Gue menghela nafas lelah, kemudian menjatuhkan tubuh gue ke kasur. Kepala pusing, mata bengkak, ingus meler, cukup membuat gue kayak orang stress. Gue menutup mata, mencoba meresapi semua yang terjadi.
Jujur aja, baru kali ini gue dan Tania bisa berantem sehebat itu. Padahal Tania tahu gue benci artis idolanya sedari dulu, bahkan mungkin sebelum Tania ngefans ke si artis sialan itu.
Tania satu-satunya orang yang bisa jadi sahabat gue, yang bisa menerima keanehan gue, dan sekarang gue udah gak bisa menganggap dia sebagai sahabat gue lagi kayaknya.
Gue membuka mengerejapkan mata pas ponsel yang sedari tadi gue pegang bergetar. Ada telpon dari Pak Rama.
Gue mendudukan tubuh, menghela nafas dan mencoba untuk baik-baik aja walaupun rasanya gak bisa. Gue harus bersikap profesional untuk menerima telpon itu.
"Hallo, assalamualaikum, Pak."
"Wa'alaikumsalam, Thami. Kamu sehat?" Tanya Pak Rama mencoba berbasa-basi. Jujur gue pengen ngomong kasar, keadaannya gak memungkinkan gue untuk berbasa-basi juga.
"Sehat, Pak. Ada hal penting apa ya pak?" Tanya gue to the point, karena emang sebenarnya gue lagi males ngomong sama siapapun.
"Kamu bisa datang ke kantor sore ini? Kami mau mendiskusikan tentang tokoh di film mata untuk Anjani sama kamu, siapa aja yang menurut kamu dan kami cocok untuk memerankan tokoh Anjani dan Kahfi. "
"Insyaallah bisa pak, kira-kira jam berapa saya harus di sana?"
"Jam 4, Thami. Kami tunggu."
"Baik, pak. Terima kasih sudah meminta saya untuk memilih tokohnya. Apakah ada hal yang harus dibahas lagi atau sudah cukup?"
"Sudah cukup. Nanti kita diskusi kan hal lainnya. Terima kasih Thami, maaf mengganggu."
Gue melempar ponsel ke kasur saat sambungan telpon terputus.
Gue beranjak dari kasur dan berniat mandi. Gak ada waktu buat gue berleha-leha, meratapi nasih persahabatan yang pecah berantakan.
Sekarang, gue harus membersihkan 'sedikit' kekacauan yang gue buat sendiri di apartement ini, dan jangan sampai gue telat ke kantor Katara Production.
***
Gue mencoba menormalkan raut wajah gue, semoga orang-orang gak menyadari raut frustasi gue deh, ya.
Gue menyunggingkan senyum dan mengucapkan terima kasih saat salah satu staff membukakan pintu ruangan yang gue tuju. Tentu aja tempat yang ditentukan Pak Rama.
Gue tersenyum kaku saat melihat Pak Rama dan Pak Anthony sudah duduk berdampingan menunggu gue.
Gue melirik sekilas jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri gue, ini gue gak telat kan, ya? Sesuai denngan jam yang ditentukan Pak Rama kan ya?
"Selamat sore Thami, silahkan duduk."
Gue menganggukan kepala sembari terus menyunggingkan senyum, lalu terduduk di kursi yang ada di hadapan mereka.
Sebenarnya ruangan ini ada ruang rapat dengan meja panjang dengan belasan kursi, tetapi hanya kami bertiga di sini, dan jujur aja agak canggung.
"Maaf ya kalau kami mengganggu waktu weekend kamu. Ini di luar rencana kami juga, tetapi kami sudah menemukan beberapa aktor dan aktris yang cocok untuk bermain di film mata untuk Anjani. Awalnya kami butuh waktu satu bulan untuk mencari para pemeran di film, tapi ternyata dua minggu pun sudah bisa."
Gue hanya menganggukan kepala mendengarkan penjelasan to the point Pak Anthony. Ya, seperti perkataan Pak Anthony, hari ini baru dua minggu waktu yang mereka gunakan untuk mencari tokoh pemeran di film.
Gue memperhatikan Pak Rama yang membuka tas kerja yang dibawanya, kemudia beliau terlihat mengeluarkan dua map berwarna biru yang tidak terlalu tebal. Beberapa detik kemudian, beliau mengarahkan kedua map itu ke depan gue.
"Kamu bisa lihat CVnya. Siapa tahu ada beberapa aktor dan aktris yang sesuai dengan bayangan kamu yang memerankan tokoh di film yang sedang kita garap."
Gue menganggukan kepala menanggapi pernyataan Pak Rama, kemudian mengambil dua map yang beliau sodorkan.
Gue membuka map pertama yang ber-isikan CV para aktris.
"Selain tokoh utama, apakah saya boleh memilih para aktor dan aktris ini untuk peran lain, Pak?"
Pak Rama dan Pak Anthony menganggukan kepalanya berbarengan, gue hanya tersenyum menanggapinya.
"Jika saya boleh berpendapat, Anindita Rayani bisa memainkan peran Kayla, Pak. Dari CV dan sepak terjangnya dalam bermain peran, saya rasa aktris Anindita cocok, dan dia memang seperti Kayla dalam bayangan saya saat menulis cerita ini." Ucap gue mencoba memberi saran, Kayla juga tokoh penting di film ini.
"Baik, saya tampung dulu saran kamu. Sekarang lihat-lihat kembali siapa yang cocok untuk peran lainnya."
Gue kembali fokus menatap dan membaca satu-persatu CV aktris-aktris berbakat yang sering terekpos di layar kaca, saat Pak Anthony bersedia menampung sarannya.
"Untuk pemeran Anjani, Anita Tamara mungkin agak cocok, tetapi jika ada aktris lain yang lebih pantas, saya akan terima, Pak." Setelah membaca CV dari Anara Tamara dan mengingat saran dari Mbak Ana, gue rasa dia cukup cocok memerankan tokoh Anjani.
Setelah melihat respon positif dari Pak Anthony dan Pak Rama, gue kemudian beralih ke map CV para aktor.
Gue menghela nafas, setelah beberapa belas menit membuka CV para aktor, gue belum menemukan aktor yang bisa disarankan. Bukan karena gak ada yang cocok, tapi saking banyaknya aktor ini cocok, itu cocok, malah buat gue bingung milih dan nyaranin yang mana.
"Untuk aktornya jujur saja saya masih bingung siapa yang cocok untuk tokoh Kahfi. Saya bisa menyerahkan keputusan pemilihan aktor, terutama pemeran utamanya kepada pihak production. Semuanya sangat berbakat dan bisa memerankan Kahfi, jadi saya menyerahkan semua keputusan kepada pihak production, siapa saja pemeran di film ini."
Setelahnya, kami pun berdiskusi tentang hal lain yang menyangkut film ini tentu saja.
Ternyata untuk mengadaptasi novel menjadi film gak segampang itu, ya. Apalagi dengan sok-nya gue malah mau ikut berkontribusi dalam pembuatan film ini, dan gue gak pernah kepikiran bahwa harus serumit ini, dan waktu yang dibutuhkan juga gak sebentar.
Pembuatan naskah, pencarian pemeran, persiapan syuting, persiapan tempat dan properti dan masih banyak hal lain yang gak bisa gue sebutin.
Gue cuman berharap, novel Mata untuk Anjani bisa teradaptasi dengan baik menjadi film. Semoga film ini bisa memenuhi ekspektasi pencinta novel gue yang tentu aja berharap banyak karya yang mereka sukai sukses seperti dibayangan mereka ketika membaca novelnya.
***
Gue tersenyum saat wajah kak Hanasita--istri dari bang Ilyasa-- terpampang di laptop. Tadi, gue memang mengajak kak Hanasita untuk skype-an.
"Hallo, kak Hana!" Seru gue riang.
"Hai, Thami. Gimana kabarnya?"
Gue tersenyum mendengar pertanyaan Kak Hanasita. Dia emang bisa bahasa Indonesia, karena dia murid dari abang gue dulu. Bang Ilyasa adalah guru bahasa Indonesia di salah satu tempat kursus bahasa Indonesia yang ada di Jepang. Ya, mereka bertemu sebagai murid dan guru pada awalnya, kemudian dengan cerita yang cukup panjang akhirnya mereka memutuskan untuk berkomitmen dan menikah. Kak Hana mengalah dan mengikuti agama bang Ilyasa. Kayaknya kalau cerita mereka gue jadiin novel seru juga kali, ya.
"Kabar Thami baik, kak. Mana Hikari dan Yuki?" Tanya gue, menyebut dua keponakan gue.
Saking antusiasnya dengan dua keponakan unyu gue, jujur sampai lupa nanya balik kabar kak Hana.
"Sebentar, ya."
Gue menganggukan kepala menanggapi ucapan kak Hana. Kemudian terdengar seruan dalam bahasa jepang yang kurang gue mengerti.
Satu menit kemudian, Hikari dengan rambut yang dikuncir dua muncul di layar laptop yang tengah gue tatap, disusul kak Hana yang sedang menggendong Yuki--si bayi laki-laki gembul yang pengen gue cubit--.
"Hallo keponakan Tatha!" Seru gue antusias menatap dua ponakan yang menggemaskan itu.
Hikari tersenyum sembari melambaikan tangannya, sedangan Yuki hanya mengoceh tak jelas. Tentu saja Yuki mengoceh, usianya baru sembilan bulan, sedangkan Hikari sudah berusia 4 tahun.
"Kapan main ke Jakarta?" Tanya gue dan reaksi kak Hana hanya tertawa sedangkan Hikari membalas pertanyaan gue dengan bahasa Jepang, tentu aja gue gak paham. Hikari bisa mengerti jika orang-orang berbicara bahasa Indonesia, tetapi dia tidak bisa membalas ucapan dengan bahasa Indonesia.
"Tunggu sampai tabungannya cukup ya Thami. Kata Hikari semoga bisa secepatnya."
Gue pun hanya bisa mengamini ucapan kak Hana. Semoga secepatnya bisa bertemu mereka, terutama Yuki, karena dari dia lahir sampai sekarang, belum pernah ketemu sekalipun.
Bersambung
(Selesai ditulis tanggal 28 Juni 2021, pukul 22.34 wib).
Thami, dua minggu lagi proses syuting akan segera dimulai, kami sudah menemukan aktor dan aktris yang cocok untuk memerankan tokoh-tokoh yang ada di novel. Sekarang lagi proses reading, kalau kamu punya waktu, boleh datang ke kantor seperti biasa.' Tiga minggu gak ada kabar kejelasan mengenai pemerannya, tiba-tiba udah sampe reading aja. Cukup istighfar dah gue. Gue kira kurang lebih dalam tiga minggu gak ada kejelasan tuh, pihak production pusing nentuin pemerannya, ternyata udah sampai reading aja, itu berarti ya semua pemeran dari utama sampai figuran udah ada dong. Ya, pada akhirnya, se-selektifnya gue di projek film yang diangkat dari novel gue, akan kalah dengan keputusan mereka yang gak bisa diganggu gugat. Ya udahlah kalau pemerannya udah pada ketemu, semoga sesuai harapan aja. Niat gue sekarang adalah diem di Apartement, dan kalau proses syuting udah mau dimulai, baru deh gue l
Heh! Demi apa gibran jadi pemeran film mata untuk Anjani? KOK LO GAK NGOMONG KE GUE?!!!'Pagi-pagi udah disodorin chat whatsapp dari Tania. Antara gue harus bersyukur atau sedih, karena dia ngechat gue lagi tapi tentu aja gara-gara si Gibran meranin Kahfi. Mana ada orang yang udah ngeblokir nomor temennya dua bulan lebih, gak mau kontakin lagi, tiba-tiba ngechat berhubungan sama idolanya. Ada rasa bersyukur sedikit sih, karena dari typingnya Tania, dia udah keliatan 'biasa' lagi ke gue, tapi tentu aja bukan gue yang dia cari.Kalau boleh jujur, sekalinya gue dikecewain atau dikhianatin sama seseorang, entah itu teman atau sahabat atau bahkan keluarga, karakter gue gak akan bisa balik seasik dulu sebelum dikecewain, karena meskipun mulut gue ngucapin maaf, tapi pikiran dan hati gue selalu ingat kejadian yang mengecewakan itu ketika ketemu orangnya.Jadi dengan kesimpulan itu, gue cuman baca chat d
Beberapa meter dari gue, terhalang pohon pinus tapi masih gue bisa lihat jelas, Gibran dan Anindita--salah satu aktris kesukaan gue, sekaligus pemeran di film untuk Anjani-- lagi asik ciuman. CIUMAN, gue tekenin.YA ALLAH, MATA GUE TERNODAI!Gue emang bukan orang alim, gue juga pernah nonton scene ciuman di drakor atau baca di novel, tapi nyaksiin secara langsung ya baru sekali seumur hidup."LAGI NGAPAIN KALIAN?!"Ini mulut gue kenapa sih? Udah coba ditahan pake tangan, masih aja bisa teriak kayak gitu.Tentu aja dua orang yang tengah saling menyalurkan rasa nafsu lewat ciuman itu langsung tersentak kaget dan saling melangkah mundur satu sama lain. Jangan lupa tatapan tajam yang mereka lontarkan ke arah gue."Ngapain lo di sini?!"Lah? Harusnya gue kan ya, yang nanya ngapain mereka cuman berduaan di sini pake ciuman segala. Ini yang nanya kayak g
***Gue mengucek mata dengan kesal saat merasa ada yang menggoyangkan tubuh gue agak brutal."Tha ayo bangun! Kebo banget lu elah."Gue mendudukan diri dengan kaki terlipat, lalu membuka mata gue lebar untuk mengetahui siapa yang bisa masuk ke apartement gue sepagi ini."Lo masih aja kebo kalau dibangunin."Gue mendengus kesal dalam hati, tentu aja gue baru inget kalau cuman gue dan Tania yang bisa masuk ke Apartemen ini, dan gue gak pernah ganti password apartemen, ketika waktu itu Tania ganti password apartemennya."Tha, ajakin gue ke lokasi syuting mata untuk Anjani dong. Pengen lihat Gibran." Pintanya dengan muka memelas.Gue yang baru bangun, Tania yang tiba-tiba datang setelah dua bulan lebih 'gak inget' gue, buat gue agak lemot dikit untuk berpikir pagi ini."Apaan sih lo ganggu tidur gue deh! Lo aja sana berangkat sendiri." U
Gue menghembuskan nafas pelan, mencoba menahan rasa kesal yang melonjak naik. Udahlah, si manusia songong satu itu emang sensitif dan benci gue deh kayaknya. "Mbak Ana, perasaan si orang aneh ini muncul di lokasi syuting mulu? Emang kepentingan dia apa di sini? Atau sodarao mbak?" 'Si orang aneh', julukan yang Gibran kasih ke gue, jari telunjuknya mengacung menunjuk gue. Lah, atas dasar apa dia ngasih julukan itu? Yang ada gue kan yang pantes ngasih dia julukan, si ngeselin, artis songong, biang masalah. Yang bikin gue kesel adalah, jarinya dia cuman beberapa senti dari muka gue. Niat banget dia jalan dari posisinya ke arah gue cuman buat nunjuk, ngasih julukan dan nanya begitu ke Mbak Ana. Gue melirik Mbak Ana, ingin melihat reaksi dia yang tiba-tiba ditodong pertanyaan aneh sama si artis songong yang ada di depan gue ini. Mbak Ana tertawa mendengar pertanyaan Gibra
Gue refleks bangkit dari posisi gue menghiraukan ucapan Pak Rama yang belum selesai dan berusaha berlari sekuat tenaga saat melihat beberapa meter di depan gue akan ada kejadian yang agak mengerikan.'BRAK!'Dalam hitungan detik kejadiannya begitu cepat, gue berasa kayak orang linglung dan bego."Thami!""Thami!"Gue mulai tersadar dari kelinglungan dan kebegoan gue ketika orang-orang menyerukan nama gue.Gue meringis saat kaki kanan gue gak bisa digerakin, dan baru sadar ternyata batang pohon yang lumayan panjang dengan diameternya seukuran paha gue, udah ada di atas betis kaki gue.Ngilu dan gak bisa digerakin."Lo ngapain sok jadi pahlawan sih!""Bukannya bilang makasih malah ngomong begitu!"Gue gak peduli dengan percakapan Anara dan Gibran, gue cuman bisa meringis ketika beberapa orang crew mencoba mengangkat batang pohon itu.Tadi, gue lihat Anara sama Gibran lagi ngobrol, terus gak
*Boleh gak sih kalau nangis karena bahagia sama bangga? Akhirnya dong, film mata untuk Anjani mau tayang. Jujur, bukan main senengnya. Dua minggu lagi bakal ada premier filmnya, sebelum akhirnya nanti tayang di seluruh bioskop tanah air.Tahu banget gimana prosesnya, dari diskusi skenario, casting pemain, sampai akhirnya reading dan syutingnya yang gak sebentar, belum lagi proses editing dan satuin setiap scene nya itu butuh waktu 3 sampai 4 bulan. Ternyata proses film untuk tayang tuh serumit itu ya, padahal dulu sebelum tahu setiap nonton film bisanya ngedumel kalau plot atau endingnya kurang. Dulu, novel yang gue tulis diangkat jadi film tuh mimpi, sekarang emang tercapai, tapi kayaknya kalau ada tawaran ke karya lain, gue harus pikirin dengan mateng.Gue emang orangnya agak ngeyel, keras kepala, dan perfeksionis, jadi pas salah satu karya yang gue tulis mau diadaptasi jadi film, rasanya gue harus ikut buat berkontribu
'Pihak management dan film akan merencakan kembali penayangan film Mata untuk Anjani meskipun aktor dan aktris yang memerankan tokoh penting di film tersebut terlibat skandal''Berita terpanas! Aktor tampan Gibran Rahandi dan Aktris cantik Anindita terlibat skandal panas, berciuman di area lokasi syuting film!'Setelah mengscroll sosial media selama beberapa menit, akhirnya gue bisa tahu awal permasalahan kenapa si Gibran dan dua ceweknya bisa datang ke apartemen gue. Ya walaupun tadi mereka jelasin dikit tentang permasalahannya, tapi gue gak menyimak semuanya karena jujur udah takut tapi kesel sendiri sama tuduhan yang bahkan gak.gue lakuin, meskipun gue sebagai 'saksi'.Setelah melihat video yang beredar pun, sudut pandang video itu bahkan diambil dari jarak jauh dan di zoom, sedangkan gue mergokin mereka ya kaget dan pulang dari toilet aja udah.Sebenernya, mau netijen ngegibahin dan ngecam mereka, gue
'Pihak management dan film akan merencakan kembali penayangan film Mata untuk Anjani meskipun aktor dan aktris yang memerankan tokoh penting di film tersebut terlibat skandal''Berita terpanas! Aktor tampan Gibran Rahandi dan Aktris cantik Anindita terlibat skandal panas, berciuman di area lokasi syuting film!'Setelah mengscroll sosial media selama beberapa menit, akhirnya gue bisa tahu awal permasalahan kenapa si Gibran dan dua ceweknya bisa datang ke apartemen gue. Ya walaupun tadi mereka jelasin dikit tentang permasalahannya, tapi gue gak menyimak semuanya karena jujur udah takut tapi kesel sendiri sama tuduhan yang bahkan gak.gue lakuin, meskipun gue sebagai 'saksi'.Setelah melihat video yang beredar pun, sudut pandang video itu bahkan diambil dari jarak jauh dan di zoom, sedangkan gue mergokin mereka ya kaget dan pulang dari toilet aja udah.Sebenernya, mau netijen ngegibahin dan ngecam mereka, gue
*Boleh gak sih kalau nangis karena bahagia sama bangga? Akhirnya dong, film mata untuk Anjani mau tayang. Jujur, bukan main senengnya. Dua minggu lagi bakal ada premier filmnya, sebelum akhirnya nanti tayang di seluruh bioskop tanah air.Tahu banget gimana prosesnya, dari diskusi skenario, casting pemain, sampai akhirnya reading dan syutingnya yang gak sebentar, belum lagi proses editing dan satuin setiap scene nya itu butuh waktu 3 sampai 4 bulan. Ternyata proses film untuk tayang tuh serumit itu ya, padahal dulu sebelum tahu setiap nonton film bisanya ngedumel kalau plot atau endingnya kurang. Dulu, novel yang gue tulis diangkat jadi film tuh mimpi, sekarang emang tercapai, tapi kayaknya kalau ada tawaran ke karya lain, gue harus pikirin dengan mateng.Gue emang orangnya agak ngeyel, keras kepala, dan perfeksionis, jadi pas salah satu karya yang gue tulis mau diadaptasi jadi film, rasanya gue harus ikut buat berkontribu
Gue refleks bangkit dari posisi gue menghiraukan ucapan Pak Rama yang belum selesai dan berusaha berlari sekuat tenaga saat melihat beberapa meter di depan gue akan ada kejadian yang agak mengerikan.'BRAK!'Dalam hitungan detik kejadiannya begitu cepat, gue berasa kayak orang linglung dan bego."Thami!""Thami!"Gue mulai tersadar dari kelinglungan dan kebegoan gue ketika orang-orang menyerukan nama gue.Gue meringis saat kaki kanan gue gak bisa digerakin, dan baru sadar ternyata batang pohon yang lumayan panjang dengan diameternya seukuran paha gue, udah ada di atas betis kaki gue.Ngilu dan gak bisa digerakin."Lo ngapain sok jadi pahlawan sih!""Bukannya bilang makasih malah ngomong begitu!"Gue gak peduli dengan percakapan Anara dan Gibran, gue cuman bisa meringis ketika beberapa orang crew mencoba mengangkat batang pohon itu.Tadi, gue lihat Anara sama Gibran lagi ngobrol, terus gak
Gue menghembuskan nafas pelan, mencoba menahan rasa kesal yang melonjak naik. Udahlah, si manusia songong satu itu emang sensitif dan benci gue deh kayaknya. "Mbak Ana, perasaan si orang aneh ini muncul di lokasi syuting mulu? Emang kepentingan dia apa di sini? Atau sodarao mbak?" 'Si orang aneh', julukan yang Gibran kasih ke gue, jari telunjuknya mengacung menunjuk gue. Lah, atas dasar apa dia ngasih julukan itu? Yang ada gue kan yang pantes ngasih dia julukan, si ngeselin, artis songong, biang masalah. Yang bikin gue kesel adalah, jarinya dia cuman beberapa senti dari muka gue. Niat banget dia jalan dari posisinya ke arah gue cuman buat nunjuk, ngasih julukan dan nanya begitu ke Mbak Ana. Gue melirik Mbak Ana, ingin melihat reaksi dia yang tiba-tiba ditodong pertanyaan aneh sama si artis songong yang ada di depan gue ini. Mbak Ana tertawa mendengar pertanyaan Gibra
***Gue mengucek mata dengan kesal saat merasa ada yang menggoyangkan tubuh gue agak brutal."Tha ayo bangun! Kebo banget lu elah."Gue mendudukan diri dengan kaki terlipat, lalu membuka mata gue lebar untuk mengetahui siapa yang bisa masuk ke apartement gue sepagi ini."Lo masih aja kebo kalau dibangunin."Gue mendengus kesal dalam hati, tentu aja gue baru inget kalau cuman gue dan Tania yang bisa masuk ke Apartemen ini, dan gue gak pernah ganti password apartemen, ketika waktu itu Tania ganti password apartemennya."Tha, ajakin gue ke lokasi syuting mata untuk Anjani dong. Pengen lihat Gibran." Pintanya dengan muka memelas.Gue yang baru bangun, Tania yang tiba-tiba datang setelah dua bulan lebih 'gak inget' gue, buat gue agak lemot dikit untuk berpikir pagi ini."Apaan sih lo ganggu tidur gue deh! Lo aja sana berangkat sendiri." U
Beberapa meter dari gue, terhalang pohon pinus tapi masih gue bisa lihat jelas, Gibran dan Anindita--salah satu aktris kesukaan gue, sekaligus pemeran di film untuk Anjani-- lagi asik ciuman. CIUMAN, gue tekenin.YA ALLAH, MATA GUE TERNODAI!Gue emang bukan orang alim, gue juga pernah nonton scene ciuman di drakor atau baca di novel, tapi nyaksiin secara langsung ya baru sekali seumur hidup."LAGI NGAPAIN KALIAN?!"Ini mulut gue kenapa sih? Udah coba ditahan pake tangan, masih aja bisa teriak kayak gitu.Tentu aja dua orang yang tengah saling menyalurkan rasa nafsu lewat ciuman itu langsung tersentak kaget dan saling melangkah mundur satu sama lain. Jangan lupa tatapan tajam yang mereka lontarkan ke arah gue."Ngapain lo di sini?!"Lah? Harusnya gue kan ya, yang nanya ngapain mereka cuman berduaan di sini pake ciuman segala. Ini yang nanya kayak g
Heh! Demi apa gibran jadi pemeran film mata untuk Anjani? KOK LO GAK NGOMONG KE GUE?!!!'Pagi-pagi udah disodorin chat whatsapp dari Tania. Antara gue harus bersyukur atau sedih, karena dia ngechat gue lagi tapi tentu aja gara-gara si Gibran meranin Kahfi. Mana ada orang yang udah ngeblokir nomor temennya dua bulan lebih, gak mau kontakin lagi, tiba-tiba ngechat berhubungan sama idolanya. Ada rasa bersyukur sedikit sih, karena dari typingnya Tania, dia udah keliatan 'biasa' lagi ke gue, tapi tentu aja bukan gue yang dia cari.Kalau boleh jujur, sekalinya gue dikecewain atau dikhianatin sama seseorang, entah itu teman atau sahabat atau bahkan keluarga, karakter gue gak akan bisa balik seasik dulu sebelum dikecewain, karena meskipun mulut gue ngucapin maaf, tapi pikiran dan hati gue selalu ingat kejadian yang mengecewakan itu ketika ketemu orangnya.Jadi dengan kesimpulan itu, gue cuman baca chat d
Thami, dua minggu lagi proses syuting akan segera dimulai, kami sudah menemukan aktor dan aktris yang cocok untuk memerankan tokoh-tokoh yang ada di novel. Sekarang lagi proses reading, kalau kamu punya waktu, boleh datang ke kantor seperti biasa.' Tiga minggu gak ada kabar kejelasan mengenai pemerannya, tiba-tiba udah sampe reading aja. Cukup istighfar dah gue. Gue kira kurang lebih dalam tiga minggu gak ada kejelasan tuh, pihak production pusing nentuin pemerannya, ternyata udah sampai reading aja, itu berarti ya semua pemeran dari utama sampai figuran udah ada dong. Ya, pada akhirnya, se-selektifnya gue di projek film yang diangkat dari novel gue, akan kalah dengan keputusan mereka yang gak bisa diganggu gugat. Ya udahlah kalau pemerannya udah pada ketemu, semoga sesuai harapan aja. Niat gue sekarang adalah diem di Apartement, dan kalau proses syuting udah mau dimulai, baru deh gue l
Gue menghela nafas lelah, kemudian menjatuhkan tubuh gue ke kasur. Kepala pusing, mata bengkak, ingus meler, cukup membuat gue kayak orang stress. Gue menutup mata, mencoba meresapi semua yang terjadi. Jujur aja, baru kali ini gue dan Tania bisa berantem sehebat itu. Padahal Tania tahu gue benci artis idolanya sedari dulu, bahkan mungkin sebelum Tania ngefans ke si artis sialan itu. Tania satu-satunya orang yang bisa jadi sahabat gue, yang bisa menerima keanehan gue, dan sekarang gue udah gak bisa menganggap dia sebagai sahabat gue lagi kayaknya. Gue membuka mengerejapkan mata pas ponsel yang sedari tadi gue pegang bergetar. Ada telpon dari Pak Rama. Gue mendudukan tubuh, menghela nafas dan mencoba untuk baik-baik aja walaupun rasanya gak bisa. Gue harus bersikap profesional untuk menerima telpon itu. "Hallo, assalamualaikum, Pak." "Wa'alaikumsalam, Thami. Kamu s