"Ke mana lagi kita akan pergi?" tanya Leo setelah mereka berada di dalam mobil.Alana masih tidak menanggapi pertanyaan Leo. Sikapnya masih dingin, tatapannya pun masih ke arah makam kedua orangtuanya. Ada rasa bimbang bercampur kecewa dalam sorot mata dan wajahnya setelah beberapa saat membawa Leo ke makam orangtuanya, tetapi tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan hatinya."Apa yang kamu rasakan?" tanya Alana dengan nada dingin, namun terkesan ada penekanan di dalam suaranya. Leo menoleh dan melihatnya, sedangkan Alana masih bergeming dengan arah pandang yang tidak berubah sama sekali. Ternyata, tatapan Leo tidak mempengaruhi sikapnya."Apa yang ingin kamu dengar?" Kali ini Leo menanggapi dengan serius sesuai dengan apa yang ingin Alana dengar dan ketahui darinya. "Hari ini aku akan mengatakan apa yang ingin kamu dengar. Katakan saja!" sambungnya masih lekat menatap Alana.Alana menoleh, namun sorot matanya tidak berubah sama sekali. Meskipun tatapannya beradu dengan tatapan Leo,
"Kamu takut kami merebut suamimu?" Tiba-tiba salah satu dari dua wanita itu membalas seruan Alana dengan nada tinggi dan wajah marah juga."Siapa yang takut? Aku tidak takut," balas Alana sembari berdiri menghampiri dua wanita itu."Sayang, sudah! Jangan diladeni!" Leo berusaha menahan dan meminta Alana menghentikan amarahnya dan tidak meladeni dua wanita itu karena perdebatan mereka menyita perhatian sebagian besar pengunjung restauran."Lepaskan, Bear! Biar aku kasih pelajaran mereka agar tidak mengganggu suami orang lagi," seru Alana pada Leo dengan mata menyalak."Sssst!" Leo mendekap tubuh Alana dan memintanya kembali duduk. "Malu dilihat orang," lirihnya sembari mengedarkan mata ke semua orang. Dengan sorot mata, Leo meminta maaf pada mereka.Namun, Alana memberontak dan meminta Leo melepaskan dirinya. Karena dia tau, perasaan dan mood Alana saat ini sedang tidak baik-baik saja, akhirnya Leo melepaskan Alana dan membiarkan istrinya melakukan apa yang ingin dia lakukan. Urusan m
"Tapi, Tuan, bagaimana kalau mereka mencelakai nona Alana?" Marco semakin tampak khawatir.Leo kembali tersenyum menanggapi pertanyaan Marco, lalu menurunkan kaki dan membungkuk meraih cangkir teh yang disediakan untuknya. Terdengar suara seruputan yang dengan sengaja dilakukan oleh Leo untuk merilekskan pikiran Marco dan juga pikirannya."Mereka tidak akan mencelakai Alana selama belum mendapatkan apa yang mereka inginkan. Lagi pula, kita belum mendapatkan bukti tentang keterlibatan mereka dalam tragedi kecelakaan itu," ucap Leo, kembali menyeruput teh hangat dalam cangkirnya.Marco terdiam dengan patuh menunggu apa pun yang akan diperintahkan Leo padanya."Marco!" panggil Leo, kembali menegakkan punggung sembari meletakkan cangkir di atas meja.Kali ini Leo memberi wajah dan tatapan serius, seperti ada yang ingin dia katakan pada Marco. Sebelum melanjutkan ucapannya, Leo mengedarkan pandang, memastikan bahwa di dalam ruangan itu tidak ada orang lain selain mereka berdua, termasuk me
"Maaf, Om, tolong lepaskan!" Alana meminta Leo melepaskan pelukannya."Sayang?" Leo sedikit tersentak.Bukan permintaan hanya Alana yang membuatnya kaget, tapi nada bicara dan juga sikap dingin Alana yang membuatnya tercengang. Alana mengatakan dengan dingin dan kaku seperti mereka tidak pernah memiliki hubungan dekat. Bukan itu saja, dengan kasar istrinya itu pun menepis tangannya dan sedikit memberi dorongan pada tubuhnya sehingga kakinya terpaksa mundur satu langkah.Leo terdiam membeku untuk beberapa saat. Namun, semua itu sama sekali tidak memperngaruhi sikap Alana padanya. Bahkan istrinya itu memberi sikap acuh tak acuh padanya dan terus menyibukkan diri memilih pakaian, lalu mengenakannya. "Alana, mau ke mana malam-malam begini?" tanya Leo saat melihat Alana menggenakan pakaian rapi dan mulai merias wajahnya."Aku mau ke luar bertemu teman," jawah Alana masih dengan sikap acuh dan acuh."Tapi aku sudah masak untukmu, Sayang." Alana menghentikan sapuan tangannya pada wajah, l
"Menurut kami, siapa pelakunya?" Tanty mempertegas pertanyaan Alana tentang siapa pelaku pembunuh kedua orangtua Alana dengan kedok kecelakaan kereta api."Alana, kami tidak akan mengatakan siapa pelakunya. Kami takut kamu tidak percaya pada kami. Tapi sebaliknya, kami takut kamu berpikir kalau kami hanya mengada-ada dan memberi cerita palsu," imbuh Carlos melengkapi perkataan istrinya.Alana terdiam memikirkan perkataan mereka. Dia tetap bersikap tenang, meski sebenarnya dalam dirinya telah bergejolak ombak besar yang terus bergulung hingga mengacaukan hati dan pikirannya."Katakan saja! Aku siap mendengarnya, meski itu akan sangat menyakitkan bagiku," minta Alana dengan suara bulat, tegas dan lugas.Tanty dan Carlos saling bertukar pandang. Keduanya menunjukkan keraguan atas permintaan Alana. Namun, sesaat kemudian Tanty kembali melihat Alana dan memberikan wajah bersimpati."Alana, kami tidak tega mengatakannya," ucap Tanty sembari bersungut-sungut."Katakan saja, Tante! Siapa pel
"Alana!"Alana menghentikan langkahnya tepat di atas anak tangga ketiga karena mendengar namanya dipanggil dalam remang cahaya. Meski belum melihat wajahnya, tapi itu adalah suara Leo.Alana membeku menunggu hingga suara langkah berhenti tepat di belakangnya. "Alana, kamu baru pulang?" Suara Leo terdengar lembut di telinganya, namun entah mengapa suara itu membuatnya merasa sangat kesal, bahkan mampu membuat darahnya bergejolak. Mungkin karena dia merasa kecewa dan marah atas apa yang telah didengarnya tentang Leo. Terlebih lagi, Leo pernah mengakui beberapa hal yang membuat perasaannya semakin rumit. Alana sempat berpikir, apakah Leo benar-benar telah melakukan sesuatu yang salah atau apakah ada sesuatu yang disembunyikan darinya yang tidak ingin diketahui olehnya untuk saat ini? Semua pertanyaan ini menyebabkan pikirannya menjadi kacau dan membuatnya sulit untuk memproses segala informasi tentang Leo dengan benar. "Kamu belum tidur, Om?" Tanpa melihat wajah Leo, Alana bertanya
"Ini ruang kerjamu," ucap Leo menunjukan sebuah ruangan yang akan digunakan Alana untuk bekerja.Alana langsung berjalan masuk dan mengedarkan pandang ke seluruh sudut ruang, termasuk meja dengan kursi merah yang tampak anggun. Bibirnya pun tersenyum membayangkan dirinya duduk di sana, pasti akan terlihat lebih anggun dan elegan."Ruanganku di samping. Kalau ada apa-apa, kamu bisa menghubungi aku atau Mika," ucap Leo.Mika adalah direktur perusahaan. Dia yang mewakili dan menjalankan perusahaan selama Leo menyembunyikan identitas di belakang namanya. Mika jelas memegang kendali penting di perusahaan dan bisa dikatakan sebagai tangan kanan lainnya dari seorang Leo selain Damian dan Asti.Alana masih terdiam. Akhir-akhir ini, dia memang banyak diam. Berbicara pada Leo bila ada hal penting saja, kalau tidak, maka dia tidak akan berbicara. Bahkan, saat mereka bertemu, Alana lebih banyak menghindar. Apalagi saat ini mereka telah pisah rumah dan itu semua adalah keinginan Alana.Sikap Alana
"Lain kali aku tidak ingin mendengar kamu ikut campur urusan pribadiku!" larang Alana pada Arga.Arga tersenyum kecut mencibir larangan Alana."Bukankah lebih bagus kalau kamu cerai saja dari dia? Dia sudah membunuh orangtuamu, Alana. Apa kamu masih mau hidup bersama pria seperti itu?" kata Arga masih dengan seringai.Alana terdiam dengan mengarahkan ekor mata pada Arga dengan tatapan tajam menghunus. Katakata pria itu sangat menyakitkan hati. Meski sangat kecewa dan sakit karen Leo adalah orang yang menyebabkan orangtuanya meningal, tapi nyatanya sampai sekarang dalam kepalanya tidak ada pemikiran untuk melakukan perceraian."Aku belum memikirkannya," ucap Alana."Alana?"Alana mengangkat tangan, menghentikan perkataan Arga. "Pergilah! Ini hari pertama aku kerja. Aku harus mempelajari perusahaan dengan cepat," perintah Alana mengusir Arga."Aku akan membantumu," ucap Arga menawarkan bantuan."Tidak perlu!" tolak Alana."Alana, bukankah mulai hari ini aku adalah asistenmu?""Ya, tapi
"Sudah, Bear. Aku kenyang," ucap Alana.Alana menolak suapan Leo dengan menutup mulutnya menggunakan tangan. Dia juga menoleh sedikit ke samping menghindari sendok yang disodorkan Leo padanya."Satu kali lagi, Sayang. Kamu sudah mengeluarkan banyak tenaga saat melahirkan. Sekarang, kamu harus mengganti tenagamu dengan makan yang banyak," ucap Leo."Bear, sampai siang ini saja kamu sudah memintaku makan banyak makanan. Kalau tidak salah ingat, kamu sudah memberi aku makan tiga kali, dua kali makanan ringan, dua kali jus buah. Perutku rasanya seperti mau pecah karena kekenyangan," ucap Alana melakukan protes atas tindakan Leo yang terus membujukkan untuk makan.Leo tertawa mendengar keluhan dari Alana. Dia berpikir bahwa karena istrinya telah melalui perjuangan yang melelahkan untuk melahirkan putra mereka, maka dia harus memberikan makanan bergizi yang cukup agar istrinya bisa pulih dengan cepat. Namun, ternyata usahanya tersebut menimbulkan protes dari Alana. "Baiklah. Kali ini aku t
"Dokter, bagaimana?" Leo tidak sabar menunggu penjelasan hasil pemeriksaan kehamilan istrinya."Usia kehamilan istri Anda sudah cukup bulan, Tuan. Tinggal menunggu waktu lahir saja," jelas dokter.Dokter itu mengarahkan pandang pada Alana dengan senyum ramahnya."Nyonya, kelahiran seperti apa yang Anda inginkan?""Dokter, aku tidak ingin istriku kesakitan saat melahirkan. Bisakah kami ajukan untuk melakukan operasi saja?" ucap Leo cepat sebelum Alana memberi jawaban."Bear!" Alana memberi wajah protes."Sayang." Leo meraih tangan Alana dan mengenggamnya lembut. "Aku tidak mau melihatmu kesakitan."Wajah Leo tampak sedih membayangkan istrinya kesakitan saat melahirkan. Makanya, dia ingin kelahiran anak mereka melalui operasi caesar saja dengan tehnologi terbaru agar istrinya tidak merasakan sakit. Namun, niat baik Leo melindungi istrinya dari rasa sakit mendapat penolakan tegas dari Alana."Aku tidak mau, Bear. Aku mau melahirkan secara normal saja," u
“Damian, ada apa?” tanya Leo dengan wajah penasaran sembari berjalan meninggalkan Alana dengan langkah hati-hati agar langkahnya tidak menimbulkan suara. “Apa Marco sudah memberitahumu?” tanya Damian di ujung sana, di balik teleponnya. Suaranya terdengar tidak biasa seperti ada sesuatu yang terjadi.“Apa?” tanya Leo semakin penasaran.“Siang tadi, Arga berusaha memberontak dengan melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan. Saat mereka mengejar dan mencarinya, mungkin juga karena panik, pria itu tidak melihat jalanan. Dia juga tidak melihat ada truk yang melintas saat menyeberang jalan,” cerita Damian.Damian menceritakan tentang kecelakaan yang dialami oleh Arga saat pria itu melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan mereka. Karena ceroboh dan mungkin juga panik karena takut penjaga mengejarnya, Arga tidak memperhatikan ada truk yang melintas dengan kecepatan tinggi saat dia menyeberang jalan, sehingga tubuhnya tertabrak dan terpental hingga beberapa meter.“Mereka baru
“Sayang, kamu cantik sekali menggenakan pakaian ini,” puji Leo sembari mengelus perut buncit Alana."Bear, kamu mengejutkan aku?" Alana kaget, tiba-tiba Leo memeluknya dari belakang.Sore ini Alana mengenakan pakaian daster tidak berlengan, sehingga perutnya yang besar terlihat. Bahan yang lembut dan jatuh membuat perut Alana yang membesar terlihat menonjol dan lebih seksi ditambah dengan bentuk tubuhnya yang memang indah semakin membuat Leo tidak mau melepaskan pelukannya."Kenapa berdiri di sini sendirian?" lirih Leo."Pemandangannya bagus, Bear. Lihat itu!" Alana menunjuk langit sore, di mana matahari hampir tenggelam di antara bukit-bukit hijau. Bias sinar yang mulai redup menghias langit sore tampak semburat merah keemasan memberi warna indah yang membuat mata sejuk dan hati teduh."Indah banget langitnya!" decak kagum Alana.Leo tersenyum. Peluknya semakin erat. Meski perut Alana sudah membesar, tetapi tidak menjadi penghalang untuk tetap memeluknya. Sebaliknya, perut besar Ala
"Nyonya, teh Anda."Dona mendekati Alana yang sedang duduk santai di bangku taman yang berada di dekat kolam renang belakang rumah. Kemudian, memberikan secangkir teh yang masih hangat pada Alana dengan penuh kebaikan hati."Terima kasih."Alana pun merasa sangat berterima kasih dan mengucapkan kata-kata itu dengan senyum yang manis, lalu menyeruput teh hangat sembari menunggu Dona duduk di depannya.Suasana taman sore ini terasa semakin nyaman dan tenang dengan hadirnya secangkir teh hangat tersebut."Mulai hari ini, jangan panggil aku nyonya lagi! Aku bukan nyonyamu," kata Alana sembari meletakkan cangkir di atas meja.Dona tercengang kaget."Kenapa? Apa aku telah melakukan kesalahan?" Dona merasa perlu tau alasan Alana. Dia tidak merasa melakukan kesalahan. Hubungan mereka beberapa hari ini juga baik-baik saja, tetapi tiba-tiba Alana mengatakan hal itu padanya. Jelas saja hal ini membuatnya bingung dan bertanya-tanya.Melalui ekspresi kagetnya saja, seharusnya Alana sudah mengerti
“Bear,sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Alana bingung.Leo menoleh, lalu memberi senyum manisnya.“Bukankah kita sudah membicarakannya, Sayang? Aku akan membawamu ke tempat yang tenang dan sejuk. Kita akan ke luar kota,” jawab Leo mengingatkan Alana tentang apa yang sudah pernah mereka bicarakan.“Tapi, kenapa pakaian yang kamu bawa sangat banyak?” Alana melempar pandangnya ke arah tumpukan pakaian dalam koper yang belum tertutup.Leo pun melirik ke arah yang dikatakan istrinya. Bibirnya kembali menyunggingkan senyum.“Karena kita akan melakukan liburan dalam waktu yang lumayan cukup lama,” jawab Leo.Dia sibuk mengemas beberapa pakaian mereka dan memasukkan ke dalam koper. Ada dua koper di sana, salah satunya sudah terisi penuh dengan pakaian Leo sendiri. saat ini suami Alana itu sedang menegmas pakai Alana. Tadinya, Alana ingin membantu, tetapi Leo melarangnya dan memintanya duduk saja di tempat tidur.Setelah merasa cukup dan selesai, Leo bangkit dari tempatnya, lalu mendekati A
"Dokter, bagaimana?""Nyonya, apakah Anda merasa baik-baik saja?" tanya dokter pada Alana. Leo tampak sangat cemas menatap wajah dokter yang memeriksa kondisi kandungan istrinya. Apalagi saat dokter itu tidak segera menjawab pertanyaannya, melainkan mengarahkan pandang pada Alana dengan sorot mata yang tidak baik-baik saja. Refleks dia pun ikut mengarahkan pandangnya pada Alana, lalu meraih tangan Alana dan menggenggamnya."Dokter?" Setelah Leo menyapa dokter, dokter tersebut menghela napas panjang dengan suara yang terdengar berat saat memandang Leo. Reaksi ini membuat Leo merasa semakin cemas dan khawatir akan kondisi istrinya. Meskipun tidak diketahui secara pasti apa yang dipikirkan oleh dokter, namun dari reaksinya itu dapat diartikan bahwa ada sesuatu yang membuatnya khawatir tentang kesehatan Alana dan bayi dalam kandungannya. Hal ini tentunya menambah kekhawatiran bagi Leo dan membuatnya merasa semakin tidak tenang."Dalam kondisi kehamilan yang masih muda, seharusnya istri
"Leo-""Sstt!" Leo segera meletakkan jari telunjuknya di depan bibir ketika Damian datang dan berjalan ke arahnya sembari berbicara. Karena hal ini, Damian pun menghentikan ucapannya dan memperlambat serta memperhalus langkahnya. Sembari mendekat, matanya tertarik memperhatikan wanita yang tertidur di sofa dengan kepala di atas pangkuan Leo."Apa istrimu sakit?" tanyanya dengan suara lirih setelah duduk di depan Leo. Matanya masih memperhatikan wajah lelap Alana yang menurutnya sedikit pucat dan tampak sedikit lelah."Tidak, tapi dia tidak baik-baik saja," jawab Leo juga mengarahkan pandangnya pada wajah Alana.Damian menoleh dan memiringkan kepalanya sedikit, sedangkan matanya menyipit ketika mendengar perkataan Leo. Ia kemudian bertanya, "Ada apa?"Melihat ekspresi Damian yang penasaran, akhirnya Leo menceritakan tentang masalah yang dialami Alana. Dia bercerita tentang mimpi buruk yang membuat Alana ketakutan dan sulit tidur hingga pagi hari. Karena itu, Leo memutuskan untuk tidak
"Jangan bunuh anakku! Aku mohon," mohon Alana dalam rintih kesakitan dan tangis.Tenaganya telah habis dan suara tangisnya hampir tak terdengar lagi. Arga telah melakukan hal yang membuat dunianya runtuh dan tak berarti lagi. Meskipun ia memberontak dan menjerit, tak seorang pun yang bisa menolongnya. Hidupnya telah hancur dan kini ia berada pada titik terdalam kesedihan yang tak terbayangkan. Semua harapan dan impian yang pernah dimilikinya kini sirna, meninggalkan dirinya dalam kehancuran yang sangat menyakitkan. Alana kembali berteriak histeris sembari memberontak menggunakan sisa tenaganya. Meski merasa tidak lagi memiliki harapan karena Arga terus menghujam tubuhnya dengan maksud untuk membunuh bayi dalam perutnya, Alana, dia berharap masih memiliki harapan untuk menyelamatkan anaknya."Berhentilah melawan, Alana! Tidak ada yang bisa menyelamatkan anakmu," ujar Arga dengan bengisnya."Dasar bajingan! Aku bersumpah akan membunuhmu, Arga!" sumpah Alana.Plak!Arga kembali melayang