"Om, Tante?" Alana terkejut melihat kedatangan Tanty dan Carlos ke ruang kerjanya."Alana, apa kami menggangggu waktu kerjamu?" tanya Tanty basa-basi sembari berjalan mendekat."Oh, tidak, Tante. Kebetulan sebentar lagi waktunya istirahat," jawab Alana sembari mengembangkan senyum."Wah, Alana, ruang kerjamu enak juga, ya? Sejuk dan terasa nyaman," puji Carlos.Carlos berjalan perlahan-lahan sambil memperhatikan setiap detail di ruang kerja Alana. Dengan seksama, ia menjelajahi setiap inci ruangan tersebut, mulai dari warna dinding hingga lemari berkas yang tertata rapi. Tidak ada patung-patung kecil atau miniatur yang luput dari perhatian tangan dan mata Carlos yang tak henti-hentinya memandang kagum.Sementara itu, bibirnya tidak henti-hentinya melontarkan kata-kata pujian meski terkadang hanya terdengar lirih dan hanya bisa didengarkan oleh dirinya sendiri. Carlos sungguh terkesima dengan semua benda yang ada di ruang kerja Alana, tak terkecuali beberapa minia
"Ada apa?" "Ssstt!" Leo meletakkan jari telunjuknya di depan bibir meminta Damian diam dan berbalik badan.Damian terkejut. Saat mereka berjalan beriringan, tiba-tiba, Leo mencengkeram lengannya, menahan langkah mereka, lalu menariknya mundur dengan paksa. Bahkan membawanya bersembunyi di balik banner. Bukan hanya itu saja, Leo juga memaksa Damian menghadap ke arah dinding kaca dan melarangnya bergerak.Karena hal ini, Damian pun refleks menahan napas. Karena dia pikir, Leo melakukan hal ini bukan tanpa alasan. Meski awalnya kesal karena Leo telah membuatnya kaget, tapi Damian dengan cepat menyadari sesuatu pasti telah terjadi."Jangan menoleh ke belakang!" bisik Leo dengan suara sangat lirih saat Damian hendak menoleh ke belakang karena tidak bisa menahan rasa penasarannya. Bahkan, leher Leo sendiri tampak kaku seperti robot.Meski telah mendapat larangan dan perintah Leo, ternyata rasa penasaran yang kuat membuat Damian mencuri start dan diam-diam melanggar peringatan. Ekor matanya
"Artinya, mereka tau, kamu anak panti yang biaya sekolahnya ditanggung oleh orangtua Alana," ucap Damian.Leo terdiam sejenak memikirkan perkataan Damian."Mereka juga pasti tau kalau orangtua Alana telah menganggapmu sebagai anak angkat. Mungkin juga ada alasan lain yang tidak kamu ketahui, tetapi mereka ketahui sehingga mereka marah dan merasa kamu adalah penghalang bagi mereka, selain Alana," sambung Damian mendebak.Lagi, perkataan dan analisa Damian membuat Leo berpikir keras dengan segala kemungkinan yang tidak dia ketahui, kenapa pembunuh orangtua Alana menjadikan dirinya sebagai kambing hitam. Meski telah berusaha mengingat, nyatanya sampai saat ini Leo belum bisa menemukan jawaban selain alasan keserakahan dari pelaku.Sampai hari berganti, belum ada bukti lain yang bisa mereka dapatkan untuk mengungkap kebenaran. Meski telah mengantongi beberapa bukti, Leo dan Damian masih membutuhkan bukti lain yang lebih kuat untuk mengungkap siapa pelaku sebenarnya. Sampai saat ini mereka
“Katakan! Apa rencanamu sebenarnya?” tegas Leo mempertanyakan tujuan Carlos memaksa Alana menyetujui dia masuk dalam perusahaan. Carlos tidak segera menjawab pertanyaan Leo, melainkan melangkahkan kaki mendekat, lalu berdiri di depan Leo dengan kedua tangan menyangga beban tubuhnya di atas meja kerja Leo. Tubuh pria itu sedikit bungkuk ke arah Leo. Sedangkan sorot mata tajam melekat. Dalam caranya melihat, pria itu menunjukkan api pertempuran secara terang-terangan pada Leo.“Menurutmu?” desis Carlos dengan suara lirih, namun terkesan menantang.Leo kembali menyandarkan punggungnya sembari sedikit memberi gerakan pada kursi kebesarannya. Dia menanggapi pertanyaan Carlos dengan senyum penuh cibir dan wajah menyeringai menertawakan kesombongan Carlos. Meski geram, Leo tetap bersikap tenang menghadapi pria itu. Dia tidak ingin terpancing, hingga merusak semua rencananya.“Menurutku, kamu terlalu berani,” jawab Leo masih dengan senyum remehnya.Bukannya marah atau tersinggung dengan perka
“Pa?” Arga terkejut, tiba-tiba, Carlos mendekat dan langsung memberinya tamparan keras.“Dasar tidak punya otak!” marah Carlos dengan suara lantang. Sekali lagi Carlos memberi tamparan pada wajah Arga yang telah merah dengan cap lima jarinya.“Maaf, Pa.”Arga tidak berdaya, tidak bisa melawan juga. Hanya bisa mendekap pipi merahnya yang terasa sangat sakit dan panas. Bahkan, dari sudut bibirnya merembes darah segar. Dengan satu tangan, Arga mengusap dan menyeka darah itu. Hatinya terasa getir mendapatkan tamparan keras dari papa tirinya, meski semua karena kesalahannya.“Maaf? Otakmu di mana, ha? Kamu pikir dengan kata maaf, bisa menyelesaikan semuanya?” bentak Carlos semakin marah. “Bagaimana kalau perbuatan bejatmu dilihat orang lain? Bagaimana kalau Alana melihatmu? Bagaimana kalau Leo juga tau apa yang kamu perbuat ini? Hah? Apa kamu sudah memikirkan semuanya?” berang Carlos, suara dan nada bicaranya semakin tinggi.Rasa marah yang sudah tertumpuk dan membuncah dalam dirinya karena
"Bukankah sudah pernah aku katakan? Jangan pernah lagi mengirim makanan padaku!" "Aku?"Leo merasa terkejut dan kebingungan, ketika tiba-tiba, Alana mendorong pintu dan langsung masuk ke dalam ruang kerjanya tanpa permisi. Ia juga meletakkan kotak bekal makanan di atas mejanya dengan hentakan keras yang menimbulkan bunyi benturan yang cukup keras. Terlihat jelas bahwa istrinya itu sedang marah dan meracau dengan cerewetnya.Leo memperhatikan Alana sambil tetap diam, ketika ia terus mengomel tentang makanan yang ia pikir adalah miliknya. Leo menunggu hingga bibir Alana lelah memakinya dan berhenti berbicara. Walaupun tidak sepenuhnya mengerti apa yang membuat Alana begitu marah padanya, ia tetap sabar mendengarkan ocehannya. Bahkan sesekali bibirnya tersenyum tipis. Rupanya, ocehan Alana sedikit mengobati kerinduannya tentang protes Alana."Apa sudah cukup?" tanya Leo setelah Alana berhenti berbicara. Mungkin bibirnya telah lelah atau mungkin juga karena Leo tidak menanggapinya, sehi
"Lepaskan dia!" Dengan kuat Leo menarik tubuh Alana ke arahnya merebutnya dari tangan Arga, sembari mendorong kuat tubuh Arga hingga pria itu mundur beberapa langkah, sedangkan Alana berpindah dalam rengkuhannya.Melihat Arga memeluk paksa Alana membuat Leo naik pitam. Niat hati ingin mendatangi salah satu karyawannya untuk membahas masalah pekerjaan, tapi matanya malah melihat Arga memaksa Alana dan merengkuh tubuh ramping istrinya. Suami mana yang tidak naik darah melihat istrinya berada dalam pelukan pria lain? Meski saat ini hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja, tapi Alana masih berstatus sebagai istrinya dan sampai kapan pun akan tetap menjadi istrinya."Jaga sikapmu kalau tidak mau aku memotong tanganmu!" hardik Leo pada Arga.Mendapat hardikan dari Leo rupanya tidak membuat Arga takut atau gentar. Setelah menegakkan tubuhnya kembali, Arga segera merapikan pakaiannya yang sempat berantakan karena pemberontakan Alana.Plak!Arga terkejut. Tiba-tiba dari arah samping, seb
"Jelaskan semua ini padaku!" Tiba-tiba Alana masuk ke dalam ruang kerja Leo, lalu membanting beberapa lembar kertas di meja kerja Leo. Leo yang sedang berbicara membahas masalah perusahaan bersama Damian pun bingung dan juga kaget. Dengan wajah marah, Alana meminta penjelasan atas apa yang belum dilihat olehnya. "Alana, ada apa?" tanya Damian yang tidak kalah kaget dan bingung juga."Lihat saja sendiri dan tanyakan padanya!" jawab Alana sembari memberi Leo tatapan tajam. Untuk menunjang kemarahannya, Alana melipat kedua tangan di depan dada memberi sikap tertutup.Untuk sementara waktu, Leo mengabaikan kemarahan Alana. Dia lebih tertarik mengambil dan memeriksa berkas yang dilemparkan Alana untuk dilihat dan dipelajari. Matanya membuka lebar setelah membaca sekilas dan memeriksa isi berkas itu."Alana, dari mana kamu mendapatkan semua ini?" tanyanya dengan wajah tegang."Dari mana aku mendapatkan itu tidak penting. Yang terpenting adalah bagaimana kamu menj