แชร์

Bab 56

ผู้เขียน: CH. Blue Lilac
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-02 20:53:34
Jantungnya langsung berdegup kencang saat melihat nama yang tertera di layar.

LIAM...

Tangannya sedikit gemetar saat ia meraih ponselnya. Ia menatap Galen sesaat sebelum akhirnya menekan tombol jawab.

"H—Halo, Mas?" suara Nayya terdengar hati-hati.

Dari seberang telepon, suara Liam terdengar dingin dan tajam. ["Akhirnya kamu angkat juga telfonku."]

Nayya menelan ludah. "Maaf, Mas… di sini sinyalnya susah. Aku baru bisa nyalain HP tadi pagi."

["Di sini? Memangnya kamu ada di mana?"] Liam bertanya dengan penuh nada intimidasi.

Nayya menggigit ujung bibirnya. Dia cuma punya beberapa detik untuk memikirkan alasan yang tepat supaya Liam tidak semakin marah.

["Nayya! Jawab!"]

"Aku pergi camping sama anak-anak di butik, Mas."

Liam terdiam selama beberapa detik setelah mendengar jawaban Nayya.

["Camping? Sejak kapan kamu suka camping? Dan kenapa kamu gak bilang sebelumnya?"]

Nayya menggigit bibirnya, tahu bahwa alasannya terdengar janggal bagi Liam. Ia menarik napas dalam, berus
CH. Blue Lilac

Hai kakak-kakak, othor Blue Lilac di sini.. Makasih ya udah mampir di cerita ini, semoga suka ama ceritanya ya... 🥰🥰

| 3
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 57

    Saat perjalanan pulang, Nayya duduk di dalam mobil sambil menatap pemandangan pegunungan yang perlahan menghilang dari pandangannya. Udara masih dingin, meskipun matahari sudah mulai tinggi. Namun, pikirannya tetap dipenuhi banyak pertanyaan, terutama tentang "Karina" —wanita yang tiba-tiba muncul di saat genting dan membantu menenangkan Liam. Nayya melirik ke arah Galen yang duduk di kursi pengemudi. Pria itu terlihat fokus pada jalanan berbatu, ekspresinya tenang seperti biasa. Namun, bagi Nayya, justru itu yang membuatnya semakin curiga.Ia menghela napas pelan, lalu akhirnya memberanikan diri bertanya, "Galen—""Iya Nona?""Kenapa kamu tau kalau Mas Liam bakal nanya soal karyawanku?"Pria itu melirik sekilas ke arah Nayya yang duduk di sampingnya dan menjawab, "Telepati."Nayya menyipitkan matanya, tidak percaya dengan ekspresi tak bersalah Galen. "Masalahnya, kamu bayar dia berapa sampai mau nolongin kita tadi?"Galen tersenyum tipis. "Saya hanya menjelaskan apa yang terjadi, d

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-04
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 58

    Keesokan paginya, Nayya bangun lebih awal dari biasanya. Ia langsung menuju kamar mandi, mencuci wajahnya, dan bersiap untuk hari yang telah lama ia nantikan. Setelah berjam-jam memilih pakaian semalam, akhirnya ia memutuskan untuk mengenakan dress putih dipadu dengan cardigan berbahan rajut dengan rambut yang dibiarkan tergerai alami. Ia ingin terlihat anggun tetapi tetap santai.Saat keluar dari kamar, aroma masakan menguar dari dapur. Ternyata asisten rumah tangganya, Bu Sari, sedang memasak sarapan. "Nona mau sarapan dulu?" tanya Bibi ART ramah. Nayya melirik jam di dinding. Masih ada waktu sebelum berangkat ke bandara. Tapi—"Enggak deh Bi, makasih. Nanti aja makannya bareng Mas Liam," jawab Nayya sembari tersenyum.Bibi ART menarik kedua sudut bibirnya sambil menganggukkan kepala. "Siap Nona."Tak lama, Galen muncul dengan kemeja kasual dan jaket hitam. "Nona sudah siap?" Nayya mengangguk sambil menyuapkan roti ke mulutnya. "Iya, kita berangkat sebentar lagi ya." Galen h

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-05
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 59

    Keesokan paginya, Nayya bangun lebih awal dari biasanya. Ia langsung menuju kamar mandi, mencuci wajahnya, dan bersiap untuk hari yang telah lama ia nantikan. Setelah berjam-jam memilih pakaian semalam, akhirnya ia memutuskan untuk mengenakan dress putih dipadu dengan cardigan berbahan rajut dengan rambut yang dibiarkan tergerai alami. Ia ingin terlihat anggun tetapi tetap santai. Saat keluar dari kamar, aroma masakan menguar dari dapur. Ternyata asisten rumah tangganya, Bu Sari, sedang memasak sarapan. "Nona mau sarapan dulu?" tanya Bibi ART ramah. Nayya melirik jam di dinding. Masih ada waktu sebelum berangkat ke bandara. Tapi— "Enggak deh Bi, makasih. Nanti aja makannya bareng Mas Liam," jawab Nayya sembari tersenyum. Bibi ART menarik kedua sudut bibirnya sambil menganggukkan kepala. "Siap Nona." Tak lama, Galen muncul dengan kemeja kasual dan jaket hitam. "Nona sudah siap?" Nayya mengangguk sambil menyuapkan roti ke mulutnya. "Iya, kita berangkat sebentar lagi ya."

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-06
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 60

    Di dalam mobil, Nayya duduk di samping Liam, sementara Galen tetap fokus mengemudi. Meski mereka sudah kembali bersama, perasaan Nayya masih sedikit mengganjal. Tapi ia memilih mengabaikannya dan menikmati momen ini. "Mas pasti capek banget ya?" tanya Nayya sambil menoleh ke arah Liam. Liam yang tengah membuka satu kancing atas kemejanya sekilas tersenyum. "Lumayan. Tapi lihat kamu, capeknya langsung hilang." Nayya tertawa kecil. "Gombal," gumamnya, tapi pipinya bersemu merah. Liam mengulurkan tangan dan menggenggam jemari istrinya. "Aku serius. Aku kangen banget sama kamu." Ia mengecup pelipis istrinya. Mendengar itu, Nayya semakin tersenyum. "Aku juga, Mas." Setelah beberapa saat terdiam menikmati kebersamaan mereka, Nayya kembali membuka suara. "Di Surabaya, selain kerja dan ketemu klien, Mas ngapain aja?" tanyanya penasaran. Liam tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Ya, cuma itu sih. Aku sibuk banget, Nay. Dari pagi sampai malam ketemu klien, meeting, nge

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-10
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 61

    Hari-hari berikutnya, Nayya dan Liam menjalani kehidupan rumah tangga seperti biasa. Nayya sibuk mengurus butik, sementara Liam kembali bekerja di kantornya. Meski jadwal mereka padat, mereka tetap menyempatkan waktu untuk bersama—makan malam berdua, menonton film di rumah, atau sekadar menghabiskan waktu di taman belakang sambil berbincang santai. "Sayang..." Nayya yang sedang membuat makan malam ketika Liam muncul dan memeluknya dari belakang. Perempuan itu sedikit tersentak namun segera bersikap rileks ketika sadar siapa yang ada di belakangnya. "Udah pulang Mas?" "Hm, barusan," balas Liam sambil mengecup pelipis Nayya. "Ihh... Kamu bau asap." Nayya mengerutkan hidungnya, aroma jalanan yang menguar dari tubuh suaminya sedikit mengganggu indra penciumannya. "Namanya juga abis pulang kantor." Liam memberikan pembelaan, sebelum kedua bola matanya tertuju ke arah masakan yang sedang Nayya oleh di atas telfon. "Mau bikin steak ya?" Nayya mengangguk. "Tumben? Kenapa gak beli aja s

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-11
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 62

    "Aku gak pernah lihat kamu minum obat kesuburan lagi akhir-akhir ini. Kamu sengaja berhenti berhenti minum?" Nayya yang tengah menyisir rambutnya, terdiam sejenak. Tatapan mereka bertemu, dan Liam bisa melihat ada sedikit perubahan di wajah istrinya. "Aku…" Nayya menggigit bibirnya. Ia menunduk, memainkan ujung rambutnya seolah sedang mencari kata-kata yang tepat. "Ya kan kamu sebulan lebih ke luar kota. Jadi gak liat aku minum obat. Dan aku juga gak pernah pap foto pas lagi minum obat itu kan?" "Tapi obatnya keliatan masih banyak." Liam masih penasaran, ia mencoba kembali bertanya pada sang istri yang berada di depannya. Jujur dia sedikit curiga pada Nayya."Sayang..."Nayya terdiam, jemarinya menggenggam sisir di pangkuannya. Ia tidak menyangka Liam akan menyadari hal ini dengan cepat. Dan sialnya dia juga harus mencari alasan yang tepat agar suaminya percaya, Liam menatapnya lekat, menunggu jawaban. "Sayang, kamu sengaja berhenti minum obat?" tanyanya lagi, kali ini lebih

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 63

    "Gak ada apa-apa kok sayang, Mama cuma minta kita datang ke rumahnya."Nayya seketika bungkam. Moodnya pagi itu langsung hancur karena penjelasan suaminya."Kenapa wajah kamu jadi gitu?"Nayya mendengkus. "Lucu kamu nanya gitu, Mas."Liam berdiri dan mulai memakai dasinya. Ia berjalan ke arah cermin sementara Nayya mengambil alih tempat yang tadi dia duduki."Kemarin pas aku baru pulang dari Surabaya kamu nolak buat ikut ke tempat Mama, sekarang kamu juga pasti gak mau ikut lagi kan?" tebaknya.Perempuan berkulit putih itu melirik ke arah sang suami. "Nah itu kamu tau.""Kenapa sih kamu gak mau ke sana?""Aku males ketemu Mama, Mas. Dia pasti selalu bahas cucu, bahas momongan, dan—" Nayya menggigit bibirnya. "Dia pasti mau jodohin kamu sama wanita lain.""Jangan berpikir yang tidak perlu, Nayya.""Aku tau betul bagaimana watak Mama." Nayya masih bersikeras. Mungkin sedikit saja ia meninggikan nada suaranya, pertengkaran antara dia dan Liam pasti tidak akan dihindarkan.Liam menghela n

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-14
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 64

    Nayya menahan napas, berusaha tetap tenang meskipun hatinya sudah mulai bergejolak. Matanya melirik ke arah Liam, yang kini memasang ekspresi datar, namun Nayya tahu suaminya sedang merasa tak nyaman."Liam, kamu masih ingat Safira, kan?" Widuri berbicara dengan nada riang, seolah-olah tak menyadari suasana yang berubah tegang. "Dulu kalian sering main bersama waktu kecil."Safira tersenyum manis, melangkah lebih dekat ke meja makan. "Tentu saja aku ingat, Tante. Waktu itu aku bahkan sempat menangis karena Liam lebih memilih main bola daripada menemani aku main boneka."Widuri tertawa kecil. "Ya, Liam memang selalu begitu. Tapi dia anak yang baik, kan?"Nayya mengeratkan genggaman tangannya di bawah meja. Wanita ini bukan sekadar tamu, tapi jelas calon yang Widuri siapkan untuk Liam. Rasanya seperti jantungnya diremas. Ia mencoba tersenyum meski hatinya terbakar.Liam berdeham, mencoba menetralkan situasi. "Senang bertemu lagi, Safira. Sudah lama sekali, ya?"Safira mengangguk antusia

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-15

บทล่าสุด

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 96

    Ciuman itu berlangsung beberapa detik, tapi bagi Cintya, rasanya seperti putaran waktu yang berhenti. Semua emosi menumpuk: rindu, amarah, cinta, juga rasa bimbang.Saat bibir Liam masih menempel di bibirnya, ada satu sisi dalam dirinya yang ingin larut sepenuhnya… tapi sisi lain menjerit untuk menyadarkannya.Dengan cepat, Cintya menarik diri. Nafasnya tersengal, dadanya naik turun menahan gelombang perasaan yang membuncah.“Liam...”Liam menatapnya, matanya masih menyimpan hasrat dan harapan. “Aku tau kamu juga menginginkannya."Cintya menatap lantai, suaranya nyaris berbisik. “I- itu gak bener.""Sampai kapan kamu mau berbohong?""Liam... aku—"Untuk kedua kalinya, bibir Cintya kembali di bungkam. Tapi kali ini bukan hanya sekedar ciuman saja. Liam dengan berani mengendus leher perempuan itu."Ahh..." Cintya mendesah akibat gigitan Liam. Belum lagi pijatan pria itu di salah satu gunung kembarnya, membuat seluruh tenaganya seolah lenyap tak bersisa."Liam... Jangan...""Ssst..." Lia

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 95

    "Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu aku bakal ninggalin Nayya, Cintya."Lagi-lagi, Liam mengucapkan hal yang sama. Kata-kata itu terus diulangnya, seperti mantra yang ingin ia yakinkan pada diri sendiri maupun pada Cintya.“Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu, Cin. Aku serius.”Cintya menghela napas panjang. Ia menatap wajah Liam yang penuh keyakinan itu, tapi di balik tatapan itu—ia melihat luka. Luka yang belum selesai. Luka yang bisa saja kembali melukai orang lain.“Cukup Liam! Cukup!” gumamnya lirih, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Lebih baik kita fokus sama masa depan masing-masing.""Tapi aku gak bisa ngelupain kamu. Kamu terlalu berarti buatku!" Liam menarik tangan mantan kekasihnya itu dan menggenggamnya erat. Tatapannya yang tampak putus asa itu sempat membuat Cintya goyah."Liam...""Aku mohon Cintya. Aku mohon banget sama kamu."Sebelum Liam sempat menjawab, ponsel Cintya kembali bergetar. Kali ini ia langsung mengangkatnya.“Halo?”Dari seberang, terdenga

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 94

    "Liam..."Merasa namanya dipanggil, Liam pun menoleh ke sumber suara. Tak jauh darinya, berdiri seorang wanita paruh baya dengan raut wajah tenang namun sorot matanya tajam penuh kekhawatiran. Widuri—ibunya—menatapnya tanpa senyum."Kita bisa bicara sebentar?" tanyanya, lembut tapi jelas.Liam berdiri, sedikit gugup. "Tentu aja Ma."Mereka berjalan dalam diam menuju ruangan sebelah. Begitu sampai di sana, Widuri langsung menatap putranya tanpa basa-basi.“Kamu yakin sama keputusan ini, Liam?”Liam menghela napas, lalu duduk. "Kalau Mama maksud soal pernikahan... ya, aku udah yakin."Widuri tetap berdiri, menyilangkan tangan. “Liam, dia itu umurnya masih jauh di bawah kamu. Belum lagi dia sebatang kara, keluarganya gak jelas kayak gimana. Kalau kamu ngerasa bertanggungjawab sama Nayya, kamu kan gak wajib buat nikahin dia. Kamu masih bisa melakukan hal lain."Pernyataan sang Mama, itu membuat Liam terdiam beberapa detik sebelum menjawab pelan, “Ma, Nayya gak punya siapa-siapa selain aku

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 93

    "Kalau aku harus ngertiin kamu terus, gimana sama aku, hah?!"Pertengkaran makin memanas. Nafas Cintya memburu, matanya memerah menahan air mata yang ingin pecah. Liam berdiri di hadapannya, masih mencoba menahan semua emosi yang menggelegak dalam dadanya.“Jawab aku, Liam!” bentak Cintya tiba-tiba. “Kamu bilang semua ini karena tanggung jawab, dan rasa bersalah kamu ke Nayya. Terus aku gimana? Apa kamu gak ngerasa bersalah padaku? Apa kamu gak kasian sama aku?"Liam terhenyak. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. Wajahnya menegang.Cintya melangkah mendekat, tatapannya menusuk. "Kamu lupa sama impian kita dulu? Kita akan menikah setelah dapat pekerjaan baik, bangun rumah tangga harmonis, hidup bahagia sampai tua. Apa kamu lupa impian kita itu?""Tapi Nayya sebatang kara, Cintya. Kasian dia. Toh— pernikahan ini hanya sementara. Aku akan segera ceraikan dia setelah Nayya bisa hidup mapan."Cintya menatap Liam dengan wajah hancur, air matanya mulai jatuh satu per satu. Ia me

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 92

    "Kamu gak bohong kan?" tanya Nayya dengan mata berkaca-kaca. Seolah ia menaruh banyak harapan pada pria di depannya.Liam menghela napas panjang, lalu menarik Nayya ke dalam pelukannya. Gadis itu diam, hanya membiarkan dirinya tenggelam dalam dekapan hangat yang selama ini menjadi satu-satunya tempat ia merasa aman."Aku gak bohong, Nayya," bisik Liam dengan suara lirih. "Aku udah janji sama Tante Dewi… aku bakal jagain kamu, sampai kapanpun."Nayya terdiam, matanya kembali berkaca-kaca. Pelukan Liam terasa begitu tulus, dan untuk sesaat, ia merasa semua luka bisa perlahan disembuhkan."Aku takut kehilangan lagi, Liam," gumamnya. "Tante Dewi satu-satunya keluarga yang aku punya… dan sekarang aku cuma punya kamu."Liam merapatkan pelukannya, seolah tak ingin membiarkan Nayya jatuh lagi. "Kamu gak sendiri. Selama aku masih bisa bernapas, kamu gak akan pernah sendiri."Nayya memejamkan mata. Tangisnya akhirnya pecah dalam diam. Ia tahu, kata-kata Liam bukan sekadar janji kosong. Tapi ia

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 91

    "Liam... kamu ingat janji kamu ke tante, kan?" Liam menelan ludah. Dada terasa sesak. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Kamu janji bakal jaga Nayya selamanya... dan aku ingin melihat kalian menikah sebelum aku pergi." Ruangan terasa semakin sunyi. Nayya terkejut, matanya membesar. "Tante, kenapa tiba-tiba bicara seperti ini?" Dewi tersenyum lembut. "Karena Tante ingin kamu bahagia, Nay. Tante ingin kamu punya seseorang yang bisa selalu menjagamu... dan aku percaya Liam adalah orang yang tepat." Liam menunduk, hatinya kacau. Janji yang dulu ia buat saat masih dipenuhi rasa bersalah, kini kembali menghantuinya. Ia teringat Cintya. Wajahnya, suaranya, harapannya. Namun, di saat yang sama, ia juga melihat Nayya. Perempuan yang sudah melalui banyak hal karena kesalahannya. Gadis yang selama ini ia lindungi,

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 90

    Cintya menggigit bibirnya, matanya kembali memerah. "Berapa lama aku harus menunggu, Liam?" Liam tidak bisa menjawab. Ia tidak tahu. Cintya tersenyum pahit, lalu menarik tangannya dari genggaman Liam. "Aku gak tahu apakah aku bisa menunggu atau tidak." Liam tidak bisa membiarkan Cintya pergi begitu saja. Ia segera berdiri dan mengejarnya keluar restoran. Langkahnya cepat, penuh dengan kegelisahan yang menghantui pikirannya. "Cintya!" panggilnya saat melihat wanita itu berjalan menuju mobilnya. Cintya berhenti, tapi tidak langsung menoleh. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membalikkan badan. Matanya masih menyiratkan luka dan keraguan. "Apa lagi, Liam?" suaranya terdengar lelah. Liam mendekat, kali ini tanpa ragu. "Aku tahu aku sudah banyak mengecewakan kamu, dan aku tahu ini gak adil buat kamu. Tapi, aku serius, Cintya. Aku gak mau kehilangan kamu."

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 89

    Malam itu di salah restoran. Liam duduk di kursi berhadapan dengan Cintya, mantan kekasihnya. Wanita itu tampak cantik dalam balutan gaun hitam, tetapi ekspresinya penuh amarah dan kekecewaan. Sejak tadi, Cintya belum mengucapkan sepatah kata pun, hanya menatapnya tajam. Akhirnya, ia berbicara. "Aku gak habis pikir, Liam." Suaranya dingin. "Setelah sekian lama gak ada kabar, sekarang aku dengar kamu sibuk merawat perempuan lain?" Liam menatapnya dengan ekspresi datar. "Ini bukan seperti yang kamu pikir, Cintya. Lagipula dia bukan orang lain. Dia—" "Dia korban kecelakaan waktu itu kan? Aku tau kok." Perempuan itu menyandarkan punggungnya ke kursi, melipat tangan di depan dada. "Yang gak habis pikir, kenapa kamu sampai rela menghabiskan banyak waktu untuk dia sampai melupakanku." Liam mengepalkan tangannya di bawah meja. "Aku gak bermaksud buat lupain kamu. Aku hanya sedang mempertanggungjawabkan semua kesalahanku ke Nayya

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 88

    Liam duduk di sofa kecil di dekat ranjang, menatap Nayya yang sedang tertidur. Gadis itu masih terlihat lemah, meskipun kondisinya jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali sadar dari koma. Nafasnya tenang, dadanya naik turun perlahan di bawah selimut putih yang menutupi tubuhnya. Sudah beberapa bulan berlalu, dan sejak saat itu, Liam hampir tidak pernah meninggalkan Nayya. Ia yang menggantikan perban luka di lengannya, membantunya berjalan saat fisioterapi, dan menyuapinya saat Nayya masih terlalu lemah untuk makan sendiri. Setiap hari, tugas Liam adalah menjaga dan merawat gadis itu. Seperti pagi tadi— "Pelan-pelan, Nay." Liam berdiri di sampingnya, satu tangan memegang lengan gadis itu, sementara tangan satunya berada di punggungnya, menopang tubuhnya agar tidak terjatuh. Mereka sedang berjalan di taman belakang rumah, udara sejuk menyelimuti pagi itu. Nayya mengerutkan kening, fokus pada langkahnya. Ia masih merasa canggung dan tidak stabil, tapi dengan Liam di sis

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status