แชร์

Bab 45

ผู้เขียน: CH. Blue Lilac
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-14 20:57:00

Nayya mengerutkan keningnya. "Alasan lain? Apa itu?"

Galen tersenyum tipis. "Aku tidak bisa memberitahu, Nona."

"Kenapa?" Nayya mengerutkan keningnya. "Pasti ada hubungannya sama sesuatu yang penting kan?"

Galen memandangi perempuan itu. Ia kembali menampilkan senyum penuh arti. "Makan dulu, Nona. Baru nanti kita bicara."

Nayya menghela nafas panjang. Merasa kurang puas dengan jawaban Galen yang menurutnya sangat menggantung. "Sejak Mas Liam ke luar kota, aku gak ada teman ngobrol," desis Nayya dengan bibir sedikit mencebik. "Apalagi Mas Liam juga gak bisa dihubungi dan jarang balas chatku. Aku jadi makin feeling lonely."

"Saya tau, Nona. Tapi kalau anda bicara terus, nanti makanannya jadi dingin!" balas Galen dengan lembut. "Kita bisa ngobrol sebanyak apapun setelah anda makan. Gimana?"

Nayya menatap pemuda itu dengan mata menyipit. "Nanti deh, aku pikir-pikir dulu."

Galen reflek tertawa pelan mendengar jawaban majikannya itu. Ditambah ekspresi wajah Nayya tersebut. Membuat perempuan
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 46

    Setelah Galen meninggalkan butik untuk membeli makan siang, Nayya kembali fokus pada pekerjaannya. Ia sedang mengecek beberapa sketsa desain ketika suara pintu butik terbuka dengan keras. Seorang wanita berusia sekitar 30-an, dengan wajah marah dan riasan tajam, masuk dengan langkah menghentak. "Di mana Nayya?" suara wanita itu menggema, membuat beberapa karyawan di butik menoleh kaget.Nayya mengangkat wajahnya dan berdiri, menatap wanita itu dengan tenang meski dalam hatinya merasa waspada. "Saya Nayya. Ada yang bisa saya bantu?"Wanita itu melangkah mendekat, membawa sebuah kantong besar yang ia lemparkan ke meja Nayya. "Ini! Apa benar ini gaun buatan kamu? Gaun ini benar-benar menghancurkan acaraku!"Nayya mengerutkan kening, berusaha memahami situasinya. "Maaf, ada apa dengan gaunnya? Apa ada yang kurang sesuai?"Wanita itu melipat tangannya, matanya menyala penuh emosi. "Kurang sesuai? Banyak! Bikin malu acaraku aja!"Nayya menarik napas dalam, mencoba tetap tenang meskipun na

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-15
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 47

    "Nona, anda baik-baik saja?""Aku gak apa-apa. Tapi aku sebel sama orang itu," balas Nayya sambil memijat tengkuknya. Rasanya dia hampir darah tinggi karena kedatangan orang seperti itu.Melihat ekspresi kesal di wajah Nayya, Galen pun menghampiri majikannya tersebut. Setrlah menaruh tas makan siangnya di meja, kemudian berjalan ke belakang kursi Nayya. “Sini saya bantu pijat,” ucapnya lembut. Sebelum Nayya sempat bertanya, Galen sudah menempatkan kedua tangannya di atas pundaknya. "G- Galen?" Nayya sedikit tersentak karena sentuhan Galen tersebut."Otot anda terlalu tegang, Nona. Rileks sedikit! Dan biarkan saya memijat anda," balas pria itu dengan suara yang terdengar dalam."Tapi—""Ssst! Begini-begini saya juga ahli dalam pijatan."Awalnya, Nayya ingin memprotes, tapi sentuhan Galen terasa nyaman. Pijatannya tidak terlalu keras, tapi cukup untuk mengurangi rasa kaku di bahunya. Ia pun memejamkan mata, mencoba menikmati momen itu meski gengsinya masih berusaha menahan. Setelah

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-17
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 48 (21+)

    "Sekarang, tolong bantu milik saya supaya rileks," pinta Galen sambil menurunkan zipper celananya.Wajah Nayya memanas melihat milik Galen yang terpampang nyata di depannya. Ia bahkan sampai menelan ludah. "Bisa bantu saya, Nona?""M- maksudnya gimana? Bantu apa?" tanya Nayya pura-pura tidak mengerti."Oral.""A— umph..." Terlambat. Galen sudah memulai aksinya terlebih dahulu bahkan sebelum Nayya sempat menolak."Mmm... Mpphmm..." Nayya kesulitan bernafas saat milik Galen memenuhi mulutnya. Ia hanya mampu mengerang pelan sambil memejamkan mata. Mengikuti tempo Galen yang sedang menikmati servisnya."Ssshh.. Nonaaa..." Galen mendongak. Menikmati sensasi yang Nayya berikan padanya. Tubuhnya memanas hingga tanpa sadar ia mendorong kepala Nayya makin dalam."Mphhmm..." Nayya meremas bagian ujung kemeja Galen. Rahang mulai kram, bahkan jalan nafasnya mulai terengah akibat ulah sang bodyguard, tapi herannya, tubuhnya bereaksi berbeda. Ia merasa panas, ada sesuatu yang lain yang membuat dia

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-21
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 49

    "Nayya, apa yang terjadi?"Nayya menelan ludah, jari-jarinya gemetar di atas layar ponselnya. Ia tahu jika ia terus berbicara, suara tubuhnya yang bergetar karena ulah Galen akan terdengar. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menekan tombol merah di layar, mengakhiri panggilan dengan Liam. "Hhh..." Nayya menarik napas dalam-dalam, matanya membelalak menatap Galen yang masih berdiri di depannya dengan tatapan penuh kemenangan. "Galen... kamu keterlaluan..." ucapnya dengan suara bergetar, berusaha menjaga jarak. Namun, Galen hanya tersenyum tipis, mendekat perlahan hingga wajah mereka nyaris bersentuhan. "Kenapa? Bukannya Nona yang tidak bisa menolaknya?" bisiknya di telinga Nayya, membuat bulu kuduk perempuan itu meremang. Nayya menggigit bibirnya, perasaan bersalah bercampur dengan ketegangan yang terus menguar di antara mereka. "Nanti kalau Mas Liam tau gimana?" desisnya dengan suara lirih, tapi tetap terdengar tegas. Galen menatapnya dalam, jemarinya masih berada di pinggang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-24
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 50

    "Iri kenapa, Nona?""Iri karena kamu bisa punya masa muda sebebas itu.""Kalau anda sendiri gimana?"Nayya mengerutkan keningnya ketika Galen bertanya. "Aku... Aku gak begitu ingat gimana masa mudaku. Yang aku ingat Mama sama Papa sering ngajak aku jalan-jalan pas kecil, seperti ke playground, taman Safari, tapi..." Ekspresi wajah Nayya berubah menjadi serius. "Herannya aku gak inget banyak saat aku masih sekolah."Galen meremas roda kemudinya ketika Nayya bercerita. Namun ekspresi di wajahnya tetap tenang dan santai.Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di area perkemahan yang cukup terpencil. Hutan pinus yang menjulang tinggi di sekitar mereka menciptakan suasana tenang dan damai. Nayya turun dari mobil dengan kagum, menghirup udara segar dalam-dalam. “Wow... ini indah banget,” gumamnya sambil memutar tubuhnya, menikmati suasana. "Haaaa... Udaranya juga sejuk banget."Galen mengeluarkan perlengkapan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-25
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 51

    Nayya dan Galen kini duduk berhadapan di dekat api unggun yang mulai meredup. Udara malam di perbukitan semakin dingin, membuat Nayya merapatkan jaketnya. Galen yang duduk di seberangnya memperhatikan gerak-geriknya dengan tatapan lembut, lalu tanpa berkata apa-apa, ia melepas jaketnya sendiri dan menyampirkannya di bahu Nayya. “Pakai ini, Nona!" ucapnya pelan, senyum tipis menghiasi wajahnya.Nayya menatap Galen dengan sedikit terkejut, tapi ia menerima kehangatan jaket itu tanpa perlawanan. “Makasih... tapi kamu gak kedinginan?” tanyanya khawatir.Galen menggeleng santai. “Saya sudah terbiasa, Nona. Yang penting anda nyaman dan enggak kedinginan.” Nayya tersenyum kecil, jari-jarinya meremas ujung jaket yang masih menyimpan aroma khas Galen. Rasanya aneh, tapi juga... menyenangkan. Ia berdeham kecil untuk mengalihkan pikirannya, lalu menatap Galen yang kini sibuk menyiapkan peralatan untuk memanggang. 'Andai Mas Liam seperti ini?' bantinnya dalam hati. Namun Nayya segera menghap

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-27
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 52

    "Jangan merasa kesepian lagi, Nona. Kan sekarang saya ada di sini."Nayya terdiam, merasakan genggaman Galen yang begitu nyata. Dadanya terasa sesak, bukan karena kesedihan, tapi karena perasaan yang semakin sulit ia abaikan. “Galen...” suaranya nyaris berbisik, ada keraguan di sana.Galen tersenyum lembut, ibu jarinya mengusap punggung tangan Nayya dengan gerakan menenangkan. "Saya serius, Nona. Saya mungkin gak bisa janji banyak hal, tapi tentang kesetiaan, saya juaranya."Nayya menunduk, menyembunyikan senyum kecil yang muncul di wajahnya. Ada sesuatu yang aneh di dalam hatinya—campuran antara rasa hangat dan takut. "Kamu tahu... selama ini aku selalu merasa seperti berjalan sendirian," ucapnya lirih. "Aku punya banyak orang di sekitarku, tapi rasanya mereka cuma... ya, cuma ada di sana, tanpa benar-benar ada untuk aku. Bahkan Mas Liam."Galen menggenggam tangannya lebih erat, seakan ingin meyakinkan Nayya bahwa dia benar-benar ada. "Saya menge

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-28
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 53

    "Apa dia memang sesibuk itu sampai melupakanku?"Liam menghela napas panjang. Ia kemudian duduk kembali, tatapannya kosong. Pikirannya mulai berkelana pada beberapa kejadian terakhir. Akhir-akhir ini hubungan mereka memang terasa berbeda.Liam meremas ponselnya. “Apa aku terlalu mengabaikannya selama ini?” tanyanya pada dirinya sendiri. "Makanya dia juga jadi seperti ini?"Dengan pikiran kacau, ia mencoba menelpon Revan. Satu-satunya orang yang bisa dia mintai bantuan.Di seberang sana, dering ponsel terdengar sebelum akhirnya tersambung. Suara Revan yang terdengar santai langsung menyapa.["Halo bro, kenapa? Tumben telfon malam-malam gini?"]Liam menghela napas sebelum menjawab, suaranya terdengar gelisah. “Ada sedikit masalah kecil sebenarnya. Makanya aku menelfonmu."["Masalah apa?"]"Nayya."["Kenapa sama Nayya?"]"Nah itu dia, Van. Nayya tidak mengangkat telfonku sejak siang, chat juga gak di balas."Bukannya prihatin, Revan justru tertawa kencang di line seberang. Membuat Liam j

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-30

บทล่าสุด

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 96

    Ciuman itu berlangsung beberapa detik, tapi bagi Cintya, rasanya seperti putaran waktu yang berhenti. Semua emosi menumpuk: rindu, amarah, cinta, juga rasa bimbang.Saat bibir Liam masih menempel di bibirnya, ada satu sisi dalam dirinya yang ingin larut sepenuhnya… tapi sisi lain menjerit untuk menyadarkannya.Dengan cepat, Cintya menarik diri. Nafasnya tersengal, dadanya naik turun menahan gelombang perasaan yang membuncah.“Liam...”Liam menatapnya, matanya masih menyimpan hasrat dan harapan. “Aku tau kamu juga menginginkannya."Cintya menatap lantai, suaranya nyaris berbisik. “I- itu gak bener.""Sampai kapan kamu mau berbohong?""Liam... aku—"Untuk kedua kalinya, bibir Cintya kembali di bungkam. Tapi kali ini bukan hanya sekedar ciuman saja. Liam dengan berani mengendus leher perempuan itu."Ahh..." Cintya mendesah akibat gigitan Liam. Belum lagi pijatan pria itu di salah satu gunung kembarnya, membuat seluruh tenaganya seolah lenyap tak bersisa."Liam... Jangan...""Ssst..." Lia

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 95

    "Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu aku bakal ninggalin Nayya, Cintya."Lagi-lagi, Liam mengucapkan hal yang sama. Kata-kata itu terus diulangnya, seperti mantra yang ingin ia yakinkan pada diri sendiri maupun pada Cintya.“Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu, Cin. Aku serius.”Cintya menghela napas panjang. Ia menatap wajah Liam yang penuh keyakinan itu, tapi di balik tatapan itu—ia melihat luka. Luka yang belum selesai. Luka yang bisa saja kembali melukai orang lain.“Cukup Liam! Cukup!” gumamnya lirih, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Lebih baik kita fokus sama masa depan masing-masing.""Tapi aku gak bisa ngelupain kamu. Kamu terlalu berarti buatku!" Liam menarik tangan mantan kekasihnya itu dan menggenggamnya erat. Tatapannya yang tampak putus asa itu sempat membuat Cintya goyah."Liam...""Aku mohon Cintya. Aku mohon banget sama kamu."Sebelum Liam sempat menjawab, ponsel Cintya kembali bergetar. Kali ini ia langsung mengangkatnya.“Halo?”Dari seberang, terdenga

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 94

    "Liam..."Merasa namanya dipanggil, Liam pun menoleh ke sumber suara. Tak jauh darinya, berdiri seorang wanita paruh baya dengan raut wajah tenang namun sorot matanya tajam penuh kekhawatiran. Widuri—ibunya—menatapnya tanpa senyum."Kita bisa bicara sebentar?" tanyanya, lembut tapi jelas.Liam berdiri, sedikit gugup. "Tentu aja Ma."Mereka berjalan dalam diam menuju ruangan sebelah. Begitu sampai di sana, Widuri langsung menatap putranya tanpa basa-basi.“Kamu yakin sama keputusan ini, Liam?”Liam menghela napas, lalu duduk. "Kalau Mama maksud soal pernikahan... ya, aku udah yakin."Widuri tetap berdiri, menyilangkan tangan. “Liam, dia itu umurnya masih jauh di bawah kamu. Belum lagi dia sebatang kara, keluarganya gak jelas kayak gimana. Kalau kamu ngerasa bertanggungjawab sama Nayya, kamu kan gak wajib buat nikahin dia. Kamu masih bisa melakukan hal lain."Pernyataan sang Mama, itu membuat Liam terdiam beberapa detik sebelum menjawab pelan, “Ma, Nayya gak punya siapa-siapa selain aku

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 93

    "Kalau aku harus ngertiin kamu terus, gimana sama aku, hah?!"Pertengkaran makin memanas. Nafas Cintya memburu, matanya memerah menahan air mata yang ingin pecah. Liam berdiri di hadapannya, masih mencoba menahan semua emosi yang menggelegak dalam dadanya.“Jawab aku, Liam!” bentak Cintya tiba-tiba. “Kamu bilang semua ini karena tanggung jawab, dan rasa bersalah kamu ke Nayya. Terus aku gimana? Apa kamu gak ngerasa bersalah padaku? Apa kamu gak kasian sama aku?"Liam terhenyak. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. Wajahnya menegang.Cintya melangkah mendekat, tatapannya menusuk. "Kamu lupa sama impian kita dulu? Kita akan menikah setelah dapat pekerjaan baik, bangun rumah tangga harmonis, hidup bahagia sampai tua. Apa kamu lupa impian kita itu?""Tapi Nayya sebatang kara, Cintya. Kasian dia. Toh— pernikahan ini hanya sementara. Aku akan segera ceraikan dia setelah Nayya bisa hidup mapan."Cintya menatap Liam dengan wajah hancur, air matanya mulai jatuh satu per satu. Ia me

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 92

    "Kamu gak bohong kan?" tanya Nayya dengan mata berkaca-kaca. Seolah ia menaruh banyak harapan pada pria di depannya.Liam menghela napas panjang, lalu menarik Nayya ke dalam pelukannya. Gadis itu diam, hanya membiarkan dirinya tenggelam dalam dekapan hangat yang selama ini menjadi satu-satunya tempat ia merasa aman."Aku gak bohong, Nayya," bisik Liam dengan suara lirih. "Aku udah janji sama Tante Dewi… aku bakal jagain kamu, sampai kapanpun."Nayya terdiam, matanya kembali berkaca-kaca. Pelukan Liam terasa begitu tulus, dan untuk sesaat, ia merasa semua luka bisa perlahan disembuhkan."Aku takut kehilangan lagi, Liam," gumamnya. "Tante Dewi satu-satunya keluarga yang aku punya… dan sekarang aku cuma punya kamu."Liam merapatkan pelukannya, seolah tak ingin membiarkan Nayya jatuh lagi. "Kamu gak sendiri. Selama aku masih bisa bernapas, kamu gak akan pernah sendiri."Nayya memejamkan mata. Tangisnya akhirnya pecah dalam diam. Ia tahu, kata-kata Liam bukan sekadar janji kosong. Tapi ia

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 91

    "Liam... kamu ingat janji kamu ke tante, kan?" Liam menelan ludah. Dada terasa sesak. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Kamu janji bakal jaga Nayya selamanya... dan aku ingin melihat kalian menikah sebelum aku pergi." Ruangan terasa semakin sunyi. Nayya terkejut, matanya membesar. "Tante, kenapa tiba-tiba bicara seperti ini?" Dewi tersenyum lembut. "Karena Tante ingin kamu bahagia, Nay. Tante ingin kamu punya seseorang yang bisa selalu menjagamu... dan aku percaya Liam adalah orang yang tepat." Liam menunduk, hatinya kacau. Janji yang dulu ia buat saat masih dipenuhi rasa bersalah, kini kembali menghantuinya. Ia teringat Cintya. Wajahnya, suaranya, harapannya. Namun, di saat yang sama, ia juga melihat Nayya. Perempuan yang sudah melalui banyak hal karena kesalahannya. Gadis yang selama ini ia lindungi,

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 90

    Cintya menggigit bibirnya, matanya kembali memerah. "Berapa lama aku harus menunggu, Liam?" Liam tidak bisa menjawab. Ia tidak tahu. Cintya tersenyum pahit, lalu menarik tangannya dari genggaman Liam. "Aku gak tahu apakah aku bisa menunggu atau tidak." Liam tidak bisa membiarkan Cintya pergi begitu saja. Ia segera berdiri dan mengejarnya keluar restoran. Langkahnya cepat, penuh dengan kegelisahan yang menghantui pikirannya. "Cintya!" panggilnya saat melihat wanita itu berjalan menuju mobilnya. Cintya berhenti, tapi tidak langsung menoleh. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membalikkan badan. Matanya masih menyiratkan luka dan keraguan. "Apa lagi, Liam?" suaranya terdengar lelah. Liam mendekat, kali ini tanpa ragu. "Aku tahu aku sudah banyak mengecewakan kamu, dan aku tahu ini gak adil buat kamu. Tapi, aku serius, Cintya. Aku gak mau kehilangan kamu."

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 89

    Malam itu di salah restoran. Liam duduk di kursi berhadapan dengan Cintya, mantan kekasihnya. Wanita itu tampak cantik dalam balutan gaun hitam, tetapi ekspresinya penuh amarah dan kekecewaan. Sejak tadi, Cintya belum mengucapkan sepatah kata pun, hanya menatapnya tajam. Akhirnya, ia berbicara. "Aku gak habis pikir, Liam." Suaranya dingin. "Setelah sekian lama gak ada kabar, sekarang aku dengar kamu sibuk merawat perempuan lain?" Liam menatapnya dengan ekspresi datar. "Ini bukan seperti yang kamu pikir, Cintya. Lagipula dia bukan orang lain. Dia—" "Dia korban kecelakaan waktu itu kan? Aku tau kok." Perempuan itu menyandarkan punggungnya ke kursi, melipat tangan di depan dada. "Yang gak habis pikir, kenapa kamu sampai rela menghabiskan banyak waktu untuk dia sampai melupakanku." Liam mengepalkan tangannya di bawah meja. "Aku gak bermaksud buat lupain kamu. Aku hanya sedang mempertanggungjawabkan semua kesalahanku ke Nayya

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 88

    Liam duduk di sofa kecil di dekat ranjang, menatap Nayya yang sedang tertidur. Gadis itu masih terlihat lemah, meskipun kondisinya jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali sadar dari koma. Nafasnya tenang, dadanya naik turun perlahan di bawah selimut putih yang menutupi tubuhnya. Sudah beberapa bulan berlalu, dan sejak saat itu, Liam hampir tidak pernah meninggalkan Nayya. Ia yang menggantikan perban luka di lengannya, membantunya berjalan saat fisioterapi, dan menyuapinya saat Nayya masih terlalu lemah untuk makan sendiri. Setiap hari, tugas Liam adalah menjaga dan merawat gadis itu. Seperti pagi tadi— "Pelan-pelan, Nay." Liam berdiri di sampingnya, satu tangan memegang lengan gadis itu, sementara tangan satunya berada di punggungnya, menopang tubuhnya agar tidak terjatuh. Mereka sedang berjalan di taman belakang rumah, udara sejuk menyelimuti pagi itu. Nayya mengerutkan kening, fokus pada langkahnya. Ia masih merasa canggung dan tidak stabil, tapi dengan Liam di sis

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status