"Mmmhhp..! Maaf Bimo, aku lagi gemes sama kamu. Mmhhf..!" seru Rindy, disela kegemasannya memeluk dan menciumi wajah Bimo. "Ehh..! T-tante..! I-ini tak pantas..!" seru Bimo seraya mengelakkan wajahnya, yang telah tercuri 3 buah ciuman gemas dari Tante Rindy. Perlahan Rindy menyudahi kegemasan dan godaannya pada Bimo. Bimo pun akhirnya perlahan berhasil merenggangkan pelukkan Rindy di tubuhnya. "Hihihii..! Siapa suruh kau juga membuat sepupuku Lidya menyukaimu, selain si Devi semalam. Kau benar-benar membuatku gemas Bimo," ujar Rindy dengan senyum gemas, seraya menggigit ujung bibirnya yang merekah. 'Ahh, dasar wanita. Aneh..! Bisa bahaya jika Ki Brajangkala tiba-tiba meminta jatahnya tadi', bathin Bimo, yang masih tertegun dengan kejadian dadakkan barusan. Dia sungguh tak menyangka Tante Rindy akan berbuat hal aneh seperti tadi. 'Sepertinya keputusanku untuk segera pindah dari sini sudah benar. Baiklah, nanti malam aku akan bicara soal kepindahanku ke Gorbo pada Tante Rindy', bat
"Baik Lidya. Tenanglah, semua akan baik-baik saja," ujar Bimo tersenyum, saat melihat kecemasan di wajah Lidya. "Iya Mas Bimo. Tak biasanya Ayah bersikap begini padaku," ucap Lidya, seraya terus melangkah ke arah mobilnya. Bimo pun berjalan tenang di sisi Lidya. Tak lama kemudian tibalah mereka di daerah Gading Kelapa, daerah di mana Hendra Winata membangun istana kediamannya. Setelah melalui dua gerbang pos security di kediaman Hendra, akhirnya mereka pun masuk ke area halaman kediaman konglomerat sukses itu. Bimo pun mengikuti Lidya turun dari mobil, saat mereka tiba di garasi parkir luas sebuah rumah mewah dan megah milik Hendra. Nampak puluhan mobil mewah dari berbagai merk berada dalam garasi itu, yang terlihat masih lega tersebut. "Papah, Mamah. Lidya datang," ucap Lidya, saat melihat kedua orangtuanya tengah duduk di teras, seolah memang tengah menantinya. Namun ada seorang lelaki sepuh yang juga turut hadir di teras itu, dan Lidya mengenalinya sebagai Ki Sabdo, penasehat
"Ahh..! Jala Langit..!" kini Ki Sabdo yang berseru kaget, setelah dia ikut menatap ke arah langit. "Benar Ki Sabdo. Bentuknya memang seperti jala yang menutupi langit tepat di atas rumah ini. Sepertinya ada yang akan mengirim 'sesuatu' ke rumah ini nanti malam," ujar Bimo menimpali ucapan Ki Sabdo. Bahkan Bimo juga bisa menjelaskan makna tersirat dari pertanda fenomena itu. Dan dari kepekaan dan kecepatan respon saja Hendra kini bisa menilai, bahwa kemampuan Bimo bahkan telah melampaui kemampuan Ki Sabdo. Kepercayaannya pada Bimo, sebagai Konsultan Pribadi putrinya itu pun semakin menebal. "Ahh..! Benarkah itu Bimo..?" sentak Hendra kaget, mendengar akan ada serangan halus ke kediamannya nanti malam. "Benar Tuan Hendra. Sepertinya memang akan ada yang mengirimkan serangan halus ke sini nanti malam. Aku juga merasa tak asing dengan pemilik kekuatan bathin ini..? Tapi aku takut salah sangka terhadapnya," ujar Ki Sabdo membenarkan pandangan bathin Bimo. "Dia bernama Ki Condro. Ki Sa
"Ahh..! Terimakasih Bimo," desah haru Ki Sabdo. Kepekaan bathinnya langsung menangkap maksud baik Bimo. Ya, kini jelas sudah bagi Ki Sabdo, akan maksud sebenarnya Bimo terhadap dirinya. Bahwa Bimo bukan tak mau membantunya menghadapi Ki Condro, bahkan dengan mudah Bimo bisa mengalahkan Ki Condro seorang diri dengan Ki Naga Kencana miliknya. Tetapi Bimo ingin dirinyalah yang mengalahkan Ki Condro, agar kepercayaan keluarga Hendra semakin bertambah tinggi terhadapnya. "Sama-sama Ki Sabdo," ujar Bimo tenang. "Bagaimana Ki Sabdo, Bimo..? Apakah kalian sudah menemukan cara, untuk menghadapi serangan Ki Condro nanti malam..?" tanya Hendra dengan wajah cemas, saat Bimo dan Ki Sabdo kembali tiba di teras. "Tenanglah Tuan Hendra. Kami telah menemukan cara untuk mengatasi seranga Ki Condro itu. Tuan Hendra sekeluarga tenang saja di dalam rumah nanti malam," ujar Ki Sabdo tersenyum tenang. Ya, kini Ki Sabdo benar-benar berkata dengan kemantapan hati, sehingga getar suaranya bagai menembus
'Huh..! Dasar orangtua bodoh...!' bathin Rindy, saat melihat kasus pembuangan anak bayi di semak-semak jalanan. Ya, tentu saja dia menjadi marah dan menyesalkan kejadian itu. Karena dirinya sendiri sedang sangat mendambakan seorang anak. "Malam Tante Rindy. Bimo bisa bicara sebentar dengan Tante..?" sapa Bimo, yang berniat mengutarakan sesuatu pada tante kostnya itu. "Langsung duduk saja Bimo. Bicara semalaman juga tak apa kok. Hihihi..!" sahut Rindy seraya tertawa geli. Sebenarnya Rindy memang tengah menanti Bimo lewat sejak tadi. Karena biasanya Bimo memang keluar mencari makan malam pada jam-jam itu. "Tante. Bimo sudah diberhentikan dari kantor yang lama. Dan sekarang Bimo bekerja pada Lidya.Dan kebetulan Bimo mendapat fasilitas rumah dari Lidya, Tante. Karenanya Bimo mau pamit dan tinggal di Gorbo, menempati rumah fasilitas itu. Bimo mohon maaf, jika selama Bimo kost di sini selalu merepotkan Tante Rindy. Karena Tante sudah sangat baik dan bijak pada Bimo," ungkap Bimo akhi
"Ahhk..! T-tante.. bisakah k-kita hentikan saja semua ini..!" seru terbata Bimo, di tengah erangan tertahan yang tak sengaja keluar dari mulutnya. "Ahh, Bimo.. Kau sudah berjanji satu jam padaku Bimo... Ini belum lagi 15 menit sayang..!" seru Rindy di tengah kegemasan dan gairahnya yang meletup-letup terhadap Bimo. Dan Bimo pun terhenyak diam, karena memang dia sudah berjanji seperti itu pada tante kostnya itu. Tak ada alibi lagi baginya kini. Dan yang lebih celakanya, saat itu Bimo mengenakan celana panjang trainingnya. Karena dia memang biasa mengenakan celana bola atau training saat malam dan hendak tidur. Maka semakin jelaslah penampakkan 'Bimo Junior' yang tercetak di celana trainingnya itu. Hal yang semakin membuat Rindy bernafsu meraba, membelai, bahkan setengah meremas benda itu. "Ahks..! T-tante.. j-jangan begitu..!" seru tersentak Bimo, saat merasakan remasan gemas tangan Rindy pada miliknya, yang sudah tegak maksimal itu. Setengah mati Bimo menahan hasrat dan gairahnya
Tutt.. Tutt..! "Ya Halo Bu Devi. Tumben malam-malam menghubungi saya." "Malam Pak Budi. Tak ada apa-apa kok. Saya hanya sekedar mau tanya nomor ponsel Bimo Pak. Siapa tahu Pak Budi tahu nomornya." "Wah! Kebetulan saya ada tuh kontaknya Bu Devi. Ini juga karena Bimo pernah menolong saya.. Sebentar ya Bu." "Wah kebetulan sekali kalau begitu. Baik Pak Budi. Saya tutup dulu panggilannya ya." Klikh! Tak lama setelah Devi menutup panggilannya. Bip! Masuk chat dari Pak Budi pada Devi, yang berisikan nomor kontak Bimo. Devi : "Baik Pak Budi terimakasih ya." Pak Budi : "Baik Bu Devi." Devi pun menyimpan nomor kontak Bimo di ponselnya. Namun ada sesuatu yang terbersit di benaknya saat itu. 'Pak Budi bilang Bimo pernah menolongnya..? Menolong dalam hal apa ya..? Baiklah, besok akan kutanyakan hal itu di kantor saja', bathin Devi, dengan rasa penasaran. *** Bimo baru saja mandi dan berganti pakaian saat itu. Usai meladeni keinginan gila dari Rindy tadi. Bimo merasa dia harus member
Rumah itu nampak sangat asri, megah, dan juga cukup luas. "Nah kita sudah sampai Mas Bimo," ujar Lidya, seraya beranjak keluar dari dalam mobil. "Baik Lidya," Bimo pun berkata sambil ikut keluar dari mobil.Sementara barang bawaannya milik Bimo dari kost memang tak banyak, hanya barang-barang penting saja yang dibawanya. Selebihnya bahkan dia tinggalkan begitu saja, setelah Lidya bilang perkakas rumah sudah tersedia lengkap di rumah barunya itu. Di gerbang masuk tadi ada seorang security yang berjaga di pos jaga yang terletak di belakang pagar gerbang. Dan kini nampak sepasang lelaki daan wanita berumur menghampiri mereka. "Wah! Selamat datang Non Lidya, Tuan! Mari saya bawakan tasnya Tuan," ucap lelaki berumur itu hangat dan sopan. "Wah tak usah Pak. Ringan kok ini," sahut Bimo, seraya menyalami lelaki itu dan istrinya. Bimo merasa tak perlu merepotkan lelaki berumur itu. "Salam Pak Adi, Ibu. Ini teman Lidya, namanya Mas Bimo. Dia yang akan menetap di sini," ujar Lidya ramah pa
"Ini nomor siapakah Lidya..? Apakah dia seorang paranormal..?" "Itu adalah nomor konsultan pribadiku Fika. Sepertinya dia bisa membantu melihat masalahmu dengan Randy. Dia memang memiliki kemampuan di luar akal, Fika. Namanya Mas Bimo, orangnya seumuran dengan kita," ungkap Lidya. "Baik Lidya. Mungkin nanti akan kuhubungi dia. Terimakasih ya," ujar Fika. "Tapi agak susah untuk bertemu dengannya Fika, karena dia tinggal di Gorbo. Tapi aku yakin, dia bisa membantumu hanya dari jarak jauh saja," ujar Lidya tersenyum yakin. 'Ahh! Lidya, dari dulu aku tuh paling anti dengan yang namanya paranormal, dukun, cenayang, kebathinan, dan sebagainya. Tapi baiklah, tak ada salahnya aku menghubungi rekomendasi dari Lidya ini', bathin Fika. Ya, usai melakukan meeting di ballroom hotel itu bersama para pengusaha lainnya. Lidya bertemu dengan Fika, sobat lamanya itu. Dan ternyata Fika sudah menikah dengan Randy, yang sama-sama teman kuliahnya dulu. Sudah hampir 2 tahun Fika dan Randy menikah, nam
Demi mewujudkan ambisi dan impian hatinya, Kyoshi menyanggupi perintah dari Tuan Shanada. Dan dengan diam-diam, Kyoshi mulai bergerak mengumpulkan data-data dan berkas rahasia Katada Corp, tempatnya bekerja. Menjadi musuh dalam selimut! Sementara Yuriko sendiri seperti halnya Lidya, dia juga tengah dipersiapkan untuk menggantikan kedudukkan sang ayah di Katada Corp. Namun Yuriko belum mendapat keleluasaan seperti halnya Lidya, karena dia belum pada tahap sebagai pengambil keputusan dalam Katada Corp.Ya, Yuriko baru pada tahap mempelajari, menjalani perintah, serta arahan dari ayahnya, dalam mengelola Katada Corp. Praktis sedikit sekali waktu bagi Yuriko, untuk bisa meluaskan wawasannya pada soal percintaan dan asmara. Hal yang membuatnya masih virgin sampai saat itu..! Sebuah fakta yang mencengangkan memang, mengingat di negeri Pangje rata-rata gadis telah mengenal olah asmara bahkan sejak usia 15-16 tahun. Demikianlah sekelumit kisah tentang Katada Corp, yang tengah memelihar
Rumah itu nampak sangat asri, megah, dan juga cukup luas. "Nah kita sudah sampai Mas Bimo," ujar Lidya, seraya beranjak keluar dari dalam mobil. "Baik Lidya," Bimo pun berkata sambil ikut keluar dari mobil.Sementara barang bawaannya milik Bimo dari kost memang tak banyak, hanya barang-barang penting saja yang dibawanya. Selebihnya bahkan dia tinggalkan begitu saja, setelah Lidya bilang perkakas rumah sudah tersedia lengkap di rumah barunya itu. Di gerbang masuk tadi ada seorang security yang berjaga di pos jaga yang terletak di belakang pagar gerbang. Dan kini nampak sepasang lelaki daan wanita berumur menghampiri mereka. "Wah! Selamat datang Non Lidya, Tuan! Mari saya bawakan tasnya Tuan," ucap lelaki berumur itu hangat dan sopan. "Wah tak usah Pak. Ringan kok ini," sahut Bimo, seraya menyalami lelaki itu dan istrinya. Bimo merasa tak perlu merepotkan lelaki berumur itu. "Salam Pak Adi, Ibu. Ini teman Lidya, namanya Mas Bimo. Dia yang akan menetap di sini," ujar Lidya ramah pa
Tutt.. Tutt..! "Ya Halo Bu Devi. Tumben malam-malam menghubungi saya." "Malam Pak Budi. Tak ada apa-apa kok. Saya hanya sekedar mau tanya nomor ponsel Bimo Pak. Siapa tahu Pak Budi tahu nomornya." "Wah! Kebetulan saya ada tuh kontaknya Bu Devi. Ini juga karena Bimo pernah menolong saya.. Sebentar ya Bu." "Wah kebetulan sekali kalau begitu. Baik Pak Budi. Saya tutup dulu panggilannya ya." Klikh! Tak lama setelah Devi menutup panggilannya. Bip! Masuk chat dari Pak Budi pada Devi, yang berisikan nomor kontak Bimo. Devi : "Baik Pak Budi terimakasih ya." Pak Budi : "Baik Bu Devi." Devi pun menyimpan nomor kontak Bimo di ponselnya. Namun ada sesuatu yang terbersit di benaknya saat itu. 'Pak Budi bilang Bimo pernah menolongnya..? Menolong dalam hal apa ya..? Baiklah, besok akan kutanyakan hal itu di kantor saja', bathin Devi, dengan rasa penasaran. *** Bimo baru saja mandi dan berganti pakaian saat itu. Usai meladeni keinginan gila dari Rindy tadi. Bimo merasa dia harus member
"Ahhk..! T-tante.. bisakah k-kita hentikan saja semua ini..!" seru terbata Bimo, di tengah erangan tertahan yang tak sengaja keluar dari mulutnya. "Ahh, Bimo.. Kau sudah berjanji satu jam padaku Bimo... Ini belum lagi 15 menit sayang..!" seru Rindy di tengah kegemasan dan gairahnya yang meletup-letup terhadap Bimo. Dan Bimo pun terhenyak diam, karena memang dia sudah berjanji seperti itu pada tante kostnya itu. Tak ada alibi lagi baginya kini. Dan yang lebih celakanya, saat itu Bimo mengenakan celana panjang trainingnya. Karena dia memang biasa mengenakan celana bola atau training saat malam dan hendak tidur. Maka semakin jelaslah penampakkan 'Bimo Junior' yang tercetak di celana trainingnya itu. Hal yang semakin membuat Rindy bernafsu meraba, membelai, bahkan setengah meremas benda itu. "Ahks..! T-tante.. j-jangan begitu..!" seru tersentak Bimo, saat merasakan remasan gemas tangan Rindy pada miliknya, yang sudah tegak maksimal itu. Setengah mati Bimo menahan hasrat dan gairahnya
'Huh..! Dasar orangtua bodoh...!' bathin Rindy, saat melihat kasus pembuangan anak bayi di semak-semak jalanan. Ya, tentu saja dia menjadi marah dan menyesalkan kejadian itu. Karena dirinya sendiri sedang sangat mendambakan seorang anak. "Malam Tante Rindy. Bimo bisa bicara sebentar dengan Tante..?" sapa Bimo, yang berniat mengutarakan sesuatu pada tante kostnya itu. "Langsung duduk saja Bimo. Bicara semalaman juga tak apa kok. Hihihi..!" sahut Rindy seraya tertawa geli. Sebenarnya Rindy memang tengah menanti Bimo lewat sejak tadi. Karena biasanya Bimo memang keluar mencari makan malam pada jam-jam itu. "Tante. Bimo sudah diberhentikan dari kantor yang lama. Dan sekarang Bimo bekerja pada Lidya.Dan kebetulan Bimo mendapat fasilitas rumah dari Lidya, Tante. Karenanya Bimo mau pamit dan tinggal di Gorbo, menempati rumah fasilitas itu. Bimo mohon maaf, jika selama Bimo kost di sini selalu merepotkan Tante Rindy. Karena Tante sudah sangat baik dan bijak pada Bimo," ungkap Bimo akhi
"Ahh..! Terimakasih Bimo," desah haru Ki Sabdo. Kepekaan bathinnya langsung menangkap maksud baik Bimo. Ya, kini jelas sudah bagi Ki Sabdo, akan maksud sebenarnya Bimo terhadap dirinya. Bahwa Bimo bukan tak mau membantunya menghadapi Ki Condro, bahkan dengan mudah Bimo bisa mengalahkan Ki Condro seorang diri dengan Ki Naga Kencana miliknya. Tetapi Bimo ingin dirinyalah yang mengalahkan Ki Condro, agar kepercayaan keluarga Hendra semakin bertambah tinggi terhadapnya. "Sama-sama Ki Sabdo," ujar Bimo tenang. "Bagaimana Ki Sabdo, Bimo..? Apakah kalian sudah menemukan cara, untuk menghadapi serangan Ki Condro nanti malam..?" tanya Hendra dengan wajah cemas, saat Bimo dan Ki Sabdo kembali tiba di teras. "Tenanglah Tuan Hendra. Kami telah menemukan cara untuk mengatasi seranga Ki Condro itu. Tuan Hendra sekeluarga tenang saja di dalam rumah nanti malam," ujar Ki Sabdo tersenyum tenang. Ya, kini Ki Sabdo benar-benar berkata dengan kemantapan hati, sehingga getar suaranya bagai menembus
"Ahh..! Jala Langit..!" kini Ki Sabdo yang berseru kaget, setelah dia ikut menatap ke arah langit. "Benar Ki Sabdo. Bentuknya memang seperti jala yang menutupi langit tepat di atas rumah ini. Sepertinya ada yang akan mengirim 'sesuatu' ke rumah ini nanti malam," ujar Bimo menimpali ucapan Ki Sabdo. Bahkan Bimo juga bisa menjelaskan makna tersirat dari pertanda fenomena itu. Dan dari kepekaan dan kecepatan respon saja Hendra kini bisa menilai, bahwa kemampuan Bimo bahkan telah melampaui kemampuan Ki Sabdo. Kepercayaannya pada Bimo, sebagai Konsultan Pribadi putrinya itu pun semakin menebal. "Ahh..! Benarkah itu Bimo..?" sentak Hendra kaget, mendengar akan ada serangan halus ke kediamannya nanti malam. "Benar Tuan Hendra. Sepertinya memang akan ada yang mengirimkan serangan halus ke sini nanti malam. Aku juga merasa tak asing dengan pemilik kekuatan bathin ini..? Tapi aku takut salah sangka terhadapnya," ujar Ki Sabdo membenarkan pandangan bathin Bimo. "Dia bernama Ki Condro. Ki Sa
"Baik Lidya. Tenanglah, semua akan baik-baik saja," ujar Bimo tersenyum, saat melihat kecemasan di wajah Lidya. "Iya Mas Bimo. Tak biasanya Ayah bersikap begini padaku," ucap Lidya, seraya terus melangkah ke arah mobilnya. Bimo pun berjalan tenang di sisi Lidya. Tak lama kemudian tibalah mereka di daerah Gading Kelapa, daerah di mana Hendra Winata membangun istana kediamannya. Setelah melalui dua gerbang pos security di kediaman Hendra, akhirnya mereka pun masuk ke area halaman kediaman konglomerat sukses itu. Bimo pun mengikuti Lidya turun dari mobil, saat mereka tiba di garasi parkir luas sebuah rumah mewah dan megah milik Hendra. Nampak puluhan mobil mewah dari berbagai merk berada dalam garasi itu, yang terlihat masih lega tersebut. "Papah, Mamah. Lidya datang," ucap Lidya, saat melihat kedua orangtuanya tengah duduk di teras, seolah memang tengah menantinya. Namun ada seorang lelaki sepuh yang juga turut hadir di teras itu, dan Lidya mengenalinya sebagai Ki Sabdo, penasehat