Hamil?Hamil?Kepala Dietrich terasa seperti akan meledak. Hamil? Ada bayi di dalam perut Natalie?Mon Dieu.Natalie adalah gadis paling terhormat yang pernah Dietrich kenal. Dia cantik, tetapi kecantikannya tidak diumbar seperti kebanyakan gadis zaman sekarang melalui media sosial. Para paparazzi Monako harus berusaha keras untuk mendapatkan jepretan gambar Nat.Gadis itu memiliki tubuh menawan, tetapi pakaiannya selalu sopan. Dia lebih senang mengunjungi kedai bunga dibandingkan dengan club. Dietrich bahkan tahu bahwa Nat lebih menyukai suasana yang sepi dan hangat dibanding hingar bingar keramaian pesta.Yang paling utama, Natalie tidak menjalin hubungan yang serius dengan pria mana pun. Jadi, bagaimana gadis cantik itu bisa hamil?Dietrich memejamkan mata erat-erat. Tidak. Ini tidak mungkin benar, ‘kan?"Apa yang sebenarnya kau katakan, Catherine?" Dietrich memandang adiknya tajam. "Jangan membual. Kita semua tahu seperti apa Natalie."Catherine menghela napas dalam-dalam. "Aku ju
Mon Dieu!. Seandainya saja ibunya tahu betapa Natalie menginginkan hal yang sama. Akan tetapi, gadis cantik itu cukup tahu diri untuk tidak banyak berharap.Sejak kecil, cintanya bertepuk sebelah tangan. Ya. Itu benar.Natalie tumbuh sebagai gadis dengan penampilan biasa-biasa saja—bukan dengan kecantikan super menawan seperti Catherine yang dipuja semua orang. Tidak ada yang kurang dalam diri Nat. Kulitnya bagus. Matanya lebar dan indah. Akan tetapi, Dietrich tidak pernah memandang ke arahnya. Tidak dengan sorot penuh kekaguman seperti seorang kekasih yang tergila-gila.Sejak berusia empat belas, Natalie terus memandang ke arah Dietrich. Setiap ada acara yang mengharuskan kedua keluarga berkumpul, pandangan mata Nat akan selalu mencari pemuda itu. Natalie memandang dalam diam. Hanya doa yang berani ia katakan dalam hati—harapan agar suatu saat nanti Dietrich akan datang kepadanya dan benar-benar melihatnya.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Dietrich hanya datang untuk melampiask
Patricia Royal Inn cabang Paris merupakan salah satu hotel paling mewah yang berjarak 2 blok dari Tuileries Garden, 1,3 km dari koleksi seni terkenal di museum Louvre, dan 12 menit berjalan kaki dari pertokoan kelas atas di Champs-Élysées.Kamar-kamarnya ditata apik beraksen Eropa dan Asia. Linennya mewah. Pemandangan jalannya menakjubkan, tiada duanya, ke arah taman dan kota. Hotel ini juga memiliki akses Wi-Fi berkecepatan tinggi, TV layar datar, dan mesin espresso di masing-masing kamar. Beberapa kamar memiliki teras atau balkon, sedangkan suite mewah memiliki ruang keluarga terpisah.Terdapat dua restoran mewah yang menyediakan pasokan makanan bercita rasa tinggi, termasuk restoran Prancis berbasis sensori yang terkenal, serta bar yang nyaman, dan toko kue yang paling dicari oleh pecinta rasa manis. Fasilitas lainnya meliputi spa mewah, kolam renang indoor, dan pusat kebugaran.Patricia Royal Inn memiliki beberapa ballroom—atau yang lebih dikenal dengan sebutan salon—mewah untuk b
"L-Lepas!"Natalie berusaha memberontak ketika pintu ganda menuju lorong barat daya telah tertutup rapat dan sekarang mereka sendirian. Namun, meskipun tidak ada jalan keluar lain yang mengizinkan Nat untuk kabur, Dietrich tetap tidak melepaskan cengkeramannya bahkan melonggar pun tidak."Katakan padaku, apakah itu benar?" Dietrich mendesis pelan.Natalie mendongak. Kemudian, wajah marah Dietrich tergambar jelas di hadapannya. Nat bergidik kecil. Kulitnya meremang dan perutnya melilit sedikit.Tidak. Menghadapi Dietrich adalah hal terakhir yang bisa diinginkannya sekarang."Lepaskan aku, Dasar Berengsek! Aku tidak mengerti apa maksudmu!" Natalie mengumpulkan segenap tenaga dan berusaha meronta. Akan tetapi, tenaganya masih kalah jauh dengan Dietrich. Lelaki itu bahkan tidak bergerak dari posisinya semula.Sekarang, kedua tangan besar Dietrich mencengkeram bahu Natalie. "Katakan padaku, apakah apa yang dibilang oleh Catherine benar? Apakah kau benar-benar hamil? Atau ini hanya sekedar
"Tidak bisa menjaga diri dengan baik." Dietrich membetulkan. "Aku tidak akan menghakimimu. Aku tahu aku tidak berhak melakukannya, dan urusan kau tidur dengan siapa bukan urusanku. Itu tidak menjadikanmu pelacur. Jangan gunakan itu untuk menyebut dirimu sendiri, tapi ...." Kini Dietrich kembali memandang Natalie dengan sorot dingin yang menusuk tulang. "Kau memang tidak bisa menjaga dirimu sendiri. Jika tidak memiliki pencegahan apa pun, setidaknya minta pasanganmu untuk memakai pengaman, Nat. Tidak bisakah kau melakukan itu? Kita berdua tahu membesarkan bayi sama sekali tidak mudah. Catherine contohnya. Aku tidak percaya bahkan setelah enam tahun kita membantu Kat merawat si kembar Nasya dan Tata, kau bisa begitu ceroboh membiarkan dirimu sendiri hamil!"Natalie mengangguk. Kemudian, perempuan itu mendongak dengan mata berkaca-kaca. "Itu benar. Aku memang ceroboh. Tapi, ini sudah terjadi. Apa yang kau ingin aku lakukan sekarang? Meniadakan bayi ini?""Meniadakan ba—apa maksudmu seben
"Sialan." Vladimir mengumpat pelan di telinga Dimitri Wijaya saat pria itu menangkap bayangan Dietrich menggendong Natalie Casiraghi memasuki ballroom lagi. "Dietrich memang sungguh merepotkan."Sang mafia tampan beranak hampir empat itu bergerak kilat menuju Erik—orang kepercayaannya—dan segera memerintahkan pasukannya mengalihkan perhatian para wartawan yang memang diundang.Dimitri Wijaya berdeham pelan sembari menahan tawa saat melihat Vladimir berlari tunggang-langgang ke segala tempat demi meredam gosip-gosip panas yang tidak perlu agar tidak sampai naik ke media. Sementara itu, dirinya kembali merangkul Douglas Kennedy dengan keramahan ekstra."Douglas—bolehkah aku memanggilmu ‘Douglas’? ‘Mr. Kennedy’ sepertinya terlalu kaku." Dimitri berkata. “Tidak. Jangan menoleh ke arah sana.”Douglas Kennedy mengangguk senang, meski kesenangannya berusaha tidak terlalu ditampakkan. "Tentu saja. Panggil aku dengan nyaman."Dimitri tersenyum. "Kau juga boleh memanggilku Dimitri." Saat perhat
Pipi Natalie merona. Perempuan itu jadi teramat malu, sampai harus menutup muka dengan kedua tangan dengan dada berdebar-debar. "Ouais—Yep."Dietrich tertawa. Tawa lelaki tampan itu kemudian menghilang saat mulutnya melekat di pangkal paha Natalie dan mulai mencium di sana. Sebuah ciuman yang melibatkan lidah dan jilatan-jilatan maut yang membuat seluruh tubuh Natalie gemetaran hebat.Natalie merintih, napasnya menderu semakin cepat ketika antisipasi melonjak di dalam diri perempuan cantik itu. Jari-jemari Dietrich menyentuh pelan, membuka bagian intim Nat lebih lebar, dan lidah sang presdir tampan terjulur untuk menjilat, mencecap kenikmatan yang menyelubungi inti diri Natalie, merasakan cairan murni yang berasal dari hasrat wanita cantik itu.Nat kembali mengerang, terkadang mengentakkan kepalanya pelan, seringkali menutup dan membuka mata dalam pusaran nikmat itu. Dietrich menjilati klitorisnya, menggosok dan mengisapnya dengan begitu lembut hingga Natalie merasa terbang ke awang-a
Natalie menambahkan cepat-cepat. "Amerika Serikat tidak jauh. Hanya butuh satu kali penerbangan untuk mencapai New York. Jika kau ingin bertamu, aku akan menerima kehadiranmu seperti keluarga—sebaiknya tunggu sampai aku sudah setahun menikah. Apakah kau mengerti?"Dietrich memberengut. "Setahun menikah?""Atau paling tidak, sampai aku melahirkan." Natalie menambahkan. "Tidak baik terlihat dengan pria yang bukan suamiku di saat aku masih mengandung, bukan begitu? Media di sana kudengar lebih agresif. Aku tidak mau ada gosip yang bukan-bukan tentang kita."Dietrich mendengkus kesal. Mendengar Natalie masih memikirkan opsi menikah dengan orang lain membuat Dietrich jengkel. Bayangan Natalie benar-benar menikah dengan si berengsek Douglas Kennedy—Dietrich menyebut lelaki itu berengsek hanya untuk menghibur diri—atau lelaki lain mana pun, membuat si presdir tampan uring-uringan dan sakit hati.Mengapa dadanya terasa nyeri saat Natalie mengungkapkan keinginan menikah dengan orang lain? Itu
Ruang makan di kastil Toussaint pagi itu ramai sekali. Acara makan pagi kali ini diselenggarakan secara tidak formal. Bahkan, anak-anak juga diizinkan untuk ikut makan bersama."Natalie!" Catherine berseru riang saat melihat sahabat yang kini telah menjadi kakak iparnya itu memasuki ruangan. "Sini! Duduklah bersama kami! Kau juga, Dietrich!"Maka, Natalie dan Dietrich duduk bersama dengan Catherine dan keluarga kecilnya, setelah berkeliling mengucapkan salam pada meja-meja lain yang berisi para tetua."Bonjour—Selamat pagi," sapa Natalie. Wanita itu tampak cerah dengan sebuah senyuman yang sungguh menampilkan kebahagiaan.Catherine kesulitan berdiri untuk menyapa, jadi Natalie merunduk untuk mencium kedua pipi sahabatnya itu."Pagi, Nat. Apakah tidurmu nyenyak?" Catherine bertanya.Natalie melirik Dietrich. Dietrich berdeham dengan wajah merona sedikit.Natalie tergelak ringan. "Well, ya. Kami tidur nyenyak. Bagaimana denganmu?"Catherine menunjuk perutnya. "Tidak senyenyak dirimu, te
Namun, apa yang dilakukan oleh Dietrich selanjutnya justru membuat Nat semakin gelisah. Kepalanya menjadi pening dengan serbuan sensasi yang melandanya bertubi-tubi. Dietrich membisikkan kalimat-kalimat lembut yang nyaris tak terdengar di telinga Nat—di atas perut wanita itu. Sepertinya, Dietrich sedang memberikan salam pada anak mereka dan hal itu membuat Natalie begitu tersentuh hingga hampir menangis. Kemudian ciuman Dietrich bergerak semakin ke selatan menuju area kewanitaannya yang telah basah."Let me kiss you—Biarkan aku menciummu ...." ucap Dietrich di antara paha Natalie yang merapat dengan kaku. "Let me love you, Nat—Biarkan aku mencintaimu, Nat ...."Natalie terisak keras di saat Dietrich benar-benar membuka dirinya. Mulut pria itu terasa panas di bawah sana. Bibirnya lembut dan basah membelai bagian luar labia Natalie hingga kepala perempuan cantik itu terlempar ke kanan dan ke kiri.Cairan kewanitaan Natalie mengalir semakin banyak. Akan tetapi, Dietrich melakukan hal gi
Tidak ada percakapan yang terjadi saat Dietrich dan Natalie bergerak menuju kamar mereka di quartier kamar tidur anggota keluarga. Bulan yang tersamarkan oleh awan menggantung rendah di langit Belgia. Sinarnya menembus jendela-jendela kaca kuno besar di salah satu sisi koridor. Membaur layaknya cincin asap besar di kegelapan malam musim dingin.Tangan Dietrich dan Natalie saling bertaut. Sesekali mereka menoleh untuk melemparkan sebuah senyuman satu sama lain. Pipi Dietrich merah sebelah. Rahangnya terasa kaku, dan wajah Natalie masih menampakkan sisa-sisa air mata. Namun, itu semua tidak menghalangi mereka untuk berbahagia.Saat sampai di depan pintu ganda yang menghubungkan dua kamar terbesar di kastil ini, jantung Natalie mengentak cepat. Ini bukan kamar Dietrich yang dulu—jelas bukan kamar yang sama dengan kamar Dietrich yang dimasukinya diam-diam bersama Catherine di masa remaja.Kamar ini ... adalah kamar The Lord and The Lady of The House."Dietrich ...." Tangan Natalie dengan
Dietrich dan Natalie pergi ke Brussel di saat salju turun semakin tebal di akhir tahun. Para paparazzi sudah tidak tampak di sekitar apartemen Dietrich di Paris—sepertinya mereka pulang ke tempat asal masing-masing untuk liburan natal dan tahun baru. Pada saat Dietrich dan Natalie keluar dari gedung apartemen, rasanya sejuk sekali. Seolah mereka berdua baru saja menghirup udara kebebasan.Monsieur Randall mengantarkan mereka berdua menuju Charles de Gaulle. Kemudian, saat mendarat di Brussel, Paman Axel mengirimkan sebuah Rolls Royce yang mengantarkan mereka langsung menuju kastil Toussaint."Dietrich aku gugup sekali ...." Natalie berbisik pelan saat mobil yang mereka berdua tumpangi memasuki pintu gerbang kastil.Dietrich mengangguk pada sang istri. Tangannya meremas tangan Natalie pelan. "Aku juga. Tapi, jangan khawatir. Kita bisa menghadapi ini bersama-sama.""Kuharap mereka tidak terlalu marah.” Natalie balas meremas tangan suaminya.Dietrich tidak menyukai raut cemas di wajah Na
[From: Catherine To: Dietrich Kami semua sudah kembali ke Brussel. Pulanglah, Di, dan bawa istrimu ke rumah. Tunggu. Kau benar-benar sudah menikah dengan Nat?]Dietrich mendapatkan pesan tersebut beberapa hari kemudian. Dia dan Natalie sudah tinggal cukup lama—bersembunyi, meski tempat persembunyian itu tidak dapat dikatakan terpencil—dari semua hal yang memusingkan. Keduanya mematikan ponsel selama berhari-hari. Pun dengan sengaja tidak menyalakan ponsel dan tidak keluar dari apartemen untuk menghindari para pencari berita.Saat dirasa seluruh kontroversi sudah mulai mereda, Dietrich baru membuka ponsel dan menemukan pesan dari sang adik.Jemari lelaki itu dengan cepat mengetikkan balasan.[To: Catherine From: Dietrich Ya. Aku sudah menikah dengan Nat. Apakah Kakek marah besar? Bagaimana dengan suamimu? Kennedy sekarang memusuhi kita? Lalu ... apakah Bibi Stéphanie murka?]Balasan Catherine datang dengan agak terlalu cepat.[From: Catherine To: Dietrich Kakek, Papa, Paman
Natalie tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, tetapi saat membuka mata dan melihat Dietrich yang tertidur pulas setelah penerbangan panjang belasan jam menuju Paris, perempuan itu baru sadar bahwa dia sekarang sudah menikah. Ini sudah hampir 24 jam berlalu, tetapi Natalie masih belum menyangka bahwa dirinya sekarang sudah berstatus menjadi istri pria yang sejak dulu ia impikan ini.Dia sedang mengandung anak dari Dietrich.Masa depan memang sebuah misteri, tetapi apa yang akhir-akhir ini terjadi benar-benar menjungkirbalikkan dunia Natalie tanpa sisa.Pun tentang pernyataan cinta Dietrich .... Entahlah. Natalie tidak bisa berpikir jernih sekarang. Wanita itu menggigit bibir. Ia ingin memercayai suaminya. Namun, rasanya benar-benar sulit. Benarkah Dietrich merasakan hal yang sama untuknya? Atau ... pria itu hanya ingin sekadar menenangkan dan memaksanya masuk ke dalam jurang pernikahan yang sama-sama tidak mereka inginkan pada awalnya?"Hei, kau tidak tidur?" Suara parau khas
Dietrich merasa was-was. “Jangan bilang kau merasa ragu? Kau tidak bisa meninggalkanku di altar, Nat ….”Natalie menelan ludah dan menghindari tatapan Dietrich. “Nat, Pastor Ryan sudah menunggu kita. Dia hampir membeku kedinginan,” ucap Dietrich dengan keputusasaan. “Jangan lakukan ini padaku. Kumohon padamu ….” Natalie menghela napas. Ketika mendongak, matanya berkaca-kaca. “Aku tidak ingin kau menyesal, Dietrich kau bahkan … tidak mencintaiku.” Air mata Natalie menetes. Lalu, tetesan itu berubah menjadi deras. Dietrich tertegun. “Siapa yang mengatakan itu padamu?” Natalie menggeleng cepat. “Bukan siapa yang mengatakan apa. Ini adalah tentang kau tidak mengatakan apa-apa.” Dietrich memandang Natalie tak percaya. “Apakah kau tidak bisa melihat bahwa seumur hidupku, orang yang paling kupedulikan adalah kau? Tidak bisakah kau merasakan bahwa aku menc—“ “Cukup. Jangan membohongi kita berdua, Di. Kau sendiri yang mengatakan bahwa cinta itu omong kosong? Kau tidak mencintaiku. Tidak
Tak lebih dari dua jam kemudian, Natalie dan Dietrich sudah duduk di sebuah penerbangan first class menuju Nevada. Keduanya cekikikan bersama-sama. Meski para pramugari sedang menuangkan anggur—untuk Dietrich dan jus untuk Natalie, mereka berdua tidak bisa berhenti tertawa."Apakah kau bisa membayangkan raut wajah Vladimir saat kita kabur?" Dietrich tertawa tengil. "Malam ini agak gelap. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tetapi aku bisa membayangkannya."Natalie tertawa lagi. "Kau benar-benar nakal, kau tahu?" Dietrich mencolek hidung Natalie sekilas. "Coba tebak, karena siapa aku jadi begini?" Natalie menepuk dada Dietrich main-main. Kebahagiaan membuncah di dadanya. Sebentar lagi. Hanya tinggal sebentar lagi mereka berstatus sebagai suami istri.Seharusnya Natalie malu. Dia bukan hanya mendobrak tradisi agung pernikahan keluarga kerajaan, tetapi juga menurunkan standar pernikahan ke posisi paling bawah. Pernikahan drive-thru. Sekarang bukan hanya makanan cepat saji saja yang
Dietrich mendekatkan wajahnya, memosisikan bibir Natalie sehingga bertaut dengannya. Lidahnya menyusuri bibir manis beraroma mint milik Natalie. Napas Natalie terengah ketika Dietrich menekan lidahnya lebih dalam menjelajahi mulut Natalie. Sedikit terburu-buru didesak hasrat, Dietrich tak bisa menahannya lagi. Natalie adalah miliknya dan ia sudah menginginkan Nat sejak lama. Tubuh Natalie dengan mudah dikuasainya. Tangan Dietrich menurun ke pundak Nat, membelai kulit halus yang terbuka itu. Dietrich menyesap sisi leher Natalie—yang seketika membuat desah wanita cantik itu terlontar begitu saja. Kemudian, si presdir tampan mencium dan menenggelamkan wajahnya di leher Natalie. Suara ciuman yang menggelora berhenti sejenak. Dietrich melepaskan dan menatap wajah Natalie yang sudah memerah. Sementara itu, sorot mata Natalie tampak sayu sekaligus bergairah. Sial. Bagaimana Dietrich dapat berhenti sekarang? Miliknya yang mengeras bergesekan dengan milik Natalie yang terasa basah. Dietr