“Kau tidak pulang juga?” tegur Levana saat dirinya mendapati Rave duduk di ruang makan sembari fokus pada laptop dan ponselnya.Kepala Rave mendongak sebentar ke arah Levana yang baru saja turun dari kamarnya. “Kau membutuhkan sesuatu?” tanya Rave yang mendapat gelengan kepala dari Levana.“Sudah dua hari kau di sini, sebaiknya kau pulang,” tegur Levana yang kini fokus pada lemari pendingin di hadapannya.“Aku tetap akan tinggal,” balas Rave singkat.“Tidakkah kau memikirkan perasaan Lilian saat ini? Aku baik-baik saja, jadi kau bisa pulang sekarang,” usir Levana yang kembali mengingatkan tentang Lilian.Rave yang semula sedang minum pun meletakkan gelas yang ia pegang dengan kuat di atas meja. Amarah tertahan seolah menjalar keluar dari tubuhnya.“Bukankah kita berdua sudah berjanji untuk tidak membahas hal ini? Aku lelah terus bertengkar denganmu,” seru Rave yang tidak dipedulikan oleh Levana.Yang dikatakan Rave benar, Levana sendiri sudah lelah terus bertengkar dengan suaminya itu
“Jam berapa Rave datang menjemputmu?” tegur sang ibu yang membuat Levana tersadar dari lamunannya.Senyum tipis Levana terlihat diikuti dengan gelengan kepalanya. Ia pun beranjak mendekati sang ibu yang duduk di ranjang lamanya dan membaringkan kepalanya di atas paha milik ibunya.“Ingat ya, Levana, langsung beritahu jika ada masalah dengan rumah tangga kalian.” Tangan sang ibu membelai lembut rambut Levana hingga dirinya tak sadar hingga jatuh tertidur.Sesuatu yang dingin tiba-tiba Levana rasakan di pipi kirinya. Perlahan matanya mulai membuka dan mendapati Rave tengah menatapnya.“Kapan kau datang?” tanya Levana yang begitu kaget hingga terperanjat dari tidurnya.Rave yang semula berjongkok pun bangkit dan duduk di tepi ranjang Levana. “Kau mau menginap di sini malam ini?” tanya Rave dengan suara yang terdengar lembut.Bukannya menjawab, Levana justru berbalik tanya. “Kau lelah?” Matanya pun melihat ke sekeliling kamar mencari sang ibu. “Ke mana Mom?”“Ibumu tidur di kamarnya begit
“Kau di rumah sekarang?”Levana yang tengah mengangkat panggilan teleponnya kini kembali memastikan siapa yang menghubunginya. Dirinya tidak salah lihat, Rave memang yang menghubunginya, suaranya juga suara Rave, tetapi ada rasa bingung saat sang suami menghubunginya untuk menanyakan keberadaannya.“Ya, aku di rumah. Bukankah kau sendiri yang melarangku untuk pergi ke mana pun selama satu minggu ini,” seru Levana yang kembali menempelkan ponsel di telinga kirinya.“Dad memintamu untuk makan malam bersama di Belgrave malam ini.” Terdengar suara Rave yang menyampaikan pesan pada Levana. “Sayangnya aku tidak bisa pulang ke rumah untuk menjemputmu, kau bisa datang sendiri? Dan oh gunakan taksi, kau dilarang mengendarai mobil sendiri.”Cukup lama Levana terdiam memikirkan ajakan makan malam dengan orang tua Rave. Entah kenapa rasa gugup dan takut seolah kembali mendatanginya. Belum lagi saat makan malam nanti Lilian pasti ikut serta makan bersama.“Levana, kau mendengarku?” tegur Rave yang
Makan malam yang telah direncanakan oleh Francis Maverick sejauh ini berjalan lancar. Walau Levana cukup tertekan, dirinya bisa mengatasi agar bisa terlihat tenang saat makan malam tengah berlangsung.“Oh Levana, minggu depan ada pameran tanaman hias lagi. Kau mau pergi bersamaku?” tanya Yara Maverick, sang ibu mertua yang tiba-tiba bersuara.Levana yang terkejut langsung refleks menoleh ke samping kanannya di mana Rave berada. Keduanya seolah paham dengan apa yang masing-masing mereka pikirkan.“Mrs Maverick, maafkan aku, tapi aku tidak cukup yakin bisa datang ke sana mengingat aku sudah lama tidak datang ke klinik,” tolak Levana secara halus yang mana mendapat seringai tipis dari Francis.“Bagaimana jika mengajak Lilian? Jadwalmu kosong minggu depan, kan?” Rave terdengar menyarankan Lilian pada ibunya yang mana dibalas anggukan semangat dari wanita itu.“Minggu ini aku tidak ada jadwal apa pun, aku bisa pergi menemanimu, Mom. Bukankah biasanya aku yang selalu menemanimu datang ke pa
Teguran Francis Maverick membuat tiga orang di sana refleks terdiam dalam keterkejutannya. Levana yang juga terkejut mendengar teguran Francis hanya bisa menggigit bibir bawahnya.“Pulanglah bersama Levana ke Richmond, Rave,” perintah Francis yang justru membuat Lilian protes.“Kenapa Rave yang harus mengantarkannya, dia datang ke sini naik taksi, pulangnya ya tentu harus naik taksi. Lagi pula Rave terlalu lelah jika harus mengantar Levana dan kembali lagi ke sini,” protes Lilian yang mana justru membuat Levana yang merasa takut karena keberaniannya.“Kalau Rave terlalu lelah untuk pulang ke sini ya dia tak perlu pulang. Lagi pula ia pulang ke rumahnya sendiri dengan Levana,” sahut Francis.“Tidak bisa begitu, Rave sudah lama tidak pulang ke rumah denganku,” tukas Lilian yang masih teguh pada ucapannya.“Jangan hanya memikirkan dirimu sendiri, Lilian. Kau tidak perlu harus diantar Rave karena kau tinggal di dekat sini, sedangkan Levana yang seharusnya diantar pulang, karena selain tem
“Bagaimana Levana, kau ingin aku membantumu menggugurkan anak yang kau kandung, atau kau lebih memilih menggugurkannya sendiri tanpa bantuanku?”Suara dingin tersebut tiba-tiba kembali membayangi Levana saat dirinya sedang duduk diam di dalam klinik. Rasa takut tiba-tiba menghampirinya hingga tanpa sadar tangan Levana menyentuh perutnya yang masih rata.Ancaman tersebut terus mengantuinya pikirannya di saat ia sedang merasa sendiri. Dipejamkan sebentar matanya dan raut wajah sang pengancam tiba-tiba datang, membuatnya semakin merasa ketakutan.“Bagaimana jika dia benar-benar melakukannya? Apa yang harus aku lakukan?” gumam Levana seorang diri.Kepalanya tiba-tiba dijatuhkannya di atas tumpukan rekam medis hewan yang tengah diperiksanya. “Sebenarnya apa yang aku inginkan? Haruskah aku mengugurkan kandunganku sebelum ia makin besar? Kehadirannya di dunia ini tentu akan semakin mempersulit keadaan.”Tiba-tiba pikirannya kembali pada saat dirinya dan Rave bertengkar. “Anak itu tidak bersa
“Dokter, kau tidak apa-apa?”Beberapa staf Levana langsung datang menghampirinya begitu ruang kerja milik Levana dibuka oleh Lilian. Tak ada yang peduli pada Lilian saat ini dan semua staf di sana sibuk membantu Levana.“Aku baik-baik saja. Tolong hati-hati dengan pecahan gelas,” pesan Levana yang mengkhawatirkan kondisi stafnya yang hendak membantu.“Haruskah aku hubungi Tuan Maverick?” tanya Nora yang kini sedang membantu membersihkan luka di lengan Levana.“Oh tidak, dia tidak perlu tahu. Lagi pula ini hanya luka kecil,” tolak Levana yang mana mencoba mengalihkan pandangannya ke arah jendela.“Dokter, tapi kau sedang hamil. Aku khawatir terjadi sesuatu pada kandunganmu,” ucap Nora yang membuat Levana refleks menyentuh perutnya sendiri.“Aku baik-baik saja, kau bisa keluar sekarang,” usir Levana secara halus.Setelah memastikan luka di lengan Levana baik-baik saja, Nora pun izin kembali bekerja, meninggalkan Levana sendirian di ruang kerja miliknya.Saat hanya ada dirinya sendiri, L
Saat mendengar perkataan yang keluar dari mulut Levana, Rave terdiam dan terlihat cukup terkejut. Pengangan tangan Rave di lengan Levana pun perlahan dilepaskan oleh Levana dan hendak pergi meninggalkan suaminya itu hingga Rave kembali menahan Levana.“Kenapa Lilian melakukan itu padamu? Apa yang menyebabkannya.. tidak, aku sangat mengenal sifat Lilian, dia melakukan itu pasti ada alasannya.” Rave terlihat menyangkal apa yang terjadi.Hentakan tangan Levana kembali membuat pegangan Rave di lengannya terlepas. “Tidak ada gunanya aku menceritakan apa yang terjadi padaku jika pada akhirnya kau akan menyangkal semua yang aku katakan.”“Itu karena semuanya tidak masuk akal untukku! Dengar, aku jauh lebih mengenal Lilian dibandingkan kau, itu sebabnya aku tidak percaya dengan semua yang kau katakan,” tutur Rave yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Levana.“Aku tahu itu,” jawabnya santai yang mana langsung berbalik dan hendak naik ke lantai atas.“Ke mana kau akan pergi? Aku belum selesai