Mereka tadi menolak, tapi kenyatannya kini keduanya tengah berada di kebun anggur yang Dana bicarakan. Luasnya tidak seberapa, terletak di belakang rumah, setelah taman. Pohon-pohon anggur tumbuh dengan subur, merambat mengikuti kerangka kubah setengah lingkaran.Ada suami Dana di sana, Joe Florence, Sophia biasa memanggilnya dengan panggilan formal. Sekalipun sudah beberapa kali Sir Florence menyarankannya untuk memanggil Joe saja, tapi Sophia belum terbiasa.Joe bekerja sebagai penjaga kebun, dia dan istrinya tinggal tidak jauh dari sini, dan mengelola beberapa petak tanah milik Albert adalah hal yang telah lama mereka lakukan, bahkan sebelum Albert membeli rumah itu.“Nyonya Raymond, kau di sini!” sapa Joe saat mereka mendekat.“Hai, Sir Florence,” sahut Sophia, tersenyum ramah.“Dan Tuan, maaf aku tidak melihatmu lebih dulu,” Joe beralih pada Albert dan menunduk sedikit meminta maaf.“Hm,” sahut Albert tampak acuh. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar, melihat kebun anggur yang
Albert telah mengisi keranjang terakhir berisi anggur merah yang segar-segar. Keringat membasahi sekujur tubuhnya, wajahnya sedikit memerah karena panas, hari memang sudah semakin siang. Tapi Sophia dan Dana masih belum juga kembali. Joe bilang Dana pergi untuk memetik sayuran di dalam rumah tumbuhan. Karena itulah Albert berniat untuk menyusul mereka ke sana sekarang.Sementara itu, di dalam rumah tumbuhan, Sophia tengah duduk di bangku kayu dengan kaki kanan terangkat dan bertumpu di atas paha kiri, tangannya memijat perlahan pergelangan kakinya yang terlihat memerah.Itu terjadi karena tadi, ketika Sophia tengah berjongkok memetik cabai, dia tidak sadar ada siput yang berjalan perlahan naik ke punggung kakinya. Kemudian, saat dia sadar akan kehadiran hewan tanah itu, Sophia langsung menjerit dan refleks mengibaskan kakinya membabi buta, berlari menjauh dari sana. Karena sikap sembrono itu, dia tidak melihat ada gundukan tanah di depannya kemudian kakinya tersandung.Dana sangat ter
Albert membawa Sophia ke dokter dan telah diperiksa. Pergelangan kaki Sophia kini telah dibalut perban berwarna putih. Beruntung klinik tempat Sophia diperiksa terletak di sudut kota yang sepi dan tengah sepi pengunjung pula, jadi tidak akan ada yang melihatnya digendong seperti koala di punggung Albert, itu hal paling memalukan yang akan terjadi.“Karena alasan apa hari ini kau cuti?” tanya Sophia setelah mereka sampai di rumah dan kini tengah duduk di pantri dapur menikmati makan siang yang dibuat Dana.“Aku tidak perlu alasan,” jawab Albert singkat.Sophia sebenarnya bertanya karena semenjak pagi Albert selalu memegang tabletnya—kecuali ketika mereka pergi ke kebun tadi, membuat Sophia berpikir bahwa lelaki itu sibuk mengerjakan pekerjaannya di kantor bahkan sekalipun dia mengambil hari libur.Albert yang awalnya terdiam menoleh pada Sophia. “Aku hanya mengecek pekerjaan Maurice,” katanya.“Ah ya, aku jarang melihat Maurice. Dia bahkan tidak pernah datang ke sini.”“Dia sibuk. Untu
Jauh dari jenis makan malam yang dikatakan Albert saat di rumah tadi, acara makan malam yang Daniel adakan ternyata sebuah perayaan pembukaan restoran barunya yang terletak di lantai paling atas sebuah mall mewah. Sophia datang mengenakan gaun berwarna darksoft purple, membalut cantik tubuhnya yang ramping, berlengan panjang dengan leher tinggi.Banyak tamu undangan yang datang, dan tidak heran bagi Sophia Albert mengenali beberapa wajah, sehingga mereka berdua harus berhenti beberapa kali untuk menyapa. Sebelum akhirnya mereka sampai pada Daniel yang merupakan tuan rumah dari pesta makan malam mewah itu.Saat melihat Sophia dan Albert mendekat, senyum Daniel melebar. “Sophie!” serunya.Sebenarnya Sophia merasa sedikit tidak nyaman dengan panggilan akrab itu, hanya Albert atau beberapa orang terdekat saja yang memanggilnya demikian. Tapi Sophia tidak memprotes panggilan Daniel yang sok akrab itu.“Daniel, pesta yang sangat mengagumkan,” sapa Sophia, mengulurkan tangan hendak menyalami
“Aku ingin bicara.”Ya, inilah saatnya, pikir Sophia. Sekalipun mereka tengah berada di tengah-tengah pesta, Sophia merasa suasana di antara dirinya dengan Albert cukup tepat, dan kapan lagi Sophia akan memiliki keberanian seperti ini?“Apa?” Albert menyahut, menatap Sophia dengan ekspresi tenang. Berbanding terbalik dengan ekspresi Sophia sendiri. Dan Albert menyadarinya, apapun yang hendak Sophia katakan pasti sesuatu penting yang telah lama mengganggu pikiran wanita itu. “Ada apa?” tanya Albert lagi.“Ngh…” Sophia tidak sempat selesai mengucapkan perkataannya karena setelah itu, suara letusan terdengar di langit, atensi mereka semua teralihkan ke sana—ke percikan kembang api berwarna-warni yang menghias langit gelap.Sophia menggumam, “Cantik.”Letusan-letusan itu terus meluncur. Kembang api meledak dengan indah. Semua orang menatapnya dengan kagum, terhipnotis dalam momen itu untuk beberapa saat.Namun Albert justru menatap ke arah Sophia, memandang rambut hitam panjang yang tert
“Bagaimana kalau malam ini? Kau tidur di kamarku?”Sophia menatap Albert seolah lelaki itu telah kehilangan akal sehatnya. “Kau gila?!”Senyum Albert melebar, lalu dia menggeleng. “Kau sendiri yang menawarkan kompromi ini, kau tidak berhak untuk berkata tidak.” Albert kemudian bangkit berdiri.Mata Sophia bergetar. Membayangkan dirinya berada di satu ruangan yang sama dengan Albert, di atas ranjang, bergelung selimut, itu terlalu… melelahkan. Melelahkan untuk jantungnya.Tidak peduli dengan status mereka yang sudah sah, tetap saja ini adalah hal yang baru.Tapi seperti kata Albert, apakah Sophia berhak untuk mundur sekarang? Sepertinya jawabannya adalah tidak. Sophia pun ikut berdiri dan mendongak menatap suaminya itu.“Baik. Karena pembicaraan kita juga belum selesai, mungkin sebaiknya kita bicarakan di tempat tidur.” Ekspresi di wajah Sophia saat mengatakannya sangat datar.Albert menahan senyum. “Memang… pembicaraan di atas ranjang itu selalu berbobot, ayo kita lakukan.”***Butuh
“Dari mana kita harus memulai?” Albert mengulang pertanyaan Sophia tadi. “Dari sini,” lanjutnya.Lalu entah siapa yang pertama kali melakukan, wajah keduanya saling mendekat, napas mereka beradu tajam. Saat jarak semakin menipis, Sophia memejamkan mata. Albert menatap bibir wanita itu yang tampak begitu mengundang, sebelum akhirnya dia menutupnya dengan bibirnya sendiri.Suara kesiap Sophia tertelan begitu saja saat bibir mereka menyatu, rasa menyengat seperti aliran listrik menggelitik setiap syarafnya. Tidak ada perasaan yang lebih baik dari ini, pikir Sophia.Albert terus melumat bibir Sophia, mengulumnya keras, sampai suara kenikmatan lolos dari bibir wanita itu. Albert begitu senang mendengarnya dan dia menggunakan momen itu untuk menjulurkan lidah, menyatukan bibir mereka lebih panas, dengan lidah yang saling berdansa. Saliva mengalir dari sudut bibir, turun ke dagu. Albert tersenyum, kemudian mengusapnya dan memperdalam ciuman mereka.Sophia mengeluarkan suara itu lagi, yang se
Ketika pintu Albert buka, Dana berdiri di hadapannya dengan membawa nampan berisi segelas susu berwarna merah muda dan sepiring biskuit rasa cokelat. Mata Dana memicing menatap Albert curiga. Albert menaikkan sebelah alisnya. “Ng… aku tidak butuh cemilan malam i—”Belum sempat Albert selesai berkata, Dana memotong, “Sophia tidak ada di kamarnya, dia belum kembali.” Suara Dana terdengar tajam, seperti seseorang yang tengah mengomeli anak lelakinya.Albert tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak mungkin berkata jujur bahwa Sophia sekarang ada di kamarnya, masih menenangkan diri setelah ciuman panas mereka.“Albert, kau tahu Sophia tidak suka saat kau membawa wanita pulang ke rumah,” cerca Dana.Albert butuh beberapa saat untuk mengerti maksud ucapan Dana itu. “Aku—”“Dan kau melakukannya! Bayangkan bagaimana perasaan istrimu kalau dia sampai tahu. Kupikir hubungan kalian akhir-akhir ini sudah membaik. Dan aku tadinya tidak mau ikut campur. Tapi apa yang kau lakukan ini salah, Albert.”
Albert mengamati wajah sang istri yang tengah mencomoti tomat di keranjang sayur yang Dana bawa. Kemudian Albert tersadar, bahwa sudah lama rasanya dia tidak melihat raut wajah ceria dan tatapan berbinar di mata wanita itu.Apa yang telah para Abraham itu lakukan padanya? batin Albert. Karena tidak pernah sekalipun Albert melihat Sophia yang seperti ini saat berada di kediaman keluarganya. Dan Albert senang, karena hanya dengan berada di rumah mereka saja Sophia bisa menjadi dirinya sendiri seperti ini.“Jefrey? Dia baik-baik saja. Dan oh! Kebetulan dia tengah ada di tamanmu sekarang. Katanya karena hari ini kau akan pulang, dia harus memberi perhatian lebih pada tanaman-tanaman itu,” jawab Dana sembari terkekeh geli pada kelakuan putranya itu.Sedangkan Sophia yang mendengarnya membelalakkan mata lebar penuh semangat. Dia lantas melangkah setengah berlari menuju ke luar.“Sophie!” panggil Albert, mencoba mencegahnya, tapi Sophia bahkan tidak mendengar “Apa dia tidak merasakan jet lag
“Sophie, kau yakin baik-baik saja?” tanya Albert, entah untuk ke berapa kian kali dia bertanya demikian.Dan dalam setiap pertanyaannya, Sophia hanya mengangguk dan mengubah ekspresinya menjadi sedingin mungkin. Saat dia tahu dirinya tidak akan bisa tenang, di situlah es mulai muncul membentuk dinding penghalang untuk apa yang dia rasakan di dalam.Pikiran Sophia cukup kacau saat itu, sampai yang hanya ingin dia lakukan adalah tidur dan melupakan segalanya sejenak, kemudian bangun dengan perasaan yang lebih baik dan pikiran yang lebih jernih.Sophia sudah begitu muak berada di rumah ini, dia ingin cepat-cepat pergi dan kembali ke kamarnya yang sangat dia rindukan di kediaman suaminya. Berada terlalu lama di rumah ini bersama Paula dan keluarganya yang lain akan membuat pikiran Sophia semakin gila. Karena itulah kemudian Sophia bergerak dengan sangat tergesa-gesa merapikan barang-barangnya.Sementara itu, Albert memperhatikan sang istri dari belakang dengan tatapan rumit. Dia ingin ber
Kejadiannya di Miami. Saat Albert tengah dalam urusan bisnis dan Paula tengah pergi berlibur dengan teman-temannya. Mereka kemudian tidak sengaja bertemu di sebuah bar yang terletak di dekat pantai. Saat itu barnya sangat ramai, tapi Albert duduk seorang diri dan itu bukanlah hal yang biasa.Paula mencoba mendekatinya, tapi Albert secara terang-terangan menolak karena dia tengah ingin sendiri saja. Itu adalah momen yang sangat memalukan bagi Paula karena teman-temannya saat itu menonton apa yang tengah dia lakukan. Lalu mereka pun membuat taruhan, kalau Paula berhasil tidur dengan Albert Raymond, maka dia akan mendapat hadiah liburan ke Bahamas saat akhir pekan selanjutnya.Bukan masalah hadiah, tapi juga gengsi dan harga diri. Paula pun menyanggupi taruhan itu, tapi dengan cara yang curang.Dia menjebak Albert untuk tidur dengannya, menggunakan minuman keras dan obat terlarang yang akan membuat pria manapun yang mengkonsumsinya akan merasa bergairah. Paula mendapatkan obat itu dari s
“Kau tidak boleh melakukannya!” sahut Sophia tegas.“Kenapa? Bekerja dengannya tidak akan membuatmu nyaman dan hal itu mungkin akan berpengaruh pada kesepakatan yang akan kalian ambil. Sebaiknya kau ganti editor saja.”Sophia menoleh ke belakang, menatap suaminya itu geli. “Tapi kau baik-baik saja bekerja sama dengan Luke, Daniel, juga Alexander. Apa diam-diam kau sebenarnya nyaman dengan mereka?” tanya Alicia, matanya sengaja menyipit menatap sang suami curiga.Ekspresi Albert berubah kesal.Sophia terkekeh, lalu menyentuh lengan Albert untuk menenangkannya. “Jangan khawatir. Lina bekerja menjadi editor mungkin memang karena dia ahli di dalamnya. Aku pernah mengobrol dengan dia dan aku akui, dia teman ngobrol yang cukup asik dalam bidang sastra,” kata Sophia. Dan dia berencana untuk bertemu dengan Lina Huang sekali lagi untuk melihat bagaimana wanita itu akan bersikap setelah apa yang terjadi pada mereka.Menggoda suami kliennya sendiri, itu benar-benar tidak beretika, tapi Sophia ti
Kulit Sophia merona merah saat dia ke luar dari dalam bak mandi. Asap tipis sedikit menghalangi pandangnya, juga membuat cermin yang ada di hadapan dia sekarang berembun. Sophia mengusapnya dengan tangan lalu menatap pantulan dirinya di sana.Kedua netra coklat itu melebar menatap wajah yang tampak sedikit berbeda di dalam cermin. Sophia menyentuh dahinya, tidak ada kerutan di sana dan dia tampak… rileks? Bahagia? Sophia tidak tahu bagaimana harus menyebutnya.Saat dia sedang sibuk berpikir, tiba-tiba saja seseorang datang dari belakang dan menyampirkan handuk ke tubuhnya.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Albert sembari mengelap tubuh bagian belakang istrinya.“Aku bisa sendiri!” kata Sophia panik, buru-buru berbalik.Tapi Albert menahan protesnya dan dengan tenang juga ekspresi datar, dia mengelap tubuh sang istri dengan lihai.Wajah Sophia memerah padam. Mereka pada akhirnya tadi memang mandi bersama, lalu Albert menyuruhnya menunggu selagi dia mengambil handuk baru untuk dikenakan. D
“Bangun!” bisik Albert di belakang telinga istrinya. “Bangun, Sayang, kita belum selesai,” rayu pria itu lagi, dengan suaranya yang rendah dan memikat.Masih dengan mata terpejam rapat, Sophia menggumam pelan. “Jam berapa ini?” tanyanya dengan suara serak yang terdengar aneh. Apa karena dia terlalu banyak berteriak tadi? pikir Sophia yang membuat pipinya merona merah.“Baru pukul tiga sore. Dan kau baru saja tidur selama tiga puluh menit. Ayo bangun!” kata Albert.“Nghm…! Baru tiga puluh menit. Kau tidak lelah?” sahut Sophia rendah.Albert terkekeh, mengecup punggung istrinya itu dengan mesra. “Apa kau lelah?” tanya Albert balik sembari tangannya meraba dan mencari dada istrinya.“Hm,” jawab Sophia. Matanya terpejam rapat, bibirnya kemudian sedikit membuka. Napasnya yang telah normal tadi berangsur kembali cepat. “Sedikit… lelah,” lanjut Sophia.Kekahan di belakangnya terdengar semakin keras. “Aku tahu,” kata Albert, mengecup belekang leher Sophia dan merapatkan tubuh mereka. Keduanya
Albert menghembuskan napas kasar sebelum menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh Sophia yang lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher istrinya itu.“Aku hanya tidak ingin orang lain melihatmu mengenakan pakaian jahannam ini. Apa kau tahu seberapa cantik dirimu saat melangkah mendekatiku tadi? Dengan tatapan penuh percaya diri bercampur amarah itu… Kau tampak begitu provokatif. Sialan!” Albert lalu mengecup dan menyesap keras leher Sophia yang membuat istrinya itu melenguh pelan.“Tapi kenapa kau begitu marah?” sahut Sophia di sela napasnya yang terpotong.Albert terkekeh rendah. “Kau pikir kenapa? Masih tidak mengerti juga?” dengusnya pendek.Sophia mengerti. Tapi dirinya menolak perasaan yang datang dengan mudah itu. Namun kecupan Albert membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Tidak ada gunanya juga menahan hasrat di antara mereka yang sejak awal sudah ada di sana.Sophia pun menerima semua perlakuan suaminya itu tanpa penolakan sedikitpun. Bahkan ketika tangan Al
Albert mendorong tubuh wanita asing yang dia bahkan tidak tahu namanya itu. Wanita itu tiba-tiba saja mendatangi dirinya dan melemparkan tubuhnya pada Albert seperti ini. Albert awalnya tidak ingin bersikap kasar. Dia sudah menyuruh wanita itu menjauh, tapi wanita itu justru malah mengoceh.Dan apa katanya tadi? Memesannya di Hotel Singapura? Albert berpikir sejenak, sembari menatap wajah wanita itu tajam. Saat itulah kemudian Albert ingat bahwa wanita di hadapannya ini adalah ‘hadiah’ yang diberikan oleh Mr. Harris, rekan kerja Albert di Singapura beberapa saat lalu.Albert hendak berucap, mengatakan hal telak pada wanita itu untuk menolaknya dan agar dia berhenti mengganggu lagi. Kalau perlu, Albert akan memberikannya uang yang lebih banyak dari yang diberikan oleh Mr. Harris untuk membayarnya pada malam itu. Namun, belum sempat Albert mengucapkan apapun, telinganya lebih dulu mendengar suara isakan yang terdengar samar di belakangnya.Albert pun menoleh dan terkejut mendapati istri
Dalam balutan bikini berwarna kuning itu, kulitnya yang pucat tampak semakin terang. Dengan bagian dada yang rendah dan celana dalam bertali tipis, Sophia menjelma menjadi wanita cantik musim panas dengan tubuhnya yang menggoda.Namun, sekalipun begitu, Sophia merasa jauh dari kata percaya diri. Dia hampir menangis melihat seberapa buruk dan menggelikannya bayangan dirinya di dalam cermin itu.Sekali lagi Sophia bertanya, harus kah dia melakukan ini?Bagaimana tanggapan Albert nanti?Sophia seharusnya bisa pulang hari ini bersama Albert, dia tidak perlu menunda-nunda waktu lagi. Tapi Billie dan Paula memutuskan untuk mengadakan pool party di kolam berenang belakang rumah mereka.Mereka seharusnya melakukan ini di musim panas, kenapa sekarang saat udara mulai mendingin begini? Tapi pesta tetaplah pesta, kapan pun waktunya, mereka hanya mencari-cari alasan untuk bersenang-senang.Albert sudah pergi lebih dulu. Sejak semalam, Sophia tidak banyak berbicara dengan suaminya itu. Albert men