"Menurut kami, siapa pelakunya?" Tanty mempertegas pertanyaan Alana tentang siapa pelaku pembunuh kedua orangtua Alana dengan kedok kecelakaan kereta api."Alana, kami tidak akan mengatakan siapa pelakunya. Kami takut kamu tidak percaya pada kami. Tapi sebaliknya, kami takut kamu berpikir kalau kami hanya mengada-ada dan memberi cerita palsu," imbuh Carlos melengkapi perkataan istrinya.Alana terdiam memikirkan perkataan mereka. Dia tetap bersikap tenang, meski sebenarnya dalam dirinya telah bergejolak ombak besar yang terus bergulung hingga mengacaukan hati dan pikirannya."Katakan saja! Aku siap mendengarnya, meski itu akan sangat menyakitkan bagiku," minta Alana dengan suara bulat, tegas dan lugas.Tanty dan Carlos saling bertukar pandang. Keduanya menunjukkan keraguan atas permintaan Alana. Namun, sesaat kemudian Tanty kembali melihat Alana dan memberikan wajah bersimpati."Alana, kami tidak tega mengatakannya," ucap Tanty sembari bersungut-sungut."Katakan saja, Tante! Siapa pel
"Alana!"Alana menghentikan langkahnya tepat di atas anak tangga ketiga karena mendengar namanya dipanggil dalam remang cahaya. Meski belum melihat wajahnya, tapi itu adalah suara Leo.Alana membeku menunggu hingga suara langkah berhenti tepat di belakangnya. "Alana, kamu baru pulang?" Suara Leo terdengar lembut di telinganya, namun entah mengapa suara itu membuatnya merasa sangat kesal, bahkan mampu membuat darahnya bergejolak. Mungkin karena dia merasa kecewa dan marah atas apa yang telah didengarnya tentang Leo. Terlebih lagi, Leo pernah mengakui beberapa hal yang membuat perasaannya semakin rumit. Alana sempat berpikir, apakah Leo benar-benar telah melakukan sesuatu yang salah atau apakah ada sesuatu yang disembunyikan darinya yang tidak ingin diketahui olehnya untuk saat ini? Semua pertanyaan ini menyebabkan pikirannya menjadi kacau dan membuatnya sulit untuk memproses segala informasi tentang Leo dengan benar. "Kamu belum tidur, Om?" Tanpa melihat wajah Leo, Alana bertanya
"Ini ruang kerjamu," ucap Leo menunjukan sebuah ruangan yang akan digunakan Alana untuk bekerja.Alana langsung berjalan masuk dan mengedarkan pandang ke seluruh sudut ruang, termasuk meja dengan kursi merah yang tampak anggun. Bibirnya pun tersenyum membayangkan dirinya duduk di sana, pasti akan terlihat lebih anggun dan elegan."Ruanganku di samping. Kalau ada apa-apa, kamu bisa menghubungi aku atau Mika," ucap Leo.Mika adalah direktur perusahaan. Dia yang mewakili dan menjalankan perusahaan selama Leo menyembunyikan identitas di belakang namanya. Mika jelas memegang kendali penting di perusahaan dan bisa dikatakan sebagai tangan kanan lainnya dari seorang Leo selain Damian dan Asti.Alana masih terdiam. Akhir-akhir ini, dia memang banyak diam. Berbicara pada Leo bila ada hal penting saja, kalau tidak, maka dia tidak akan berbicara. Bahkan, saat mereka bertemu, Alana lebih banyak menghindar. Apalagi saat ini mereka telah pisah rumah dan itu semua adalah keinginan Alana.Sikap Alana
"Lain kali aku tidak ingin mendengar kamu ikut campur urusan pribadiku!" larang Alana pada Arga.Arga tersenyum kecut mencibir larangan Alana."Bukankah lebih bagus kalau kamu cerai saja dari dia? Dia sudah membunuh orangtuamu, Alana. Apa kamu masih mau hidup bersama pria seperti itu?" kata Arga masih dengan seringai.Alana terdiam dengan mengarahkan ekor mata pada Arga dengan tatapan tajam menghunus. Katakata pria itu sangat menyakitkan hati. Meski sangat kecewa dan sakit karen Leo adalah orang yang menyebabkan orangtuanya meningal, tapi nyatanya sampai sekarang dalam kepalanya tidak ada pemikiran untuk melakukan perceraian."Aku belum memikirkannya," ucap Alana."Alana?"Alana mengangkat tangan, menghentikan perkataan Arga. "Pergilah! Ini hari pertama aku kerja. Aku harus mempelajari perusahaan dengan cepat," perintah Alana mengusir Arga."Aku akan membantumu," ucap Arga menawarkan bantuan."Tidak perlu!" tolak Alana."Alana, bukankah mulai hari ini aku adalah asistenmu?""Ya, tapi
"Tolong antar saja makanan ini ke ruang kerja tuan Leo!" minta Alana pada pria pengirim makanan yang biasa mengirim makanan dari Leo."Tapi, Nona. Makanan ini dikirim khusus untuk Anda," ucap pria itu."Aku tau. Tapi hari ini, tolong kirim saja ke ruang kerja tuan Leo!""Nona-" Pria itu tampak ragu.Bukan apa-apa. Bisa saja dia mengirim ke ruang kerja Leo. Masalahnya, dia takut Leo marah padanya.Salah satu sudut bibir Alana tertarik ketika melihat gerakan asal pria itu. Dia tau, ada keraguan yang dirasakan pria pengirim makanan atas permintaannya."Jangan khawatir! Nanti aku akan jelaskan pada tuan Leo," ucap Alana sembari tersenyum tipis. Alana berusaha menepis keraguan pria itu.Pria itu mengangkat wajah, menatap Alana lekat. Sorot matanya sedang mencari kebenaran dan jaminan atas perkataan Alana. Dan akhirnya, setelah Alana kembali menyakinkannya, pria itu setuju, lalu mengantar makanan itu ke ruang kerja Alana.Namun, saat berada di depan pintu ruang kerja Leo, pria itu kembali m
"Alana, mau ke mana?"Arga mempercepat langkahnya mengejar Alana saat melihat istri Leo itu jalan keluar dari ruang kerja. "Alana," sapanya setelah sampai di samping Alana. "Apa ada perkejaan luar?" tanyanya.Arga heran dan penasaran karena tidak seperti biasa Alana keluar ruangan di jam menjelang istirahat. Biasanya dia tetap tinggal di ruang kerja sembari menunggunya datang untuk menghabiskan makanan yang selalu dikirim seseorang, tapi Alana tidak mau memakannya. Makanya, saat melihat Alana berjalan meninggalkan ruangan di jam istirahat, Arga merasa heran dan berpikir ada pekerjaan luar."Tidak," jawab Alana.Arga mengernyitkan mata, meminta penjelasan. Namun, dibalas senyum tipis oleh Alana."Aku tau, kamu mencariku jam segini, pasti ingin makan gratis, bukan?" tebaknya.Cepat-cepat Arga menganggukkan kepala. "Mulai hari ini, tidak ada lagi makanan gratis," ucap Alana."Kenapa? Apa seseorang itu sudah menyerah?" Arga menjadi penasaran. Dia bukan tidak tau dari mana asal makanan
"Om, Tante?" Alana terkejut melihat kedatangan Tanty dan Carlos ke ruang kerjanya."Alana, apa kami menggangggu waktu kerjamu?" tanya Tanty basa-basi sembari berjalan mendekat."Oh, tidak, Tante. Kebetulan sebentar lagi waktunya istirahat," jawab Alana sembari mengembangkan senyum."Wah, Alana, ruang kerjamu enak juga, ya? Sejuk dan terasa nyaman," puji Carlos.Carlos berjalan perlahan-lahan sambil memperhatikan setiap detail di ruang kerja Alana. Dengan seksama, ia menjelajahi setiap inci ruangan tersebut, mulai dari warna dinding hingga lemari berkas yang tertata rapi. Tidak ada patung-patung kecil atau miniatur yang luput dari perhatian tangan dan mata Carlos yang tak henti-hentinya memandang kagum.Sementara itu, bibirnya tidak henti-hentinya melontarkan kata-kata pujian meski terkadang hanya terdengar lirih dan hanya bisa didengarkan oleh dirinya sendiri. Carlos sungguh terkesima dengan semua benda yang ada di ruang kerja Alana, tak terkecuali beberapa minia
"Ada apa?" "Ssstt!" Leo meletakkan jari telunjuknya di depan bibir meminta Damian diam dan berbalik badan.Damian terkejut. Saat mereka berjalan beriringan, tiba-tiba, Leo mencengkeram lengannya, menahan langkah mereka, lalu menariknya mundur dengan paksa. Bahkan membawanya bersembunyi di balik banner. Bukan hanya itu saja, Leo juga memaksa Damian menghadap ke arah dinding kaca dan melarangnya bergerak.Karena hal ini, Damian pun refleks menahan napas. Karena dia pikir, Leo melakukan hal ini bukan tanpa alasan. Meski awalnya kesal karena Leo telah membuatnya kaget, tapi Damian dengan cepat menyadari sesuatu pasti telah terjadi."Jangan menoleh ke belakang!" bisik Leo dengan suara sangat lirih saat Damian hendak menoleh ke belakang karena tidak bisa menahan rasa penasarannya. Bahkan, leher Leo sendiri tampak kaku seperti robot.Meski telah mendapat larangan dan perintah Leo, ternyata rasa penasaran yang kuat membuat Damian mencuri start dan diam-diam melanggar peringatan. Ekor matanya
"Sudah, Bear. Aku kenyang," ucap Alana.Alana menolak suapan Leo dengan menutup mulutnya menggunakan tangan. Dia juga menoleh sedikit ke samping menghindari sendok yang disodorkan Leo padanya."Satu kali lagi, Sayang. Kamu sudah mengeluarkan banyak tenaga saat melahirkan. Sekarang, kamu harus mengganti tenagamu dengan makan yang banyak," ucap Leo."Bear, sampai siang ini saja kamu sudah memintaku makan banyak makanan. Kalau tidak salah ingat, kamu sudah memberi aku makan tiga kali, dua kali makanan ringan, dua kali jus buah. Perutku rasanya seperti mau pecah karena kekenyangan," ucap Alana melakukan protes atas tindakan Leo yang terus membujukkan untuk makan.Leo tertawa mendengar keluhan dari Alana. Dia berpikir bahwa karena istrinya telah melalui perjuangan yang melelahkan untuk melahirkan putra mereka, maka dia harus memberikan makanan bergizi yang cukup agar istrinya bisa pulih dengan cepat. Namun, ternyata usahanya tersebut menimbulkan protes dari Alana. "Baiklah. Kali ini aku t
"Dokter, bagaimana?" Leo tidak sabar menunggu penjelasan hasil pemeriksaan kehamilan istrinya."Usia kehamilan istri Anda sudah cukup bulan, Tuan. Tinggal menunggu waktu lahir saja," jelas dokter.Dokter itu mengarahkan pandang pada Alana dengan senyum ramahnya."Nyonya, kelahiran seperti apa yang Anda inginkan?""Dokter, aku tidak ingin istriku kesakitan saat melahirkan. Bisakah kami ajukan untuk melakukan operasi saja?" ucap Leo cepat sebelum Alana memberi jawaban."Bear!" Alana memberi wajah protes."Sayang." Leo meraih tangan Alana dan mengenggamnya lembut. "Aku tidak mau melihatmu kesakitan."Wajah Leo tampak sedih membayangkan istrinya kesakitan saat melahirkan. Makanya, dia ingin kelahiran anak mereka melalui operasi caesar saja dengan tehnologi terbaru agar istrinya tidak merasakan sakit. Namun, niat baik Leo melindungi istrinya dari rasa sakit mendapat penolakan tegas dari Alana."Aku tidak mau, Bear. Aku mau melahirkan secara normal saja," u
“Damian, ada apa?” tanya Leo dengan wajah penasaran sembari berjalan meninggalkan Alana dengan langkah hati-hati agar langkahnya tidak menimbulkan suara. “Apa Marco sudah memberitahumu?” tanya Damian di ujung sana, di balik teleponnya. Suaranya terdengar tidak biasa seperti ada sesuatu yang terjadi.“Apa?” tanya Leo semakin penasaran.“Siang tadi, Arga berusaha memberontak dengan melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan. Saat mereka mengejar dan mencarinya, mungkin juga karena panik, pria itu tidak melihat jalanan. Dia juga tidak melihat ada truk yang melintas saat menyeberang jalan,” cerita Damian.Damian menceritakan tentang kecelakaan yang dialami oleh Arga saat pria itu melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan mereka. Karena ceroboh dan mungkin juga panik karena takut penjaga mengejarnya, Arga tidak memperhatikan ada truk yang melintas dengan kecepatan tinggi saat dia menyeberang jalan, sehingga tubuhnya tertabrak dan terpental hingga beberapa meter.“Mereka baru
“Sayang, kamu cantik sekali menggenakan pakaian ini,” puji Leo sembari mengelus perut buncit Alana."Bear, kamu mengejutkan aku?" Alana kaget, tiba-tiba Leo memeluknya dari belakang.Sore ini Alana mengenakan pakaian daster tidak berlengan, sehingga perutnya yang besar terlihat. Bahan yang lembut dan jatuh membuat perut Alana yang membesar terlihat menonjol dan lebih seksi ditambah dengan bentuk tubuhnya yang memang indah semakin membuat Leo tidak mau melepaskan pelukannya."Kenapa berdiri di sini sendirian?" lirih Leo."Pemandangannya bagus, Bear. Lihat itu!" Alana menunjuk langit sore, di mana matahari hampir tenggelam di antara bukit-bukit hijau. Bias sinar yang mulai redup menghias langit sore tampak semburat merah keemasan memberi warna indah yang membuat mata sejuk dan hati teduh."Indah banget langitnya!" decak kagum Alana.Leo tersenyum. Peluknya semakin erat. Meski perut Alana sudah membesar, tetapi tidak menjadi penghalang untuk tetap memeluknya. Sebaliknya, perut besar Ala
"Nyonya, teh Anda."Dona mendekati Alana yang sedang duduk santai di bangku taman yang berada di dekat kolam renang belakang rumah. Kemudian, memberikan secangkir teh yang masih hangat pada Alana dengan penuh kebaikan hati."Terima kasih."Alana pun merasa sangat berterima kasih dan mengucapkan kata-kata itu dengan senyum yang manis, lalu menyeruput teh hangat sembari menunggu Dona duduk di depannya.Suasana taman sore ini terasa semakin nyaman dan tenang dengan hadirnya secangkir teh hangat tersebut."Mulai hari ini, jangan panggil aku nyonya lagi! Aku bukan nyonyamu," kata Alana sembari meletakkan cangkir di atas meja.Dona tercengang kaget."Kenapa? Apa aku telah melakukan kesalahan?" Dona merasa perlu tau alasan Alana. Dia tidak merasa melakukan kesalahan. Hubungan mereka beberapa hari ini juga baik-baik saja, tetapi tiba-tiba Alana mengatakan hal itu padanya. Jelas saja hal ini membuatnya bingung dan bertanya-tanya.Melalui ekspresi kagetnya saja, seharusnya Alana sudah mengerti
“Bear,sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Alana bingung.Leo menoleh, lalu memberi senyum manisnya.“Bukankah kita sudah membicarakannya, Sayang? Aku akan membawamu ke tempat yang tenang dan sejuk. Kita akan ke luar kota,” jawab Leo mengingatkan Alana tentang apa yang sudah pernah mereka bicarakan.“Tapi, kenapa pakaian yang kamu bawa sangat banyak?” Alana melempar pandangnya ke arah tumpukan pakaian dalam koper yang belum tertutup.Leo pun melirik ke arah yang dikatakan istrinya. Bibirnya kembali menyunggingkan senyum.“Karena kita akan melakukan liburan dalam waktu yang lumayan cukup lama,” jawab Leo.Dia sibuk mengemas beberapa pakaian mereka dan memasukkan ke dalam koper. Ada dua koper di sana, salah satunya sudah terisi penuh dengan pakaian Leo sendiri. saat ini suami Alana itu sedang menegmas pakai Alana. Tadinya, Alana ingin membantu, tetapi Leo melarangnya dan memintanya duduk saja di tempat tidur.Setelah merasa cukup dan selesai, Leo bangkit dari tempatnya, lalu mendekati A
"Dokter, bagaimana?""Nyonya, apakah Anda merasa baik-baik saja?" tanya dokter pada Alana. Leo tampak sangat cemas menatap wajah dokter yang memeriksa kondisi kandungan istrinya. Apalagi saat dokter itu tidak segera menjawab pertanyaannya, melainkan mengarahkan pandang pada Alana dengan sorot mata yang tidak baik-baik saja. Refleks dia pun ikut mengarahkan pandangnya pada Alana, lalu meraih tangan Alana dan menggenggamnya."Dokter?" Setelah Leo menyapa dokter, dokter tersebut menghela napas panjang dengan suara yang terdengar berat saat memandang Leo. Reaksi ini membuat Leo merasa semakin cemas dan khawatir akan kondisi istrinya. Meskipun tidak diketahui secara pasti apa yang dipikirkan oleh dokter, namun dari reaksinya itu dapat diartikan bahwa ada sesuatu yang membuatnya khawatir tentang kesehatan Alana dan bayi dalam kandungannya. Hal ini tentunya menambah kekhawatiran bagi Leo dan membuatnya merasa semakin tidak tenang."Dalam kondisi kehamilan yang masih muda, seharusnya istri
"Leo-""Sstt!" Leo segera meletakkan jari telunjuknya di depan bibir ketika Damian datang dan berjalan ke arahnya sembari berbicara. Karena hal ini, Damian pun menghentikan ucapannya dan memperlambat serta memperhalus langkahnya. Sembari mendekat, matanya tertarik memperhatikan wanita yang tertidur di sofa dengan kepala di atas pangkuan Leo."Apa istrimu sakit?" tanyanya dengan suara lirih setelah duduk di depan Leo. Matanya masih memperhatikan wajah lelap Alana yang menurutnya sedikit pucat dan tampak sedikit lelah."Tidak, tapi dia tidak baik-baik saja," jawab Leo juga mengarahkan pandangnya pada wajah Alana.Damian menoleh dan memiringkan kepalanya sedikit, sedangkan matanya menyipit ketika mendengar perkataan Leo. Ia kemudian bertanya, "Ada apa?"Melihat ekspresi Damian yang penasaran, akhirnya Leo menceritakan tentang masalah yang dialami Alana. Dia bercerita tentang mimpi buruk yang membuat Alana ketakutan dan sulit tidur hingga pagi hari. Karena itu, Leo memutuskan untuk tidak
"Jangan bunuh anakku! Aku mohon," mohon Alana dalam rintih kesakitan dan tangis.Tenaganya telah habis dan suara tangisnya hampir tak terdengar lagi. Arga telah melakukan hal yang membuat dunianya runtuh dan tak berarti lagi. Meskipun ia memberontak dan menjerit, tak seorang pun yang bisa menolongnya. Hidupnya telah hancur dan kini ia berada pada titik terdalam kesedihan yang tak terbayangkan. Semua harapan dan impian yang pernah dimilikinya kini sirna, meninggalkan dirinya dalam kehancuran yang sangat menyakitkan. Alana kembali berteriak histeris sembari memberontak menggunakan sisa tenaganya. Meski merasa tidak lagi memiliki harapan karena Arga terus menghujam tubuhnya dengan maksud untuk membunuh bayi dalam perutnya, Alana, dia berharap masih memiliki harapan untuk menyelamatkan anaknya."Berhentilah melawan, Alana! Tidak ada yang bisa menyelamatkan anakmu," ujar Arga dengan bengisnya."Dasar bajingan! Aku bersumpah akan membunuhmu, Arga!" sumpah Alana.Plak!Arga kembali melayang