Share

Bab 97

last update Last Updated: 2025-04-17 21:10:43

Malam telah turun sempurna saat Liam akhirnya sampai di rumah. Rintik hujan masih menyisakan jejak di jaketnya. Dengan satu tangan, ia menggenggam kantong belanja berisi susu hamil, roti gandum, jus buah, dan beberapa camilan sehat. Di tangan lainnya, ia membawa setangkai bunga kecil—tidak terlalu mewah, tapi cukup manis untuk menyenangkan hati seorang istri.

Pintu terbuka pelan. Di ruang tamu, Nayya duduk sambil memainkan ponselnya. Senyum langsung mengembang di wajahnya saat melihat Liam. "Mas kamu udah pulang?"

Liam membalas senyum Nayya. "Hai sayang."

"Kamu bawa apa Mas?" tanyanya dengan heran.

Liam berusaha tersenyum santai. "Buat kamu... dan si kecil," katanya sambil menunjukkan isi belanjaannya. "Ada susu hamil, buah-buahan, cemilan sehat."

Nayya bangkit dan menghampirinya, matanya menyiratkan rasa haru dan kebahagiaan. “Tumben banget kamu perhatian gini. Biasanya disuruh aja masih suka ngeluh.”

Liam tertawa hambar, berusaha menutupi gejolak hatinya. “Iya... tapi se
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 98

    Liam naik ke kamar dengan membawa segelas susu hamil dan apel yang sudah ia kupas rapi. Ia mendapati Nayya sudah tertidur sambil memeluk bantal kecil. Wajahnya tenang, damai.Perlahan, Liam meletakkan gelas dan apel di meja samping tempat tidur. Ia lalu duduk di sisi ranjang, menatap wajah istrinya yang kini terlihat lebih bersinar. Kehamilan itu seperti membawa harapan baru, membawa kebahagiaan yang sudah lama hilang.Namun bersamaan dengan itu, ada luka di hati Liam yang makin dalam."Aku gak bisa lukain dia... Tapi aku juga gak bisa ninggalin Cintya begitu aja." Ia menunduk, meremas rambutnya sendiri. "Tuhan... Kenapa semua harus serumit ini?"Dalam keheningan malam, suara rintik hujan kembali terdengar. Ia sadar, dia tidak pernah mencintai Nayya. Dia hanya kasihan pada perempuan itu. Tapi gilanya berat sekali untuk mengatakan yang sebenarnya. Apalagi dengan kondisi Nayya saat ini.***Udara pagi terasa dingin dan sedikit mendung saat mobil Liam berhenti di depan rumah ibunya, Widu

    Last Updated : 2025-04-19
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 99

    Langit sudah gelap ketika Liam dan Nayya sampai di rumah. Hujan kembali turun rintik-rintik, seperti ikut mengiringi suasana hati Nayya yang masih terasa sesak. Sepanjang perjalanan, ia lebih banyak diam. Wajahnya terlihat murung, matanya beberapa kali menerawang ke luar jendela mobil, seperti menyimpan sesuatu yang ingin ia lepaskan tapi tak tahu bagaimana.Liam menutup pintu rumah perlahan, lalu memandang istrinya yang masih berdiri di ambang ruang tamu. Ia mendekat, lalu meraih kedua bahu Nayya dengan lembut.“Nay... aku tahu kamu sedih,” ucap Liam pelan. “Aku juga marah sama Mama tadi, sumpah. Tapi... jangan terlalu dipikirin ya?”Nayya mengangguk kecil, meski matanya mulai berkaca-kaca lagi. “Aku cuma... aku kira Mama bakal senang dengar kabar ini. Tapi dia malah—”Liam langsung memeluk Nayya erat, memotong kalimat itu. “Ssttt... kamu udah cukup kuat hari ini, Sayang. Sekarang giliran aku yang bikin kamu bahagia. Kasih tahu aku, apa yang bisa aku lakuin biar kamu senyum lagi, hmm

    Last Updated : 2025-04-19
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 100

    Namun..."Bagaimana kalau Cintya bohong?" pikirnya. "Gimana kalau ini cuma cara dia biar aku datang?"Tapi bayangan suara tangis anak perempuannya di telepon tadi membuat Liam segera menepis semua pikiran buruknya barusan.Dengan kantong plastik berisi obat penurun demam, termometer, dan beberapa kebutuhan lain yang tadi sempat ia beli di apotek, Liam melangkah cepat menuju pintu rumah. Begitu diketuk, pintu langsung dibuka. Cintya berdiri di sana, masih memakai piyama tipis dan mata yang terlihat lelah.“Masuk cepat. Dia rewel banget dari tadi,” ucap Cintya pelan.Liam melangkah masuk. Bau balsam anak dan kain basah langsung menyeruak dari dalam rumah. Di sofa kecil dekat jendela, terlihat anak perempuan mereka—berbaring lemah, pipinya memerah, rambutnya lepek karena keringat. Matanya terbuka sedikit, tapi sayu.Liam langsung menghampiri.“Sayang... Papa di sini, ya,” gumamnya sambil duduk di tepi sofa. Ia menyentuh dah

    Last Updated : 2025-04-20
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 101

    "Nona..." bisiknya, nyaris tak terdengar.Pandangan Galen turun ke arah perut Nayya yang masih rata, tapi baginya... itu adalah pusat dari segalanya sekarang. Dengan gerakan lembut, Galen menaruh tangannya di atas perut itu—seolah sedang menyentuh sesuatu yang paling rapuh, paling berharga dalam hidupnya."Hai, sayang..." Galen berbisik, suaranya bergetar pelan. "Papa tahu kamu belum bisa dengar suara ini, atau mungkin... kamu belum ngerti apa-apa. Tapi tolong kerja samanya ya! Tolong jangan bikin Mama kamu repot begini."Ia menunduk, keningnya hampir menyentuh perut Nayya. "Jangan bikin dia sakit. Jangan buat dia mual terus. Kamu tau kan, nutrisi yang masuk ke tubuh Mama kamu, itu buat kamu juga. Jadi ayo kta kerja sama."Ia mencium pelan perut Nayya, seperti sebuah doa dalam diam. Lalu kembali menatap wajah perempuan yang ia cintai diam-diam selama ini—bukan sebagai seorang bodyguard, tapi sebagai pria yang hatinya sudah sepenuhnya tertambat pada Nayya."Maafkan aku Nayya. Maafkan a

    Last Updated : 2025-04-22
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 102

    Sementara itu, suasana pagi yang hangat juga terasa di apartemen milik Cintya. Matahari menyusup malu-malu dari balik tirai ruang makan, menyinari wajah mungil Lora yang duduk di kursi makannya sambil mengayun-ayunkan kaki kecilnya.“Papa... Aaa...” pinta Lora dengan suara cadel, menunjuk mangkuk bubur di tangan Liam.Liam tersenyum, mengaduk bubur itu pelan agar tidak terlalu panas, lalu menyuapkan ke mulut putrinya yang terbuka lebar.“Lora anak pintar, ya. Makannya yang lahap ya, biar cepet sembuh,” ujarnya lembut.Lora terkekeh kecil, pipinya yang tembam ikut bergerak. “Coalnya Papa yang ucapin," katanya bangga dengan cadel khas anak-anak seusianya. "Lola cukaaa..."Liam terkikik pelan mendengarnya. "Iya sayang... Iya. Abis makan kita minum obat ya! Biar Lora cepet sembuh."Lora mengerutkan keningnya. Bocah lucu berpipi gembul itu tampak kurang setuju dengan ucapan Liam. "Pait Pa. Obat gak enak.""Kata siapa obatnya pahit? Obatnya kan rasa stoberi.""Sto...be...li?""Yap. Buah kes

    Last Updated : 2025-04-23
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 103

    “Iya, saya ingat, Nona,” jawab Galen. "Kenapa?" "Kenapa kamu gak ngasih tau aku sesuatu?" Galen terdiam sesaat. Tatapannya mengarah ke jendela yang cahaya senjanya mulai memudar. Ada konflik kecil di matanya—antara ingin melindungi Nayya dari kenyataan, atau memenuhi permintaannya sebagai bentuk kepercayaan. "Nona yakin mau tahu sekarang?" tanyanya pelan. Nayya mengangguk. “Aku udah cukup tenang buat dengar apa pun, Galen. Tolong jangan sembunyiin apa-apa dari aku!" Galen menarik napas panjang, lalu mengambil ponsel dari saku celananya. Ia membuka galeri, memperlihatkan beberapa foto yang diambil secara diam-diam. Tangannya sedikit gemetar saat menyerahkan ponsel itu pada Nayya. "Perempuan itu... adalah Cintya." Deg! Jantung Nayya seolah berhenti berdetak. Nafasnya tercekat. Wajahnya seketika pucat pasi. "Ci— Cintya? Maksud kamu sekertaris baru Mas Liam?" "Benar, Nona." "Tapi Mas Liam bilang dia pergi sendiri?" "Faktanya mereka pergi bersama. Dan—" Galen melihat ke arah Nay

    Last Updated : 2025-04-24
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 01

    "Kamu ini sebenarnya mandul kan?"Perempuan yang sedang menuangkan teh hijau ke dalam cangkir keramik putih dengan ukiran mahal itu, melirik ke arah lawan bicaranya. Ekspresi wajahnya tampak menegang, terlihat tak terima dengan pernyataan yang baru saja dia dengar. "Maksud Mama apa?""Gak usah pura-pura polos kamu, Nay! Kamu sama Liam udah mau 3 tahun menikah, masa kalian berdua belum juga ngasih Mama cucu. Jadi cepet kasih tau Mama, kamu sebenarnya mandul kan? Tapi malu buat mengakuinya.""Ma, aku udah cek ke dokter. Dan hasilnya aku baik-baik aja kok.""Oooh, jadi kamu mau nyalahin Liam? Kamu pikir dia yang mandul begitu?" tukas wanita paruh baya itu balik, namanya— Widuri.Nayya menghela nafas panjang. "Aku gak nuduh Mas Liam mandul, Ma. Aku—""Jujur saja ya, Nayya. Sebenarnya Mama capek debat ama kamu soal cucu, tapi Mama ini juga males menghadapi pertanyaan temen-temen Mama soal ini.""Ini diluar kendaliku, Ma. Anak itu kan titipan Tuhan."Widuri mendengus, melipat tangannya di d

    Last Updated : 2024-11-05
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 02

    "Kalau kamu jadi aku, apa yang akan kamu lakukan?""Tentu saja saya akan bicara kan masalah ini dengan Tuan Liam."Nayya terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Mungkin kamu benar, Galen. Aku harus bicara sama Mas Liam.""Saya yakin, Tuan bisa mengerti posisi anda."Nayya menghela nafas panjang. Ia tersenyum ke arah Galen yang berdiri tak jauh darinya. "Oke, aku akan coba. Makasih ya sarannya."###"Mas Liam!" Perempuan 23 tahun itu melompat kecil ke arah suaminya. Kedua lengannya bergelayut manja di bahu kokoh pria tersebut dengan wajah sumringah. "Akhirnya Mas pulang juga. Aku... Kangen."Nayya tertegun sejenak, senyumnya perlahan memudar ketika Liam dengan halus menyingkirkan kedua lengannya dari bahunya."Maaf ya, Nay. Aku gerah banget." ujar Liam sembari mengusap tengkuknya. "Aku mau mandi dulu."Nayya menatap suaminya yang berjalan menjauh, tubuhnya terasa sedikit lemas. "Mas... sebentar," panggilnya ragu-ragu.Liam berhenti sejenak, lalu menoleh, sedikit terkejut. "Iya?

    Last Updated : 2024-11-05

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 103

    “Iya, saya ingat, Nona,” jawab Galen. "Kenapa?" "Kenapa kamu gak ngasih tau aku sesuatu?" Galen terdiam sesaat. Tatapannya mengarah ke jendela yang cahaya senjanya mulai memudar. Ada konflik kecil di matanya—antara ingin melindungi Nayya dari kenyataan, atau memenuhi permintaannya sebagai bentuk kepercayaan. "Nona yakin mau tahu sekarang?" tanyanya pelan. Nayya mengangguk. “Aku udah cukup tenang buat dengar apa pun, Galen. Tolong jangan sembunyiin apa-apa dari aku!" Galen menarik napas panjang, lalu mengambil ponsel dari saku celananya. Ia membuka galeri, memperlihatkan beberapa foto yang diambil secara diam-diam. Tangannya sedikit gemetar saat menyerahkan ponsel itu pada Nayya. "Perempuan itu... adalah Cintya." Deg! Jantung Nayya seolah berhenti berdetak. Nafasnya tercekat. Wajahnya seketika pucat pasi. "Ci— Cintya? Maksud kamu sekertaris baru Mas Liam?" "Benar, Nona." "Tapi Mas Liam bilang dia pergi sendiri?" "Faktanya mereka pergi bersama. Dan—" Galen melihat ke arah Nay

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 102

    Sementara itu, suasana pagi yang hangat juga terasa di apartemen milik Cintya. Matahari menyusup malu-malu dari balik tirai ruang makan, menyinari wajah mungil Lora yang duduk di kursi makannya sambil mengayun-ayunkan kaki kecilnya.“Papa... Aaa...” pinta Lora dengan suara cadel, menunjuk mangkuk bubur di tangan Liam.Liam tersenyum, mengaduk bubur itu pelan agar tidak terlalu panas, lalu menyuapkan ke mulut putrinya yang terbuka lebar.“Lora anak pintar, ya. Makannya yang lahap ya, biar cepet sembuh,” ujarnya lembut.Lora terkekeh kecil, pipinya yang tembam ikut bergerak. “Coalnya Papa yang ucapin," katanya bangga dengan cadel khas anak-anak seusianya. "Lola cukaaa..."Liam terkikik pelan mendengarnya. "Iya sayang... Iya. Abis makan kita minum obat ya! Biar Lora cepet sembuh."Lora mengerutkan keningnya. Bocah lucu berpipi gembul itu tampak kurang setuju dengan ucapan Liam. "Pait Pa. Obat gak enak.""Kata siapa obatnya pahit? Obatnya kan rasa stoberi.""Sto...be...li?""Yap. Buah kes

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 101

    "Nona..." bisiknya, nyaris tak terdengar.Pandangan Galen turun ke arah perut Nayya yang masih rata, tapi baginya... itu adalah pusat dari segalanya sekarang. Dengan gerakan lembut, Galen menaruh tangannya di atas perut itu—seolah sedang menyentuh sesuatu yang paling rapuh, paling berharga dalam hidupnya."Hai, sayang..." Galen berbisik, suaranya bergetar pelan. "Papa tahu kamu belum bisa dengar suara ini, atau mungkin... kamu belum ngerti apa-apa. Tapi tolong kerja samanya ya! Tolong jangan bikin Mama kamu repot begini."Ia menunduk, keningnya hampir menyentuh perut Nayya. "Jangan bikin dia sakit. Jangan buat dia mual terus. Kamu tau kan, nutrisi yang masuk ke tubuh Mama kamu, itu buat kamu juga. Jadi ayo kta kerja sama."Ia mencium pelan perut Nayya, seperti sebuah doa dalam diam. Lalu kembali menatap wajah perempuan yang ia cintai diam-diam selama ini—bukan sebagai seorang bodyguard, tapi sebagai pria yang hatinya sudah sepenuhnya tertambat pada Nayya."Maafkan aku Nayya. Maafkan a

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 100

    Namun..."Bagaimana kalau Cintya bohong?" pikirnya. "Gimana kalau ini cuma cara dia biar aku datang?"Tapi bayangan suara tangis anak perempuannya di telepon tadi membuat Liam segera menepis semua pikiran buruknya barusan.Dengan kantong plastik berisi obat penurun demam, termometer, dan beberapa kebutuhan lain yang tadi sempat ia beli di apotek, Liam melangkah cepat menuju pintu rumah. Begitu diketuk, pintu langsung dibuka. Cintya berdiri di sana, masih memakai piyama tipis dan mata yang terlihat lelah.“Masuk cepat. Dia rewel banget dari tadi,” ucap Cintya pelan.Liam melangkah masuk. Bau balsam anak dan kain basah langsung menyeruak dari dalam rumah. Di sofa kecil dekat jendela, terlihat anak perempuan mereka—berbaring lemah, pipinya memerah, rambutnya lepek karena keringat. Matanya terbuka sedikit, tapi sayu.Liam langsung menghampiri.“Sayang... Papa di sini, ya,” gumamnya sambil duduk di tepi sofa. Ia menyentuh dah

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 99

    Langit sudah gelap ketika Liam dan Nayya sampai di rumah. Hujan kembali turun rintik-rintik, seperti ikut mengiringi suasana hati Nayya yang masih terasa sesak. Sepanjang perjalanan, ia lebih banyak diam. Wajahnya terlihat murung, matanya beberapa kali menerawang ke luar jendela mobil, seperti menyimpan sesuatu yang ingin ia lepaskan tapi tak tahu bagaimana.Liam menutup pintu rumah perlahan, lalu memandang istrinya yang masih berdiri di ambang ruang tamu. Ia mendekat, lalu meraih kedua bahu Nayya dengan lembut.“Nay... aku tahu kamu sedih,” ucap Liam pelan. “Aku juga marah sama Mama tadi, sumpah. Tapi... jangan terlalu dipikirin ya?”Nayya mengangguk kecil, meski matanya mulai berkaca-kaca lagi. “Aku cuma... aku kira Mama bakal senang dengar kabar ini. Tapi dia malah—”Liam langsung memeluk Nayya erat, memotong kalimat itu. “Ssttt... kamu udah cukup kuat hari ini, Sayang. Sekarang giliran aku yang bikin kamu bahagia. Kasih tahu aku, apa yang bisa aku lakuin biar kamu senyum lagi, hmm

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 98

    Liam naik ke kamar dengan membawa segelas susu hamil dan apel yang sudah ia kupas rapi. Ia mendapati Nayya sudah tertidur sambil memeluk bantal kecil. Wajahnya tenang, damai.Perlahan, Liam meletakkan gelas dan apel di meja samping tempat tidur. Ia lalu duduk di sisi ranjang, menatap wajah istrinya yang kini terlihat lebih bersinar. Kehamilan itu seperti membawa harapan baru, membawa kebahagiaan yang sudah lama hilang.Namun bersamaan dengan itu, ada luka di hati Liam yang makin dalam."Aku gak bisa lukain dia... Tapi aku juga gak bisa ninggalin Cintya begitu aja." Ia menunduk, meremas rambutnya sendiri. "Tuhan... Kenapa semua harus serumit ini?"Dalam keheningan malam, suara rintik hujan kembali terdengar. Ia sadar, dia tidak pernah mencintai Nayya. Dia hanya kasihan pada perempuan itu. Tapi gilanya berat sekali untuk mengatakan yang sebenarnya. Apalagi dengan kondisi Nayya saat ini.***Udara pagi terasa dingin dan sedikit mendung saat mobil Liam berhenti di depan rumah ibunya, Widu

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 97

    Malam telah turun sempurna saat Liam akhirnya sampai di rumah. Rintik hujan masih menyisakan jejak di jaketnya. Dengan satu tangan, ia menggenggam kantong belanja berisi susu hamil, roti gandum, jus buah, dan beberapa camilan sehat. Di tangan lainnya, ia membawa setangkai bunga kecil—tidak terlalu mewah, tapi cukup manis untuk menyenangkan hati seorang istri. Pintu terbuka pelan. Di ruang tamu, Nayya duduk sambil memainkan ponselnya. Senyum langsung mengembang di wajahnya saat melihat Liam. "Mas kamu udah pulang?" Liam membalas senyum Nayya. "Hai sayang." "Kamu bawa apa Mas?" tanyanya dengan heran. Liam berusaha tersenyum santai. "Buat kamu... dan si kecil," katanya sambil menunjukkan isi belanjaannya. "Ada susu hamil, buah-buahan, cemilan sehat." Nayya bangkit dan menghampirinya, matanya menyiratkan rasa haru dan kebahagiaan. “Tumben banget kamu perhatian gini. Biasanya disuruh aja masih suka ngeluh.” Liam tertawa hambar, berusaha menutupi gejolak hatinya. “Iya... tapi se

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 96

    Ciuman itu berlangsung beberapa detik, tapi bagi Cintya, rasanya seperti putaran waktu yang berhenti. Semua emosi menumpuk: rindu, amarah, cinta, juga rasa bimbang.Saat bibir Liam masih menempel di bibirnya, ada satu sisi dalam dirinya yang ingin larut sepenuhnya… tapi sisi lain menjerit untuk menyadarkannya.Dengan cepat, Cintya menarik diri. Nafasnya tersengal, dadanya naik turun menahan gelombang perasaan yang membuncah.“Liam...”Liam menatapnya, matanya masih menyimpan hasrat dan harapan. “Aku tau kamu juga menginginkannya."Cintya menatap lantai, suaranya nyaris berbisik. “I- itu gak bener.""Sampai kapan kamu mau berbohong?""Liam... aku—"Untuk kedua kalinya, bibir Cintya kembali di bungkam. Tapi kali ini bukan hanya sekedar ciuman saja. Liam dengan berani mengendus leher perempuan itu."Ahh..." Cintya mendesah akibat gigitan Liam. Belum lagi pijatan pria itu di salah satu gunung kembarnya, membuat seluruh tenaganya seolah lenyap tak bersisa."Liam... Jangan...""Ssst..." Lia

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 95

    "Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu aku bakal ninggalin Nayya, Cintya."Lagi-lagi, Liam mengucapkan hal yang sama. Kata-kata itu terus diulangnya, seperti mantra yang ingin ia yakinkan pada diri sendiri maupun pada Cintya.“Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu, Cin. Aku serius.”Cintya menghela napas panjang. Ia menatap wajah Liam yang penuh keyakinan itu, tapi di balik tatapan itu—ia melihat luka. Luka yang belum selesai. Luka yang bisa saja kembali melukai orang lain.“Cukup Liam! Cukup!” gumamnya lirih, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Lebih baik kita fokus sama masa depan masing-masing.""Tapi aku gak bisa ngelupain kamu. Kamu terlalu berarti buatku!" Liam menarik tangan mantan kekasihnya itu dan menggenggamnya erat. Tatapannya yang tampak putus asa itu sempat membuat Cintya goyah."Liam...""Aku mohon Cintya. Aku mohon banget sama kamu."Sebelum Liam sempat menjawab, ponsel Cintya kembali bergetar. Kali ini ia langsung mengangkatnya.“Halo?”Dari seberang, terdenga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status