"Ini rumah siapa?" "Apa kamu juga tidak mengingatnya?"Setelah mengunjungi makam yang Tanty katakan sebagai makam kedua orangtuanya, Tanty membawa Alana ke sebuah rumah besar yang letaknya di tengah kota. Rumah itu dikelilingi dengan dinding pagar yang tinggi sehingga orang dari luar tidak bisa melihat ke dalam. Namun, masih bisa melihat dari celah-celah besi pada pintu pagar.Alana kembali terdiam. Matanya memperhatikan rumah besar yang tampak sunyi dan senyap. Rumah itu tampak sepi, tapi terlihat bersih terawat."Ini rumah yang pernah kalian tinggali saat kedua orangtuamu masih hidup. Apa kamu tidak mengingatnya juga?" Meski Alana terdiam dan sepertinya tidak mengenali rumah itu lagi. Namun, dalam kepalanya berpikir sangat keras untuk mengingat rumah yang memiliki banyak kenangan bersama kedua orangtuanya, saat mereka masih hidup.Melihat Alana tidak memberinya respon, Tanty pun menajamkan mata penuh selidik. Dalam kepala dan pikirannya terbesit sebuah tanya, apakah Alana pernah m
"Tidak ada bukti, bukan?" cibir pria itu menertawakan Alana. "Sebaiknya kalian pergi saja dan jangan pernah mengaku-aku sebagai keluarga atau putri dari pemilik rumah! Atau aku akan hubungi polisi karena kalian mencoba melakukan penipuan." Tanty semakin terlihat gelisah dan ketakutan mendengar gertakkan dari pria itu."Alana, sebaiknya kita pergi saja," ucap Tanty mengajak Alana pergi. "Jangan sampai mereka melaporkan kita pada polisi." Tanty semakin cemas dan ketakutan.Alana masih bertahan. Sekali lagi sorot matanya menatap lekat Tanty. Namun, dia tidak sedang memikirkan ketakutan dan kecemasan Tanty. Dia juga tidak sedang memikirkan perkataan dan ajakan wanita itu. Alana sedang mencari cara agar bisa mendapatkan ijin memasuki rumah itu."Nona, sebaiknya kamu pulang saja dan jangan mau diperalat oleh wanita licik itu! Kamu masih sangat muda, jangan ikut-ikutan serakah seperti mereka!" ucap pria itu memandang sinis dan tajam pada Tanty."Hei! Jaga mulutmu!" Tanty tersinggung dan mar
"Alana, kamu yakin akan pergi ke sana lagi?" Kalila tampak khawatir saat pagi hari, Alana kembali mengatakan akan pergi ke rumah itu lagi."Ya. Aku harus bisa mendapatkan ijin masuk ke dalam rumah itu, Kalila. Aku sangat merindukan rumah itu," jawab Alana sembari sibuk merapikan diri sendiri."Alana, tunggu!"Kalila menyentuh lengan Alana, lalu membawanya saling berhadapan dengannya. Sejak semalam, dia merasa ada yang tidak dimengerti. Bahkan karena memikirkan hal ini, matanya tidak bisa terpejam hingga larut malam."Alana, bukankah saat di makam orangtuamu, kamu mengatakan kalau kamu tidak bisa mengingat sebagian besar masa lalumu? Lalu, rumah itu?" Kalila mengernyitkan mata menatap curiga.Alana terpaku sejenak. Kedua bola matanya bergerak memperhatikan manik mata bening milik Kalila. Beberapa detik kemudian dia pun tersenyum tipis melihat sahabatnya menunjukkan wajah bingung."Masalah makam itu, aku memang tidak mengetahuinya. Yang aku tau, makam kedua ora
"Alana, cukup! Jangan minum lagi!" Kalila merebut gelas berisi bir dari tangan Alana."Berikan padaku, Kalila! Aku masih mau minum lagi." Alana kembali merebut gelas itu dari tangan Kalila.Karena tidak ingin menjadi pusat perhatian pengunjung bar lainnya, Kalila terpaksa mengembalikan gelas itu pada Alana. Padahal kesadaran Alana mulai goyah, tapi dia tidak bisa membujuk sahabatnya itu agar menghentikan minumnya dan pulang.Alana merasa stres dan kacau setelah kembali dari rumah masa lalunya dan bertemu dengan Tanty. Wanita itu banyak bicara tentang masa lalu Alana. Alana ingin tidak mempercayai saat Tanty membicarakan hal buruk tentang Leo dan wanita itu mengatakan Leo adalah orang yang mereka curigai ada di balik kecelakaan orangtuanya. Karena, apa yang selama ini dilakukan Leo padanya, tidak mencerminkan kalau Leo adalah orang memiliki niat jahat.Namun, saat mengingat kembali rumah masa lalunya yang sama sekali tidak mengalami perubahan, juga mengingat tentang keberadaan makam ke
"Bear!" Kalila sangat terkejut, tiba-tiba Alana melepaskan diri darinya. Dengan langkah sempyongan dan terhuyung, Alana mendekati pria itu, lalu mengalungkan kedua tangan pada tengkuknya. "Bear, aku mencintaimu," racau Alana menatap sayu wajah pria itu."Alana!" Kalila terkejut, Alana mengira pria itu adalah Leo."Lepaskan aku, Kalila!" Kalila tidak membiarkan Alana melakukan itu, dia pun segera menarik tangannya dan berusaha menjauhkan dari pria itu. Namun, Alana malah menepis tangannya dan kembali merangkul pria itu."Alana, dia bukan Leo!" seru Kalila kembali berusaha melepaskan Alana."Dia suamiku, Kalila!" racau Alana sembari melihat Kalila. Tangannya juga memberi peringatan pada sahabatnya itu agar tidak mengusiknya."Alana?" Kalila tersentak."Dia memilihku, Nona." Tiba-tiba pria itu merengkuh pundak Alana dan menarik ke dalam rangkulannya. Matanya menatap lekat Kalila, bibirnya pun tersenyum penuh arti menunjukkan bila dia pemenangnya."Lepaskan dia!" seru Kalila membalas
“Aku menginginkanmu, Om,” lirih Alana kembali menguasi bibir Leo, seakan tidak ingin pria itu pergi.“Tapi, Alana, aku tidak ingin menyakitimu. Kamu sedang mabuk,” ucap Leo setelah beberapa saat penyatuan cinta mereka berlangsung.Leo masih terus berusaha menguasai diri, menahan gelombang hasrat yang kian memuncak karena Alana sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk bernapas lega lebih lama. Setiap kali berusaha melepaskan diri, Alana semakin memburu.Alana tersenyum kecut mendengar Leo mengatakan dirinya sedang mabuk. Kuncian tangannya pada leher Leo semakin erat. Matanya yang sayu terlihat berbinar memancarkan cahaya cinta dan kebahagiaan. Senyum manisnya mengembang lebar dan lepas.“Aku tidak mabuk, Om. Aku sadar penuh.” Alana melebarkan mata seakan ingin membuktikan pada Leo bahwa dirinya sedang tidak mabuk. Jemarinya yang lentik pun mulai mengabsen setiap inci wajah Leo dengan sentuhan sangat lembut dan terakhir berlabuh di bibir Leo, sehingga membuat darah semakin berdesi
"Kamu yakin meminta aku kembali?" "Ya. Katakan juga pada Asti untuk mengatur ulang dan mengosongkan agenda kerjaku untuk satu minggu ke depan!""Tapi, Leo?""Jangan kahwatir! Aku sudah mempersiapkan diri."Leo meminta agar Damian tidak mengkhawatirkannya saat dia meminta sahabatnya itu meninggalkannya dan membawa Kalila kembali. Sedangkan dia dan Alana akan tinggal di kota itu untuk beberapa hari ke depan sesuai dengan keinginan Alana.Meski Alana mengatakan hanya ingin berdua bersamanya dan memintanya menggagap liburan kali ini merupakan liburan bulan madu untuk pernikahan mereka, namun Leo memiliki sedikit firasat yang lain dari keinginan Alana. Meski begitu, Leo tidak membantah atau menolak."Bear!" panggil Alana dan untungnya obrolannya dengan Damian melalui telepon selular telah selesai.Leo menoleh dan melihat ke arah Alana. Matanya membuka lebar dengan tatapan terpatri dan terpesona ketika melihat istrinya baru keluar dari kamar mandi dan hanya mengenakan handuk putih, sedangk
"Ke mana lagi kita akan pergi?" tanya Leo setelah mereka berada di dalam mobil.Alana masih tidak menanggapi pertanyaan Leo. Sikapnya masih dingin, tatapannya pun masih ke arah makam kedua orangtuanya. Ada rasa bimbang bercampur kecewa dalam sorot mata dan wajahnya setelah beberapa saat membawa Leo ke makam orangtuanya, tetapi tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan hatinya."Apa yang kamu rasakan?" tanya Alana dengan nada dingin, namun terkesan ada penekanan di dalam suaranya. Leo menoleh dan melihatnya, sedangkan Alana masih bergeming dengan arah pandang yang tidak berubah sama sekali. Ternyata, tatapan Leo tidak mempengaruhi sikapnya."Apa yang ingin kamu dengar?" Kali ini Leo menanggapi dengan serius sesuai dengan apa yang ingin Alana dengar dan ketahui darinya. "Hari ini aku akan mengatakan apa yang ingin kamu dengar. Katakan saja!" sambungnya masih lekat menatap Alana.Alana menoleh, namun sorot matanya tidak berubah sama sekali. Meskipun tatapannya beradu dengan tatapan Leo,
"Sudah, Bear. Aku kenyang," ucap Alana.Alana menolak suapan Leo dengan menutup mulutnya menggunakan tangan. Dia juga menoleh sedikit ke samping menghindari sendok yang disodorkan Leo padanya."Satu kali lagi, Sayang. Kamu sudah mengeluarkan banyak tenaga saat melahirkan. Sekarang, kamu harus mengganti tenagamu dengan makan yang banyak," ucap Leo."Bear, sampai siang ini saja kamu sudah memintaku makan banyak makanan. Kalau tidak salah ingat, kamu sudah memberi aku makan tiga kali, dua kali makanan ringan, dua kali jus buah. Perutku rasanya seperti mau pecah karena kekenyangan," ucap Alana melakukan protes atas tindakan Leo yang terus membujukkan untuk makan.Leo tertawa mendengar keluhan dari Alana. Dia berpikir bahwa karena istrinya telah melalui perjuangan yang melelahkan untuk melahirkan putra mereka, maka dia harus memberikan makanan bergizi yang cukup agar istrinya bisa pulih dengan cepat. Namun, ternyata usahanya tersebut menimbulkan protes dari Alana. "Baiklah. Kali ini aku t
"Dokter, bagaimana?" Leo tidak sabar menunggu penjelasan hasil pemeriksaan kehamilan istrinya."Usia kehamilan istri Anda sudah cukup bulan, Tuan. Tinggal menunggu waktu lahir saja," jelas dokter.Dokter itu mengarahkan pandang pada Alana dengan senyum ramahnya."Nyonya, kelahiran seperti apa yang Anda inginkan?""Dokter, aku tidak ingin istriku kesakitan saat melahirkan. Bisakah kami ajukan untuk melakukan operasi saja?" ucap Leo cepat sebelum Alana memberi jawaban."Bear!" Alana memberi wajah protes."Sayang." Leo meraih tangan Alana dan mengenggamnya lembut. "Aku tidak mau melihatmu kesakitan."Wajah Leo tampak sedih membayangkan istrinya kesakitan saat melahirkan. Makanya, dia ingin kelahiran anak mereka melalui operasi caesar saja dengan tehnologi terbaru agar istrinya tidak merasakan sakit. Namun, niat baik Leo melindungi istrinya dari rasa sakit mendapat penolakan tegas dari Alana."Aku tidak mau, Bear. Aku mau melahirkan secara normal saja," u
“Damian, ada apa?” tanya Leo dengan wajah penasaran sembari berjalan meninggalkan Alana dengan langkah hati-hati agar langkahnya tidak menimbulkan suara. “Apa Marco sudah memberitahumu?” tanya Damian di ujung sana, di balik teleponnya. Suaranya terdengar tidak biasa seperti ada sesuatu yang terjadi.“Apa?” tanya Leo semakin penasaran.“Siang tadi, Arga berusaha memberontak dengan melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan. Saat mereka mengejar dan mencarinya, mungkin juga karena panik, pria itu tidak melihat jalanan. Dia juga tidak melihat ada truk yang melintas saat menyeberang jalan,” cerita Damian.Damian menceritakan tentang kecelakaan yang dialami oleh Arga saat pria itu melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan mereka. Karena ceroboh dan mungkin juga panik karena takut penjaga mengejarnya, Arga tidak memperhatikan ada truk yang melintas dengan kecepatan tinggi saat dia menyeberang jalan, sehingga tubuhnya tertabrak dan terpental hingga beberapa meter.“Mereka baru
“Sayang, kamu cantik sekali menggenakan pakaian ini,” puji Leo sembari mengelus perut buncit Alana."Bear, kamu mengejutkan aku?" Alana kaget, tiba-tiba Leo memeluknya dari belakang.Sore ini Alana mengenakan pakaian daster tidak berlengan, sehingga perutnya yang besar terlihat. Bahan yang lembut dan jatuh membuat perut Alana yang membesar terlihat menonjol dan lebih seksi ditambah dengan bentuk tubuhnya yang memang indah semakin membuat Leo tidak mau melepaskan pelukannya."Kenapa berdiri di sini sendirian?" lirih Leo."Pemandangannya bagus, Bear. Lihat itu!" Alana menunjuk langit sore, di mana matahari hampir tenggelam di antara bukit-bukit hijau. Bias sinar yang mulai redup menghias langit sore tampak semburat merah keemasan memberi warna indah yang membuat mata sejuk dan hati teduh."Indah banget langitnya!" decak kagum Alana.Leo tersenyum. Peluknya semakin erat. Meski perut Alana sudah membesar, tetapi tidak menjadi penghalang untuk tetap memeluknya. Sebaliknya, perut besar Ala
"Nyonya, teh Anda."Dona mendekati Alana yang sedang duduk santai di bangku taman yang berada di dekat kolam renang belakang rumah. Kemudian, memberikan secangkir teh yang masih hangat pada Alana dengan penuh kebaikan hati."Terima kasih."Alana pun merasa sangat berterima kasih dan mengucapkan kata-kata itu dengan senyum yang manis, lalu menyeruput teh hangat sembari menunggu Dona duduk di depannya.Suasana taman sore ini terasa semakin nyaman dan tenang dengan hadirnya secangkir teh hangat tersebut."Mulai hari ini, jangan panggil aku nyonya lagi! Aku bukan nyonyamu," kata Alana sembari meletakkan cangkir di atas meja.Dona tercengang kaget."Kenapa? Apa aku telah melakukan kesalahan?" Dona merasa perlu tau alasan Alana. Dia tidak merasa melakukan kesalahan. Hubungan mereka beberapa hari ini juga baik-baik saja, tetapi tiba-tiba Alana mengatakan hal itu padanya. Jelas saja hal ini membuatnya bingung dan bertanya-tanya.Melalui ekspresi kagetnya saja, seharusnya Alana sudah mengerti
“Bear,sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Alana bingung.Leo menoleh, lalu memberi senyum manisnya.“Bukankah kita sudah membicarakannya, Sayang? Aku akan membawamu ke tempat yang tenang dan sejuk. Kita akan ke luar kota,” jawab Leo mengingatkan Alana tentang apa yang sudah pernah mereka bicarakan.“Tapi, kenapa pakaian yang kamu bawa sangat banyak?” Alana melempar pandangnya ke arah tumpukan pakaian dalam koper yang belum tertutup.Leo pun melirik ke arah yang dikatakan istrinya. Bibirnya kembali menyunggingkan senyum.“Karena kita akan melakukan liburan dalam waktu yang lumayan cukup lama,” jawab Leo.Dia sibuk mengemas beberapa pakaian mereka dan memasukkan ke dalam koper. Ada dua koper di sana, salah satunya sudah terisi penuh dengan pakaian Leo sendiri. saat ini suami Alana itu sedang menegmas pakai Alana. Tadinya, Alana ingin membantu, tetapi Leo melarangnya dan memintanya duduk saja di tempat tidur.Setelah merasa cukup dan selesai, Leo bangkit dari tempatnya, lalu mendekati A
"Dokter, bagaimana?""Nyonya, apakah Anda merasa baik-baik saja?" tanya dokter pada Alana. Leo tampak sangat cemas menatap wajah dokter yang memeriksa kondisi kandungan istrinya. Apalagi saat dokter itu tidak segera menjawab pertanyaannya, melainkan mengarahkan pandang pada Alana dengan sorot mata yang tidak baik-baik saja. Refleks dia pun ikut mengarahkan pandangnya pada Alana, lalu meraih tangan Alana dan menggenggamnya."Dokter?" Setelah Leo menyapa dokter, dokter tersebut menghela napas panjang dengan suara yang terdengar berat saat memandang Leo. Reaksi ini membuat Leo merasa semakin cemas dan khawatir akan kondisi istrinya. Meskipun tidak diketahui secara pasti apa yang dipikirkan oleh dokter, namun dari reaksinya itu dapat diartikan bahwa ada sesuatu yang membuatnya khawatir tentang kesehatan Alana dan bayi dalam kandungannya. Hal ini tentunya menambah kekhawatiran bagi Leo dan membuatnya merasa semakin tidak tenang."Dalam kondisi kehamilan yang masih muda, seharusnya istri
"Leo-""Sstt!" Leo segera meletakkan jari telunjuknya di depan bibir ketika Damian datang dan berjalan ke arahnya sembari berbicara. Karena hal ini, Damian pun menghentikan ucapannya dan memperlambat serta memperhalus langkahnya. Sembari mendekat, matanya tertarik memperhatikan wanita yang tertidur di sofa dengan kepala di atas pangkuan Leo."Apa istrimu sakit?" tanyanya dengan suara lirih setelah duduk di depan Leo. Matanya masih memperhatikan wajah lelap Alana yang menurutnya sedikit pucat dan tampak sedikit lelah."Tidak, tapi dia tidak baik-baik saja," jawab Leo juga mengarahkan pandangnya pada wajah Alana.Damian menoleh dan memiringkan kepalanya sedikit, sedangkan matanya menyipit ketika mendengar perkataan Leo. Ia kemudian bertanya, "Ada apa?"Melihat ekspresi Damian yang penasaran, akhirnya Leo menceritakan tentang masalah yang dialami Alana. Dia bercerita tentang mimpi buruk yang membuat Alana ketakutan dan sulit tidur hingga pagi hari. Karena itu, Leo memutuskan untuk tidak
"Jangan bunuh anakku! Aku mohon," mohon Alana dalam rintih kesakitan dan tangis.Tenaganya telah habis dan suara tangisnya hampir tak terdengar lagi. Arga telah melakukan hal yang membuat dunianya runtuh dan tak berarti lagi. Meskipun ia memberontak dan menjerit, tak seorang pun yang bisa menolongnya. Hidupnya telah hancur dan kini ia berada pada titik terdalam kesedihan yang tak terbayangkan. Semua harapan dan impian yang pernah dimilikinya kini sirna, meninggalkan dirinya dalam kehancuran yang sangat menyakitkan. Alana kembali berteriak histeris sembari memberontak menggunakan sisa tenaganya. Meski merasa tidak lagi memiliki harapan karena Arga terus menghujam tubuhnya dengan maksud untuk membunuh bayi dalam perutnya, Alana, dia berharap masih memiliki harapan untuk menyelamatkan anaknya."Berhentilah melawan, Alana! Tidak ada yang bisa menyelamatkan anakmu," ujar Arga dengan bengisnya."Dasar bajingan! Aku bersumpah akan membunuhmu, Arga!" sumpah Alana.Plak!Arga kembali melayang