Di hadapan Levana kini terdapat banyak foto-foto yang diambil oleh paparazzi. Levana hanya memegang salah satu foto saja dan setelahnya mengembuskan napas beratnya.“Seharusnya bukan aku yang Anda panggil, Tuan Maverick,” ujar Levana yang mengembalikan foto yang ia pegang di atas meja.“Kau tahu alasanku memanggilmu membicarakan ini berdua saja, Levana,” balas Francis Maverick.Kepala Levana menggeleng pelan. “Tidak, aku tidak paham tujuanmu memanggilku ke sini. Anda seharusnya memberitahu Rave, bukan aku.”Mendengar ucapan Levana barusan justru membuat Francis tertawa. “Kau ingin aku memberitahu Rave tentang ini?”Mata Levana mendadak terpejam cukup lama, sedangkan tangannya mengepal kuat. “Aku.. Jujur saja aku tidak tahu.” Levana kini terlihat begitu serius menatap ke arah sang ayah mertua. “Tapi, Tuan, yang aku tahu Lilian dan Toby Duggan berteman dekat. Anda juga tahu tentang itu, bukan?”“Tidak ada teman yang berciuman mesra seperti itu, Levana!” tegur Francis yang berhasil membu
Kedua telapak tangan Lilian mengepal kuat dan Levana bisa merasakan tanda-tanda kemarahan yang begitu besar dari wanita di hadapannya itu. Menghadapi Lilian butuh ketenangan yang luar biasa besar karena bukan hanya sekali saja Levana berhadapan dengan wanita itu, dan ia sudah hapal bagaimana watak dari istri pertama suaminya.“Kontrol emosimu itu jika tidak ingin menjadi sorotan pengunjung lain,” tegur Levana dengan suaranya yang sangat tenang.Tentu saja teguran Levana barusan membuat Lilian kembali mengamuk. “Kau pikir siapa dirimu berani menegurku seperti itu, huh!” bentak Lilian.Tepat seperti yang sudah Levana duga sebelumnya, bentakan Lilian barusan mengundang sejumlah perhatian para pengunjung lain, bahkan beberapa dari mereka menunjukkan rasa tidak sukanya pada Levana dan Lilian saat ini.“Sepertinya tidak ada lagi yang perlu kita berdua bicarakan, bukan? Sebaiknya aku pergi sekarang,” ucap Levana yang kini hendak bangkit berdiri, tetapi dengan cepat ditegur oleh Lilian.“Dudu
“Anda yakin kita sebaiknya pulang ke rumah saja, Nyonya? Aku pikir sebaiknya Anda langsung ke dokter,” usul Damian saat mereka tengah di perjalanan menuju ke rumah.“Aku baik-baik saja, Damian. Tubuhku tidak terluka sedikit pun, aku hanya merasa lemas,” balas Levana dengan suaranya yang terdengar begitu lemah.“Perlu aku menghubungi Tuan Rave?” Damian kembali bersuara, tetapi langsung disambar oleh Levana.“Oh, tidak! Jangan pernah hubungi Rave. Kedatangannya nanti hanya akan menghancurkan dan menyudutkanku saja. Kau paham akan hal itu, bukan?” balas Levana yang langsung direspon anggukan kepala oleh Damian.Baik Damian maupun Eva sudah sama-sama paham dengan hubungan antara Levana dan Rave. Tak hanya sekali, tetapi Rave sering kali tiba-tiba datang ke rumah Levana dan menyalahkan Levana jika terjadi sesuatu pada Lilian. Itu sebabnya perubahan Rave belakangan ini bukan hanya membuat Levana senang, tetapi juga dirasakan oleh Damian dan Eva.Begitu tiba di rumah, Eva langsung menyambut
“Siapa yang memberikan ini?” tanya Rave yang ikut bertanya perihal kue pie yang baru saja dibuka oleh Levana.Baik Eva maupun Damian terlihat saling berpandangan satu sama lain. Rave yang melihatnya kini menatap mereka curiga karena merasa ada yang tengah disembunyikan.“Siapa yang mengirimkannya?” tegur Rave dengan suara yang sedikit meninggi.“Nyonya Lilian, Tuan,” ujar Damian yang mengambil alih menjawab pertanyaan yang ditujukan pada Eva.“Lilian?” tanya Rave yang mendadak bingung mendengarnya.Levana yang berada di samping Rave pun kini memilih duduk setelah menerima air hangat yang diambilkan oleh Eva. Segera saja Levana meminum obat sakit kepala yang juga dibawakan oleh Eva.“Ya, Tuan, pie ini dari Nyonya Lilian, tetapi Nyonya Lilian memberitahuku jika kue ini buatan Nyonya Maverick,” jelas Eva yang akhirnya bersuara setelah mengumpulkan keberanian.Yang dilakukan oleh Levana sekarang adalah pura-pura tidak mendengar apa pun. Dirinya hanya fokus menenangkan dirinya. Ia juga mer
Saat dirinya sadar, Levana tahu jika dirinya tengah dirawat di dalam rumah sakit. Punggung tangan kirinya terasa nyeri karena selang infus, dan juga di beberapa bagian tubuhnya yang lain, tepatnya di bagian perut, dirinya juga merasakan rasa sakit yang begitu nyeri.Kepalanya masih terasa pusing saat dirinya berusaha melirik ke arah seseorang yang tengah menggenggam erat tangan kanannya. Tanpa melihat dengan jelas siapa yang tengah menjaganya pun Levana sudah tahu jika itu adalah Rave.“Rave.”Suara Levana terdengar begitu serak dan seolah tak mampu untuk bersuara lebih keras. Dirinya sudah pernah pingsan sebelumnya, tetapi entah kenapa kali ini dirinya benar-benar merasa tidak bisa melakukan apa pun.“Rave,” panggil Levana sekali lagi yang mana berhasil membuat Rave mengangkat kepalanya.“Levana!” seru Rave yang langsung bangkit dan lebih mendekat ke arah dirinya. “Kau sudah sadar?”Kepala Levana mengangguk pelan karena hanya itu yang bisa dilakukannya. Saat dirinya mencoba untuk ber
Tangis Levana semakin terdengar begitu sakit saat dirinya mendengar sendiri fakta tentang anak yang di kandungannya tidak selamat. Dirinya benar-benar merasa sedih hingga tidak mampu menahan semua emosi yang sejak tadi coba ditahannya.“Levana, tenanglah, kau belum pulih sepenuhnya,” ucap Rave yang berusaha membujuk Levana, tetapi sang istri semakin histeris mendengarnya.Mata Levana terlihat begitu merah dan bengkak karena terus-terusan menangis. Tubuhnya bergetar hebat, walau saat ini Rave tengah berusaha membujuk dan menenangkan Levana. Tidak ada yang bisa menghentikan Levana untuk dirinya meluapkan emosi.Bibir Levana yang bergetar hendak mencoba mengatakan sesuatu. Namun, sampai Rave merasakan tubuh Levana yang mendadak lemas, dirinya tidak mendengar satu kata pun keluar dari mulut sang istri.“Astaga, Levana!”Rave mulai panik saat menyadari Levana kembali tak sadarkan diri. Dirinya dengan cepat memanggil perawat yang tengah berjaga dan membuat sang dokter kembali mendatanginya.
Pagi, siang maupun di malam hari yang bisa dilakukan oleh Levana hanya menangis. Dirinya juga menutup diri tidak ingin bertemu dengan siapa pun kecuali ibu dan dokter yang merawatnya.Sulit bagi Levana untuk menerima jika dirinya sudah kehilangan anak dalam kandungannya. Dirinya juga tidak bisa bertanya pada sang ibu karena ibunya tetap meminta jika Levana pulih dan jauh lebih kuat terlebih dahulu.“Dokter,” panggil Levana saat dirinya merasa sudah cukup baik.“Ya, ada yang Anda butuhkan, Nyonya?” respon dokter tersebut dengan suara yang sangat tenang.“Bisa aku bicara berdua saja denganmu?” pinta Levana yang mana membuat sang dokter menoleh ke arah perawat yang datang bersamanya.Seolah sang perawat paham dengan permintaan sang dokter, perawat tersebut pun tersenyum ke arah Levana dan meminta izin meninggalkan mereka berdua. Hanya ada Levana dan Dokter Winston sekarang di ruangan tersebut.“Jadi, apakah aku harus bersikap layaknya dokter untuk Anda, atau Anda ingin aku bersikap santa
“Levana, sebaiknya kau tidur, ini sudah larut malam,” tegur sang ibu yang mana tidak membuat Levana beralih sedikit pun dari jendela yang telah ditutupi tirai.“Di mana Mum biasa tidur saat aku tidur di malam hari?” tanya Levana yang pada akhirnya menoleh untuk melihat respon sang ibu.Ibunya terlihat cukup bingung hendak menjawab, tetapi setelahnya tersenyum hangat. “Tentu saja menemanimu di sini. Ke mana lagi Mum akan pergi?”Bohong. Levana tahu jika ibunya itu sedang berbohong.“Sebaiknya Mum pulang ke rumah. Sudah berapa hari Mum tidak pulang?” Tiba-tiba Levana tersadar akan sesuatu. “Ngomong-ngomong tanggal berapa ini? Bagaimana pekerjaan Mum saat menemaniku di sini?”Embusan napas pelan kini terdengar keluar dari mulut sang ibu. Tangan ibunya pun kembali membelai rambut Levana dengan lembut. “Kau tak perlu mengkhawatirkan pekerjaan Mum, Levana. Selagi ayahmu bekerja, kenapa Mum perlu khawatir? Lagi pula yang terpenting saat ini Mum ada untukmu.”Tangan Levana pun kini menggengga