แชร์

Bab 51

ผู้เขียน: CH. Blue Lilac
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-27 20:15:54

Nayya dan Galen kini duduk berhadapan di dekat api unggun yang mulai meredup. Udara malam di perbukitan semakin dingin, membuat Nayya merapatkan jaketnya. Galen yang duduk di seberangnya memperhatikan gerak-geriknya dengan tatapan lembut, lalu tanpa berkata apa-apa, ia melepas jaketnya sendiri dan menyampirkannya di bahu Nayya.

“Pakai ini, Nona!" ucapnya pelan, senyum tipis menghiasi wajahnya.

Nayya menatap Galen dengan sedikit terkejut, tapi ia menerima kehangatan jaket itu tanpa perlawanan. “Makasih... tapi kamu gak kedinginan?” tanyanya khawatir.

Galen menggeleng santai. “Saya sudah terbiasa, Nona. Yang penting anda nyaman dan enggak kedinginan.”

Nayya tersenyum kecil, jari-jarinya meremas ujung jaket yang masih menyimpan aroma khas Galen. Rasanya aneh, tapi juga... menyenangkan. Ia berdeham kecil untuk mengalihkan pikirannya, lalu menatap Galen yang kini sibuk menyiapkan peralatan untuk memanggang.

'Andai Mas Liam seperti ini?' bantinnya dalam hati. Namun Nayya segera menghap
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 52

    "Jangan merasa kesepian lagi, Nona. Kan sekarang saya ada di sini."Nayya terdiam, merasakan genggaman Galen yang begitu nyata. Dadanya terasa sesak, bukan karena kesedihan, tapi karena perasaan yang semakin sulit ia abaikan. “Galen...” suaranya nyaris berbisik, ada keraguan di sana.Galen tersenyum lembut, ibu jarinya mengusap punggung tangan Nayya dengan gerakan menenangkan. "Saya serius, Nona. Saya mungkin gak bisa janji banyak hal, tapi tentang kesetiaan, saya juaranya."Nayya menunduk, menyembunyikan senyum kecil yang muncul di wajahnya. Ada sesuatu yang aneh di dalam hatinya—campuran antara rasa hangat dan takut. "Kamu tahu... selama ini aku selalu merasa seperti berjalan sendirian," ucapnya lirih. "Aku punya banyak orang di sekitarku, tapi rasanya mereka cuma... ya, cuma ada di sana, tanpa benar-benar ada untuk aku. Bahkan Mas Liam."Galen menggenggam tangannya lebih erat, seakan ingin meyakinkan Nayya bahwa dia benar-benar ada. "Saya menge

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-28
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 53

    "Apa dia memang sesibuk itu sampai melupakanku?"Liam menghela napas panjang. Ia kemudian duduk kembali, tatapannya kosong. Pikirannya mulai berkelana pada beberapa kejadian terakhir. Akhir-akhir ini hubungan mereka memang terasa berbeda.Liam meremas ponselnya. “Apa aku terlalu mengabaikannya selama ini?” tanyanya pada dirinya sendiri. "Makanya dia juga jadi seperti ini?"Dengan pikiran kacau, ia mencoba menelpon Revan. Satu-satunya orang yang bisa dia mintai bantuan.Di seberang sana, dering ponsel terdengar sebelum akhirnya tersambung. Suara Revan yang terdengar santai langsung menyapa.["Halo bro, kenapa? Tumben telfon malam-malam gini?"]Liam menghela napas sebelum menjawab, suaranya terdengar gelisah. “Ada sedikit masalah kecil sebenarnya. Makanya aku menelfonmu."["Masalah apa?"]"Nayya."["Kenapa sama Nayya?"]"Nah itu dia, Van. Nayya tidak mengangkat telfonku sejak siang, chat juga gak di balas."Bukannya prihatin, Revan justru tertawa kencang di line seberang. Membuat Liam j

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-30
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 54

    "Nona— belum tidur?" tanyanya dengan nada lembut.Nayya menggeleng, mengangkat ponselnya sedikit. "Tadinya aku mau tidur. Tapi tiba-tiba aku teringat Mas Liam."Galen memperhatikan Nayya yang sibuk mengangkat hapenya tinggi. Mencari sinyal. "Ck... Di sini gak ada sinyal," keluh Nayya sambil mempoutkan bibirnya. "Aku khawatir Mas Liam marah."Galen menatapnya beberapa detik sebelum beranjak dari tempat duduknya. "Tuan tidak akan marah, nona. Saya akan bantu bicara sama Tuan kalau sudah ada sinyal.""Kamu kayak gak tau sifat Mas Liam aja," balas Nayya skeptis. Dia masih berusaha menghubungi suaminya meskipun sekarang sudah hampir tengah malam.Galen menghela napas pelan, menatap Nayya yang masih sibuk mengangkat ponselnya ke berbagai arah, berharap mendapatkan sinyal. Angin dingin pegunungan berembus pelan, menggoyangkan helaian rambut Nayya yang tergerai. Perempuan itu masih mengerucutkan bibirnya, ekspresinya jelas menunjukkan kegelisahan yang sulit disembunyikan.“Nona,” panggil Gale

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-01
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 55

    Nayya terbangun dengan kepala sedikit berat. Ia mengerjapkan mata, merasakan tubuhnya masih lelah setelah perjalanan kemarin. Udara pagi di pegunungan masih dingin, tetapi matahari mulai mengintip dari balik bukit, memberi sedikit kehangatan. Ia langsung teringat sesuatu—ponselnya! Dengan cepat, ia meraih tas kecil di sampingnya dan menyalakan ponselnya yang sejak kemarin mati. Butuh beberapa detik sebelum akhirnya layar menyala penuh. Jantungnya berdebar keras saat melihat notifikasi yang langsung membanjiri layarnya. Puluhan pesan dan panggilan tak terjawab dari Liam sang suami."Duh, gawat. Pasti Mas Liam marah banget nih sama aku."Nayya memberanikan diri untuk membuka chat tersebut. Beberapa pesan itu terlihat penuh dengan makian yang ditunjukkan Liam padanya.["Nayya, kamu di mana?"]["Kenapa ponsel kamu mati?"]["Kamu pergi sama Galen kan? Kenapa gak bilang?"]["Kenapa ponsel Galen juga mati?"]["Apa yang sebenarnya kamu lakukan dengannya?"]["Nayya!"]Perempuan itu mengg

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-02
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 56

    Jantungnya langsung berdegup kencang saat melihat nama yang tertera di layar. LIAM... Tangannya sedikit gemetar saat ia meraih ponselnya. Ia menatap Galen sesaat sebelum akhirnya menekan tombol jawab. "H—Halo, Mas?" suara Nayya terdengar hati-hati. Dari seberang telepon, suara Liam terdengar dingin dan tajam. ["Akhirnya kamu angkat juga telfonku."] Nayya menelan ludah. "Maaf, Mas… di sini sinyalnya susah. Aku baru bisa nyalain HP tadi pagi." ["Di sini? Memangnya kamu ada di mana?"] Liam bertanya dengan penuh nada intimidasi. Nayya menggigit ujung bibirnya. Dia cuma punya beberapa detik untuk memikirkan alasan yang tepat supaya Liam tidak semakin marah. ["Nayya! Jawab!"] "Aku pergi camping sama anak-anak di butik, Mas." Liam terdiam selama beberapa detik setelah mendengar jawaban Nayya. ["Camping? Sejak kapan kamu suka camping? Dan kenapa kamu gak bilang sebelumnya?"] Nayya menggigit bibirnya, tahu bahwa alasannya terdengar janggal bagi Liam. Ia menarik napas dalam, berus

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-02
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 57

    Saat perjalanan pulang, Nayya duduk di dalam mobil sambil menatap pemandangan pegunungan yang perlahan menghilang dari pandangannya. Udara masih dingin, meskipun matahari sudah mulai tinggi. Namun, pikirannya tetap dipenuhi banyak pertanyaan, terutama tentang "Karina" —wanita yang tiba-tiba muncul di saat genting dan membantu menenangkan Liam. Nayya melirik ke arah Galen yang duduk di kursi pengemudi. Pria itu terlihat fokus pada jalanan berbatu, ekspresinya tenang seperti biasa. Namun, bagi Nayya, justru itu yang membuatnya semakin curiga.Ia menghela napas pelan, lalu akhirnya memberanikan diri bertanya, "Galen—""Iya Nona?""Kenapa kamu tau kalau Mas Liam bakal nanya soal karyawanku?"Pria itu melirik sekilas ke arah Nayya yang duduk di sampingnya dan menjawab, "Telepati."Nayya menyipitkan matanya, tidak percaya dengan ekspresi tak bersalah Galen. "Masalahnya, kamu bayar dia berapa sampai mau nolongin kita tadi?"Galen tersenyum tipis. "Saya hanya menjelaskan apa yang terjadi, d

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-04
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 58

    Keesokan paginya, Nayya bangun lebih awal dari biasanya. Ia langsung menuju kamar mandi, mencuci wajahnya, dan bersiap untuk hari yang telah lama ia nantikan. Setelah berjam-jam memilih pakaian semalam, akhirnya ia memutuskan untuk mengenakan dress putih dipadu dengan cardigan berbahan rajut dengan rambut yang dibiarkan tergerai alami. Ia ingin terlihat anggun tetapi tetap santai.Saat keluar dari kamar, aroma masakan menguar dari dapur. Ternyata asisten rumah tangganya, Bu Sari, sedang memasak sarapan. "Nona mau sarapan dulu?" tanya Bibi ART ramah. Nayya melirik jam di dinding. Masih ada waktu sebelum berangkat ke bandara. Tapi—"Enggak deh Bi, makasih. Nanti aja makannya bareng Mas Liam," jawab Nayya sembari tersenyum.Bibi ART menarik kedua sudut bibirnya sambil menganggukkan kepala. "Siap Nona."Tak lama, Galen muncul dengan kemeja kasual dan jaket hitam. "Nona sudah siap?" Nayya mengangguk sambil menyuapkan roti ke mulutnya. "Iya, kita berangkat sebentar lagi ya." Galen h

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-05
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 59

    Keesokan paginya, Nayya bangun lebih awal dari biasanya. Ia langsung menuju kamar mandi, mencuci wajahnya, dan bersiap untuk hari yang telah lama ia nantikan. Setelah berjam-jam memilih pakaian semalam, akhirnya ia memutuskan untuk mengenakan dress putih dipadu dengan cardigan berbahan rajut dengan rambut yang dibiarkan tergerai alami. Ia ingin terlihat anggun tetapi tetap santai. Saat keluar dari kamar, aroma masakan menguar dari dapur. Ternyata asisten rumah tangganya, Bu Sari, sedang memasak sarapan. "Nona mau sarapan dulu?" tanya Bibi ART ramah. Nayya melirik jam di dinding. Masih ada waktu sebelum berangkat ke bandara. Tapi— "Enggak deh Bi, makasih. Nanti aja makannya bareng Mas Liam," jawab Nayya sembari tersenyum. Bibi ART menarik kedua sudut bibirnya sambil menganggukkan kepala. "Siap Nona." Tak lama, Galen muncul dengan kemeja kasual dan jaket hitam. "Nona sudah siap?" Nayya mengangguk sambil menyuapkan roti ke mulutnya. "Iya, kita berangkat sebentar lagi ya."

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-06

บทล่าสุด

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 96

    Ciuman itu berlangsung beberapa detik, tapi bagi Cintya, rasanya seperti putaran waktu yang berhenti. Semua emosi menumpuk: rindu, amarah, cinta, juga rasa bimbang.Saat bibir Liam masih menempel di bibirnya, ada satu sisi dalam dirinya yang ingin larut sepenuhnya… tapi sisi lain menjerit untuk menyadarkannya.Dengan cepat, Cintya menarik diri. Nafasnya tersengal, dadanya naik turun menahan gelombang perasaan yang membuncah.“Liam...”Liam menatapnya, matanya masih menyimpan hasrat dan harapan. “Aku tau kamu juga menginginkannya."Cintya menatap lantai, suaranya nyaris berbisik. “I- itu gak bener.""Sampai kapan kamu mau berbohong?""Liam... aku—"Untuk kedua kalinya, bibir Cintya kembali di bungkam. Tapi kali ini bukan hanya sekedar ciuman saja. Liam dengan berani mengendus leher perempuan itu."Ahh..." Cintya mendesah akibat gigitan Liam. Belum lagi pijatan pria itu di salah satu gunung kembarnya, membuat seluruh tenaganya seolah lenyap tak bersisa."Liam... Jangan...""Ssst..." Lia

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 95

    "Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu aku bakal ninggalin Nayya, Cintya."Lagi-lagi, Liam mengucapkan hal yang sama. Kata-kata itu terus diulangnya, seperti mantra yang ingin ia yakinkan pada diri sendiri maupun pada Cintya.“Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu, Cin. Aku serius.”Cintya menghela napas panjang. Ia menatap wajah Liam yang penuh keyakinan itu, tapi di balik tatapan itu—ia melihat luka. Luka yang belum selesai. Luka yang bisa saja kembali melukai orang lain.“Cukup Liam! Cukup!” gumamnya lirih, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Lebih baik kita fokus sama masa depan masing-masing.""Tapi aku gak bisa ngelupain kamu. Kamu terlalu berarti buatku!" Liam menarik tangan mantan kekasihnya itu dan menggenggamnya erat. Tatapannya yang tampak putus asa itu sempat membuat Cintya goyah."Liam...""Aku mohon Cintya. Aku mohon banget sama kamu."Sebelum Liam sempat menjawab, ponsel Cintya kembali bergetar. Kali ini ia langsung mengangkatnya.“Halo?”Dari seberang, terdenga

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 94

    "Liam..."Merasa namanya dipanggil, Liam pun menoleh ke sumber suara. Tak jauh darinya, berdiri seorang wanita paruh baya dengan raut wajah tenang namun sorot matanya tajam penuh kekhawatiran. Widuri—ibunya—menatapnya tanpa senyum."Kita bisa bicara sebentar?" tanyanya, lembut tapi jelas.Liam berdiri, sedikit gugup. "Tentu aja Ma."Mereka berjalan dalam diam menuju ruangan sebelah. Begitu sampai di sana, Widuri langsung menatap putranya tanpa basa-basi.“Kamu yakin sama keputusan ini, Liam?”Liam menghela napas, lalu duduk. "Kalau Mama maksud soal pernikahan... ya, aku udah yakin."Widuri tetap berdiri, menyilangkan tangan. “Liam, dia itu umurnya masih jauh di bawah kamu. Belum lagi dia sebatang kara, keluarganya gak jelas kayak gimana. Kalau kamu ngerasa bertanggungjawab sama Nayya, kamu kan gak wajib buat nikahin dia. Kamu masih bisa melakukan hal lain."Pernyataan sang Mama, itu membuat Liam terdiam beberapa detik sebelum menjawab pelan, “Ma, Nayya gak punya siapa-siapa selain aku

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 93

    "Kalau aku harus ngertiin kamu terus, gimana sama aku, hah?!"Pertengkaran makin memanas. Nafas Cintya memburu, matanya memerah menahan air mata yang ingin pecah. Liam berdiri di hadapannya, masih mencoba menahan semua emosi yang menggelegak dalam dadanya.“Jawab aku, Liam!” bentak Cintya tiba-tiba. “Kamu bilang semua ini karena tanggung jawab, dan rasa bersalah kamu ke Nayya. Terus aku gimana? Apa kamu gak ngerasa bersalah padaku? Apa kamu gak kasian sama aku?"Liam terhenyak. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. Wajahnya menegang.Cintya melangkah mendekat, tatapannya menusuk. "Kamu lupa sama impian kita dulu? Kita akan menikah setelah dapat pekerjaan baik, bangun rumah tangga harmonis, hidup bahagia sampai tua. Apa kamu lupa impian kita itu?""Tapi Nayya sebatang kara, Cintya. Kasian dia. Toh— pernikahan ini hanya sementara. Aku akan segera ceraikan dia setelah Nayya bisa hidup mapan."Cintya menatap Liam dengan wajah hancur, air matanya mulai jatuh satu per satu. Ia me

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 92

    "Kamu gak bohong kan?" tanya Nayya dengan mata berkaca-kaca. Seolah ia menaruh banyak harapan pada pria di depannya.Liam menghela napas panjang, lalu menarik Nayya ke dalam pelukannya. Gadis itu diam, hanya membiarkan dirinya tenggelam dalam dekapan hangat yang selama ini menjadi satu-satunya tempat ia merasa aman."Aku gak bohong, Nayya," bisik Liam dengan suara lirih. "Aku udah janji sama Tante Dewi… aku bakal jagain kamu, sampai kapanpun."Nayya terdiam, matanya kembali berkaca-kaca. Pelukan Liam terasa begitu tulus, dan untuk sesaat, ia merasa semua luka bisa perlahan disembuhkan."Aku takut kehilangan lagi, Liam," gumamnya. "Tante Dewi satu-satunya keluarga yang aku punya… dan sekarang aku cuma punya kamu."Liam merapatkan pelukannya, seolah tak ingin membiarkan Nayya jatuh lagi. "Kamu gak sendiri. Selama aku masih bisa bernapas, kamu gak akan pernah sendiri."Nayya memejamkan mata. Tangisnya akhirnya pecah dalam diam. Ia tahu, kata-kata Liam bukan sekadar janji kosong. Tapi ia

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 91

    "Liam... kamu ingat janji kamu ke tante, kan?" Liam menelan ludah. Dada terasa sesak. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Kamu janji bakal jaga Nayya selamanya... dan aku ingin melihat kalian menikah sebelum aku pergi." Ruangan terasa semakin sunyi. Nayya terkejut, matanya membesar. "Tante, kenapa tiba-tiba bicara seperti ini?" Dewi tersenyum lembut. "Karena Tante ingin kamu bahagia, Nay. Tante ingin kamu punya seseorang yang bisa selalu menjagamu... dan aku percaya Liam adalah orang yang tepat." Liam menunduk, hatinya kacau. Janji yang dulu ia buat saat masih dipenuhi rasa bersalah, kini kembali menghantuinya. Ia teringat Cintya. Wajahnya, suaranya, harapannya. Namun, di saat yang sama, ia juga melihat Nayya. Perempuan yang sudah melalui banyak hal karena kesalahannya. Gadis yang selama ini ia lindungi,

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 90

    Cintya menggigit bibirnya, matanya kembali memerah. "Berapa lama aku harus menunggu, Liam?" Liam tidak bisa menjawab. Ia tidak tahu. Cintya tersenyum pahit, lalu menarik tangannya dari genggaman Liam. "Aku gak tahu apakah aku bisa menunggu atau tidak." Liam tidak bisa membiarkan Cintya pergi begitu saja. Ia segera berdiri dan mengejarnya keluar restoran. Langkahnya cepat, penuh dengan kegelisahan yang menghantui pikirannya. "Cintya!" panggilnya saat melihat wanita itu berjalan menuju mobilnya. Cintya berhenti, tapi tidak langsung menoleh. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membalikkan badan. Matanya masih menyiratkan luka dan keraguan. "Apa lagi, Liam?" suaranya terdengar lelah. Liam mendekat, kali ini tanpa ragu. "Aku tahu aku sudah banyak mengecewakan kamu, dan aku tahu ini gak adil buat kamu. Tapi, aku serius, Cintya. Aku gak mau kehilangan kamu."

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 89

    Malam itu di salah restoran. Liam duduk di kursi berhadapan dengan Cintya, mantan kekasihnya. Wanita itu tampak cantik dalam balutan gaun hitam, tetapi ekspresinya penuh amarah dan kekecewaan. Sejak tadi, Cintya belum mengucapkan sepatah kata pun, hanya menatapnya tajam. Akhirnya, ia berbicara. "Aku gak habis pikir, Liam." Suaranya dingin. "Setelah sekian lama gak ada kabar, sekarang aku dengar kamu sibuk merawat perempuan lain?" Liam menatapnya dengan ekspresi datar. "Ini bukan seperti yang kamu pikir, Cintya. Lagipula dia bukan orang lain. Dia—" "Dia korban kecelakaan waktu itu kan? Aku tau kok." Perempuan itu menyandarkan punggungnya ke kursi, melipat tangan di depan dada. "Yang gak habis pikir, kenapa kamu sampai rela menghabiskan banyak waktu untuk dia sampai melupakanku." Liam mengepalkan tangannya di bawah meja. "Aku gak bermaksud buat lupain kamu. Aku hanya sedang mempertanggungjawabkan semua kesalahanku ke Nayya

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 88

    Liam duduk di sofa kecil di dekat ranjang, menatap Nayya yang sedang tertidur. Gadis itu masih terlihat lemah, meskipun kondisinya jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali sadar dari koma. Nafasnya tenang, dadanya naik turun perlahan di bawah selimut putih yang menutupi tubuhnya. Sudah beberapa bulan berlalu, dan sejak saat itu, Liam hampir tidak pernah meninggalkan Nayya. Ia yang menggantikan perban luka di lengannya, membantunya berjalan saat fisioterapi, dan menyuapinya saat Nayya masih terlalu lemah untuk makan sendiri. Setiap hari, tugas Liam adalah menjaga dan merawat gadis itu. Seperti pagi tadi— "Pelan-pelan, Nay." Liam berdiri di sampingnya, satu tangan memegang lengan gadis itu, sementara tangan satunya berada di punggungnya, menopang tubuhnya agar tidak terjatuh. Mereka sedang berjalan di taman belakang rumah, udara sejuk menyelimuti pagi itu. Nayya mengerutkan kening, fokus pada langkahnya. Ia masih merasa canggung dan tidak stabil, tapi dengan Liam di sis

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status