Share

3.

last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-03 00:37:14

"Tan, kita mau ke mana sih? Kita udah berjam-jam loh di perjalanan, belum nyampe-nyampe juga. Lo menyia-nyiakan waktu gue tau! Kalau gue di Apartemen sekarang, mungkin gue udah bisa selesain satu bab novel yang lagi gue tulis!" Ucap gue kesal, sekaligus memecah keheningan.

Jam 7 pagi tadi, tiba-tiba Tania udah nangkring di sofa ruang tengah apartement gue, katanya dia mau ngajak gue ke Bandung, sepagi ini. Dia gak bilang ngajakin gue buat survey lokasi, cari ide, refreshing atau ngajak liburan, seperti sebelum-sebelumnya. Dia cuman mau gue ikut sama dia katanya dengan buru-buru dan ya gue sampai gak sempet mandi. Lagian ngajak keluar kota dadakan banget. Seenggaknya kalau dia bilang dari kemaren atau pas malem, gue udah siap pas dia datang ke Apartement gue.

"Alhamdulillah nyampe juga."

Gue melirik Tania yang berada di belakang stir kemudi mobil yang sedang meregangkan tangannya. Mungkin dia pegel nyetir dari Jakarta ke Bandung, yaiyalah pasti.

Gue menepuk bahu Tania agak keras, menumpahkan rasa kesal dan bingung, karena sampai saat ini gue gak tahu dia mau ngapain, pake bawa gue segala lagi.

"Lo jauh-jauh ke sini cuman datang ke Caffe? Gila kali ya lo, di Jakarta masih banyak Caffe modelan kayak gini." Ketus gue pas tahu mobil Tania terparkir di depan Caffe.

"Sekarang lo benahin diri lo deh, terus nih pake minyak wangi gue."

"Dih emang kita mau ngapain? Lagian gue gak mandi juga wangi kok, gak perlu dah pake-pake minyak wangi, apalagi minyak wangi lo baunya nyegak banget dah."

Gue menutup mata dan meronta pas Tania nyemprotin minyak nyong-nyongnya seenak jidat. Gue mending bau asem bangun tidur dah, daripada bau minyak wangi Tania yang bukan selera gue banget. Aromanya terlalu feminim menurut gue.

"Apaan sih lo! Udah mah ngajak pergi maksa, sekarang seenaknya nyemprotin minyak wangi!"

Tania malah mengabaikan omongan gue, dan mulai turun dari mobil. Kalau bukan sahabat gue, udah gue tendang tuh orang, kesel banget kalau dia udah gak jelas kayak gini.

"Cepetan Turun!"

Gue mendengus kesal, mau gak mau akhirnya gue turun dan mulai mengekori Tania yang udah terlebih dahulu memasuki Caffe.

Gue mengerenyitkan dahi bingung saat melihat Tania duduk di meja yang udah ada orangnya, lalu dia basa-basi menyapa orang asing itu. Kenapa gue sebut orang asing, karena gue tahu teman, pacar, bahkan musuh Tania sekalipun, jadi ya orang yang lagi ngajak ngobrol Tania ya orang yang asing di mata gue.

Gue duduk tak jauh dari Tania, tanpa memperdulikan sekitar, gue segera membuka ponsel.

"Selamat pagi semuanya, semoga pada sehat dan bahagia ya!"

Gue mengalihkan pandangan gue dari ponsel ketika mendengar suara cowok yang agak familiar di telinga gue. Mata gue terpaku pada sosok cowok yang berdiri di panggung kecil dengan memegang mic. Di belakang cowok itu ada banner yang cukup besar yang menjelaskan bahwa acara ini adalah fanmeeting si artis cringe.

Anjir, kalau tahu Tania mau bawa gue ke sini, mendingan gue gak gubris permintaan Tania buat temenin dia ke sini. Mual banget rasanya perut gue pas liat idola si Tania lagi cengengesan jawab pertanyaan mc di panggung.

Gue menutup kuping pas cewek-cewek itu alay itu berteriak histeris ketika mendengar gombalan receh yang dilontarkan idolanya. Idih, bagus kali menurut dia gombalannya, menurut gue sih cringe dan alay parah ya kedengerannya.

Gue menatap Tania tajam, sedangkan orang yang gue tatap malah menatap idolanya dengan mata berbinar.

Gue mencondongkan tubuh gue ke arah Tania,

"Sialan lo, ganggu weekend gue cuman buat dateng ke acara gak jelas kayak gini. Tunggu hukuman dari gue ya Tania! Kalau--"

"Hei cewek yang lagi pake jaket abu, yang lagi bisik-bisik sama temennya, tolong naik ke panggung ya!"

Ucapan gue terhenti ketika omongan mc menggema, dan gue mulai merasa diliatin banyak orang. Gue celingak-celinguk kayak orang bodoh, karena orang-orang ternyata beneran lagi liat ke arah meja gue.

"Lo dipanggil buat maju ke depan."

Gue ingin mengamuk rasanya, ketika mendengar bisikan Tania. Tania sialan! Gue malah terjebak.

"Lo kali yang ditunjuk, maju sana!" Bisik gue dengan penuh penekanan.

"Hei! Jangan terus bisik-bisikan, sini maju!"

Gue menatap tajam mc yang mengeraskan suaranya.

"Lo yang disuruh maju, Thamina! Cuman lo yang pake jaket abu di meja ini."

Akhirnya gue pasrah, bangkit dari duduk dan mulai berjalan lunglai menuju panggung, di mana mc dan si artis songong itu berdiri.

Cewek-cewek di sekeliling gue ini malah makin berteriak histeris pas Gibran mengulurkan tangannya untuk membantu gue menaiki panggung. Cih, buaya juga dia ternyata.

Gue menggedikan bahu gue, lalu menaiki panggung tanpa menghiraukan bantuan dari si Gibran, yang tentu aja gak gue butuhin. Kalau pun gue butuh bantuan, ogah banget pegang-pegang tangan dia, najis.

"Wow! Seorang Gibran ditolak uluran tangannya."

Sorak-sorai semakin menggema di dalam Caffe ini ketika sang mc mengomentari atau mungkin menyindir tingkah gue. Tatapan tajam gue pertahankan, dan Gibran akhirnya menyadari arti tatapan gue.

"Sombong banget lo jadi cewek! Bersyukur harusnya lo dipanggil sama gue, tuh liat yang lain pada iri, pada mau gantiin posisi lo di sini!"

Gue memutar bola mata kesal.

"Dih, lo kira gue mau berdiri di sini? Kalau gak dipaksa ke sini, gue sih ogah."

Semua kaget mendengar ucapan gue, gue sih bodo amat, sekali-kali jatohin artis depan orangnya langsung kan sabi.

"Ada haters nyusup woy! Dih penguntit ya lo, niat banget datang ke fanmeeting suami gue!"

Gue menatap tajam ke arah seorang cewek yang berteriak dengan suara cemprengnya. Sorry ya, gue bukan haters yang kayak gitu. Gak perlu nguntit apalagi jadi stalker, dengan gampangnya orang-orang akan ngirimin video atau foto tentang kelakuan jelek si artis songong yang ada di depannya ini, gue cuman tinggal posting dan tambahin caption.

Gue meringis kesakitan saat pergelangan tangan gue dicekal erat.

"Kalau lo bukan fans gue, kenapa bisa di sini! Pergi lo! Jangan jadi pengacau acara intim gue sama fans gue!" Ucap Gibran dengan nada yang seperti mengancam. Dia kira gue takut diancam begitu? Mana ada!

Gue menyentak kasar tangan Gibran, akhirnya cekalan itu ke lepas.

Tanpa mengatakan sepatah kata, gue turun dari panggung lalu menyeret langkah gue menuju Tania. Di sana Tania udah nangis gak jelas, gak taulah kenapa dia nangis.

Sorak-sorai cewek-cewek alay mulai terdengar menggema menyoraki gue dan mengiringi langkah gue. Gue bodoamat, yang gue tuju saat ini cuman Tania. Gue mau nyeret dia pulang saat ini juga, titik.

"Ayo pulang!"

Tania menggelengkan kepalanya, mencoba melepaskan cekalan gue di tangannya.

"Lepasin tangan Tania! Dia mau have fun di sini, lo cuman rusakin acaranya!"

Gue menoleh ke belakang, menatap tajam Gibran yang ikut campur. Dari mana juga dia tahu si Tania.

"Lo yang ngajakin gue ke sini, Tan! Lo tahu dari awal gue benci sama si artis alay itu, tapi lo ajak gue ke sini tanpa ngasih gue info apapun. Sekarang lo gak mau pulang sama gue? Oke! Have fun sama idola tercinta lo itu!"

Bodo amat gue ngedrama, akar masalahnya emang Tania. Masalah di panggung pun sepele, tapi karena gue benci dan mual liat si Gibran, alhasil meledak emosi gue.

"Pulang lo sana! Gue ajakin lo ke sini buat buka mata hati lo untuk gak benci Gibran! Ternyata gue salah, Na! Sekarang terserah mau lo gimana, mau persahabatan kita selesaipun terserah! Mending sekarang lo pergi, semakin lama lo di sini, suasananya semakin rusak!"

Gue menatap Tania kecewa, jujur gak percaya dia bisa ngeluarin kalimat kayak gitu. Gue menyeret langkah dengan cepat setelah meraih tas selempang dan ponsel yang tergeletak di meja yang posisinya tak jauh dari Tania.

Mungkin inilah titik persahabatan gue sama Tania yang harus rusak cuman karena idola tercintanya itu. Oke kalau itu rencana Tania, gue bisa menjauhi dia dan gak perlu mendebat dia tentang idolanya.

***

Gue terduduk lemas di kursi peron kereta. Tangisan gak bisa gue hentikan.

Jujur aja sakit hati dan kecewa nyampur aduk gak berbentuk di hati gue. Bisa-bisanya hanya karena masalah sepele Tania ngomong kayak begitu. Padahal Tania tahu karakter dan sifat gue kayak gimana, dan dia malah milih idolanya itu. Oke gak papa, semuanya berakhir gak papa, gue kuat sendiri.

Gue menghela nafas, lalu mengusap air mata saat mendengar pengumuman bahwa kereta tujuan Jakarta akan segera datang.

Gue mulai memasuki kereta, lalu terduduk di kursi yang nomornya sama dengan tiket yang gue punya.

Gue menyandar di jendela kereta. Rasa sakit hatinya lebih dari sekedar diputusin pacar.

Gue mulai membuka galeri foto di ponsel. Menatap satu persatu foto gue dengan Tania di berbagai momen dan tempat yang berbeda.

Gue mulai merenung, semuanya memang berawal dari gue, tetapi orang-orang di sana juga memperkeruh semuanya.

"Maafin gue, Tan." Lirih gue.

Bersambung

(Selesai ditulis pada tanggal 21 Juni 2021, pukul 01.56 wib).

Bab terkait

  • Haters   4.

    Gue menghela nafas lelah, kemudian menjatuhkan tubuh gue ke kasur. Kepala pusing, mata bengkak, ingus meler, cukup membuat gue kayak orang stress. Gue menutup mata, mencoba meresapi semua yang terjadi. Jujur aja, baru kali ini gue dan Tania bisa berantem sehebat itu. Padahal Tania tahu gue benci artis idolanya sedari dulu, bahkan mungkin sebelum Tania ngefans ke si artis sialan itu. Tania satu-satunya orang yang bisa jadi sahabat gue, yang bisa menerima keanehan gue, dan sekarang gue udah gak bisa menganggap dia sebagai sahabat gue lagi kayaknya. Gue membuka mengerejapkan mata pas ponsel yang sedari tadi gue pegang bergetar. Ada telpon dari Pak Rama. Gue mendudukan tubuh, menghela nafas dan mencoba untuk baik-baik aja walaupun rasanya gak bisa. Gue harus bersikap profesional untuk menerima telpon itu. "Hallo, assalamualaikum, Pak." "Wa'alaikumsalam, Thami. Kamu s

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Haters   5.

    Thami, dua minggu lagi proses syuting akan segera dimulai, kami sudah menemukan aktor dan aktris yang cocok untuk memerankan tokoh-tokoh yang ada di novel. Sekarang lagi proses reading, kalau kamu punya waktu, boleh datang ke kantor seperti biasa.' Tiga minggu gak ada kabar kejelasan mengenai pemerannya, tiba-tiba udah sampe reading aja. Cukup istighfar dah gue. Gue kira kurang lebih dalam tiga minggu gak ada kejelasan tuh, pihak production pusing nentuin pemerannya, ternyata udah sampai reading aja, itu berarti ya semua pemeran dari utama sampai figuran udah ada dong. Ya, pada akhirnya, se-selektifnya gue di projek film yang diangkat dari novel gue, akan kalah dengan keputusan mereka yang gak bisa diganggu gugat. Ya udahlah kalau pemerannya udah pada ketemu, semoga sesuai harapan aja. Niat gue sekarang adalah diem di Apartement, dan kalau proses syuting udah mau dimulai, baru deh gue l

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Haters   6.

    Heh! Demi apa gibran jadi pemeran film mata untuk Anjani? KOK LO GAK NGOMONG KE GUE?!!!'Pagi-pagi udah disodorin chat whatsapp dari Tania. Antara gue harus bersyukur atau sedih, karena dia ngechat gue lagi tapi tentu aja gara-gara si Gibran meranin Kahfi. Mana ada orang yang udah ngeblokir nomor temennya dua bulan lebih, gak mau kontakin lagi, tiba-tiba ngechat berhubungan sama idolanya. Ada rasa bersyukur sedikit sih, karena dari typingnya Tania, dia udah keliatan 'biasa' lagi ke gue, tapi tentu aja bukan gue yang dia cari.Kalau boleh jujur, sekalinya gue dikecewain atau dikhianatin sama seseorang, entah itu teman atau sahabat atau bahkan keluarga, karakter gue gak akan bisa balik seasik dulu sebelum dikecewain, karena meskipun mulut gue ngucapin maaf, tapi pikiran dan hati gue selalu ingat kejadian yang mengecewakan itu ketika ketemu orangnya.Jadi dengan kesimpulan itu, gue cuman baca chat d

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Haters   7.

    Beberapa meter dari gue, terhalang pohon pinus tapi masih gue bisa lihat jelas, Gibran dan Anindita--salah satu aktris kesukaan gue, sekaligus pemeran di film untuk Anjani-- lagi asik ciuman. CIUMAN, gue tekenin.YA ALLAH, MATA GUE TERNODAI!Gue emang bukan orang alim, gue juga pernah nonton scene ciuman di drakor atau baca di novel, tapi nyaksiin secara langsung ya baru sekali seumur hidup."LAGI NGAPAIN KALIAN?!"Ini mulut gue kenapa sih? Udah coba ditahan pake tangan, masih aja bisa teriak kayak gitu.Tentu aja dua orang yang tengah saling menyalurkan rasa nafsu lewat ciuman itu langsung tersentak kaget dan saling melangkah mundur satu sama lain. Jangan lupa tatapan tajam yang mereka lontarkan ke arah gue."Ngapain lo di sini?!"Lah? Harusnya gue kan ya, yang nanya ngapain mereka cuman berduaan di sini pake ciuman segala. Ini yang nanya kayak g

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Haters   8.

    ***Gue mengucek mata dengan kesal saat merasa ada yang menggoyangkan tubuh gue agak brutal."Tha ayo bangun! Kebo banget lu elah."Gue mendudukan diri dengan kaki terlipat, lalu membuka mata gue lebar untuk mengetahui siapa yang bisa masuk ke apartement gue sepagi ini."Lo masih aja kebo kalau dibangunin."Gue mendengus kesal dalam hati, tentu aja gue baru inget kalau cuman gue dan Tania yang bisa masuk ke Apartemen ini, dan gue gak pernah ganti password apartemen, ketika waktu itu Tania ganti password apartemennya."Tha, ajakin gue ke lokasi syuting mata untuk Anjani dong. Pengen lihat Gibran." Pintanya dengan muka memelas.Gue yang baru bangun, Tania yang tiba-tiba datang setelah dua bulan lebih 'gak inget' gue, buat gue agak lemot dikit untuk berpikir pagi ini."Apaan sih lo ganggu tidur gue deh! Lo aja sana berangkat sendiri." U

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Haters   9.

    Gue menghembuskan nafas pelan, mencoba menahan rasa kesal yang melonjak naik. Udahlah, si manusia songong satu itu emang sensitif dan benci gue deh kayaknya. "Mbak Ana, perasaan si orang aneh ini muncul di lokasi syuting mulu? Emang kepentingan dia apa di sini? Atau sodarao mbak?" 'Si orang aneh', julukan yang Gibran kasih ke gue, jari telunjuknya mengacung menunjuk gue. Lah, atas dasar apa dia ngasih julukan itu? Yang ada gue kan yang pantes ngasih dia julukan, si ngeselin, artis songong, biang masalah. Yang bikin gue kesel adalah, jarinya dia cuman beberapa senti dari muka gue. Niat banget dia jalan dari posisinya ke arah gue cuman buat nunjuk, ngasih julukan dan nanya begitu ke Mbak Ana. Gue melirik Mbak Ana, ingin melihat reaksi dia yang tiba-tiba ditodong pertanyaan aneh sama si artis songong yang ada di depan gue ini. Mbak Ana tertawa mendengar pertanyaan Gibra

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-17
  • Haters   10.

    Gue refleks bangkit dari posisi gue menghiraukan ucapan Pak Rama yang belum selesai dan berusaha berlari sekuat tenaga saat melihat beberapa meter di depan gue akan ada kejadian yang agak mengerikan.'BRAK!'Dalam hitungan detik kejadiannya begitu cepat, gue berasa kayak orang linglung dan bego."Thami!""Thami!"Gue mulai tersadar dari kelinglungan dan kebegoan gue ketika orang-orang menyerukan nama gue.Gue meringis saat kaki kanan gue gak bisa digerakin, dan baru sadar ternyata batang pohon yang lumayan panjang dengan diameternya seukuran paha gue, udah ada di atas betis kaki gue.Ngilu dan gak bisa digerakin."Lo ngapain sok jadi pahlawan sih!""Bukannya bilang makasih malah ngomong begitu!"Gue gak peduli dengan percakapan Anara dan Gibran, gue cuman bisa meringis ketika beberapa orang crew mencoba mengangkat batang pohon itu.Tadi, gue lihat Anara sama Gibran lagi ngobrol, terus gak

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-03
  • Haters   12.

    *Boleh gak sih kalau nangis karena bahagia sama bangga? Akhirnya dong, film mata untuk Anjani mau tayang. Jujur, bukan main senengnya. Dua minggu lagi bakal ada premier filmnya, sebelum akhirnya nanti tayang di seluruh bioskop tanah air.Tahu banget gimana prosesnya, dari diskusi skenario, casting pemain, sampai akhirnya reading dan syutingnya yang gak sebentar, belum lagi proses editing dan satuin setiap scene nya itu butuh waktu 3 sampai 4 bulan. Ternyata proses film untuk tayang tuh serumit itu ya, padahal dulu sebelum tahu setiap nonton film bisanya ngedumel kalau plot atau endingnya kurang. Dulu, novel yang gue tulis diangkat jadi film tuh mimpi, sekarang emang tercapai, tapi kayaknya kalau ada tawaran ke karya lain, gue harus pikirin dengan mateng.Gue emang orangnya agak ngeyel, keras kepala, dan perfeksionis, jadi pas salah satu karya yang gue tulis mau diadaptasi jadi film, rasanya gue harus ikut buat berkontribu

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-09

Bab terbaru

  • Haters   13.

    'Pihak management dan film akan merencakan kembali penayangan film Mata untuk Anjani meskipun aktor dan aktris yang memerankan tokoh penting di film tersebut terlibat skandal''Berita terpanas! Aktor tampan Gibran Rahandi dan Aktris cantik Anindita terlibat skandal panas, berciuman di area lokasi syuting film!'Setelah mengscroll sosial media selama beberapa menit, akhirnya gue bisa tahu awal permasalahan kenapa si Gibran dan dua ceweknya bisa datang ke apartemen gue. Ya walaupun tadi mereka jelasin dikit tentang permasalahannya, tapi gue gak menyimak semuanya karena jujur udah takut tapi kesel sendiri sama tuduhan yang bahkan gak.gue lakuin, meskipun gue sebagai 'saksi'.Setelah melihat video yang beredar pun, sudut pandang video itu bahkan diambil dari jarak jauh dan di zoom, sedangkan gue mergokin mereka ya kaget dan pulang dari toilet aja udah.Sebenernya, mau netijen ngegibahin dan ngecam mereka, gue

  • Haters   12.

    *Boleh gak sih kalau nangis karena bahagia sama bangga? Akhirnya dong, film mata untuk Anjani mau tayang. Jujur, bukan main senengnya. Dua minggu lagi bakal ada premier filmnya, sebelum akhirnya nanti tayang di seluruh bioskop tanah air.Tahu banget gimana prosesnya, dari diskusi skenario, casting pemain, sampai akhirnya reading dan syutingnya yang gak sebentar, belum lagi proses editing dan satuin setiap scene nya itu butuh waktu 3 sampai 4 bulan. Ternyata proses film untuk tayang tuh serumit itu ya, padahal dulu sebelum tahu setiap nonton film bisanya ngedumel kalau plot atau endingnya kurang. Dulu, novel yang gue tulis diangkat jadi film tuh mimpi, sekarang emang tercapai, tapi kayaknya kalau ada tawaran ke karya lain, gue harus pikirin dengan mateng.Gue emang orangnya agak ngeyel, keras kepala, dan perfeksionis, jadi pas salah satu karya yang gue tulis mau diadaptasi jadi film, rasanya gue harus ikut buat berkontribu

  • Haters   10.

    Gue refleks bangkit dari posisi gue menghiraukan ucapan Pak Rama yang belum selesai dan berusaha berlari sekuat tenaga saat melihat beberapa meter di depan gue akan ada kejadian yang agak mengerikan.'BRAK!'Dalam hitungan detik kejadiannya begitu cepat, gue berasa kayak orang linglung dan bego."Thami!""Thami!"Gue mulai tersadar dari kelinglungan dan kebegoan gue ketika orang-orang menyerukan nama gue.Gue meringis saat kaki kanan gue gak bisa digerakin, dan baru sadar ternyata batang pohon yang lumayan panjang dengan diameternya seukuran paha gue, udah ada di atas betis kaki gue.Ngilu dan gak bisa digerakin."Lo ngapain sok jadi pahlawan sih!""Bukannya bilang makasih malah ngomong begitu!"Gue gak peduli dengan percakapan Anara dan Gibran, gue cuman bisa meringis ketika beberapa orang crew mencoba mengangkat batang pohon itu.Tadi, gue lihat Anara sama Gibran lagi ngobrol, terus gak

  • Haters   9.

    Gue menghembuskan nafas pelan, mencoba menahan rasa kesal yang melonjak naik. Udahlah, si manusia songong satu itu emang sensitif dan benci gue deh kayaknya. "Mbak Ana, perasaan si orang aneh ini muncul di lokasi syuting mulu? Emang kepentingan dia apa di sini? Atau sodarao mbak?" 'Si orang aneh', julukan yang Gibran kasih ke gue, jari telunjuknya mengacung menunjuk gue. Lah, atas dasar apa dia ngasih julukan itu? Yang ada gue kan yang pantes ngasih dia julukan, si ngeselin, artis songong, biang masalah. Yang bikin gue kesel adalah, jarinya dia cuman beberapa senti dari muka gue. Niat banget dia jalan dari posisinya ke arah gue cuman buat nunjuk, ngasih julukan dan nanya begitu ke Mbak Ana. Gue melirik Mbak Ana, ingin melihat reaksi dia yang tiba-tiba ditodong pertanyaan aneh sama si artis songong yang ada di depan gue ini. Mbak Ana tertawa mendengar pertanyaan Gibra

  • Haters   8.

    ***Gue mengucek mata dengan kesal saat merasa ada yang menggoyangkan tubuh gue agak brutal."Tha ayo bangun! Kebo banget lu elah."Gue mendudukan diri dengan kaki terlipat, lalu membuka mata gue lebar untuk mengetahui siapa yang bisa masuk ke apartement gue sepagi ini."Lo masih aja kebo kalau dibangunin."Gue mendengus kesal dalam hati, tentu aja gue baru inget kalau cuman gue dan Tania yang bisa masuk ke Apartemen ini, dan gue gak pernah ganti password apartemen, ketika waktu itu Tania ganti password apartemennya."Tha, ajakin gue ke lokasi syuting mata untuk Anjani dong. Pengen lihat Gibran." Pintanya dengan muka memelas.Gue yang baru bangun, Tania yang tiba-tiba datang setelah dua bulan lebih 'gak inget' gue, buat gue agak lemot dikit untuk berpikir pagi ini."Apaan sih lo ganggu tidur gue deh! Lo aja sana berangkat sendiri." U

  • Haters   7.

    Beberapa meter dari gue, terhalang pohon pinus tapi masih gue bisa lihat jelas, Gibran dan Anindita--salah satu aktris kesukaan gue, sekaligus pemeran di film untuk Anjani-- lagi asik ciuman. CIUMAN, gue tekenin.YA ALLAH, MATA GUE TERNODAI!Gue emang bukan orang alim, gue juga pernah nonton scene ciuman di drakor atau baca di novel, tapi nyaksiin secara langsung ya baru sekali seumur hidup."LAGI NGAPAIN KALIAN?!"Ini mulut gue kenapa sih? Udah coba ditahan pake tangan, masih aja bisa teriak kayak gitu.Tentu aja dua orang yang tengah saling menyalurkan rasa nafsu lewat ciuman itu langsung tersentak kaget dan saling melangkah mundur satu sama lain. Jangan lupa tatapan tajam yang mereka lontarkan ke arah gue."Ngapain lo di sini?!"Lah? Harusnya gue kan ya, yang nanya ngapain mereka cuman berduaan di sini pake ciuman segala. Ini yang nanya kayak g

  • Haters   6.

    Heh! Demi apa gibran jadi pemeran film mata untuk Anjani? KOK LO GAK NGOMONG KE GUE?!!!'Pagi-pagi udah disodorin chat whatsapp dari Tania. Antara gue harus bersyukur atau sedih, karena dia ngechat gue lagi tapi tentu aja gara-gara si Gibran meranin Kahfi. Mana ada orang yang udah ngeblokir nomor temennya dua bulan lebih, gak mau kontakin lagi, tiba-tiba ngechat berhubungan sama idolanya. Ada rasa bersyukur sedikit sih, karena dari typingnya Tania, dia udah keliatan 'biasa' lagi ke gue, tapi tentu aja bukan gue yang dia cari.Kalau boleh jujur, sekalinya gue dikecewain atau dikhianatin sama seseorang, entah itu teman atau sahabat atau bahkan keluarga, karakter gue gak akan bisa balik seasik dulu sebelum dikecewain, karena meskipun mulut gue ngucapin maaf, tapi pikiran dan hati gue selalu ingat kejadian yang mengecewakan itu ketika ketemu orangnya.Jadi dengan kesimpulan itu, gue cuman baca chat d

  • Haters   5.

    Thami, dua minggu lagi proses syuting akan segera dimulai, kami sudah menemukan aktor dan aktris yang cocok untuk memerankan tokoh-tokoh yang ada di novel. Sekarang lagi proses reading, kalau kamu punya waktu, boleh datang ke kantor seperti biasa.' Tiga minggu gak ada kabar kejelasan mengenai pemerannya, tiba-tiba udah sampe reading aja. Cukup istighfar dah gue. Gue kira kurang lebih dalam tiga minggu gak ada kejelasan tuh, pihak production pusing nentuin pemerannya, ternyata udah sampai reading aja, itu berarti ya semua pemeran dari utama sampai figuran udah ada dong. Ya, pada akhirnya, se-selektifnya gue di projek film yang diangkat dari novel gue, akan kalah dengan keputusan mereka yang gak bisa diganggu gugat. Ya udahlah kalau pemerannya udah pada ketemu, semoga sesuai harapan aja. Niat gue sekarang adalah diem di Apartement, dan kalau proses syuting udah mau dimulai, baru deh gue l

  • Haters   4.

    Gue menghela nafas lelah, kemudian menjatuhkan tubuh gue ke kasur. Kepala pusing, mata bengkak, ingus meler, cukup membuat gue kayak orang stress. Gue menutup mata, mencoba meresapi semua yang terjadi. Jujur aja, baru kali ini gue dan Tania bisa berantem sehebat itu. Padahal Tania tahu gue benci artis idolanya sedari dulu, bahkan mungkin sebelum Tania ngefans ke si artis sialan itu. Tania satu-satunya orang yang bisa jadi sahabat gue, yang bisa menerima keanehan gue, dan sekarang gue udah gak bisa menganggap dia sebagai sahabat gue lagi kayaknya. Gue membuka mengerejapkan mata pas ponsel yang sedari tadi gue pegang bergetar. Ada telpon dari Pak Rama. Gue mendudukan tubuh, menghela nafas dan mencoba untuk baik-baik aja walaupun rasanya gak bisa. Gue harus bersikap profesional untuk menerima telpon itu. "Hallo, assalamualaikum, Pak." "Wa'alaikumsalam, Thami. Kamu s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status