Sudut pandang Valerie:Aku tersedak, lalu batuk-batuk sampai mengeluarkan air mata. Liana dan Aurel terus memberikan tisu kepadaku. Mereka juga memelototiku.Setelah menenangkan diri, aku menjelaskan, "Maksudku .... Sudah kubilang, ini pengobatan yang belum pernah digunakan sebelumnya. Dokter baru memikirkan teorinya saat kami mulai, jadi ....""Sebenarnya berapa kali kamu donor sumsum tulang belakangmu?" tanya Aurel dengan galak."Lima kali," jawabku dengan gugup. Entah kenapa aku merasa bersalah.Setiap kali gagal, aku terus meyakinkan diriku ini adalah yang terakhir kalinya. Sebelum Alisa benar-benar sembuh, Marcel sudah mencium Alisa seolah-olah tidak membutuhkanku lagi. Kondisiku waktu itu benar-benar menyedihkan.Aku menambahkan, "Semuanya dilakukan dalam periode waktu yang aman."Namun, Liana dan Aurel tidak ingin mendengar ucapanku lagi. Aurel kehilangan kendali dan memberi tahu Liana semua perbuatan jahat Keluarga Salim. Liana mengabaikan aku yang berusaha menjelaskan dan teru
Sudut pandang Marcel:"Kenapa? Apa terjadi sesuatu pada Alisa?" tanya Valerie seraya melipat kedua tangannya di dada.Nada bicara Valerie terdengar sarkastis. Aku mengira ucapanku akan membuat Valerie senang, seperti sebelumnya. Aku tahu kali ini Valerie benar-benar tersakiti, tetapi aku mengira bisa melihat mata Valerie berbinar-binar biarpun dia tetap berusaha menunjukkan ekspresi dingin.Biasanya Valerie bersikap seperti ini untuk memancingku menghiburnya. Namun, sekarang tatapan Valerie sangat dingin dan hatiku sakit saat melihatnya.Apa Valerie benar-benar ingin bercerai? Aku tidak berani bertanya. Dia pasti akan mengiakannya meski hanya untuk menyakitiku.Pikiranku sangat kacau sejak mendengar ucapan Adrian. Aku tidak berani membayangkan Valerie benar-benar meminta cerai.Valerie belum pulang hampir 1 minggu dan dia tidak berencana pulang dalam waktu dekat. Aku tidak terbiasa dengan hal ini. Suasana di rumah sangat berbeda sekarang, aku tidak merasakan kehangatan lagi.Sebelumnya
Sudut pandang Valerie:Apa aku salah dengar? Marcel tidak pernah menganggapku sebagai istrinya dan tetap berhubungan dengan saudaraku selama menikah denganku. Dia menyiksaku selama 5 tahun seolah-olah aku ini musuhnya. Namun, sekarang dia malah menuduhku menganggap pernikahan sebagai masalah sepela?Jadi, Marcel menganggap pernikahan kami sebagai apa? Sampah! Aku berusaha menahan amarahku agar tidak meneriakinya.Hanya saja, aku berbicara dengan dingin, "Ini memang pernikahan palsu! Tapi, setidaknya aku lebih menghargainya darimu.""Apa kamu mau bercerai karena ingin bersama Adrian?" tanya Marcel. Dia tertawa sinis.Adrian? Aku hanya mengirim pesan kepada Adrian dan dia menuduhku berselingkuh dengan Adrian? Aku menyahut, "Nggak. Bagaimana kalau aku bilang karena suamiku diam-diam mencium saudaraku?"Akhirnya aku memberi tahu Marcel hal ini. Aku tidak ingin mengungkitnya karena tidak ingin mempermalukan diriku sendiri lagi, tetapi Marcel terus mendesakku.Aku mengira bisa melupakannya.
Sudut pandang Valerie:Marcel menyahut, "Kamu memintaku menikahimu ...."Aku mengangkat tanganku lagi. Kali ini, Marcel menahan tanganku sebelum aku menamparnya. Dia menegur, "Cukup, Valerie! Apa maksudmu?"Aku menatap Marcel lekat-lekat sembari menjelaskan, "Kesepakatannya itu aku akan menyumbang darah, sumsum tulang belakang, dan organ lainnya yang dibutuhkan Alisa dariku. Kamu, orang yang kusukai selama bertahun-tahun, memberiku kesempatan untuk memenangkan hatimu."Hatiku sakit. Aku menambahkan, "Marcel, kamu yang datang mencariku dengan mengajukan kesepakatan ini. Apa kamu lupa?"Akhirnya, aku mengatakan hal ini. Air mataku mengalir saat aku menegaskan, "Kamu yang nggak mengikuti kesepakatannya!"Marcel memelotot dan mundur. Dia berkata terbata-bata, "Aku ... aku kira itu yang kamu inginkan ...."Aku menyela, "Kamu tahu aku mencintaimu dan kamu bisa membuat kesepakatan dengan melemparkan surat nikah kepadaku. Jadi, sebenarnya siapa yang dipermainkan?"Aku pikir aku akan marah saat
Sudut pandang Valerie:Siapa bilang menjaga etiket baik lebih bagus daripada marah-marah? Sebelumnya aku selalu menjaga etiket baik, tetapi yang kudapatkan hanya penghinaan, rasa sakit, dan ucapan terima kasih yang terlambat. Aku tidak ingin marah-marah. Namun, hatiku terasa lebih lega setelah meluapkan amarahku!Setelah marah-marah pada Marcel malam itu, aku melihat harapan baru dalam hidupku. Hatiku tidak sakit lagi karena Marcel dan aku bisa fokus memulai lembaran baru. Aku belum siap untuk melanjutkan hidupku saat menandatangani surat cerai, tetapi sekarang aku sudah siap.Aku merasa seperti terlahir kembali. Aku pikir aku membutuhkan waktu yang lama untuk menerima Marcel yang bersama Alisa setelah bercerai. Aku mengira aku masih bisa sakit hati, tetapi aku sudah mati rasa.Ternyata yang kubutuhkan hanya mencurahkan isi hatiku dan melupakan masalahku. Aku sudah mengakhiri hubunganku dengan Marcel."Bu Valerie?" panggil resepsionis kantor pusat Grup Malik. Dia tersenyum dan berucap,
Sudut pandang Valerie:"Maaf!" celetukku sambil mengalihkan pandanganku dari meja. Aku makin gugup saat berkata, "Aku ... maksudku ...."Aku merasa sangat malu. Aku memang tidak pandai bersosialisasi. Aku lebih memilih menulis naskah daripada menghadapi orang, apalagi pebisnis seperti Adrian."Tenang, aku cuma bercanda," ucap Adrian. Dia tertawa, lalu mengulurkan tangan dan melanjutkan, "Aku nggak menyangka kamu tertarik padanya."Aku tidak tahu bagaimana menanggapi komentar Adrian yang sepertinya memiliki makna terselubung. Jadi, aku memutuskan untuk mengabaikannya dan menanggapi ucapan Adrian sebelumnya, "Terima kasih atas perhatianmu. Perjalanannya nggak terlalu buruk."Aku berjabat tangan dengan Adrian dan menambahkan, "Aku naik MRT."Adrian tertawa. Aku tahu dia mempunyai reputasi buruk di sekolah sehingga tidak ada yang berani mencari masalah dengannya. Jadi, aku merasa terhibur melihat sikap Adrian yang ramah kepadaku. Aku pun merasa lebih tenang."Aku khawatir kamu nggak akan d
Sudut pandang Valerie:Ketika selesai mempresentasikan idenya, aku merasa malu sekaligus terkejut. Aku bisa-bisanya bicara selama dua jam tanpa henti? Di dalam lift, aku tak kuasa menutupi wajah sambil memikirkan apa yang baru saja terjadi.Adrian tersenyum padaku dengan tatapan penuh semangat, bahkan mengangguk sepanjang pembicaraan dan mengajukan beberapa pertanyaan sederhana hingga aku benar-benar lupa waktu.Bayangkan saja, aku baru menghabiskan seluruh pagi seorang miliarder yang urusan bisnisnya jauh lebih penting daripada filmku ....Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi Adrian saat itu. Ketika aku mendongak, dia tersenyum licik dan seakan-akan bisa membaca pikiranku lagi."Um, aku sebaiknya ...." Aku meletakkan iPad sambil menunjuk ke pintu, lalu memberi tahu, "Makasih banyak sudah mendengarkan!"Mendengar itu, Adrian sontak tertawa. "Kamu bahkan nggak mau tahu keputusanku?" tanya Adrian sambil tersenyum. Tatapannya yang dalam dan berkilau terlihat menggoda di balik kacamat
Sudut pandang Valerie:Aku berbalik ke arah Adrian dengan jantung berdebar dan kepala pusing setelah mendengar kata-kata provokatif Marcel. Kemudian, aku berujar, "Pak Adrian, mohon maaf!" Apa mereka memang selalu bicara dengan cara seperti ini? Rasanya lebih mudah untuk memercayai hal itu daripada berpikir bahwa Marcel bersikap agresif karena aku."Kenapa kamu minta maaf untuknya?" Adrian menyeringai padaku. Reaksinya benar-benar di luar dugaanku."Mungkin kamu lupa, dia itu istriku!" jawab Marcel dengan cepat, seolah sudah lama menunggu kesempatan untuk menyatakan hal tersebut."Aku bukan istrimu!" Aku menyentaknya, lalu menarik napas dalam-dalam. Kemudian, aku menoleh ke arah Adrian sambil memberi tahu, "Pokoknya, aku minta maaf. Soalnya kamu mungkin tersinggung karenaku ....""Nggak perlu minta maaf," ucap Adrian yang kembali tersenyum. Dia menatap Marcel, tetapi lanjut berbicara padaku, "Aku nggak merasa kalian ini masih pasangan, jadi nggak ada alasan untuk bikin kamu bertanggun
Sudut pandang Valerie:Aku menatap ke atas dengan terkejut dan melihat Alisa menangis. Menangis seperti boneka yang sangat tersakiti, dia menghapus wajahnya, tetapi air mata terus mengalir begitu cepat sehingga tetesan-tetesannya terus jatuh di dekat kakiku.Tidak ada hal baik yang terjadi saat dia menangis."Ibumu memohon pada Ayah untuk membawamu pulang ...." Alisa menangis begitu keras hingga napasnya terengah-engah, dan itu membuat ucapannya terputus-putus. "Kalau kamu sangat ingin pergi, pergilah, tapi Ayah menyelamatkanmu ketika ibumu sudah menjadi dingin karena obat-obatan yang dia pakai! Ayah pasti akan menyelamatkannya kalau dia …!""Kamu pikir aku akan percaya kebohongan kejammu?" dengusku kepada usahanya yang gagal. Aku mencoba berdiri dengan pergelangan kaki yang terpelintir. "Pemadat? Serius? Kamu sendiri yang bilang kalau aku dibuang di panti asuhan, perlu aku ingatkan?"Alisa tidak pernah pemalu kecuali saat dia berbohong. Dia tahu bahwa bermain sebagai korban akan membe
Sudut pandang Valerie:Mengapa Marcel bahkan membantu tadi?Aku menatap Marcel, terkejut. Kupikir dia lebih baik dari Joshua Salim. Kupikir meskipun dia peduli kepada Alisa, dia orang yang baik, tidak seperti Joshua Salim."Aku nggak akan tinggal." Aku menahan amarahku yang perlahan membakar rasionalitasku. "Aku nggak peduli tentang berkas-berkas itu. Ingat saja, bigami itu adalah kejahatan."Dia pikir seberapa besar pengaruh perasaanku kepadanya yang tersisa? Aku tidak ingin melakukan apa pun untuk mereka karena aku tidak ingin membuang-buang waktuku untuk mereka, bukan karena mereka bisa begitu saja menginjakku."Aku nggak berniat menikahi Alisa." Marcel mengangkat berkas. "Aku hanya ingin kesempatan lain. Kamu ingin kesempatan dariku, dan itu yang aku inginkan sekarang ….""Aku sudah memberikan segalanya untuk kesempatan itu!" bentakku dengan marah. Dia tahu bagaimana cara membuatku kesal. "Anggap saja kamu bukan memintaku tinggal demi Alisa, caramu meminta adalah dengan mengancamku
Sudut pandang Marcel:"Apa maksudmu ...?" Suara Val bergetar karena ketakutan ketika aku mendekat. Dia melemparkan pandangan acuh tak acuh kepadaku, seolah-olah aku tidak ada di sana. Matanya merah karena menangis dan tinjunya gemetar.Apa yang mungkin dikatakan Joshua Salim kepadanya? Val bahkan tidak sekalut ini saat dia memberiku berkas-berkas itu."Kamu selalu mengira aku memalsukan berkas adopsimu," kata Joshua Salim dengan desahan berat. "Kamu benar. Aku nggak mengadopsimu dari panti asuhan. Aku menemukanmu di Dasira, di pelukan ibumu yang sudah dingin.""Kamu bohong!" desis Val kepada Joshua Salim seperti anak kucing kecil yang terluka. Telinganya akan terlipat ke belakang jika saja dia memilikinya. Dia menggelengkan kepala, dan air matanya jatuh, tetapi dia bahkan tidak merasakannya. Dia berbalik untuk meraih kaos Adrian dengan tatapan teraniaya, dan aku menatap tajam Adrian."Bawa dia keluar dari sini," kataku kepada Adrian sebelum aku berbalik menghadap Joshua Salim. "Kamu ng
Sudut pandang Marcel:Aku bertengkar dengan Adrian.Aku melihat Val bersama Adrian di tempat parkir, sedang berbicara, terlihat bahagia. Aku sebenarnya bisa saja pergi dan memberi Val berkas yang sudah ada di mobilku, yang sudah seperti tempat tinggalku beberapa hari ini. Namun, aku tidak melakukannya. Aku tidak terburu-buru memutuskan satu-satunya hubungan yang tersisa antara aku dan Val.Aku mengikuti mobil mereka, tidak yakin apa tujuanku melakukannya. Pembicaraan lain setelah Adrian mengantarnya pulang? Apa gunanya percakapan lain? Semua yang kulakukan sekarang hanya mendorong Val makin jauh. Meskipun begitu, aku mengikuti mereka seperti anak yang tersesat.Adrian si berengsek itu segera menyadari keberadaanku dan menghilang di tengah lalu lintas. Dia seorang pembalap, satu-satunya hal yang tidak bisa aku kalahkan darinya.Ketika akhirnya aku berhasil menyusulnya, Val sudah pergi menemui Alisa. Aku mengakui diriku kesal. Alisa tidak dalam kondisi mendesak dan Adrian seharusnya tida
Sudut pandang Valerie:Joshua Salim tidak ingin aku menemukan keluarga asliku. Tentu saja tidak. Dia ingin aku terikat pada kotanya, pada Alisa, seumur hidup! Entah apakah aku bahagia atau menderita dalam prosesnya, dia tidak peduli.Melihat wajah dingin Joshua Salim, aku tidak bisa mengerti mengapa dia membenciku begitu dalam. Aku akan mengerti jika Alisa membutuhkanku. Apa yang Joshua lakukan tidaklah pantas, tetapi setidaknya dia melakukannya karena cinta kepada putrinya.Mengapa sekarang Joshua menghalangiku?Golongan darahku langka, tetapi bukan berarti aku satu-satunya. Setiap provinsi memiliki bank darah rhesus negatif dan di kota kami adalah salah satu yang terbaik. Selama kebutuhan Alisa masih dalam rentang yang biasa, itu tidak akan menjadi masalah bagi keluarga kaya seperti Keluarga Salim.Jadi, kenapa Joshua masih menahanku di sini?"Aku nggak butuh rencana karena aku nggak buru-buru mencari orang tua kandungku." Aku memecah keheningan canggung setelah pertanyaan Adrian. "M
Sudut pandang Valerie:Anak buah Joshua Salim mempercepat langkah mereka dan mengepung kami, semua dengan wajah datar dan mata yang tersembunyi di balik kacamata hitam yang dingin."Adrian …?" Suaraku bergetar."Ambil tiketnya." Adrian meletakkan tiket di tanganku, berdiri di depanku. "Kamu akan baik-baik saja. Nggak ada yang bisa menyentuhmu hari ini, selama aku ada di sini.""Pak Adrian." Joshua Salim mengangguk kepada Adrian dengan senyum. "Senang bertemu denganmu di sini.""Kurasa aku bisa bilang hal yang sama kepadamu." Adrian menghalangiku dengan tubuhnya. "Mau pergi ke mana, Pak Joshua, kalau boleh aku tanya?"Joshua Salim melengkungkan bibirnya dengan penuh penghinaan, tetapi kemudian menjawab dengan tenang, "Dasira."Jantungku mencelus. Joshua datang untuk aku, dan dia tahu apa yang aku rencanakan. Aku tahu dia licik dan berhati hitam, dan aku baru saja menyaksikan bagaimana dia menjinakkan Alisa. Namun, tetap saja. Aku belum pernah merasa setakut sekarang ini kepada pria yang
Sudut pandang Valerie:Aku menatap pria itu. Tubuhku membeku karena otakku tidak bisa memberikan perintah akibat memproses terlalu banyak pertanyaan.Apakah Joshua Salim yang mengirim orang itu? Mengapa Joshua masih ingin aku tetap tinggal? Bagaimana dia tahu aku ada di sini? Aku tidak memberi tahu siapa pun, bahkan rencana ini begitu mendadak dan tidak terduga! Alisa? Gerry? Marcel? Tidak ada yang tahu! Bahkan Aurel dan Liana!"Val, tarik napas!" Adrian mengguncangku dan aku berbalik perlahan menghadapnya, air mata mengaburkan pandanganku. "Ini Timmy, sekretarisku. Maaf aku membuatmu takut, tapi kamu harus tarik napas. Val!"Aku terengah-engah, menyandarkan diri pada mobil Adrian, berkedip saat otakku yang terkejut perlahan memprosesnya. Air mata mengalir di wajahku."Aku kira …." Aku menggigit bibirku. Suaraku terputus. Satu kata lagi pasti akan membuatku menangis keras."Aku tahu, aku tahu ...." Adrian memelukku, mengelus punggungku dengan lembut. "Kamu baik-baik saja, kamu aman. Ma
Sudut pandang Valerie:"Kamu yakin nggak apa-apa? Kamu boleh menangis kalau mau," tanya Adrian untuk ketiga kalinya begitu aku kembali ke mobilnya. Aku bilang dia tidak perlu menungguku, tetapi dia tetap berada di tempat parkirnya ketika aku keluar, sama terkejutnya denganku ketika melihatku.Aku tidak terlalu sedih. Tidak seperti saat aku menemukan kebenaran tentang "keluargaku", tentang bagaimana mereka semua mengkhianatiku dan ingin memutuskan hubungan denganku. Mereka membeli hidupku untuk putri mereka yang tercinta, apa salahnya?Sebenarnya, aku senang putri mereka akhirnya sembuh sekarang. Mereka tidak membutuhkanku lagi."Alisa sudah baik-baik saja sekarang. Kondisinya stabil." Aku memberi tahu Adrian, merasakan kelegaan yang telah lama hilang. "Mungkin mereka bahkan nggak akan mengejarku kalau aku bilang akan pergi.""Dia sembuh hanya dengan mengeksploitasimu!" keluh Adrian kesal sambil memutar matanya."Maksudku, kalau dipikir-pikir, mereka membayar biaya hidupku dan pendidika
Sudut pandang Valerie:Oh, semua masuk akal sekarang. Pantas saja Alisa menghubungiku, dengan membangun ilusi damai antara kami berdua di depan Ibu Angkat pula. Alisa panik karena dia pikir Marcel telah melihat sisi buruknya yang sebenarnya.Tunggu, tidak, itu tidak masuk akal sama sekali.Itu tidak seperti Marcel sama sekali. Bukankah seharusnya dia memukuli Liam Kusuma habis-habisan karena mencemarkan nama malaikatnya yang murni?Akhirnya, setelah sekian tahun, Alisa melangkah melewati batas yang bahkan tidak bisa ditoleransi oleh cinta buta Marcel?Sekarang, inilah kesenanganku, melihat bahwa Alisa akhirnya mengerti apa itu rasa takut."Rasanya aku ingat kamu bilang nggak masalah meskipun aku mengatakan yang sebenarnya, dan dia tetap akan mencintaimu apa pun yang terjadi," kataku sambil memiringkan kepala ke arah Alisa. "Malam itu, ketika kamu pamer tentang bagaimana dia melamarmu, ingat? Kamu bahkan menantangku untuk memberitahunya ….""Dasar jahanam!" desis Alisa ke arahku, tetapi