“Kalian benar-benar bercinta? Kau tidur dengannya, Christian?” Chelsea makin tak terkendali. Dia mulai histeris. “Ya! Kami bercinta. Apa kau puas?” Christian yang sudah muak dengan sikap kekasihnya, tak kuasa mengendalikan diri lagi. Dia menatap tajam Chelsea. Napasnya pun kian memburu dengan wajah memerah menahan amarah, agar tak sepenuhnya terlampiaskan. Bagaimanapun juga, Christian sadar bahwa dirinya sedang berhadapan dengan wanita yang telah menemani selama kurang lebih satu tahun. “Kau keterlaluan, Christian Lynch!” Chelsea yang tak dapat mengendalikan diri, mengangkat tangan. Dia bermaksud hendak menampar Christian. Namun, Christian segera menahannya. Pria itu mencengkram erat pergelangan tangan sang kekasih. “Bukankah kau sudah mengenalku dengan baik? Itu artinya kau tahu siapa Christian Lynch. Jangan pernah berani menantang apalagi membuatku marah. Kau tak akan menyukainya.” Christian berkata dengan penuh penekanan.“Hanya karena berci
Chelsea yang sengaja mengikuti Christian ke Cotswolds, tak mengira akan mendapat kejutan seperti tadi. Wanita cantik berambut cokelat itu memegang erat kemudi, demi menahan perasaan tak menentu dalam dada. Sakit. Cemburu serta kecewa bercampur dalam hati si pemilik mata hazel itu. Namun, Chelsea terlalu lemah. Cinta yang teramat besar untuk Christian, membuatnya tak bisa bertindak lebih tegas. Dia sadar bahwa pria itu pasti akan menyingkirkan dirinya, jika terlalu banyak berulah dan membuat sang pengusaha muda tersebut menjadi kesal. “Kau benar-benar keterlaluan, Christian,” ucap Chelsea lirih. Hanya itu yang mampu dia katakan, demi menghalau perasaan sakit yang terus menyeruak hebat. “Kau sudah berpaling pada Laura. Ini tidak mungkin.” Chelsea menggeleng kencang. Dia menutupi wajah menggunakan kedua telapak tangan, sambil menangis tersedu-sedu. Beberapa saat kemudian, Chelsea berusaha kembali menenangkan diri. Dia menyeka sisa air mata di pip
Selagi Christian menikmati percintaan panasnya dengan Laura, kondisi berbeda justru dialami Chelsea. Wanita itu menangis seorang diri, meratapi kehancuran hati yang terkhianati. Jangankan untuk tidur, Chelsea bahkan tak beranjak dari sofa. Dia terus duduk meringkuk, sambil berusaha menghubungi Christian yang tak juga menjawab panggilannya. Tentu saja. Christian akan mengabaikan segala hal, ketika sedang menikmati indahnya surga dunia. Tak ada apa pun yang bisa mengganggunya kali ini. Dia hanya ingin menuntaskan segala rasa penasaran atas diri Laura. Pria itu berusaha mencari jawaban, dari segala hal tak biasa yang tiba-tiba mengusik nalurinya. Jarum jam sudah menunjuk di angka sepuluh, ketika dua insan tadi mengakhiri pergumulan panas mereka dengan ciuman mesra. Keduanya terengah karena lelah. Namun, rasa puas terpancar jelas dari senyum di bibir sepasang suami-istri tersebut. “Tidurlah,” ucap Christian pelan, setelah mengecup lembut kening Laura.
“Apa? Percobaan bunuh diri? Yang benar saja.” Christian menggeleng tak percaya. “Apa yang ada dalam pikiran wanita itu?” Christian begitu gemas dengan ulah Chelsea, yang dianggap mencari perhatian darinya. Sesaat kemudian, Christian tersadar bahwa dirinya berbicara di hadapan Laura. Sang pengusaha tampan berdecak pelan. “Baiklah, Alfred. Aku akan kembali ke London hari ini,” putus Christian setelah beberapa saat berpikir. Tanpa banyak bicara, dia segera menutup sambungan telepon. “Apa ada masalah penting?” tanya Laura ingin tahu. “Siapa yang melakukan percobaan bunuh diri?” Christian tak langsung memberikan jawaban. Dia menyibakkan selimut, lalu turun dari tempat tidur. Christian meraih celana panjangnya. Pria itu seperti tak peduli dengan raut penasaran yang ditunjukkan Laura. “Temani aku mandi,” ucap sang pemilik perusahaan IT ternama di Inggris tersebut. Bukannya memberikan jawaban, si pemilik rambut gelap itu justru mengatakan sesuatu yang tak ada h
Laura terkejut mendengar ajakan Christian. Setengah tak percaya, dia bertanya, “London? Apa kau akan memulangkanku?” tanyanya lirih.Namun, lagi-lagi Christian tidak langsung memberikan jawaban. Dia meraih tas dari meja, lalu melangkah ke dekat pintu. Sebelum keluar, pria itu mengambil trench coat yang digantung di tempat khusus. “Kutunggu di bawah. Sepuluh menit.” Setelah berkata demikian, Christian berlalu dari dalam kamar. Meninggalkan Laura dalam pertanyaan tak terjawab.Sepuluh menit waktu yang diberikan Christian pada Laura untuk bersiap-siap. Seperti biasa, wanita itu tak berpenampilan secara berlebihan. Laura menggerai rambut pirangnya yang bergelombang. Dia melangkah sedikit terburu-buru menuju lantai bawah. Dirinya tak ingin membuat sang suami menunggu terlalu lama. “Di mana Christian?” tanya Laura, s
“Diakah kekasihmu?” tanya Laura sambil menahan Christian yang hendak masuk.Christian menoleh. Namun, seperti biasa. Dia seperti enggan memberikan jawaban.Laura menggeleng. “Aku tidak mau ikut masuk,” tolak wanita itu, seraya melepaskan genggaman tangan Christian dari pergelangannya.“Terserah kau. Duduklah. Jangan pergi ke mana-mana,” pesan Christian dingin. Tanpa mengatakan apa pun lagi, dia masuk. Christian menutup pintu, lalu melangkah ke dekat ranjang di mana Chelsea terbaring.“Apa kau tidur?” tanya Christian datar sambil menatap sang kekasih yang terpejam.Perlahan, Chelsea membuka mata. “Christian? Kau kah itu?” tanyanya memastikan, b
Keesokan harinyaChristian sudah bersiap pergi ke kantor. Seperti yang telah dijadwalkan sebelumnya, hari ini dia akan mengadakan pertemuan penting dengan seorang pengusaha smartphone ternama yaitu Lewis Bellingham.“Sampai jam berapa pertemuanmu berlangsung?” tanya Laura, saat melihat Christian hendak memasang dasi.“Aku tidak tahu. Terkadang, bisa lebih lama dari yang sudah dijadwalkan,” jawab Christian. Dia tertegun, ketika Laura mengambil dasi dari tangannya. Pria itu hanya menatap lekat, saat Laura memasangkan dasi tadi dan merapikannya.“Semoga semuanya lancar,” ucap Laura pelan, seraya merapikan kerah dan bagian lain dari kemeja yang dikenakan sang suami. “Kau punya selera yang bagus dalam berpak
Laura langsung membuka mata, ketika merasakan sentuhan di bibirnya. Dia agak terengah. Setelah Christian menghentikan pertautan itu, barulah Laura dapat bernapas lega. “Kau mengejutkanku,” ucapnya pelan. “Sejak kapan kau tidur?” tanya Christian, seraya menjauhkan wajahnya dari Laura. “Entahlah.” Laura bangkit, lalu duduk bersandar. “Aku … aku bingung harus melakukan apa di sini,” ucapnya merasa konyol. Sesaat kemudian, si pemilik mata biru itu menatap Christian yang hendak masuk ke walk in closet. “Kapan kau datang?”“Baru saja,” jawab Christian sambil terus berlalu. Tak berselang lama, dia muncul lagi dengan hanya mengenakan kemeja putih. Dua dari kancing bagian atasnya dibiarkan terbuka. “Bangunlah. Kita pergi sekarang.” Lagi-lagi, Christian memberikan perintah layaknya seorang atasan terhadap bawahan. “Memangnya kau tidak lelah?” Laura beranjak turun dari tempat tidur. “Aku sangat lelah,” sahut Christian. “Memangnya kau tidak risi