"Aku menyesal karena saat itu tidak bisa mencegah mereka pergi menggunakan kereta. Andai saat itu mereka mempercayai aku dan tidak pergi, mungkin sampai saat ini mereka masih hidup dan kita masih bisa berkumpul bersama," ucap Carlos.Kembali pria itu menunjukkan kesedihan dan penyesalannya saat mengenang dan menceritakan tentang kecelakaan kereta api yang merenggut nyawa kedua orangtua Alana. Bahkan air mata Carlos mengalir di sudut matanya. Terlihat jelas pria itu sedang menahan kesedihan dan menyesalan yang mendalam."Pa!" Tanty kembali mengusap lengan Carlos. "Jangan diingat lagi! Semua sudah berlalu. Lagi pula ini bukan salahmu, kamu sudah berusaha mengingatkan mereka.""Ini semua salahku, Ma. Andai aku bisa menahan mereka, mereka pasti tidak akan mengalami kecelakaan itu." Tangis dan kesedihan Carlos semakin menjadi. Bahkan mampu menarik perhatian pengunjung restauran lain yang duduk di dekat mereka.Karena hal ini, Alana mengedarkan pandang ke sekitar. Dia mera
"Leo, kamu yakin akan membiarkan mereka mendekati Alana?" Damian kembali mempertanyakan pertanyaan ini pada Leo. Padahal, dia pernah mengajukan pertanyaan yang sama sebelumnya dan jawaban Leo juga masih sama."Ya. Aku sangat yakin dan aku sudah memikirkan resikonya." "Tapi, bagaimana dengan Alana? Bagaimana kalau mereka menghasut Alana? Bagaimana kalau yang ditakutkan orangtuanya benar terjadi?" Lagi-lagi Damian mencecar Leo dengan banyak pertanyaan. Meski terkesan cerewet dan terlalu ikut campur dalam urusan pribadinya dan Alana, tapi Leo sama sekali tidak menganggapnya begitu. Damian adalah sahabatnya, orang yang selama ini menjadi tempat bertukar pikiran.Damian juga melakukan semua ini karena dia sangat menyayangi Alana. Jadi, tidak ada alasan bagi Leo untuk marah atau melarang Damian ikut campur tentang urusan peribadi dirinya dengan Alana."Aku butuh memancing mereka untuk mengungkap kebenaran yang selama ini tidak ada tanda untuk bisa terungkap. Mungkin, dengan kehadiran me
"Yah, Pa, kok malah hujan?" Tanty memasang wajah kaget bercampur sedih ketika melihat langit menurunkan air hujan di saat mereka bersiap untuk pulang."Iya, Ma. Deras sekali hujannya," sahut Carlos."Bagaimana kita pulangnya, Pa?" Tanty tampak bingung. Beberapa kali wanita itu melongok ke arah luar, ke langit malam yang semakin gelap dan tidak terlihat karena hujan turun dengan deras. Beberapa kali juga terlihat kilat dan guntur kecil menggelegar.Rupanya, bukan hanya Tanty yang tampak kebingungan dan resah, tapi juga Carlos. Pria setengah baya itu tampak gelisah dan tidak tenang. Beberapa kali juga melihat ke luar dan menatap langit malam. Padahal, tanpa harus melakukan hal seperti itu, seharusnya mereka sudah tahu bila hujan memang turun dengan sangat deras karena saat ini mereka berada di teras rumah."Aku bisa minta Damian mengambilkan payung dan mengantar kalian masuk ke dalam mobil," ucap Leo.Sembari melipat kedua tangan di depan dada, Leo berdiri dengan tenang memperhatikan
"Bear, seandainya suatu saat nanti ada yang menfitnah aku mengkhianati cinta kita, apakah kamu masih tetap percaya padaku?" tanya Alana.Sejujurnya, tanpa bertanya pun, dia sudah tau jawaban Leo. Namun, Alana hanya ingin menenangkan hatinya saja.Cup!Satu kecupan mendarat lembut pada kening Alana. Leo juga memberikan kecupan lembut pada punggung tangan Alana sebagai bentuk cinta dan kepercayaannya yang besar. Tatapannya teduh menentramkan."Bagaimana kalau hal itu terjadi padaku? Apa kamu masih percaya padaku?" Leo membalikkan pertanyaan itu pada Alana."Aku percaya padamu, Bear," jawab Alana, lalu berhambur ke dalam pelukan Leo. Alana menyandarkan kepala pada dada bidang Leo. Merasakan detak jantung dan juga merasakan pergerakan dada Leo. Di sana, di setiap pergerakan dadanya, di setiap detak jantungnya, Alana percaya, ada cinta mereka.Dalam dekapan dan pelukan hangat Leo, Alana tertidur dengan sangat nyenyak. Ditambah hujan deras membawa suasana dingin, Alana semakin mencari keha
"Maksudnya, Om?" Alana mengernyitkan kulit dahi dengan tatapan penuh keingintahuan.Namun, Carlos tidak langsung menjawab, melainkan mengedarkan bola mata ke sekitar seolah sedang memeriksa situasi."Alana, lupakan saja!" ucapnya sembari membuang muka setelah kembali melihat Alana.Dia tampak enggan menceritakan apa yang ingin diketahui oleh Alana. Bahkan mimik wajah dan gestur tubuhnya, seolah Carlos menyimpan sebuah rahasia besar. Namun, seperti tabu untuk dikatakan pada Alana. Pria itu menggantung informasi yang ingin diketahui Alana."Om!" panggil Alana. "Ada apa ini?" Alana semakin penasaran.Setelah tidak mendapat jawaban dari Carlos, Alana mengalihkan pandang ke arah Tanty. Saat mata mereka saling beradu, sesaat kemudian Tanty pun memalingkan wajah darinya. Wanita itu menatap Carlos, suaminya. Sorot matanya seperti sedang melakukan kompromi. Meski tidak yakin apa yang sedang mereka kompromikan, namun Alana merasa Tanty sedang bertanya pada Carlos, apakah dia boleh menyampaikan
"Kalila, aku titip Alana. Tolong jaga dia!" ucap Leo pada Kalila, teman Alana."Iya. Kamu tenang saja! Aku akan menjaga Alana dengan baik," ucap Kalila menyetujui permintaan Leo untuk menjaga Alana. Kalila pun tersenyum sembari melirik Alana.Sembari merangkul pundak Alana, Leo berbicara pada Kalila. Sebenarnya dia tidak tenang membiarkan Alana pergi ke luar kota tanpa dirinya dan hanya ditemani oleh Kalila. Dia tidak meragukan apa yang akan dilakukan Kalila atau Alana di sana karena kedua gadis itu adalah gadis baik-baik dan tidak terlalu banyak tingkah.Namun, rencana liburan Alana yang dianggapnya sangat mendadak dan tidak pernah dibicarakan sebelumnya membuatnya khawatir. Dia merasa ada yang janggal atas kerpergian Alana kali ini. Tidak seperti biasanya Alana pergi berlibur tanpa dirinya, bahkan menolak untuk ditemani. Bagi Leo, ini sangat aneh dan mencurigakan."Alana, kabari aku kalau kalian sudah sampai! Jangan buat aku khawatir karena tidak mendapatkan kabar darimu! Karena, bi
“Tante, ini makam siapa?” tanya Alana bingung.“Kamu tidak tau?” Tanty heran, kaget dan bingung.“Tidak.” Alana menggelengkan kepala.Tiba-tiba dia merasa asing setelah Tanty menghentikan langkah mereka tepat di depan dua makam yang tidak pernah dia kunjungi, apalagi sampai mengenal siapa yang terbaring di bawah batu nisan itu. Ini pertama kalinya Alana pergi ke kota ini karena selama ini Leo tidak pernah membawanya berlibur ke kota ini. Padahal, beberapa kota yang memiliki tempat liburan indah sudah mereka datangi. Tapi, kota ini, Leo tidak pernah memasukkan dalam pembicaraan mereka dan sepertinya Leo tidak akan membawanya berkunjung ke tempat itu.“Kamu benar-benar belum pernah datang ke sini, Alana?” Sekali lagi Tanty seperti ingin meyakinkan Alana atas jawabannya juga meyakinkan dirinya sendiri bila telinganya sedang tidak sedang bermasalah.“Tidak pernah, Tante. Aku tidak pernah pergi ke sini. Bahkan ke kota ini saja, aku belum pernah,” jawab Alana lagi sembari mengedarkan panda
"Ini rumah siapa?" "Apa kamu juga tidak mengingatnya?"Setelah mengunjungi makam yang Tanty katakan sebagai makam kedua orangtuanya, Tanty membawa Alana ke sebuah rumah besar yang letaknya di tengah kota. Rumah itu dikelilingi dengan dinding pagar yang tinggi sehingga orang dari luar tidak bisa melihat ke dalam. Namun, masih bisa melihat dari celah-celah besi pada pintu pagar.Alana kembali terdiam. Matanya memperhatikan rumah besar yang tampak sunyi dan senyap. Rumah itu tampak sepi, tapi terlihat bersih terawat."Ini rumah yang pernah kalian tinggali saat kedua orangtuamu masih hidup. Apa kamu tidak mengingatnya juga?" Meski Alana terdiam dan sepertinya tidak mengenali rumah itu lagi. Namun, dalam kepalanya berpikir sangat keras untuk mengingat rumah yang memiliki banyak kenangan bersama kedua orangtuanya, saat mereka masih hidup.Melihat Alana tidak memberinya respon, Tanty pun menajamkan mata penuh selidik. Dalam kepala dan pikirannya terbesit sebuah tanya, apakah Alana pernah m