*Happy Reading*Sepeninggal Arkana. Arletta mengetuk-ngetukkan jarinya di meja seraya berpikir. Apa kira-kira yang membuat si kang photo itu marah? Candaannya dengan Dokter Karina? Ledekannya? Atau ... Apa ... mungkin Arletta yang memang sudah keterlaluan hari ini? Apa ya kira-kira?Saat tengah sibuk berpikir begitu. Tiba-tiba musik live di cafe itu menyanyikan lagu 'Yuk kita jadian' by Melly goeslow, yang kalau di dengar baik-baik bait lirik lagunya seperti menyindir keegoisan Arletta. Padahal lagu itu kan untuk cowok yang gengsian gak mau nembak duluan, ya? Tetapi di sini, terbalik. Arletta yang gengsi mengakui perasaannya. Sementara si kang photo malah selalu mengobral kata cintanya. Itulah kenapa, Arletta auto merasa tersindir. Hadew ... bisa-bisanya, bahkan lagu aja menyindirnya. Arletta tak bisa menahan diri untuk terkekeh di tempatnya. Seakan menertawakan diri sendiri."Kenapa? Kok, ketawa sendiri kayak gitu? Ada yang lucu?" Arkana yang baru datang pun tentu saja merasa heran
*Happy Reading*"Aku adalah anak hasil perkosaan."Degh!Kini giliran Arkana yang terdiam. Menatap Arletta lekat dan terkejut di tempatnya. "Bukan hanya itu saja. Aku juga memiliki ibu cacat mental. Atau ... biasa kalian sebut orang gila. Karenanya, sampai sekarang pun. Aku tidak tahu siapa ayahku sebenarnya. Menurutmu, dengan backgroud seperti itu. Apa bisa, aku menceritakan siapa aku dengan lugas pada orang lain?"Arkana makin terdiam di tempatnya. Tidak bisa berkata-kata untuk menanggapi fakta yang Arletta beberkan. Pria itu tidak pernah menyangka akan hal ini. Kiranya, selama ini Arletta hanya malu saja pada statusnya sebagai anak adopsian keluarga Zavier. Ternyata ... dibalik semua itu ada kenyataan pahit lainnya. "Maaf, jika memang kamu merasa tersakiti dan dipermainkan olehku. Tapi sejujurnya bukan itu niatku. Hanya saja ... aku ...." Arletta kesulitan meneruskan kalimatnya. Matanya mulai berkaca-kaca dan menelan saliva berkali-kali untuk membasahi tenggorokannya yang mendada
*Happy Reading*Akibat pengakuannya hari ini, Arletta pun jadi tidak bisa tidur sama sekali. Hatinya gamang dan pikirannya terus berputar pada kemungkinan yang akan terjadi pada hubungannya dengan Arkana. Kini, pria itu sudah tahu siapa dirinya. Akan kan Arkana bisa menerima hal itu?Akankah Arkana tetap bertahan dan tidak meninggalkannya seperti yang lainnya?Sekali pun pria itu mungkin memilih bertahan seperti yang dia gaungkan selama ini. Namun, akan sampai kapan Arkana kuat hidup bersamanya yang penuh masalah ini?Belum lagi jika memikirkan orang tua Arkana. Bisakah mereka menerima Arletta yang tidak jelas asal usulnya? Apalagi, jika mengingat ibu Arkana juga seorang Dokter. Tentunya beliau punya pendidikan tinggi dan pasti punya kriteria sendiri untuk calon menantunya. Lebih dari itu. Nama yang tersemat dibelakang Arkana pun tak bisa diabaikan. Pria itu berasal dari keluarga terpandang dan cukup punya nama. Hal itu tentu saja membuat mereka pasti makin selektif lagi untuk mener
*Happy Reading*"Mas Arkan, awas!" Arletta sontak berseru lantang. Saat tiba-tiba saja melihat Arkana hampir menabrak seorang pengendara yang menyalip kendaraan mereka. Arkana pun sontak menginjak rem kuat-kuat. Membuat mobil di belakang mereka memaki kasar karena terkejut dengan aksi Arkana. "Bangsat! Kalau gak bisa nyetir, gak usah sok ngebut!"Bukannya minta maaf dan segera menghindar. Arkana malah membalas pengemudi tadi tak kalah garang."Bacot! Lo tuh yang bangsat!" Seraya menunjukan jari tengahnya. Membuat si pengendara tadi semakin meradang.Astaga! Ada apa sebenarnya dengan pria itu.Tentu saja pengemudi tadi memaki lagi. Namun, baru saja Arkana hendak membalas lagi. Arletta pun segera menghentikan pria itu dan berinisiatif minta maaf duluan pada pengemudi tadi. Beruntung, pria itu tak memperpanjang masalah. Setelah Arletta menyerukan permohonan maaf dan menyatukan kedua tangannya di dada sebagai kode. Pria tadi hanya berdecih kesal, lalu melewati mereka begitu saja. Namun
*Happy Reading*Arletta berlari kecil ketika kembali dari toilet. Langit yang tadi terlihat cerah, tiba-tiba saja jadi gerimis ketika dia menyelesaikan urusannya di toilet tadi. Membuat Arletta terpaksa berlarian menghindari hujan di musim pancaroba ini. Benar-benar tidak bagus untuk kesehatan.Saat Arletta masuk mobil, dia melihat Arkana tengah memejamkan mata dengan ponsel di atas pangkuan. Pria itu sepertinya ketiduran saat main hp tadi. Huh, dasar ceroboh!Tadinya, Arletta ingin membangunkan pria itu. Namun, niatnya segera urung ketika melihat wajah Arkana yang terpejam dalam tidur pulasnya. Lelah yang membayang di wajah pria itu membuat Arletta tidak tega mengganggu tidurnya. Lebih dari itu, Arkana juga sepertinya kurang tidur beberapa hari ini. Lihat saja, kantung matanya sudah agak menghitam. Bahkan, jika diperhatikan lebih seksama lagi. Wajah pria ini juga nampak kurus dan kurang terawat. Dia pasti mengalami hari berat sejak mengikuti Arletta."Dasar pria bodoh!" Arletta mende
*Happy Reading*Rasanya Arletta sudah bosan sekali dalam perjalanan ini. Kerjanya dari tadi hanya tidur, bangun, ngemil, tidur lagi, bangun lagi, ngemil lagi, dan ... begitu saja terus. Tetapi, gak nyampe-nyampe. Kan, Arletta jadi pegel sendiri, ya?Mana, Arkana juga gak mau buka mulut tentang tujuan mereka. Arletta jadi semakin jenuh jadinya. Rasanya kek diajakin pdkt lamaaa banget, tapi gak di tembak-tembak. Nah, gimana coba itu rasanya?"Mas ... ini kita sebenernya mau ke mana, sih? Kok gak nyampe-nyampe, sih? Aku bosen tahu!" Arletta mulai mengeluh kesal. "Sabar. Bentar lagi nyampe, kok."'Halah, kentut! Hoax! Bulshit! Omdo! Penipu! Palsu! Bacotmu licik kek belut. Gak bisa dipegang!' Ingin sekali Arletta menjawab begitu. Tetapi, udah malas ngegas rasanya. Saking boringnya, gadis itu sampai malas ribut sekarang. Tumben sekali, kan?"Dari tiga jam lalu kamu udah bilang begitu loh, Mas. Tapi nyatanya? Sampai hari udah sore begini pun, kita belum sampe-sampe. Ini kamu mau bawa aku k
*Happy Reading*Arkana menarik tengkuk Arletta lebih mendekat demi memperdalam ciuman mereka. Melumat bibir ranum berwarna cerry itu dengan rakus dan penuh tuntutan. Membelai, mengulum, dan mencecap dengan penuh hasrat. Tak lupa memberikan gigitan-gigitan kecil agar bibir itu mau terbuka. Setelah terbuka, lidah Arkana pun dengan senang hati langsung menerobos dan membelit lidah Arletta dengan mesra. Meski keintiman ini bukan hal baru untuk seorang Arkana. Tetapi entah kenapa, melakukannya dengan Arletta terasa lebih luar biasa. Arkana merasa akan gila hanya dengan ciuman ini saja.Saat desah Arletta lolos. Hasrat lelaki Arkana pun meninggi. Ciumannya makin dalam dan sesuatu dalam diri Arkana pun mulai menuntut untuk di penuhi. Arkana mulai hilang kendali. Lalu ...."MAS ARKAAANNNN!!!""Anjrit!" Pria itu pun seketika terlonjak kaget, ketika suara lantang Arletta menembus pendengarannya. "Astaga, Sayang? Kamu ngapain, sih? Sampai berdenging loh, telinga aku?" omelnya kemudian. Arletta
*Happy Reading*Paska mendengar nama Sumito, Arletta jadi seperti orang linglung. Di saat semua orang tengah panik dan berusaha memberi pertolongan ada si Nenek yang jadi korban. Gadis itu hanya terus terdiam di tempatnya, dengan kedua tangan yang sudah mengepal kuat di kedua sisi tubuhnya. Sumito. Apakah itu adalah nama yang sama seperti dalam ingatan Arletta?"Gina, tolong ambil tas kerja ayah dan kotak P3K di rumah.""Baik, Yah.""Bun, cepat telepon ambulan.""Baik, Yah.""Wa, tolong tekan kuat-kuat di sini untuk menghambat pendarahan.""Baik, Yah."Mereka semua terlihat sibuk sekali. Berusaha memberikan pertolongan pertama pada si nenek yang kini napasnya sudah tersengal-sengal. Sementara si Kakek, kakinya menjadi bantalan untuk si nenek. Sesungguhnya, selain Arkana. Arletta tak mengenal orang-orang di sana. Jangankan wajah, nama mereka pun Arletta tak tahu. Hanya saja dari sebutan-sebutan yang terdengar. Sepertinya mereka adalah keluarga Arkana. Orang tua, adik dan ... mungkin k