Lucian mendorong keponakannya sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi. "Leanna, kau menganggap dirimu sudah dewasa, bukan?"
Wajah Leanna yang awalnya suram berubah cerah. "Ya. Paman. Apa kau sudah melihatku sebagai gadis dewasa? Jadi, ayo kita--" "Jika kau adalah gadis dewasa maka kau harus tahu batasannya! Leanna, kau adalah keponakanku, tidak mungkin bagi kita untuk bersama!" "Tapi, kita tidak punya hubungan darah!" "Ya, tapi itu semua tidak mengubah kenyataan bahwa kau tetaplah bagian dari keluarga Gu. Leanna, jika keinginanmu untuk menikah denganku hanya karena ingin tinggal bersamaku dan mendapatkan perlindungan seperti saat kau masih kecil, selama aku jadi pamanmu kita bisa melakukannya. Kau mengerti sekarang?" Lucian memberikan penekanan yang tegas. Leanna tidak mengatakan apapun untuk menanggapinya dan memilih kembali ke tempat duduk. Pandangannya menatap ke arah luar kaca mengubur dalam keramaian jalanan yang sibuk. . Lucian merasa bersalah padanya, tetapi dia tidak tahu bagaimana membuat keponakannya ini mengerti tentang situasi mereka. "Leanna, kau pasti akan bertemu dengan seorang pria yang pantas untuk kau nikahi. Setelah itu kau akan mengerti kenapa aku mengatakan ini." "Bagaimana aku bisa bertemu dan menikahinya? Hanya Pama satu-satunya untukku. Aku sangat mencintaimu," ucap Leanna dengan suara pelan tanpa memandangi ke arah Lucian, tetapi jawaban itu masih bisa di dengar oleh Lucian. Lucian menghela nafas dalam-dalam. "Leanna, kau mungkin salah paham dengan perasaanmu padaku. Jangan mengatakan perkataan yang tidak masuk akal itu lagi padaku!" Lucian memberikan peringatan tegas. "Setelah kau menemukan pria lain, kau pasti akan tahu perasaan cinta yang kau rasakan padaku itu berbeda dengan perasaan cinta yang menjadi dasar pernikahan." Leanna hanya menunjukkan wajah cemberutnya. "Ok, aku akan mencari pria lain. Jika aku akhirnya mencintai pria itu, paman jangan menyesal!" "Aku akan senang jika kau punya pasangan yang baik." Lucian mengulurkan tangan untuk menyentuh rambut hitam milik Leanna, tetapi wanita itu menghindari sentuhannya. Pandangan matanya tidak lagi tertuju padanya. Lucian juga hanya diam saja. Suaranya di dalam mobil yang awalnya hangat telah berubah menjadi kekakuan. Supir yang ada di depan merasa tidak nyaman, tetapi harus tetap berkendara. Tanpa ada suara apapun selama lebih dari satu jam, Lucian menoleh ke arah gadis yang bersandar di sisi kaca mobil, matanya terpejam. Kepala gadis itu hampir terbentur ke arah jendela mobil. Tangan Lucian bergerak cepat menahan kepalanya, meletakkan di bahunya. Lucian memandang wajah tidur gadis yang terlihat resah. Keningnya berulang kali berkerut. Jari-jari Lucian yang besar mengusap lembut keningnya. "Jangan takut, apapun yang kau pikirkan saat ini. Aku akan melindungi mu dari hal buruk." Tangannya yang lain mengenggam erat tangan lentik yang basah berharap dapat memberinya kehangatan. Tanpa sadar Lucian ikut tertidur. *** Lucian membuka matanya perlahan. Wajah cantik bersemu merah di pipinya membuat Lucian terkejut, apalagi saat tangan gadis ini Menyentuh wajahnya. Bahkan duduk di pangkuannya. "Leanna, apa yang sedang kau lakukan? Tolong minggir sebentar!" "Paman, aku hanya ingin membangunkanmu. Kita sudah sampai, Ayo turun!" Lucian mengerutkan keningnya melihat perubahan suasana hati Leanna. "Apa kau tidak marah lagi padaku?" "Tidak. Paman sudah baik mau membawaku keluar dari rumah itu. Aku tidak mungkin marah padamu!" Leanna melangkah keluar. Dia mengucapkan sesuatu dengan suara pelan. "Aku juga sudah mendapatkan kompensasi yang aku inginkan, jadi tidak apa-apa." Lucian yang baru saja turun hanya mendengar suaranya gumahan yang tidak jelas. "Leanna, kau bicara apa? Aku tidak bisa mendengarmu." "Tidak. Ini bukan hal yang penting." Leanna dengan terbaru-buru melangkah menjauh. Lucian hanya mengerutkan keningnya. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh gadis itu. Lucian menoleh ke arah supirnya. "Apa yang Leanna lakukan tadi?" "Nona hanya membangunkan Tuan," jawab supir itu. Lucian masih menatapnya cukup lama. Supir itu kembali menjawab. "Tuan, saya bersungguh-sungguh." Lucian akhirnya membalikkan badan. Supir itu menghela nafas lega. Dia tidak menyangka akan menyembunyikan sesuatu dari Tuannya karena gadis malang itu. Lucian mengejar Leanna. "Jangan terlalu cepat! Kenapa kau begitu bersemangat?" "Baiklah. Aku akan mengenggam tangan Paman Lucian agar kau tidak tertinggal dariku!" Lucian memandang Leanna. Meskipun ekspresi Lyla masih datar, tetapi dia tidak terlihat begitu sedih seperti sebelumnya. Seolah semua yang terjadi dan mimpi buruknya bukan sebuah masalah. Namun, melihat dia berusaha untuk ceria dengan menyembunyikan rasa sakit, itu membuat Lucian merasa semakin Bersalah. "Lucian!" Lucian mengerakkan mata ke arah seseorang yang memanggilnya itu. Ekspresi wajahnya menunjukkan keterkejutan. Seorang wanita dengan pakaian sexy tiba-tiba berlari dan melemparkan diri padanya. "Sayang, aku merindukanmu!" Leanna menatapnya dengan alis terangkat. Kemarahan menyelimuti tubuhnya melihat seorang wanita "Hei, kau siapa?" Leanna menatap tidak senang saat melihat wanita ini memeluk Lucian. Wanita itu bahkan berusaha untuk melihat ke arah Leanna. Leanna menarik tubuh ramping wanita itu agar menjauh dari Lucian. "Menjauhkan dari Paman Lucian!" Wanita yang memeluk Lucian itu merasa terganggu. "Dasar kutu kecil pengganggu!" Langsung wanita itu langsung menepis dengan kasar. Jika saja Lucian tidak mengenggam tangannya, mungkin Leanna sudah terjatuh. Lucian menjauhkan tubuh wanita itu darinya. "Jangan bersikap kasar pada keponakanku! Minta maaf padanya!" "Keponakan?" Wanita itu memandangi Leanna dari bawah ke atas. Pakaian yang Leanna kenakan begitu lusuh apalagi di tambahan lebam yang dia dapatkan. Senyum ejekan terukir di bibirnya. "Apa kau memungutnya seorang anak di jalanan lalu mengangkat menjadi keponakan? Lucian, kau sangatlah baik. Aku jadi semakin mencintaimu!" Wanita itu hendak merangkul lengan Lucian, tetapi di tepis dengan kasar. "Beraninya kau menghina keponakanku! Pergilah! Aku tidak pernah mengizinkanmu untuk masuk ke rumah ini!" "Lucian, maafkan aku. Aku hanya bercanda. Adik kecil, jangan memasukan ucapanku dalam hati ya!" "Paman, aku sudah lelah! Ayo kita masuk saja." Leanna menyenderkan kepalanya di lengan Lucian dengan posesif. Wanita itu mengikuti mereka. Lucian menghentikan langkahnya. "Apa yang kau lakukan? Aku sudah bilang tidak mengizinkanmu untuk memasuki rumahku!" "Lu--" "Apa aku mengizinkanmu untuk memanggil nama depanku?" Lucian menujukkan tatapan dingin. "Pergilah dari sini dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi!" "Tidak! Lucian, kenapa kau begitu tega padaku? Tunggu dulu, ada hal penting yang harus aku katakan padamu!" "Aku tidak mau mendengar apapun. Penjaga, bawa wanita ini keluar dan jangan biarkan wanita ini masuk lagi!" perintah Lucian. "Lucian, aku sedang hamil anakmu!" Wanita itu berbicara dengan lantang. Leanna terkejut dengan apa yang di katakan oleh wanita itu bahkan tanpa sadar Leanna melepaskan genggamannya tangan Lucian. "Paman, siapa sebenarnya wanita itu? Kenapa dia bisa hamil anak paman?" "Lucian, apa aku perlu memberitahu hubungan kita di depan keponakanmu itu?" ucap wanita itu.Wajah tampan Lucian hanya menujukkan ekspresi datar, matanya begitu tajam menatap wanita yang berusaha mempermalukannya itu. "Apa yang ingin kau beritahu pada keponakanku? Kau ingin mengarang cerita seperti kau melakukannya pada para pria yang menjadi targetmu?" "Lucian, kali ini aku serius bahwa aku--" ucapan wanita itu tiba-tiba terpotong karena sebuah suara. "Aku benar-benar hamil anakmu, Tuan Liam. Aku sungguh-sungguh. Jika perlu kita lakukan tes!" Suara rekaman yang sama persis seperti wanita itu terdengar dari speaker ponsel milik Lucian. "Bagaiman kau bisa...." Wanita itu tidak bisa menahan keterkejutannya. Seringai terukir di bibir Lucian. " Kau pasti tidak menyangka aku mendapatkan rekaman saat kau mengatakan hal yang sama pada Tuan Muda lain untuk menipunya agar mendapatkan uangnya?" "Lucian, kau salah paham. Kali ini, aku benar-benar...." "Cukup! Aku bukanlah orang yang bisa kau tipu dengan mudah. Lebih baik kau pergi atau aku bisa saja menanggung hukuman." Wan
Seorang wanita yang menggenakan jubah tidur memeluk tubuh Lucian dari belakang. "Sayang, kenapa kau akan pergi? Kita bahkan baru saja mulai." Lucian menepis tangan itu dengan kasar bahkan mendorong wanita itu menjauh. "Aku sedang tidak memiliki mood untuk melanjutkannya." "Kenapa? Apa kau memiliki wanita baru? Siapa wanita yang dapat memuaskanmu lebih dari--" Lucian dengan marah mencengkeram dagu wanita itu. "Diamlah! Apa aku perlu membungkam mulutmu dan membuatmu tidak bisa bicara lagi untuk selamanya?" Wanita itu menatap dengan takut. Lucian melepaskan wanitanya itu dan melemparkan uang. "Mulai seterusnya, aku tidak akan melakukannya denganmu. Jangan muncul lagi di hadapanku!" "Maafkan aku, Tuan Muda. Aku salah." Wanita itu berlutut dan memegang kaki Lucian. Namun, Lucian justru menendangnya. "Jangan merengek! Aku benci wanita melakukan itu." Lucian meninggalkan wanita itu begitu saja. Pria tampan dengan perawakan tinggi melangkahkan kaki masuk ke mobil, melaju ke sebuah
Leanna menunggu apa yang akan terjadi. Jantungnya berdebar dengan kencang, tangannya mengenggam kain sprei dengan erat. Matanya terpejam dengan sudut mata yang sedikit bergetar. Dia sangat gugup dan takut, tapi ini adalah cara untuk menjadi milik Lucian.Beberapa detik berlalu, Leanna mengerutkan keningnya karena tidak merasakan apapun. Leanna perlahan membuka menatap ke arah Lucian. "Paman, kenapa paman tidak….?" Lucian menarik tubuhnya menjauhkan diri dari Leanna. "Tidurlah. Aku tidak akan melakukan hal yang seperti ini lagi." "Tidak! Paman, aku ingin kau melanjutkannya?" Leanna meraih tangan Lucian dengan erat sebelum pria itu pergi. "Kau ketakutan. Aku menyadari jika kau hanya melakukan tindakan kekanakan, tetapi bukan ini yang kau inginkan, bukan? Lain kali jangan lakukan lagi." Lucian melepaskan tangan itu dengan lembut. "Paman, aku tidak takut. Sungguh, kau bisa--" "Jangan katakan itu Leanna. Kau adalah keponakanku yang berharga. Aku ingin menghancurkanmu!" Lucian
Jika itu wanita lain, Lucian akan menariknya, mencium seluruh tubuhnya yang indah. Namun, ini keponakannya. Paman macam apa yang akan menodai tubuh keponakannya sendiri? Dia harus tetap tenang. Lucian menatap keponakannya dengan ekspresi datar untuk menyembunyikan hasrat yang bergejolak. Dia melepaskan kancing kemeja dengan tenang. Leanna tiba-tiba saja memeluk Lucian yang membuat pria itu terkejut. "Ini memalukan." ucap Leanna. Lucian melepaskan pelukan Leanna dengan paksa. "Sekarang kau merasa malu setelah memintaku melepaskan pakaianmu? Leanna, kau sudah tahu bahwa kau adalah wanita sekarang, kan? Jangan lagi memintaku melakukannya." "Tapi, Paman. Aku sungguh kesulitan. Meskipun ini memalukan, tetapi aku hanya bisa bergantung pada Paman. Aku tidak bisa membasuh tubuhku sendirian. Lagipula, Paman juga pernah membasuh tubuhku ketika aku demam. Jadi, aku akan berpikir hal yang sama." "Itu tidak sama, Leanna!" Lucian menekan nada suaranya. Lucian memandang lurus ke arah Leanna.
"Jangan beritahu Pamanku, aku ingin memberikan kejutan padanya," ucap Leanna pada resepsionis yang telah memberitahunya lokasi ruangan Lucian. "Tapi, Nona, bisakah Anda menunggu sebentar? Tuan sedang sibuk," ucap Resepsionis itu dengan gugup. "Tidak apa-apa. Aku tidak akan menganggu." "Tapi--" Leanna menyadari keanehan. "Kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi dan Paman coba sembunyikan dariku?" "Tidak, Nona. Hanya saja--" "Kalau begitu tidak masalah jika aku langsung datang, kan?" Leanna langsung melangkah menuju ke dalam Lift. Dia memandang pintu lift dengan resah. Feelingnya mengatakan ada sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan olehnya. Ketika Leanna tiba di depan ruangan, seorang wanita keluar, bibir di lipstiknya berantakan begitu juga dengan rambutnya. Tangannya mengepal dengan erat. Dia tidak ingin memikirkan hal yang akan menyakiti hatinya. Wanita itu tersenyum pada Leanna, tetapi tatapan matanya menunjukkan perasan jengkel. "Apa kau keponakan CEO Gu? Kau seharusn
Lucian menahan lengan Leanna. "Apa yang kau bicarakan? Kau bukan penghalang bagiku. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Leanna, aku tahu kau ingin bersamaku, tetapi kau juga harus memiliki sesuatu untuk menunjang masa depanmu." "Bukankah ada Paman yang dapat menunjang masa depanku? Atau suatu saat paman akan meninggalkanku sendirian?" Lucian menghela nafas. "Kita tidak tahu bagaimana takdir akan berjalan, kan? Saat ini mungkin aku masih bisa melindungimu, tetapi aku memiliki usia yang lebih tua darimu. Suatu saat aku akan pergi dan--" Leanna langsung memeluk Lucian. "Tolong jangan. Aku tidak akan sanggup tanpa Paman. Aku tidak ingin Paman pergi meninggalkanku. Aku akan menyusul Paman kemanapun itu." Lucian memeluk Leanna. "Kenapa kau begitu keras kepala. Baiklah, aku bisa memberimu pekerjaan yang kau inginkan. Datanglah ketika kau menginginkannya. Kau akan membantuku mengatur dokumen.” Lucian melepaskan pelukannya, mengusap lembut pipi Leanna. “Jangan sedih lagi, aku juga tidak a
"Aku tidak ingat memilih pakaian seperti ini." Lucian memperhatikan penampilan Leanna. Dress tanpa lengan warna gelap yang tipis dan terlalu rendah dibagian lehernya, dan panjang gaun yang lebih pendek mengekspos kaki putih Leanna yang jenjang. Lucian menelan ludah. "Pakaian ini, kau hanya boleh gunakan saat tidur." Leanna mengangguk dengan polos. "Ya, paman." "Ganti pakaianmu. Aku akan menunggu di luar. " Baru beberapa langkah Lucian keluar, Leanna kembali keluar masih dengan pakaian tadi. "Kenapa kau belum menggantinya?" "Paman, aku tidak bisa melepaskan resleting. Sepertinya tersangkut. Bisakah Paman membantuku?" ucap Leanna dengan semu merah. Lucian dengan ragu masuk ke ruang ganti. "Berbaliklah!" Leanna berbalik dan menatap cermin di depannya. Lucian agar tetap tenang, sementara tangan-tangannya bergerak dengan cepat menarik resleting itu. Dia segera mengalihkan setelah membantunya dan berjalan keluar dari ruang ganti, mencoba untuk menyembunyikan keinginan yang tida
Lucian mulai menelusuri situs berita, melihat judul berita teratas dan matanya memperbesar ketika dia melihat apa yang tertulis. "Kekuatan berita di internet benar-benar luar biasa. Bagaimana mereka bisa merilis dalam Waktu beberapa jam," ucap Lucian dengan suara tegang. "Sepertinya apa yang di foto itu memang benar adanya ya. Kau juga pindah dan tinggal bersamanya. Ingatlah, walau tidak banyak orang yang mengetahuinya, tetapi dia tetep keponakanmu, jangan buat dia seperti wanita yang biasa kau kencani." Tuan Gu kembali berbicara di telepon. "Papa, tidak semua yang tertulis itu benar. Aku memang berada di mobil bersama dengan Leanna, tetapi kami tidak melakukan hubungan seperti yang diberitakan. Aku menyayangi Leanna sebagai keponakan, bagaimana bisa aku menghancurkan masa depan keponakanku?" Lucian mengelak. "Jika begitu maka pergilah kencan buta dan mulailah melakukan hubungan yang serius. Lucian, kau sudah tidak muda lagi." Lucian merasa tertekan. "Papa, aku bisa memilih
"Aku tidak menyangka paman akan melakukan hal konyol itu. " Leanna tidak bisa menahan tawanya mendengar apa yang dikatakan oleh Lucian. Dia kembali membalik lembar demi lembar foto-foto masa kecil Lucian yang terlihat konyol. Ada banyak hal tentang wajah Lucian kecil yang penuh dengan krim dan ekspresi lainnya. Bahkan ekspresi cemberut Lucian sangat menggemaskan. Leanna tidak bisa mengendalikan senyumnya. "Aku sudah menujukkan sisi memalukanku saat kecil, kali ini kau akan memaafkanku, kan?" ucap Lucian dengan suaranya yang tenang dan penuh percaya diri. Leanna hanya menganggukkan kepala. "Baiklah. Aku akan memaafkan paman, jika aku boleh menyimpan salah satu dari foto ini." Lucian tidak memberikan penolakan, "Lakukan apapun yang kau inginkan." Leanna melihat-lihat banyak foto. Namun, foto yang menarik perhatiannya adalah foto saat Lucian tertawa lepas. Di sebelahnya ada seorang wanita. Leanna menoleh ke arah Lucian yang memandang foto itu dengan lembut. Leanna diam-di
Lucian hampir membuka mulutnya, menanggapi provokasi asistennya. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan keras. Sebelum Lucian sempat bereaksi, Leanna sudah melangkah bergerakan cepat menarik tubuh Lucian sedikit menjauh dari sang asisten. Leanna memeluk pinggang Lucian dengan erat. Matanya menatap dengan provokatif ke arah pria berkacamata itu. “Jangan coba-coba memprovokasi pamanku!" Tepukan di bahu Lucian secara perlahan terlepaskan. Asistennya mengalihkan tangannya untuk membenarkan posisi kacamatanya, tatapan mata tajam menyiratkan kebencian yang tersembunyi. “Kenapa? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya,” ucap asisten itu dengan nada datar, tetapi menusuk. “Keponakan sepertimu tidak layak untuk—” Lucian menghentikan asistennya. “Cukup! Lebih baik kau kembali ke kantor. Aku tidak perlu kau ikut campur dalam urusan pribadiku.” “Tuan Lucian, Anda....” Asistennya tidak bisa melanjutkan protesnya, saat melihat tatapan Lucian yang tajam dan mengintimidasi. Sebagai orang yang su
"Tuan Lucian, tidak hanya saya yang mencurigai tentang hubungan Anda dan Nona Leanna, tapi di perusahaan juga tersebar rumor tentang--" ucap Asistennya. Lucian menghela nafas. "Apa aku membayar kalian untuk bergosip? Dengar, kau terlalu banyak menonton film. Sebagai hukumannya, kau harus memeriksa dokumen di meja dan mengurus perbaikannya!" "Tuan Lucian, anda menyalah gunakan jabatan!" "Tidak. Justru karena aku adalah bos, sudah seharusnya bagiku untuk memberikan hukuman yang pantas. Kau juga harus mengurus hadiah untuk Leanna, aku akan mengawasi saat kau memilih." Asistennya hanya bisa pasrah, jika dia menolak, bosnya ini akan menambah hukumannya. Asistennya mulai melajukan mobil menuju ke pusat perbelanjaan. *** Asistennya merasa kelelahan mengikuti kemauan dari bosnya yang masuk ke setiap toko. Bahkan Bosnya juga berdebat dengan para karyawan. "Apa kau yakin pakaian ini benar-benar limited edition dan berkualitas tinggi?" Karyawan itu harus banyak menjelaskan untuk
"Leanna, hati-hati. Kau jangan terlalu banyak bergerak. Kenapa kau datang? Apa kau sudah tidak marah lagi padaku?" tanya Lucian dengan wajah bahagia. Leanna tidak menjawab. Dia justru memutar pandangan ke arah seorang pria berkacamata itu dan melihat dokumen yang ada di tangan pria itu. "Apa Paman masih mencari tahu lebih lanjut tentang masa laluku? Bukankah aku sudah melarangnya?" "Leanna, aku tidak akan lagi melakukannya," ucap Lucian memegang bahu Leanna. "Lalu dokumen apa yang dibawa oleh pria itu?" ucap Leanna. Lucian menoleh ke arah asistennya. Dia baru saja menyadarinya. Matanya mulai memelototi Asisten yang telah menjadi sumber masalah baru itu. Lucian dengan segera memberikan penjelasan pada Leanna. "Jangan salah paham. Itu hanyalah dokumen tentang bisnis!" "Benarkah?" ucap Leanna masih dengan tatapan curiga. "Tentu. Kau bisa memeriksanya." Leanna tidak mengatakan apapun lagi. Dia berbalik pergi. Lucian menahan tangannya. "Kemana kau pergi? Aku akan menggend
"Kau punya nyali untuk menyinggung keponakanku ya? Apa kau tidak tahu siapa dirimu yang sebenarnya?" ucap Lucian yang kini duduk di sofa ruang tengah. Tatapannya tajam menusuk, tangannya bersilang di depan dadanya. "Tuan, ada apa sebenarnya? Apa Anda marah karena saya meninggalkan apartemen tanpa izin, tapi saya sungguh--" "Kau pergi setelah berdebat dengan Leanna, kan? Bagaimana bisa kau melarikan diri setelah menyakitinya? Kau membuat kondisi Leanna menjadi buruk!" ucap Lucian. Rara terlihat sedikit gugup, tapi masih mencoba mempertahankan ketenangannya. "Tuan Muda, apa yang kau bicarakan? Saya tidak berdebat dengan Nona. Setelah memberikan buku, saya langsung pergi." Lucian tertawa pahit. "Jangan berbohong, Leanna telah mengatakan yang terjadi padaku. Jika kau tidak memperlakukannya dengan buruk, tidak mungkin Leanna berada dalam kondisi depresinya!" "Tuan Muda, apa kau begitu mempercayai Nona Leanna? Tidakkah Nona sering melakukan trik untuk mengusir para pelayan. Mung
"Nona, Anda mau ke mana? Bukankah Tuan sudah meminta agar Anda tidak meninggalkan rumah dengan keadaan kaki anda yang sedang sakit?" ucap Rara yang sudah berdiri di samping kamar saat Leanna membuka pintu dan berniat untuk keluar. "Kau? Apa kau sudah dari tadi berada di sini? Apa kau begitu punya banyak waktu luang?" ucap Leanna mencibir. "Tidak, karena saya harus mengawasi Anda, membuat pekerjaan saya bertambah. Nona, kenapa Anda tidak kembali ke kamar dan memanfaatkan hadiah dari Tuan Muda," ucap Rara. "Apa buku-buku itu bisa dibilang sebagai hadiah? Aku tidak ingin membaca buku yang semakin membuatku bosan. Aku hanya pergi ke ruang tengah untuk menonton film, jangan menatapku begitu!" Rara masih menatap dengan curiga. "Tapi, di kamar anda ada layar TV. Kenapa Anda harus pergi ke ruang lain?" Leanna merasa kesal. "Kau terlalu banyak bertanya! Tenang saja, aku pastikan bahwa aku tidak akan keluar dari rumah." Rara justru berjalan di depannya, menghadang jalan Leanna.
Lucian hendak mengatakan sesuatu ketika ponselnya berdering. "Aku harus menjawab telepon, tetap duduk diam dan jangan banyak bergerak!" ucap Lucian memberikan peringatan. Lucian melangkah sedikit menjauh. Leanna menatap Lucian dengan penasaran saat melihat ekspresi samar-samar yang ditunjukkan oleh Lucian. Leanna tidak tahu apa yang orang itu bicarakan, dan Lucian hanya menanggapi dengan jawaban singkat yang membuat Leanna kesulitan untuk menebak. "Paman, kau mau ke mana?" ucap Leanna ketika Lucian berjalan melewatinya setelah selesai menerima telepon. "Leanna, aku pergi keluar sebentar. Ada hal yang harus aku tangani. Aku akan menghubungi Rara untuk menemanimu. Jangan banyak bergerak dan jangan keluar dari rumah! Kau mengerti?" Lucian memberikan peringatan. "Paman, bagaimana jika aku merasa bosan. Apa aku tidak boleh pergi jalan-jalan?" "Jika kau ingin aku membawamu ke dokter maka kau bisa nekat melakukan itu!" ucap Lucian yang membuat Leanna terdiam. Lucian mengusap ram
Lucian menghela nafas, mengatur emosinya dan berbicara selembut yang dia bisa.”Sampai berapa kali kau akan mengusulkan hal ini? Leanna, kau bukan anak kecil lagi yang hidup dalam ingatan tentang impian aneh karena sebuah buku dongengkan?" "Paman, aku serius tentang ini. Bukankah pernikahan adalah--" Lucian memotong ucapan Leanna, "Kau ingin mengatakan pernikahan adalah janji seumur hidup untuk bersama, kan? Tapi, aku tidak bisa mempercayai hal itu. " Lucian menatap Leanna dengan serius. "Aku akan memberikan pilihan padamu." Lucian memberikan jeda selama beberapa detik sebelum akhirnya mengatakan, "Kau ingin tetap tinggal bersamaku, tapi jangan pernah membahas tentang pernikahan lagi dan percayalah padaku bahwa aku akan tetap di sisimu sampai kau tidak lagi membutuhkanku atau kau kembali ke rumah lamamu, hidup sesuai dengan kemauanmu dan aku tidak akan mengendalikanmu lagi. Buat pilihanmu, aku akan menghormati keputusanmu." Leanna terkejut dengan pilihan terakhir yang diberikan
Lucian terkejut dengan tanggapan Leanna yang tidak dia prediksi. "Kenapa kau berpikir begitu? Aku tidak pernah membawa orang lain ke tempat ini selain kau." Leanna menatapnya dengan ekspresi tidak keraguan. "Benarkah? Lalu ke mana Paman mengajak kekasihmu berkencan?" tanya Leanna. "Itu bukan hal yang perlu kau ketahui," ucap Lucian tanpa berniat untuk melanjutkan pembicaraan. "Tidak perlu membahas tentang itu lagi." Leanna tidak mengatakan apapun lagi. Pesanan mereka datang lebih cepat. Paman dan keponakan yang tidak memiliki hubungan darah itu, menikmati makanannya dengan tenang. Lucian tiba-tiba berhenti makan, tangannya terulur menyentuh ujung bibir Leanna. Leanna terkejut dan secara refleks menghindar. Lucian menyadari tindakannya. "Apa aku membuatmu merasa tidak nyaman? Kalau begitu kau bisa bersihkan saus yang tersisa di bibirmu. " Lucian memberikan tisu pada Leanna. "Aku bukannya merasa tidak nyaman, aku hanya sedikit terkejut. Paman, bisakah kau membantuku meng