Home / Romansa / Hati yang Terikat Takdir / Bab 7 - Pengaruh Fajar

Share

Bab 7 - Pengaruh Fajar

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2024-10-15 15:27:21

"Kau tahu, keputusan ini akan membawa banyak konsekuensi."

Fajar menatap Rendra tajam di ruang tamu rumah besar keluarga Santoso, wajahnya keras tanpa menyembunyikan kemarahan yang telah ia tahan selama beberapa waktu.

Rendra duduk berhadapan dengannya, matanya tajam namun tenang, seolah siap menerima apa pun yang akan disampaikan oleh sepupunya.

"Aku paham, Fajar," jawab Rendra pelan namun tegas. "Aku sudah memilih jalan ini, dan aku siap menanggung semua risikonya."

Fajar menghela napas, menatap Rendra dengan tatapan yang sulit ditebak. "Rendra, ini bukan hanya soal dirimu. Ini soal keluarga, soal harga diri kita. Kau tahu, bukan hanya Paman yang akan merasa kecewa. Seluruh keluarga besar akan merasa dikhianati oleh keputusanmu.”

Rendra hanya menatapnya, mencoba menahan rasa sakit yang terasa menghimpit di dadanya. Meski ia berusaha kuat, kata-kata Fajar tetap terasa menyayat, seperti pisau tajam yang menusuk harga dirinya.

Ia tahu bahwa keputusannya untuk memperjuangkan cinta dengan Arum tak akan mudah diterima oleh keluarganya, namun ia juga tahu bahwa mengikuti rencana pernikahan yang tak diinginkannya akan menghancurkan kebahagiaannya.

"Aku paham, Fajar," ulang Rendra, suaranya lebih berat. "Tapi, jika aku menyerah pada cinta hanya demi kehormatan keluarga, hidupku akan hampa. Aku tak bisa berpura-pura mencintai Intan, dan aku tak bisa menjalani hidup yang dipaksakan kepadaku."

Fajar mendengus, lalu menatap Rendra dengan tatapan tajam yang penuh dengan rasa kecewa. “Kau tak pernah benar-benar paham tanggung jawab, Rendra. Kau tak pernah menghargai semua yang telah diberikan oleh keluarga ini. Kau hanya memikirkan dirimu sendiri.”

Namun, sebelum Rendra bisa membalas, Fajar mengangkat tangannya, menahannya untuk berbicara lebih lanjut. “Kau tak perlu menjawab. Aku tahu kau tak akan mengubah keputusanmu. Tapi aku hanya ingin kau ingat, bahwa pilihan ini akan memisahkanmu dari semua yang telah kau miliki.”

Rendra terdiam, meskipun hatinya memberontak, ia tahu bahwa Fajar juga tengah mempertaruhkan harga dirinya di depan seluruh keluarga. Tapi Fajar menutup percakapan itu dengan satu kalimat yang membuat Rendra terkejut.

“Aku akan bicara pada Paman,” kata Fajar. “Tapi jangan berharap aku akan mendukung keputusanmu ini.”

Rendra mengangguk, meski hatinya terasa berat. Ia tahu, apapun yang terjadi, Fajar telah memutuskan untuk menentangnya.

**

Beberapa hari kemudian, Arum menerima kabar dari Rendra yang mengatakan bahwa keputusan itu sudah resmi, dan keluarga Santoso tidak lagi mendukungnya. Bahkan, semua akses ke fasilitas keluarga telah dicabut.

Kini, Rendra menjalani hidup mandiri, dan ia siap untuk memulai segalanya dari awal demi cinta mereka.

Di sisi lain, keluarga Arum juga mulai merasa resah dengan keputusan besar yang diambil oleh putrinya. Kakaknya, Bima, yang selama ini berusaha mendukung, merasa bahwa hubungan ini terlalu berisiko bagi adiknya.

Arum mengerti kekhawatiran keluarganya, namun ia tetap teguh pada pendiriannya. Ia tahu bahwa ini adalah keputusan terberat dalam hidupnya, dan ia siap menjalani segala konsekuensi bersama Rendra.

Malam itu, ketika Arum dan Rendra bertemu di taman kota yang menjadi tempat mereka berbicara sejak kepulangan Rendra, mereka duduk di bangku yang sama, merasakan kehangatan dalam kebersamaan yang begitu sederhana namun penuh makna.

“Kita akan mulai dari awal, Rendra,” kata Arum, mencoba menyemangati mereka berdua. “Kita mungkin tak punya dukungan keluarga, tapi kita punya satu sama lain.”

Rendra menggenggam tangan Arum, menatapnya dengan penuh cinta. “Aku bersyukur kamu tetap bersamaku, Arum. Kamu adalah alasan aku memiliki keberanian untuk memilih hidup ini. Bersamamu, aku merasa cukup, apa pun yang terjadi.”

Mereka berdua tersenyum, menikmati momen itu, namun di dalam hati, mereka sadar bahwa keputusan ini akan membawa mereka pada jalan yang penuh tantangan.

**

Di sisi lain, di rumah keluarga Santoso, Fajar duduk bersama Argono dan anggota keluarga lainnya. Suasana ruangan terasa tegang, dengan tatapan tajam yang ditujukan pada Fajar. Argono duduk di depan, wajahnya menunjukkan kemarahan yang belum sepenuhnya reda.

“Kita tak bisa membiarkan Rendra terus begini,” ujar Argono dengan suara berat. “Jika ia memilih untuk meninggalkan kita demi gadis itu, maka kita tak punya kewajiban lagi untuk mendukungnya.”

Fajar mengangguk, meski ada rasa tak nyaman di dalam hatinya. Ia tahu bahwa Rendra adalah sepupunya, saudara yang telah ia kenal sejak kecil. Namun, kesetiaan Fajar terhadap keluarga dan tanggung jawabnya sebagai pewaris membuatnya tak bisa sepenuhnya membela Rendra.

“Aku setuju, Paman,” jawab Fajar akhirnya. “Namun aku harap kita bisa memberinya kesempatan untuk kembali jika suatu saat ia menyadari kesalahannya.”

Argono menghela napas, raut wajahnya keras dan penuh determinasi. “Jika ia memang ingin kembali, ia harus membuktikan kesetiaannya pada keluarga ini. Tapi untuk saat ini, biarkan dia merasakan akibat dari pilihannya sendiri.”

Fajar mengangguk, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah yang terbaik bagi keluarga. Namun, di dalam hatinya, ia masih merasakan kekosongan yang tak bisa ia ungkapkan.

Fajar mungkin tak sepenuhnya setuju dengan keputusan Argono, namun sebagai bagian dari keluarga besar Santoso, ia tahu bahwa ia tak punya pilihan selain mendukungnya.

**

Waktu berlalu, dan Rendra serta Arum menjalani hidup sederhana namun bahagia. Mereka tinggal di sebuah apartemen kecil, jauh dari kemewahan yang dulu dimiliki Rendra. Meski kadang hidup terasa sulit, Rendra merasa bebas, tanpa tekanan keluarga yang mengatur setiap langkahnya.

Bagi Arum, menjalani hidup bersama Rendra adalah kebahagiaan yang tak bisa ia dapatkan dari hal lain.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Arum masih merasakan kekhawatiran yang mendalam. Ia tahu bahwa keputusan mereka akan selalu membawa konsekuensi, dan meskipun mereka telah siap menghadapinya, Arum tetap merasa bahwa suatu saat, mereka akan diuji oleh tantangan yang lebih besar.

Suatu sore, ketika mereka tengah menikmati secangkir teh di balkon apartemen, Rendra menerima telepon yang membuatnya terdiam. Itu adalah Fajar.

“Rendra,” suara Fajar terdengar dingin di seberang telepon, “aku ingin bicara.”

Rendra terkejut, meskipun ia berusaha menjaga nada suaranya agar tetap tenang. “Fajar… ada apa?”

“Aku tahu kita telah membuat keputusan yang berbeda, tapi ini bukan berarti aku bisa melupakanmu sebagai saudara,” kata Fajar dengan nada serius.

“Aku hanya ingin mengingatkanmu bahwa keputusanmu ini akan selalu membawa dampak bagi kami semua. Jadi, jangan pernah menganggap ini hanya soal dirimu dan Arum saja.”

Rendra merasakan emosi campur aduk. Ia ingin menjelaskan perasaannya, namun di sisi lain, ia tahu bahwa Fajar hanya akan menganggap semua ini sebagai bentuk egoisme. “Aku mengerti, Fajar. Tapi aku juga tahu, ini adalah jalan yang harus aku ambil. Aku tak ingin menjalani hidup dengan kebohongan.”

Fajar terdiam beberapa saat sebelum akhirnya melanjutkan, “Jika kau memang sudah memutuskan, aku berharap kau siap untuk menanggung semua yang datang setelah ini.”

Rendra mengangguk, meskipun Fajar tak bisa melihatnya. “Aku siap, Fajar. Aku akan menjalani semua ini, dan aku tak akan menyesal.”

Fajar menutup telepon tanpa mengucapkan salam perpisahan, meninggalkan Rendra dalam keheningan yang berat. Arum, yang duduk di sampingnya, memperhatikan ekspresi di wajah Rendra yang tampak gelisah.

“Siapa yang menelepon?” tanyanya pelan.

“Fajar,” jawab Rendra, lalu menghela napas panjang. “Dia hanya ingin mengingatkan bahwa keputusan kita akan membawa dampak bagi semua orang.”

Arum menggenggam tangan Rendra, menatapnya dengan penuh kasih. “Rendra, kita telah memilih jalan ini. Dan apa pun yang terjadi, aku akan tetap bersamamu.”

Rendra tersenyum, meski ia merasakan kekhawatiran yang tak bisa ia hilangkan. “Terima kasih, Arum. Kamu adalah alasan aku bisa bertahan.”

Dengan hati yang teguh, mereka menatap malam yang mulai turun, merasakan ketenangan yang mereka temukan dalam satu sama lain. Meski mereka tahu bahwa jalan di depan akan penuh tantangan, mereka memilih untuk tetap bersama, untuk memperjuangkan cinta yang telah mengikat hati mereka.

Namun di balik langit malam yang tenang, badai yang lebih besar tengah menanti mereka, sebuah ujian yang akan mengguncang segalanya—dan menguji seberapa kuat cinta mereka dalam menghadapi takdir yang begitu berat.

Related chapters

  • Hati yang Terikat Takdir   Bab 8 - Cinta yang Tak Terungkap

    “Mas, sebenarnya apa yang membuatmu begitu yakin?” Ratna memandangi Rendra dengan tatapan yang sarat emosi. Malam itu, Ratna bertemu Rendra di sebuah galeri kecil tempatnya sering menghabiskan waktu untuk melukis.Ia merasa perlu berbicara, untuk menuntaskan perasaan yang selama ini hanya ia simpan sendiri.Rendra menatap Ratna, mencoba membaca ekspresi yang tersembunyi di balik wajah lembut sahabatnya. Ia selalu menghargai kehadiran Ratna dalam hidupnya—teman yang setia dan sosok yang selalu ia anggap sebagai adik.Namun ia menyadari, sejak ia memilih Arum dan memutuskan hubungan dengan keluarganya, ada jarak yang mulai terlihat di antara mereka."Ratna," ujar Rendra pelan, berusaha memilih kata dengan hati-hati, "aku tahu ini tak mudah bagi siapa pun. Tapi aku merasa inilah yang benar untukku. Hati ini tak bisa dipaksa, dan aku tak bisa hidup dalam kebohongan."Ratna tersenyum, meski senyumnya mengandung kesedihan yang hanya ia sendiri yang tahu. Ia merasa sakit, tetapi ia tak bisa

    Last Updated : 2024-10-15
  • Hati yang Terikat Takdir   Bab 9 - Kembalinya Rini

    "Apa kabar, Rendra?"Suara lembut dan familiar itu membuat Rendra menghentikan langkahnya di lorong kantor kecil tempat ia mulai bekerja. Rini Kartika Sari berdiri di depannya, sosok yang dulu pernah mengisi hari-harinya dan kini muncul kembali dengan senyum penuh arti.Rendra tertegun sesaat, tak menyangka akan melihat Rini di tempat ini, pada saat yang begitu tak terduga.“Rini…” bisik Rendra, masih tak percaya. “Sudah lama sekali.”Rini tersenyum, senyum yang sama seperti dulu, ketika mereka masih bersama. “Memang sudah lama. Aku mendengar kau sudah keluar dari keluarga Santoso, dan aku hanya ingin tahu kabarmu.”Rendra mengangguk pelan, mencoba memahami maksud di balik kedatangan Rini. “Aku baik-baik saja, meski hidup sekarang lebih sederhana. Aku merasa lebih damai seperti ini, Rini.”Rini tersenyum tipis, menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak. “Aku mengerti. Namun aku berharap kesederhanaan itu membuatmu bahagia, Rendra. Karena, dari apa yang kudengar, kau melepaskan begi

    Last Updated : 2024-10-15
  • Hati yang Terikat Takdir   Bab 10 - Harapan di Tengah Ancaman

    "Kita akan baik-baik saja, kan, Rendra?"Arum memandang Rendra di seberang meja makan sederhana mereka, suaranya bergetar meski ia berusaha terdengar yakin. Malam itu terasa berat, ancaman dari keluarga Santoso masih menggantung di atas mereka, sebuah peringatan bahwa cinta mereka tak akan diterima dengan mudah.Namun, meski Arum merasa cemas, ada keteguhan yang terpancar dari tatapannya.Rendra mengulurkan tangan, menggenggam tangan Arum dengan lembut. “Kita pasti bisa melewati ini, Arum. Aku percaya pada cinta kita, dan aku percaya kita cukup kuat untuk melawan semua tantangan.”Arum tersenyum kecil, meski hatinya masih diliputi kekhawatiran. “Aku tahu, Rendra. Tapi… aku juga tak bisa menyangkal, keluargamu punya pengaruh besar. Mereka pasti punya cara-cara yang tak kita duga.”Rendra mengangguk pelan, menyadari kebenaran dalam kata-kata Arum. Ia tahu bahwa keluarga besar Santoso memiliki jaringan dan kekuasaan yang mampu menggerakkan banyak hal. Namun ia memilih untuk tetap teguh,

    Last Updated : 2024-10-15
  • Hati yang Terikat Takdir   Bab 11 - Hubungan yang Meregang

    "Kenapa kamu jadi sering diam, Rendra?"Arum mengaduk kopi yang sudah mulai dingin di cangkirnya, sesekali memandang pria di hadapannya yang lebih banyak termenung daripada berbicara. Udara di ruangan itu seolah kental dengan ketegangan, menggantung seperti beban yang tak kasatmata.Arum mengerutkan kening, tak mampu menyembunyikan kecemasan yang perlahan-lahan menggerogoti hatinya.Rendra, yang duduk bersandar di sofa dengan tangan terlipat di dada, mendongak perlahan. Matanya terlihat sayu, menunjukkan kelelahan yang ia coba sembunyikan sejak awal pertemuan mereka malam ini.“Aku sedang berpikir, Arum… soal kita.” Suaranya pelan, hampir tenggelam di tengah keheningan ruangan, namun terdengar cukup jelas bagi Arum untuk merasakan kegundahan di balik kata-kata itu.Arum menarik napas dalam, seolah mencoba menyerap ketenangan yang tersisa di dirinya. Kata-kata Rendra terasa menusuk, seperti jarum halus yang perlahan menembus hati. Ia meletakkan sendok di samping cangkirnya dengan gemeta

    Last Updated : 2024-10-29
  • Hati yang Terikat Takdir   Bab 12 - Pertemuan yang Tak Disangka

    “Arum? Kamu di sini juga?”Arum menoleh, terkejut mendengar suara yang familier. Ia baru saja memasuki aula besar hotel mewah tempat acara amal itu diadakan, merasa canggung di antara tamu-tamu berpakaian glamor dan elegan.Senyum kecil muncul di wajahnya saat ia melihat Arga berdiri di sana, tampak berwibawa dengan jas hitam yang pas di tubuhnya, rambutnya disisir rapi, dan tatapannya hangat seperti biasa."Arga," sapa Arum sambil tersenyum lelah. "Iya, aku diundang salah satu rekan kerjaku. Awalnya sempat ragu datang."Arga tertawa pelan, suaranya rendah dan penuh kehangatan. “Kamu memang bukan tipe yang suka acara formal begini, ya?” godanya sambil menatap Arum yang mengenakan gaun sederhana berwarna biru tua, yang meskipun sederhana tetap menonjolkan pesonanya yang anggun dan alami.“Aku merasa seperti ikan kecil yang tersesat di laut luas,” ujar Arum sambil terkekeh, mencoba mencairkan suasana. Namun, di balik senyumnya, ada bayangan lelah dan kesedihan yang tak mampu ia sembunyik

    Last Updated : 2024-10-29
  • Hati yang Terikat Takdir   Bab 13 - Persaingan dalam Diam

    “Ratna Ayu Sari, kita perlu bicara.”Suara itu terdengar tegas, namun tetap berbalut kelembutan yang tak membuat siapa pun mengira ada api di baliknya. Ratna, yang sedang sibuk menata lukisannya di galeri, menoleh, mendapati Rini berdiri dengan anggun di belakangnya.Tatapan mata Rini begitu tajam dan penuh makna, membuat Ratna sedikit merasa waspada.“Rini?” tanya Ratna dengan senyum tipis, mencoba bersikap biasa. “Ada yang bisa kubantu?”Rini hanya mengangguk samar, bibirnya membentuk senyum yang sulit diartikan. “Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan. Semoga kau tak keberatan meluangkan waktumu.”Menyadari bahwa ini bukan obrolan biasa, Ratna mengangguk perlahan dan meletakkan kuasnya. Ia menyeka tangannya dengan kain, mencoba mengendalikan perasaannya yang mendadak tak nyaman.“Silakan,” sahutnya, menatap Rini dengan tenang meskipun hatinya diliputi ketegangan.Rini mela

    Last Updated : 2024-10-30
  • Hati yang Terikat Takdir   Bab 14 - Jaring Kebohongan

    Fajar berdiri di ruang kerjanya yang luas dengan tatapan tajam. Dokumen-dokumen berisi laporan dan berkas-berkas dari keluarga besar Santoso berserakan di atas meja kayu mahalnya.Di sudut ruangan, sebuah lampu kecil memancarkan cahaya hangat, namun tidak cukup untuk melunakkan ekspresi tegas di wajahnya.Ia telah menyelidiki setiap aspek dari kehidupan Rendra dan orang-orang di sekelilingnya, dan kini ia yakin telah menemukan senjata yang cukup kuat untuk membuat sepupunya patuh.Beberapa hari yang lalu, melalui jaringan informan keluarga, Fajar mengetahui bahwa Rendra masih keras kepala menolak rencana pernikahannya dengan Intan. Meski Rendra terus bersikeras menolak, Fajar menyadari bahwa alasan di balik penolakannya lebih dari sekadar keinginan untuk mandiri.Alasan itu adalah Arum—wanita yang sudah menjadi bayang-bayang kehidupan Rendra sejak kecil, dan yang kini semakin menyulitkan posisi keluarganya.Fajar mengambil napas panjang, mata

    Last Updated : 2024-10-30
  • Hati yang Terikat Takdir   Bab 15 - Beban Keluarga

    Arum memandangi secarik kertas berwarna putih kusam yang tergeletak di meja ruang tamu. Huruf-huruf tegas dan resmi yang tertera di surat itu membuat dadanya terasa berat, seolah ada batu yang mengganjal di tenggorokannya.Surat itu berasal dari firma hukum yang tak pernah ia dengar namanya sebelumnya, namun isinya jelas—sebuah tagihan lama yang harus dilunasi, yang konon ditandatangani oleh almarhum ayahnya bertahun-tahun lalu.Tangannya sedikit bergetar saat ia membaca kembali angka-angka itu, memastikan dirinya tidak salah lihat. Jumlahnya besar, jauh melebihi apa yang bisa ia kumpulkan dalam waktu dekat.Utang ini adalah sesuatu yang ia sama sekali tak pernah ketahui, sebuah masalah yang tersimpan rapi di masa lalu, namun kini muncul di permukaan, siap menenggelamkan keluarganya dalam aib dan kesulitan.Pikirannya langsung tertuju pada almarhum ayahnya, seorang pria sederhana yang selalu menekankan pentingnya kehormatan keluarga.Ayahnya

    Last Updated : 2024-10-30

Latest chapter

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 100 - Cinta yang Terlahir Kembali

    “Arum, apakah kamu yakin sudah siap?” suara lembut Rendra terdengar, suaranya mengandung keraguan sekaligus harapan. Mereka berdiri di sebuah taman kecil yang dikelilingi pohon-pohon berbunga, diapit oleh senja yang memancarkan cahaya keemasan.Arum mengangguk pelan, memandang Rendra dengan tatapan yang tenang namun sarat makna. “Aku siap, Rendra,” jawabnya dengan suara mantap. “Untuk segala hal yang telah kita lalui, dan apa pun yang akan datang.”Senja di taman itu menjadi saksi kehangatan dan kedamaian yang akhirnya bisa mereka raih. Hanya dihadiri keluarga terdekat dan sahabat-sahabat terbaik, mereka memutuskan untuk memperbarui janji pernikahan mereka dalam keheningan, jauh dari keramaian dan drama yang dulu pernah membayangi hubungan mereka.Di sudut taman, Ratna, yang hadir bersama Aldi, menatap Arum dengan senyum bangga di wajahnya. Aldi, yang berdiri di sebelahnya, menganggukkan kepala seolah ikut merasakan kebahagiaa

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 99 - Kesuksesan Ratna

    "Arum, kamu datang juga akhirnya!" Suara Ratna terdengar penuh semangat saat melihat sahabatnya melangkah masuk ke galeri tempat pameran terbarunya. Ratna segera menghampiri Arum, memeluknya dengan erat."Aku kan sudah janji, Na. Aku ingin lihat langsung semua karya hebatmu ini," jawab Arum sambil tersenyum hangat, matanya penuh kekaguman melihat ruangan galeri yang dipenuhi karya-karya Ratna.Dinding-dinding galeri dihiasi dengan lukisan-lukisan batik kontemporer yang unik, setiap goresannya memancarkan ekspresi hati dan jiwa Ratna.Ratna tertawa kecil sambil memandangi Arum. “Akhirnya, aku bisa berdiri di sini, Arum. Setelah semua yang terjadi…,” suara Ratna melirih, mengingat perjalanan panjang dan penuh rintangan yang telah ia lalui.Arum menepuk lengan Ratna pelan, seolah ingin menguatkannya. “Kamu pantas mendapatkan ini semua, Na. Setiap kerja keras, setiap air mata. Aku bangga padamu,” kata Arum dengan tatapan yang tu

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 98 - Awal yang Baru

    "Apakah kita benar-benar siap untuk ini, Ren?" Arum bertanya sambil menatap mata Rendra yang penuh keyakinan.Rendra menggenggam tangan Arum erat. “Kalau kita tidak mencoba, kita tidak akan pernah tahu, kan?”Mereka berdiri di depan rumah kecil yang baru saja mereka sewa. Rumah itu sederhana, jauh dari kemewahan yang pernah mereka bayangkan, tetapi terasa hangat.Hawa sore yang sejuk menyusup di antara dedaunan pohon mangga di halaman, membawa aroma tanah yang khas dan memberi suasana damai.Arum memandang rumah itu dengan senyum tipis. “Aku suka rumah ini, Ren. Sederhana, tapi terasa seperti rumah sungguhan.”Rendra tersenyum, menyadari bahwa itulah yang ia inginkan selama ini. Rumah kecil dengan Arum, bukan istana megah yang dipenuhi intrik dan beban masa lalu.“Kamu tahu, Arum, ini mungkin pertama kalinya dalam hidupku aku merasa benar-benar tenang. Tidak ada tekanan dari keluarga, tidak ada skandal, hanya...

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 97 - Rekonsiliasi

    “Apakah kamu sungguh yakin, Arum?” Rendra menatap dalam mata Arum, seolah berusaha menemukan keyakinan di sana.Arum tersenyum lembut, menggenggam tangan Rendra. “Aku yakin, Rendra. Aku juga sudah lelah berlarut-larut dalam keraguan. Mungkin kita memang harus melalui semua ini untuk benar-benar mengerti apa artinya kebersamaan.”Rendra mengangguk pelan, mata cokelatnya berkedip-kedip menahan emosi. Mereka duduk berhadapan di taman kecil yang penuh kenangan, di mana mereka berkali-kali bertemu dan berkali-kali pula bertengkar.Namun, sore ini terasa berbeda. Udara sore terasa hangat, dan aroma bunga melati yang lembut memenuhi suasana.“Aku ingin kita mulai dari awal,” ucap Rendra dengan nada mantap. “Tanpa janji-janji besar. Cukup kita saling percaya dan berjalan bersama.”Arum merasakan haru mengalir di hatinya. Semua luka yang pernah ada, semua pertengkaran dan air mata, perlahan-lahan terasa memuda

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 96 - Keputusan Arum

    “Kamu yakin, Arum?” Suara Dimas terdengar lembut, penuh perhatian. Mereka duduk di beranda rumah keluarga Arum, ditemani angin malam yang sejuk dan secangkir teh hangat di tangan masing-masing.Arum menatap secangkir teh di pangkuannya, jari-jarinya membelai pinggiran cangkir dengan gerakan pelan. “Aku... mungkin ini aneh, Om, tapi aku tetap merasa ada sesuatu di antara aku dan Rendra yang sulit aku lepaskan. Meskipun... semua hal yang terjadi membuatku bertanya-tanya.”Dimas mengangguk, mendengarkan dengan penuh perhatian. “Kadang cinta memang tidak mudah, Arum. Hubungan yang paling berarti sering kali yang paling sulit dipertahankan. Tapi, yang penting, kamu tahu kenapa kamu memilih untuk bertahan.”Arum menatap jauh ke depan, pandangannya melewati taman kecil di halaman rumah yang dipenuhi bunga-bunga warna-warni. Keindahan itu, sekilas, mengingatkan dirinya pada momen-momen indah yang pernah ia alami bersama Rendra.

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 95 - Kemandirian Ratna

    “Aldi,” suara Ratna terdengar lembut, tapi tegas. Mereka duduk berhadapan di sebuah kafe kecil yang tenang, dikelilingi oleh keramaian orang-orang yang tenggelam dalam percakapan mereka masing-masing. Namun, di antara mereka berdua, suasana terasa begitu hening, hampir seolah waktu berhenti.Aldi menatap Ratna dengan cermat, wajahnya sedikit bingung. "Ada apa, Ratna? Kamu kelihatan... serius hari ini."Ratna tersenyum kecil, namun ada sedikit kesedihan dalam tatapannya. “Aku rasa kita perlu bicara. Tentang kita.”Mata Aldi memancarkan keterkejutan. "Maksudmu... hubungan kita?"Ratna mengangguk pelan, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Selama ini, kamu selalu ada untukku, bahkan di saat aku merasa paling jatuh. Kamu memberi dukungan yang luar biasa, dan aku sangat menghargainya. Tapi...”Aldi meraih tangan Ratna, menggenggamnya dengan lembut. “Tapi apa, Ratna? Apa yang kamu rasakan?”Ratna menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberania

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 94 - Perpisahan Arga

    "Jadi... ini keputusanmu?" Suara Arga terdengar pelan namun penuh kepastian. Mereka berdua duduk di sebuah bangku di taman kota yang sepi, tempat di mana mereka sering berbincang saat masih remaja, ketika dunia terasa lebih sederhana.Arum menundukkan wajahnya, merasa berat hati untuk mengucapkan kata-kata itu, namun ia tahu bahwa ia harus jujur. "Iya, Ga. Aku... aku nggak bisa berpura-pura lagi. Aku sangat menghargai kamu, semua yang sudah kamu lakukan buat aku, tapi..."Arga tersenyum kecil, meski sorot matanya menyimpan luka yang dalam. "Tapi hatimu tetap untuk Rendra," potongnya, menyelesaikan kalimat yang mungkin sulit bagi Arum untuk diucapkan.Arum mengangguk perlahan. "Maaf... aku merasa begitu bersalah sama kamu. Kamu selalu ada, selalu mendukungku saat aku terpuruk, saat aku sendiri.""Arum," Arga memotong, suaranya terdengar lembut, namun tegas. "Kamu nggak perlu minta maaf. Aku tahu bagaimana perasaanmu dari awal, tapi aku selalu berharap bahw

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 93 - Lamaran yang Baru

    "Arum..." Rendra menghela napas dalam, suara lembutnya nyaris tenggelam dalam keheningan sore yang menenangkan di taman kota. Ia menatap Arum dengan penuh harap, sementara gadis itu duduk di sebelahnya, tangan tertaut di pangkuannya, jelas menunjukkan kegugupan yang berusaha ia sembunyikan.Arum menunduk, melihat rerumputan yang bergoyang ditiup angin, mencoba menghindari tatapan Rendra. Ia tahu apa yang mungkin akan dikatakan Rendra. Di satu sisi, ada bagian dari hatinya yang ingin mendengarnya. Namun di sisi lain, ketakutan akan sakit yang sama terulang lagi membuatnya waspada."Aku tahu ini sulit bagimu," Rendra memulai lagi, nada suaranya penuh dengan kerendahan hati dan rasa bersalah yang selama ini tertahan. "Setiap kali melihatmu, aku sadar bahwa luka yang kuberikan masih membekas. Dan aku tahu, mungkin aku tak layak mendapatkan kesempatan kedua."Arum mengangkat wajahnya perlahan, menatap mata Rendra yang kini menunjukkan ketulusan yang dalam, jauh lebih

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 92 - Penebusan Diri Rendra

    Arum duduk di teras rumahnya, memandangi langit sore yang mulai meredup. Di tangannya, secangkir teh hangat menemani keheningan pikirannya yang bimbang. Pesan dari Rendra semalam masih terngiang di kepalanya.Ia merasa bahwa setiap kata dalam pesan itu memancarkan ketulusan dan penyesalan yang dalam.Di sisi lain kota, Rendra memandang pantulan dirinya di cermin. Matanya menunjukkan kelelahan yang telah bersembunyi di balik ketenangannya selama ini. Kini, ia sadar bahwa tidak ada yang lebih penting daripada memulihkan kepercayaan Arum dan memperbaiki dirinya sendiri.Dengan tekad yang baru, Rendra turun ke ruang kerja kecilnya. Di sana, di tengah dokumen-dokumen dan berkas yang telah ia susun, ia memulai langkah pertama dalam menebus semua yang pernah ia rusakkan.Ia memutuskan untuk menyusun laporan penuh tentang setiap proyek keluarganya yang mencurigakan dan menyerahkannya ke pihak berwenang. Rendra sadar bahwa inilah satu-satunya cara untuk membuktika

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status