Gue memeriksa tulisan yang akan gue posting di salah satu fanspage di f******k yang gue kelola, setelah dirasa gak ada kesalahan kata atau pengetikan, akhirnya gue memutuskan untuk memposting tulisan tersebut.
"Serius amat gue liat-liat."
Gue melirik sekilas ke samping kanan, di mana suara itu berasal, di sana ada Tania yang sedang asik meminum brown sugar boba favoritnya. Oh iya, Tania ini satu-satunya orang yang bertahan temenan sama gue, alias dia sahabat gue sejak smp sampai detik ini gue udah jadi penulis novel di salah satu penerbit. Gue gak tahu apa alasan dia bisa tahan sahabatan sama gue, yang kata orang gue itu gak bisa basa-basi, kalau ngomong gak pernah disaring, dan sering sinis. Well, itu kata orang-orang, gue sih gak terlalu merasa gue seperti itu, ya.
"Astaga! Lo masih jadi admin fanspage hatersnya Gibran!"
Gue mengangkat kedua bahu untuk menjawab pertanyaan Tania.
Seperti yang tania bilang, gue Thamina Fakhriana, seorang admin dari fanspage yang postingannya selalu memojokan dan menilai buruk Gibran, si artis songong dan sok kegantengan itu. Bisa dibilang gue founder sebenernya, bukan sebatas admin. Fanspage yang gue kelola ini bahkan udah mendapat 50 ribu likes lebih, itu berarti banyak dong yang benci sama dia, bukan gue doang? Jujur aja gue gak pernah benci banget sama artis sampe seniat ini bikin fanspage buat jelekin dia. Tapi entah kenapa si Gibran songong ini gak bisa gue abaikan begitu aja. Rasanya kalau ketemu pengen buang sampah depan mukanya, saking gue gedegnya liat mukanya. Pertama kali gue benci dia, ketika di suatu wawancara dengan gaya ngehenya dia ngehina salah satu wartawan dan jadikan bahan hinaan itu sebagai candaan, bagi gue itu bukan hal yang dibenarkan.
Nama fanspagenya adalah 'Gibran Rahandi si songong'. Gue cetusin nama itu ya karena dia cuman aktor menye-menye yang filmnya kebanyakan genre romantis tapi cringe, tiap filmnya tayang pasti gimmick cinlok sama pasangannya di film, gak ada karya bagus yang dia hasilkan intinya. Aktingnya juga jelek menurut gue, tapi entah kenapa tuh para sutradara masih mau ngontrak Gibran buat main di filmnya.
"Tha, berapa kali sih gue bilang, stop untuk nulis postingan yang menggiring untuk orang-orang benci Gibran. Sakit hati gue baca tulisan-tulisan lo di fanspage itu."
Gue mendelik kesal ke arah Tania. Kesal karena dia terus-terusan ngomong kayak gitu ketika dia tahu gue baru posting hal yang menjelekan idolanya. Mata dia buta apa gimana sih, astagfirullah. Udah gue beberin fakta jelek tentang si Gibran, masih aja dia jadi fans fanatik si artis gak punya karya itu. Asal kalian tahu, saking fanatiknya si Tania ngefans sama si Gibran, di kamar Tania banyak banget poster Gibran yang menurut gue pose gayanya norak abis. Tania bahkan ngoleksi dvd film yang Gibran bintangi. Gue tahu film-film si Gibran jelek, ya karena Tania sering maksa gue buat nemenin dia nonton. Gak mau sebenernya, tapi setelah dipikir-pikir gue rasa gue bisa dapat bahan untuk postingan di fanspage dari film yang gue tonton atas paksaan Tania. Bahkan Tania punya tanda tangan Gibran di baju, topi, buku dan barang lainnya yang gue lupa apa aja saking banyaknya.
Gue bingung banget kenapa si Tania bisa sefanatik itu ngefans sama si Gibran. Untung aja dia sahabat gue, kalau bukan udah gue tabok kali si Tania, soalnya selalu nge-fangirling Gibran di depan gue yang jelas-jelas benci sama si artis songong itu.
"Mau lo nyerocos ampe berbusa buat minta stop, gak bakal gue jabanin Tania! Maaf-maaf aja nih, kalau soal urusan si artis songong itu, gue gak bisa dengerin atau nurutin omongan lo. Gue juga udah berkali-kali jelasin kenapa gue benci sama idola lo, dan sekarang gue udah ditahap capek buat jelasin ke lo, jadi mending lo diem, oke. Kita masing-masing urusan kalau soal idola sok kegantengan lo itu."
Tania menggeram kesal tentu saja, tapi gue gak peduli, udah biasa juga nanggepin Tania yang kayak gitu.
"Sekali-kali gue ajak lo fanmeeting deh sama Gibran, biar tahu Gibran yang sebenernya kayak gimana."
Gue mendengus kesal, nonton filmnya aja ogah-ogahan gue, apalagi ketemu langsung, idih artis top kali dia pake ada fanmeeting segala.
"Udah ah capek gue bahas Gibran sama lo, gak ada kelarnya. Oh iya, novel lo udah selesai belum yang terakhir?"
Gue menyunggingkan senyum penuh kemenangan, Tania mengalihkan pembicaraan.
"Udah gue kirim ke editor, tinggal nunggu apa yang harus direvisi. Agak takut sih, soalnya novel ini salah satu yang agak sulit gue selesain, takutnya banyak yang harus diubah."
"Jangan pesimis dong, justru karena novel yang terakhir ini lama diselesainnya, itu berarti lo bener-bener pikirin dengan mateng ceritanya supaya berbeda dengan karya lo sebelumnya. Setelah ini, mimpi lo apasih? Kayaknya lo di zona nyaman mulu jadi penulis novel aja."
Jujur aja gue mengerenyitkan dahi gue bingung, karena pertanyaan yang diajukan Tania gak pernah dia lontarkan sebelumnya.
"Jujur agak bingung sih, karena gue nyaman banget nulis. Tapi setelah dipikir-pikir, gue ke pengen salah satu novel yang udah naik cetak bisa difilm-in, terus gue kontribusi untuk ikut nulis skenario filmnya supaya cerita novelnya gak banyak perubahan. Soalnya gue takut banget kalau cerita novel diadaptasi jadi film tuh kadang suka jauh banget plotnya dari novel."
Jujur kalau udah bahas novel dan cerita, gue nyaman banget ngobrolnya sama Tania, bertolak belakang dengan obrolan yang menyangkut-pautkan 'Gibran'. Tania juga seorang penulis, makannya gue nyaman sahabatan sama dia, kita bisa tukar pikiran, ide dan sharing tentang tulisan. Tapi kebanyakan novel karya Tania genrenya lebih banyak fantasi, sedangkan gue agak bervariasi, chiklit, romansa, fantasi, teenfiction, horor dan lainnya walaupun nyamannya gue di romansa dan teenfiction.
***
Sembari menunggu revisian dari editor, gue memutuskan untuk memulai cerita baru yang idenya baru keluar di malam hari kayak gini. Alamat begadang ini mah nulis ceritanya. Soalnya kalau gak ditulis langsung, si ide cerita bisa lupa atau gak akan sama daripada pas terlintas. Pernah beberapa kali nunda dan hanya nulis garis besarnya, yang ada idenya jauh dari ekspektasi yang dibayangkan, jadi ya prinsip gue kalau udah ada ide ya secepatnya ditulis, mau kapanpun itu.
Gue meregangkan tangan dan jari-jari tangan gue, agak kaku rasanya setelah nulis 10 lembar cerita dari ide yang terlintas tadi. Seenggaknya sebagian idenya udah tergambar dari sinopsis yang gue buat.
Setelah menutup laptop, gue pun mengambil ponsel yang sedari tadi gue charge di nakas samping tempat tidur.
Gue mulai membuka fanspage 'haters' yang gue kelola itu. Niatnya mau lihat komenan yang sependapat sama gue, karena baca komenan yang sependapat dam sefrekuensi sama gue adalah hal yang menyenangkan.
Di fanspage ini gue menyamarkan nama gue, karena gue gak mau nama gue jelek dan diserang sama fansnya si Gibran. Males banget nyampurin pekerjaan dan kehidupan pribadi, karena gue udah membuat sekat di antara itu, dan gue juga gak mau orang lain atau penikmat novel gue tahu bahwa gue adalah orang dibalik fanspage hatersnya Gibran. Cukup Tania yang tahu.
Gibran Rahandi Cringe
Lihatlah, si artis sok kegantengan ini atittudenya bener-bener nol. Dia marahin tukang sate dan lempar satenya ke tong sampah hanya karena penjualnya gak misahin bumbu kacang di sate yang dia pesen. Seolah-olah dunia harus tahu dia, makanan yang disukai dan enggaknya. Dia bahkan gak pesen buat bumbu satenya dipisah.
[Play Video]
đź‘Ť15k đź’¬1524 --> 256
Gue mengklik komentar yang ternyata udah banyak itu, dan rentetan caci maki untuk Gibran sudah berbaris di sana.
Daniayaya
Idih narsisnya tingkat dewa. Artis top kali dia, semua orang harus tau kesukaannya.Ani Khoiruni
Mantap kali lah fp ini, selalu up to date.Lheni cynx Gibran salawasnua
gK uSAh piTnah2 BEbeb gwe kyk gt dEeeh!!!!Gue segera mengclose akun f******k gue setelah membaca tulisan alay itu, rasanya mata gue pedih bukan main. Padahal niat awal mau bacain komen-komenannya mumpung belum ngantuk, tapi tulisan alay fans si Gibran bener-bener ganggu.
Gue bingung banget sama fans yang menyelami akun haters idolanya, bisa-bisanya spesies seperti mereka ini punya waktu buat bales-balesin dan ngelawan komenan yang jelekin idolanya, di lapak haters lagi, yang udah pasti banyak tulisan kebencian. Kalau nyerang orang yang ngejelekin idolanya di akun idolanya, ya itu bolehlah. Ini udah pada tempatnya, akun haters, masih aja mau belain idolanya yang udah jelas dia gak akan menang.
Bersambung
(Selesai ditulis pada hari senin, 21 Juni 2021, pukul 00.44 wib).
Gue mengerenyitkan dahi bingung saat lihat pesan dari Mas Angga, staff di penerbit yang menaungi karya gue. 'Buka email, Tha. Ada tawaran menarik tuh.' Begitulah kira-kira pesan dari Mas Angga. Gue segera membuka laptop, lalu nantinya membuka email. Kalau email mengenai pekerjaan emang gue simpen khusus di laptop, kalau di ponsel ya email pribadi aja buat daftar-daftar aplikasi. "Demi apa!" Ucap gue histeris setelah email yang Mas Angga maksud gue baca. Gimana gue gak histeris, Novel ke empat gue yang judulnya 'Mata untuk Anjani' ditawarin buat diadaptasi jadi film. Seneng sih, salah satu 'anak' gue akhirnya ada yang mau jadiin film. Gue segera membuka ponsel, untuk membalas pesan Mas Angga. 'Mas emailnya udah gue buka. Gue sih seneng-seneng aja karya gue diadaptasi jadi novel, tapi gue takutnya kalau diad
"Tan, kita mau ke mana sih? Kita udah berjam-jam loh di perjalanan, belum nyampe-nyampe juga. Lo menyia-nyiakan waktu gue tau! Kalau gue di Apartemen sekarang, mungkin gue udah bisa selesain satu bab novel yang lagi gue tulis!" Ucap gue kesal, sekaligus memecah keheningan. Jam 7 pagi tadi, tiba-tiba Tania udah nangkring di sofa ruang tengah apartement gue, katanya dia mau ngajak gue ke Bandung, sepagi ini. Dia gak bilang ngajakin gue buat survey lokasi, cari ide, refreshing atau ngajak liburan, seperti sebelum-sebelumnya. Dia cuman mau gue ikut sama dia katanya dengan buru-buru dan ya gue sampai gak sempet mandi. Lagian ngajak keluar kota dadakan banget. Seenggaknya kalau dia bilang dari kemaren atau pas malem, gue udah siap pas dia datang ke Apartement gue. "Alhamdulillah nyampe juga." Gue melirik Tania yang berada di belakang stir kemudi mobil yang sedang meregangkan tangannya. Mungkin dia pegel nyetir dari Jakarta ke
Gue menghela nafas lelah, kemudian menjatuhkan tubuh gue ke kasur. Kepala pusing, mata bengkak, ingus meler, cukup membuat gue kayak orang stress. Gue menutup mata, mencoba meresapi semua yang terjadi. Jujur aja, baru kali ini gue dan Tania bisa berantem sehebat itu. Padahal Tania tahu gue benci artis idolanya sedari dulu, bahkan mungkin sebelum Tania ngefans ke si artis sialan itu. Tania satu-satunya orang yang bisa jadi sahabat gue, yang bisa menerima keanehan gue, dan sekarang gue udah gak bisa menganggap dia sebagai sahabat gue lagi kayaknya. Gue membuka mengerejapkan mata pas ponsel yang sedari tadi gue pegang bergetar. Ada telpon dari Pak Rama. Gue mendudukan tubuh, menghela nafas dan mencoba untuk baik-baik aja walaupun rasanya gak bisa. Gue harus bersikap profesional untuk menerima telpon itu. "Hallo, assalamualaikum, Pak." "Wa'alaikumsalam, Thami. Kamu s
Thami, dua minggu lagi proses syuting akan segera dimulai, kami sudah menemukan aktor dan aktris yang cocok untuk memerankan tokoh-tokoh yang ada di novel. Sekarang lagi proses reading, kalau kamu punya waktu, boleh datang ke kantor seperti biasa.' Tiga minggu gak ada kabar kejelasan mengenai pemerannya, tiba-tiba udah sampe reading aja. Cukup istighfar dah gue. Gue kira kurang lebih dalam tiga minggu gak ada kejelasan tuh, pihak production pusing nentuin pemerannya, ternyata udah sampai reading aja, itu berarti ya semua pemeran dari utama sampai figuran udah ada dong. Ya, pada akhirnya, se-selektifnya gue di projek film yang diangkat dari novel gue, akan kalah dengan keputusan mereka yang gak bisa diganggu gugat. Ya udahlah kalau pemerannya udah pada ketemu, semoga sesuai harapan aja. Niat gue sekarang adalah diem di Apartement, dan kalau proses syuting udah mau dimulai, baru deh gue l
Heh! Demi apa gibran jadi pemeran film mata untuk Anjani? KOK LO GAK NGOMONG KE GUE?!!!'Pagi-pagi udah disodorin chat whatsapp dari Tania. Antara gue harus bersyukur atau sedih, karena dia ngechat gue lagi tapi tentu aja gara-gara si Gibran meranin Kahfi. Mana ada orang yang udah ngeblokir nomor temennya dua bulan lebih, gak mau kontakin lagi, tiba-tiba ngechat berhubungan sama idolanya. Ada rasa bersyukur sedikit sih, karena dari typingnya Tania, dia udah keliatan 'biasa' lagi ke gue, tapi tentu aja bukan gue yang dia cari.Kalau boleh jujur, sekalinya gue dikecewain atau dikhianatin sama seseorang, entah itu teman atau sahabat atau bahkan keluarga, karakter gue gak akan bisa balik seasik dulu sebelum dikecewain, karena meskipun mulut gue ngucapin maaf, tapi pikiran dan hati gue selalu ingat kejadian yang mengecewakan itu ketika ketemu orangnya.Jadi dengan kesimpulan itu, gue cuman baca chat d
Beberapa meter dari gue, terhalang pohon pinus tapi masih gue bisa lihat jelas, Gibran dan Anindita--salah satu aktris kesukaan gue, sekaligus pemeran di film untuk Anjani-- lagi asik ciuman. CIUMAN, gue tekenin.YA ALLAH, MATA GUE TERNODAI!Gue emang bukan orang alim, gue juga pernah nonton scene ciuman di drakor atau baca di novel, tapi nyaksiin secara langsung ya baru sekali seumur hidup."LAGI NGAPAIN KALIAN?!"Ini mulut gue kenapa sih? Udah coba ditahan pake tangan, masih aja bisa teriak kayak gitu.Tentu aja dua orang yang tengah saling menyalurkan rasa nafsu lewat ciuman itu langsung tersentak kaget dan saling melangkah mundur satu sama lain. Jangan lupa tatapan tajam yang mereka lontarkan ke arah gue."Ngapain lo di sini?!"Lah? Harusnya gue kan ya, yang nanya ngapain mereka cuman berduaan di sini pake ciuman segala. Ini yang nanya kayak g
***Gue mengucek mata dengan kesal saat merasa ada yang menggoyangkan tubuh gue agak brutal."Tha ayo bangun! Kebo banget lu elah."Gue mendudukan diri dengan kaki terlipat, lalu membuka mata gue lebar untuk mengetahui siapa yang bisa masuk ke apartement gue sepagi ini."Lo masih aja kebo kalau dibangunin."Gue mendengus kesal dalam hati, tentu aja gue baru inget kalau cuman gue dan Tania yang bisa masuk ke Apartemen ini, dan gue gak pernah ganti password apartemen, ketika waktu itu Tania ganti password apartemennya."Tha, ajakin gue ke lokasi syuting mata untuk Anjani dong. Pengen lihat Gibran." Pintanya dengan muka memelas.Gue yang baru bangun, Tania yang tiba-tiba datang setelah dua bulan lebih 'gak inget' gue, buat gue agak lemot dikit untuk berpikir pagi ini."Apaan sih lo ganggu tidur gue deh! Lo aja sana berangkat sendiri." U
Gue menghembuskan nafas pelan, mencoba menahan rasa kesal yang melonjak naik. Udahlah, si manusia songong satu itu emang sensitif dan benci gue deh kayaknya. "Mbak Ana, perasaan si orang aneh ini muncul di lokasi syuting mulu? Emang kepentingan dia apa di sini? Atau sodarao mbak?" 'Si orang aneh', julukan yang Gibran kasih ke gue, jari telunjuknya mengacung menunjuk gue. Lah, atas dasar apa dia ngasih julukan itu? Yang ada gue kan yang pantes ngasih dia julukan, si ngeselin, artis songong, biang masalah. Yang bikin gue kesel adalah, jarinya dia cuman beberapa senti dari muka gue. Niat banget dia jalan dari posisinya ke arah gue cuman buat nunjuk, ngasih julukan dan nanya begitu ke Mbak Ana. Gue melirik Mbak Ana, ingin melihat reaksi dia yang tiba-tiba ditodong pertanyaan aneh sama si artis songong yang ada di depan gue ini. Mbak Ana tertawa mendengar pertanyaan Gibra
'Pihak management dan film akan merencakan kembali penayangan film Mata untuk Anjani meskipun aktor dan aktris yang memerankan tokoh penting di film tersebut terlibat skandal''Berita terpanas! Aktor tampan Gibran Rahandi dan Aktris cantik Anindita terlibat skandal panas, berciuman di area lokasi syuting film!'Setelah mengscroll sosial media selama beberapa menit, akhirnya gue bisa tahu awal permasalahan kenapa si Gibran dan dua ceweknya bisa datang ke apartemen gue. Ya walaupun tadi mereka jelasin dikit tentang permasalahannya, tapi gue gak menyimak semuanya karena jujur udah takut tapi kesel sendiri sama tuduhan yang bahkan gak.gue lakuin, meskipun gue sebagai 'saksi'.Setelah melihat video yang beredar pun, sudut pandang video itu bahkan diambil dari jarak jauh dan di zoom, sedangkan gue mergokin mereka ya kaget dan pulang dari toilet aja udah.Sebenernya, mau netijen ngegibahin dan ngecam mereka, gue
*Boleh gak sih kalau nangis karena bahagia sama bangga? Akhirnya dong, film mata untuk Anjani mau tayang. Jujur, bukan main senengnya. Dua minggu lagi bakal ada premier filmnya, sebelum akhirnya nanti tayang di seluruh bioskop tanah air.Tahu banget gimana prosesnya, dari diskusi skenario, casting pemain, sampai akhirnya reading dan syutingnya yang gak sebentar, belum lagi proses editing dan satuin setiap scene nya itu butuh waktu 3 sampai 4 bulan. Ternyata proses film untuk tayang tuh serumit itu ya, padahal dulu sebelum tahu setiap nonton film bisanya ngedumel kalau plot atau endingnya kurang. Dulu, novel yang gue tulis diangkat jadi film tuh mimpi, sekarang emang tercapai, tapi kayaknya kalau ada tawaran ke karya lain, gue harus pikirin dengan mateng.Gue emang orangnya agak ngeyel, keras kepala, dan perfeksionis, jadi pas salah satu karya yang gue tulis mau diadaptasi jadi film, rasanya gue harus ikut buat berkontribu
Gue refleks bangkit dari posisi gue menghiraukan ucapan Pak Rama yang belum selesai dan berusaha berlari sekuat tenaga saat melihat beberapa meter di depan gue akan ada kejadian yang agak mengerikan.'BRAK!'Dalam hitungan detik kejadiannya begitu cepat, gue berasa kayak orang linglung dan bego."Thami!""Thami!"Gue mulai tersadar dari kelinglungan dan kebegoan gue ketika orang-orang menyerukan nama gue.Gue meringis saat kaki kanan gue gak bisa digerakin, dan baru sadar ternyata batang pohon yang lumayan panjang dengan diameternya seukuran paha gue, udah ada di atas betis kaki gue.Ngilu dan gak bisa digerakin."Lo ngapain sok jadi pahlawan sih!""Bukannya bilang makasih malah ngomong begitu!"Gue gak peduli dengan percakapan Anara dan Gibran, gue cuman bisa meringis ketika beberapa orang crew mencoba mengangkat batang pohon itu.Tadi, gue lihat Anara sama Gibran lagi ngobrol, terus gak
Gue menghembuskan nafas pelan, mencoba menahan rasa kesal yang melonjak naik. Udahlah, si manusia songong satu itu emang sensitif dan benci gue deh kayaknya. "Mbak Ana, perasaan si orang aneh ini muncul di lokasi syuting mulu? Emang kepentingan dia apa di sini? Atau sodarao mbak?" 'Si orang aneh', julukan yang Gibran kasih ke gue, jari telunjuknya mengacung menunjuk gue. Lah, atas dasar apa dia ngasih julukan itu? Yang ada gue kan yang pantes ngasih dia julukan, si ngeselin, artis songong, biang masalah. Yang bikin gue kesel adalah, jarinya dia cuman beberapa senti dari muka gue. Niat banget dia jalan dari posisinya ke arah gue cuman buat nunjuk, ngasih julukan dan nanya begitu ke Mbak Ana. Gue melirik Mbak Ana, ingin melihat reaksi dia yang tiba-tiba ditodong pertanyaan aneh sama si artis songong yang ada di depan gue ini. Mbak Ana tertawa mendengar pertanyaan Gibra
***Gue mengucek mata dengan kesal saat merasa ada yang menggoyangkan tubuh gue agak brutal."Tha ayo bangun! Kebo banget lu elah."Gue mendudukan diri dengan kaki terlipat, lalu membuka mata gue lebar untuk mengetahui siapa yang bisa masuk ke apartement gue sepagi ini."Lo masih aja kebo kalau dibangunin."Gue mendengus kesal dalam hati, tentu aja gue baru inget kalau cuman gue dan Tania yang bisa masuk ke Apartemen ini, dan gue gak pernah ganti password apartemen, ketika waktu itu Tania ganti password apartemennya."Tha, ajakin gue ke lokasi syuting mata untuk Anjani dong. Pengen lihat Gibran." Pintanya dengan muka memelas.Gue yang baru bangun, Tania yang tiba-tiba datang setelah dua bulan lebih 'gak inget' gue, buat gue agak lemot dikit untuk berpikir pagi ini."Apaan sih lo ganggu tidur gue deh! Lo aja sana berangkat sendiri." U
Beberapa meter dari gue, terhalang pohon pinus tapi masih gue bisa lihat jelas, Gibran dan Anindita--salah satu aktris kesukaan gue, sekaligus pemeran di film untuk Anjani-- lagi asik ciuman. CIUMAN, gue tekenin.YA ALLAH, MATA GUE TERNODAI!Gue emang bukan orang alim, gue juga pernah nonton scene ciuman di drakor atau baca di novel, tapi nyaksiin secara langsung ya baru sekali seumur hidup."LAGI NGAPAIN KALIAN?!"Ini mulut gue kenapa sih? Udah coba ditahan pake tangan, masih aja bisa teriak kayak gitu.Tentu aja dua orang yang tengah saling menyalurkan rasa nafsu lewat ciuman itu langsung tersentak kaget dan saling melangkah mundur satu sama lain. Jangan lupa tatapan tajam yang mereka lontarkan ke arah gue."Ngapain lo di sini?!"Lah? Harusnya gue kan ya, yang nanya ngapain mereka cuman berduaan di sini pake ciuman segala. Ini yang nanya kayak g
Heh! Demi apa gibran jadi pemeran film mata untuk Anjani? KOK LO GAK NGOMONG KE GUE?!!!'Pagi-pagi udah disodorin chat whatsapp dari Tania. Antara gue harus bersyukur atau sedih, karena dia ngechat gue lagi tapi tentu aja gara-gara si Gibran meranin Kahfi. Mana ada orang yang udah ngeblokir nomor temennya dua bulan lebih, gak mau kontakin lagi, tiba-tiba ngechat berhubungan sama idolanya. Ada rasa bersyukur sedikit sih, karena dari typingnya Tania, dia udah keliatan 'biasa' lagi ke gue, tapi tentu aja bukan gue yang dia cari.Kalau boleh jujur, sekalinya gue dikecewain atau dikhianatin sama seseorang, entah itu teman atau sahabat atau bahkan keluarga, karakter gue gak akan bisa balik seasik dulu sebelum dikecewain, karena meskipun mulut gue ngucapin maaf, tapi pikiran dan hati gue selalu ingat kejadian yang mengecewakan itu ketika ketemu orangnya.Jadi dengan kesimpulan itu, gue cuman baca chat d
Thami, dua minggu lagi proses syuting akan segera dimulai, kami sudah menemukan aktor dan aktris yang cocok untuk memerankan tokoh-tokoh yang ada di novel. Sekarang lagi proses reading, kalau kamu punya waktu, boleh datang ke kantor seperti biasa.' Tiga minggu gak ada kabar kejelasan mengenai pemerannya, tiba-tiba udah sampe reading aja. Cukup istighfar dah gue. Gue kira kurang lebih dalam tiga minggu gak ada kejelasan tuh, pihak production pusing nentuin pemerannya, ternyata udah sampai reading aja, itu berarti ya semua pemeran dari utama sampai figuran udah ada dong. Ya, pada akhirnya, se-selektifnya gue di projek film yang diangkat dari novel gue, akan kalah dengan keputusan mereka yang gak bisa diganggu gugat. Ya udahlah kalau pemerannya udah pada ketemu, semoga sesuai harapan aja. Niat gue sekarang adalah diem di Apartement, dan kalau proses syuting udah mau dimulai, baru deh gue l
Gue menghela nafas lelah, kemudian menjatuhkan tubuh gue ke kasur. Kepala pusing, mata bengkak, ingus meler, cukup membuat gue kayak orang stress. Gue menutup mata, mencoba meresapi semua yang terjadi. Jujur aja, baru kali ini gue dan Tania bisa berantem sehebat itu. Padahal Tania tahu gue benci artis idolanya sedari dulu, bahkan mungkin sebelum Tania ngefans ke si artis sialan itu. Tania satu-satunya orang yang bisa jadi sahabat gue, yang bisa menerima keanehan gue, dan sekarang gue udah gak bisa menganggap dia sebagai sahabat gue lagi kayaknya. Gue membuka mengerejapkan mata pas ponsel yang sedari tadi gue pegang bergetar. Ada telpon dari Pak Rama. Gue mendudukan tubuh, menghela nafas dan mencoba untuk baik-baik aja walaupun rasanya gak bisa. Gue harus bersikap profesional untuk menerima telpon itu. "Hallo, assalamualaikum, Pak." "Wa'alaikumsalam, Thami. Kamu s