Share

Hasrat Terlarang Tuan CEO
Hasrat Terlarang Tuan CEO
Author: Alana Nourah

Bab 1

Natalie tadinya merasa senang. Gadis cantik itu berada di elemennya—persis di sebuah kedai bunga yang cantik di kawasan Chaillot, Paris. Kota ini romantis. Banyak pasangan muda datang untuk memilih bunga bersama pacar masing-masing. Namun, Natalie tidak. Gadis itu memilih bunga untuk acara orang lain.

Natalie memiliki sebuah usaha event organizer yang dirintis bersama teman-temannya. Dia tidak sungguhan ingin bekerja. Biasanya pun Catherine—temannya— yang menjadi pentolan grup dan lebih banyak bekerja dalam berbagai rapat penting serta bertemu klien. Natalie hanya … well … mengatur bunga apa yang harus dirangkai agar tempat pestanya nanti tampak cantik.

Setidaknya, Natalie tahu seleranya cukup bagus untuk itu.

Akan tetapi, Catherine kemudian menikah. Lagi! Lantas sekarang, sahabat Natalie itu tengah mengandung bayi kembar. Padahal, dia sudah memiliki dua anak perempuan berumur lima tahun yang sedang aktif-aktifnya. Kepengurusan Lyubova Event Organizer dalam sekejap berganti kepemimpinan. Sebelumnya, Natalie tidak terlalu banyak terjun langsung dalam pekerjaan, kini jadi tidak punya banyak waktu untuk bersantai!

Paris hujan deras. Hujan di musim gugur. Cuaca mendadak berubah dan Nat tidak membuka forecast—perkiraan cuaca sejak pagi akibat terlalu sibuk. Hingga kini perempuan muda itu terjebak di sini, tanpa payung dengan kumpulan pasangan muda-mudi yang cekikikan sendiri.

Membuat Natalie merasa semakin nelangsa karena tidak memiliki kekasih. Catherine sudah menikah dan hampir memiliki empat anak. Sahabatnya yang lain—Chiara Brignone—berganti pacar seperti berganti pakaian. Namun, Nat sendirian.

Tidak pernah ada pria yang mendekatinya. Tidak ada sama sekali.

Menurut sahabat-sahabatnya, ini adalah sebuah hal yang sangat aneh. Natalie tergolong tidak buruk rupa. Mon Dieu—Ya, Tuhan bahkan semua orang yang bertemu dengannya pasti memujinya dengan kata 'cantik'. Natalie memiliki rambut cokelat yang dapat berubah mengikuti musim. Semakin terang di musim panas—akibat terlalu banyak aktivitas luar ruangan dan tersengat matahari, dan semakin gelap di musim dingin—mungkin akibat salju atau entah apa. Gadis itu juga tinggi semampai, serta rajin berolahraga yoga—dengan guru yoga yang datang minimal seminggu sekali ke rumah ibunya di Monako.

Rasanya, tidak ada yang salah dengan penampilan Natalie. Sama sekali tidak ada. Namun, mengapa tidak ada laki-laki yang tertarik padanya?

"Nona Casiraghi." Madame Vernoux, pemilik kedai bunga favorit Nat, memanggil.

Natalie menoleh seraya tersenyum. "Ya?"

Madame Vernoux balas tersenyum—sebuah keramahan yang jarang sekali ia tunjukkan pada pelanggan. Madame Vernoux sudah senior. Meski kedainya tidak besar, tetapi ia telah melayani orang-orang penting dari dua generasi dan telah melayani tiga perempuan muda pemilik Lyubova Event Organizer.

Di antara mereka bertiga, Natalielah yang paling ia suka.

"Kau hampir basah. Masuklah, Sayang." Madame Vernoux berkata.

Natalie mengerling ke dalam lalu menggeleng pasrah saat melihat tempat itu memang masih ditempati pasangan yang asyik berpacaran.

Perempuan itu mengedipkan sebelah mata jahil pada Madame Vernoux. "Tidak ada ruang untuk seseorang dengan status lajang."

Madame Vernoux tertawa terbahak-bahak. "Natalie, kau sungguh lucu. Gadis secantik dirimu? Aku tidak percaya kau masih lajang."

Nah, benar, ‘kan?

Natalie jadi tergoda untuk mengamati bayangan dirinya sekali lagi lewat pantulan kaca yang membatasi bagian dalam dan luar kedai. Di sana, samar-samar ia melihat sesosok gadis dengan kulit halus licin dan lembut—tak ada jerawat, kecuali nanti saat ia sudah dekat dengan jadwal datangnya tamu bulanan. Tak ada bopeng juga—tadinya ada, tapi dia tidak tahan untuk tidak mendapatkan berbagai tindakan di klinik kecantikan untuk menghilangkan semua noda-noda membandel.

Well. Intinya, Natalie juga merasa wajahnya tidak terlalu buruk. Madame Vernoux yang selalu mengungkapkan segala sesuatu secara jujur dan blak-blakan saja bilang bahwa Natalie cantik!

"Kau tidak membawa payung?" Madame Vernoux menanyai Natalie lagi. Si nenek itu melirik ke langit dengan kacamata antik yang agak melorot di hidung. "Sepertinya cuaca akan memburuk beberapa jam ke depan. Sebaiknya kita masuk, Sayangku. Di sini mulai dingin."

Natalie melirik pasangan-pasangan mesra di dalam kedai sekali lagi. "Tidak ...."

"Ayolah." Madame Vernoux mulai menggamit lengan Natalie. "Jangan berlagak kau sedang iri dengan mereka. Kau sendiri kan punya pacar."

Natalie nyaris tersedak ludahnya sendiri. Pacar? Apakah telinganya tidak salah dengar? Atau Madame Vernoux diam-diam seorang cenayang? "Madame Vernoux .... Bolehkah kutahu siapa pacarku?"

Madame Vernoux mengernyit. Kemudian, wanita berumur enam puluhan tersebut menepuk lengan Natalie gemas dan tertawa lagi. "Kau ini memang lucu sekali."

Natalie tidak bergerak. Perempuan muda tersebut mengerjap. Menunggu ....

Jadi, Madame Vernoux mendengkus tak sabar. "Yang sering kemari bersamamu!"

Natalie merapatkan bibir dan berusaha mengingat. "Achilleas?"

Madame Vernoux kini tampak gusar. "Kalau yang kau sebutkan itu adalah si Pangeran Yunani dengan rambut ungu sewarna kemoceng, maka bukan. Bukan dia maksudku. Yang satunya lagi."

Tidak ada. Natalie tidak ingat pernah membawa laki-laki lain kemari sebelum ini. Sahabatnya hanya ada tiga. Catherine Toussaint, Chiara Brignone, dan Achilleas Konstantinos of Greece—nama belakangnya memang itu karena dia adalah seorang pangeran tanpa kerajaan.

"Yang tampan! Yang sangat tampan! Ya ampun. Kau membuatku gemas." Kini Madame Vernoux melipat tangan di depan dada.

Ketika Natalie masih menatapnya dengan bingung, Madame Vernoux menghela napas berat. "Masuklah dulu. Kita tunggu dia datang di dalam. Ayo, Nak. Kau bisa sakit jika sampai basah kuyup terciprat air hujan."

Dengan berat hati, Natalie mengikuti Madame Vernoux ke dalam. Saat melangkahkan kaki masuk, Natalie langsung merasa hangat. Kedai ini kecil. Tidak mempunyai cabang di mana pun di seluruh dunia. Hanya satu-satunya. Namun, kepopulerannya sudah terkenal seantero Paris.

Di sini, semua hal membuat Natalie merasa nyaman. Mulai dari dinding-dinding kayunya, bentuk perapian klasik, hingga seluruh guci-guci porselen cantik yang dibuat khusus di Sèvres, tempat menyimpan bunga. Aroma lavender dan harum semerbak bebungaan lain sontak menyerbu indra penciumannya.

"Kau mau cokelat? Aku bisa meminta seseorang membuatkannya untukmu." Madame Vernoux menawarkan.

Natalie menggeleng. Ia memamerkan jam tangannya dan berkata, "Seharusnya aku sudah pergi sekarang. Ada rapat di kantor pada pukul tiga sore. Aku hampir terlambat."

Madame Vernoux mengangguk paham. "Kalau begitu, mari kita duduk dulu dan tunggu pacarmu datang sebentar lagi."

"Astaga, Madame Vernoux. Kalau aku benar-benar punya pacar, maka aku juga ingin tahu siapa orangnya." Natalie tertawa sumbang. Akan tetapi, gadis itu tidak terlalu menganggap serius ucapan sang pemilik kedai.

Madame Vernoux mengedikkan bahu dan melemparkan tatapan malas yang berarti aku-tidak-mau-mengikuti-permainanmu. Jadi, Natalie berdiam menunggu hujan reda sembari mengambil setangkai mawar berwarna merah muda. Dihitungnya kelopak mawar itu. Satu, dua, tiga, empat, dan pintu kedai bunga Madame Vernoux terbuka sekali lagi.

Semua orang di dalam menoleh—karena cara membuka pintu si tamu baru ini agak kasar. Seolah terburu-buru.

Natalie juga menoleh perlahan. Kemudian, seluruh dunianya seolah terasa mengecil, mengerucut. Terfokus pada seseorang yang baru saja melewati ambang pintu dengan coat basah kuyup sehabis menembus hujan.

"Nah, itu dia pacarmu." Madame Vernoux berbisik pelan di telinga Natalie.

Natalie memperhatikan air yang menetes dari rambut cokelat gelap pria itu berubah menjadi gerakan yang sangat lambat. Pria itu memandangnya balik. Tatapannya tegas dan kuat. Dipenuhi kepercayaan diri tak tergoyahkan dari seorang pemimpin—yang hanya dapat terbentuk dari kebiasaan memerintah orang sedari bayi. Terkesan arogan, licik, dingin. Namun, anehnya ... familiar.

"Sudah kuduga kau berada di sini." Pria tampan itu mendatanginya. Sebelum Natalie bertanya, dia sudah menambahkan duluan. "Catherine bilang, kau menghilang di tengah hujan dan terancam akan tertinggal jadwal rapat sebuah event penting. Lalu, aku tahu kau pasti ada di sini. Bersama bunga-bunga. Mon Dieu. Jika kau ingin berhasil menggantikan posisi adikku di kantor, sebaiknya kau berhenti main-main dan mulai bersikap profesional, Nat."

Natalie menghela napas. Benar. Madame Vernoux salah besar. Memangnya si nenek pemilik kedai bunga ini buta? Tidakkah semua orang dapat melihat betapa menjengkelkannya pria ini? Lalu …. Tampan, tadi katanya? Ya ampun. Jika Dietrich Toussaint dapat tutup mulut sebentar saja, mungkin Natalie bisa mempertimbangkan sebutan 'tampan' untuknya. Namun, tidak. Seluruh ketampanan Dietrich sudah menguap ke luar angkasa akibat kelakuan minus lelaki itu sendiri.

Natalie tidak suka berdebat. Tidak diperbolehkan. Jika dia sampai terlibat sebuah perdebatan di depan umum, nama negaranya dapat tercoreng. Jadi, Nat memilih untuk tersenyum manis kepada Madame Vernoux dan balas berbisik. "Kau salah, Ma'am. Yang ini adalah bajingan berengs—maksudku, kakaknya Catherine. Bukan pacarku."

Madame Vernoux memperhatikan sepasang lelaki dan perempuan itu keluar dari kedainya bersama-sama. Mereka berdua tampak belarian, bergandeng tangan menembus hujan menuju sebuah Rolls Royce berlambang T besar di kejauhan. Kemudian, senyum Madame Vernoux mengembang lebar. "Oh la laa ... kita lihat saja nanti siapa yang salah, Nak."

Lalu, Madame Vernoux mulai bersenandung senang dan sibuk merapikan bunga-bunganya kembali.

♡♡♡

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Febbi Utami Putri
Baru mulai baca nih, thanks kak lana ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status