdengar dari seberang."Hazel, Rafael bajingan! Berani sekali dia mengataiku. Kamu harus membalaskan dendamku!"Hazel tertegun sejenak dan bertanya dengan kaget, "Rafael? Bagaimana dia bisa mengataimu?"Winda yang merasa memiliki tempat mengadu segera menceritakan apa yang telah terjadi hari ini.Akhirnya, dia menambahkan, "Menurutku Rafael sengaja melakukannya, aku bahkan nggak menyinggungnya. Apa dia senang melihatku seperti ini? Aku sangat marah!"Hazel benar-benar tidak tahu harus beraksi bagaimana mendengar cerita Winda."Winda, kalau kamu nggak mungkin diterima, datang saja ke perusahaanku. Aku berjanji akan memberimu setara TR Finance."Meski bisnis utama JY Group adalah pakaian, tapi JY Group juga merambah ke industri lain."Aku masih nggak bisa. Aku akan mengandalkan kekuatanku untuk mencari peker
Sejak kapan Winda menjadi keluarga istrinya?Sudah jelas hanya dirinya keluarganya!Sergio mengangkat pandangan matanya, sorot matanya yang sedingin es menyapu sekelompok karyawan di ruang konferensi yang sedang menonton. Dia segera memberikan instruksi lewat bibirnya, "Ditunda!"Para karyawan saling menatap dengan mata tajam Sergio dan segera pergi.Mereka benar-benar ragu bahwa yang dikatakan Sergio sebenarnya bukan "tunda" melainkan "keluar"!Saat ini, mereka yakin kalau pertemuan hari ini tidak jadi dilaksanakan.Segera, hanya tinggal Sergio di ruang konferensi."Apa yang dilakukan Rafael?" tanya Sergio.Hazel mengulang apa yang dikatakan Winda, "Aku tahu wawancara mereka ketat, tapi bukankah ini sudah keterlaluan? Apa mereka menindas Windaku tanpa satu pun yang melindunginya?"Sergio mendengarkannya dengan diam, kerutan sebal di dahinya makin dalam!Windaku!Windaku!Huh!Dia tidak pernah mendengar panggilan seperti ini dari mulut Hazel sebelumnya dan Winda merebutnya lebih dulu!
Rafael akan sangat murka kalau menyebutkan nama Winda!Dia tidak pernah bertemu dengan wanita yang penuh kebencian seperti Winda! menyebalkan sekali!"Ada apa? Apa yang terjadi pada kalian?"Sergio bertanya dengan bingung."Aku ...."Rafael tergagap dan tidak bisa bicara.Dia tidak bisa mengatakan kalau entah bagaimana mereka telah bercinta, tapi perempuan itu malah kabur dan ternyata malah bersama dengan pria lain!Memalukan sekali!"Singkatnya, aku sama sekali nggak cocok dengan Winda! Kami tidak ditakdirkan dan aku nggak akan pernah memaafkannya!"Sergio terdiam dan menyandarkan punggungnya di kursi kulit kantor. Tangannya mengetuk-ngetuk pegangan kursi, entah apa yang sedang dia pikirkan.Rafael merasa resah, dia takut kalau Sergio terus menanyainya, reputasi yang dia bangun akan hancur.Jadi, dia menjawab dengan santai, "Jangan khawatir, aku sudah meminta secara personal untuk menerima Winda."Lalu, dia segera menutup telepon tanpa menunggu jawaban Sergio. Sepertinya dia merasa be
"Sergio!"Mendengar suara yang sudah familier tersebut, punggung Sergio langsung terasa tegang. Dia buru-buru melepaskan cengkeraman tangannya di leher Yudhis.Sergio mengangkat tangannya untuk merapikan jasnya yang agak berantakan. Kemudian, dia menatap dingin pada Yudhis dan menyiratkan peringatan di matanya.Yudhis juga merapikan pakaiannya dan berkata sambil tersenyum, "Nggak apa-apa. Aku dan Pak Sergio hanya sedang bertukar pendapat."Hazel melirik Yudhis dan menarik Sergio ke kantor.Direktur Departemen Desain mengerutkan kening dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, "Yudhis, katakan sejujurnya. Apa kamu tertarik pada Hazel?"Yudhis tertegun untuk sesaat, kemudian tertawa kecil.Yudhis tidak menjawabnya secara langsung. Itu sebabnya, direktur desain menganggap jika Yudhis memang mengakuinya.Direktur Departemen Desain tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas. Dia pun menepuk pundak Yudhis dan menghiburnya. "Yudhis, aku tahu. Kalian para anak muda begitu menga
Melihat Sergio yang tampak cemburu itu, Hazel pun langsung merasa tidak berdaya di dalam hati.Hazel meraih tangan Sergio, menggoyang-goyangkannya beberapa kali dengan lembut, dan berkata dengan manja, "Sayang, tentu saja yang paling kupedulikan itu kamu."Tangan Sergio lebar dan kering. Terdapat lapisan kapalan yang dangkal pada buku-buku jarinya, sangat berbeda dengan tangan Hazel yang halus dan lembut itu.Merasakan sentuhan lembut di telapak tangannya dan mendengar suara Hazel yang lembut dan manja, Sergio pun merasa tersentuh di dalam hati.Sekeras apa pun hati Sergio, saat ini hatinya sudah jadi meleleh karenanya.Sergio sudah hampir kehilangan akal, bagaimana mungkin dia masih bisa marah?"Oke, aku akan melepaskanmu kali ini." Sergio mengangkat dagunya dengan ekspresi puas, meski sebenarnya merasa enggan.Setelah sekian lama bersama, bagaimana mungkin Hazel tidak bisa memahami Sergio dengan baik?Makin seseorang berpura-pura terlihat untuk tenang, makin besar gejolak emosi di da