*Happy Reading*"Gak ada waktu. Gue harus menyelesaikan kuliah gue tepat waktu." Sebenarnya, bukan itu alasan pastinya. Tetapi demi tak dibrondong pertanyaan lainnya. Arletta pun memilih jawaban aman. Tetapi ...."Emang kamu kuliah? Kok, aku gak tahu?" Malah Arkana kini yang memberondongnya.Haduh .... merepotkan. Arletta mengangkat bahu acuh, sebelum memberikan jawaban. "Mas kan gak pernah tanya."Eh, jawaban macam apa itu? Tentu saja, jawaban Arletta tak memuaskan Arkana sama sekali. Justru malah sedikit membuatnya kecewa. Karena, masa hal dasar seperti ini pun dia tidak diberi tahu? Sebenarnya, Arletta sudah menganggapnya pasangan atau belum?Sayangnya, meski kecewa. Arkana tidak bisa menyuarakan perasaannya itu. Karena Arkana sendiri yang pernah berjanji tak akan memaksa Arletta bercerita dan akan tetap bertahan meski tak pernah dianggap Arletta. Akhirnya, kini dia galau sendiri."Ya sudahlah ...." desahnya pasrah. "Gue ... mau beli rokok dulu ke mini market depan. Lo mau titip s
*Happy Reading*Pada akhirnya, Arkana dan Arletta tidak sekedar ke mini market saja. Mereka memutuskan sekalian bermalam minggu, seperti pasangan lainnya. Kebetulan tak jauh dari tempat Bruno, ada cafe yang baru buka.Kasihan Bruno yang pasti menunggu rokok titipannya. "Kita duduk di sana, yuk?" ajak Arkana, ketika baru masuk cafe dan langsung menemukan tempat untuk dua orang yang nyaman.Saat pertama melihat cafe ini. Jujur saja, Arletta sudah suka. Tempatnya bagus, nyaman dan dekorasinya instagramable banget. Pas untuk anak muda yang suka photo-photo dan posting di medsos. Cafe ini tanpa sengaja mengingatkan Arletta tentang tempat kerjanya beberapa waktu lalu. Cafe milik Pak Chakra. Bagaimana ya, kondisinya saat ini?"Ayo!" Arletta setuju-setuju saja. Toh, memang tidak banyak bangku pilihan lainnya. Maklum saja, tempat baru dan di malam minggu memang klop. Tak heran jika cafe ini banyak sekali pengunjungnya. Arletta bahkan yakin, dalam hitungan menit saja. Semua meja pasti akan
*Happy Reading*"Hallo, Dok. Masih ingat aku? Aku Karina. Karina Ayunda Putri. Kita pernah bertemu di rumah sakit tempat kamu koas. Ingat, gak?Waktu itu kamu minjemin aku kemeja, saat gak sengaja ketumpahan minuman dari pengunjung. Padahal, aku lagi diburu waktu buat bawain seminar di sana. Ingat gak hayooo!"Arletta refleks menggaruk rambutnya. Memutar paksa otaknya untuk mencari memori yang tadi di ucapkan wanita di hadapannya ini. Kemudian ...."Ah, iya aku ingat!" serunya girang saat berhasil mengingat. "Astaga! Dokter apa kabar?" Arletta pun segera menyalami dan bercipika cipiki khas wanita. "Ya ampun, udah punya anak loh sekarang. Mana cantik banget, lagi?" Arletta menjawil pipi gadis mungil di gendongan Karina dengan gemas, tapi tidak sampai menyakiti.Tanpa di sangka, bocah itu mengangkat tangannya. Tanda minta di gendong Arletta. Karina dan Arletta langsung heboh di buatnya. "Eh, ya ampun. Anak aku kayaknya suka sama kamu, Dok. Liat, langsung minta gendong loh. Padahal biasan
*Happy Reading*Sepeninggal Arkana. Arletta mengetuk-ngetukkan jarinya di meja seraya berpikir. Apa kira-kira yang membuat si kang photo itu marah? Candaannya dengan Dokter Karina? Ledekannya? Atau ... Apa ... mungkin Arletta yang memang sudah keterlaluan hari ini? Apa ya kira-kira?Saat tengah sibuk berpikir begitu. Tiba-tiba musik live di cafe itu menyanyikan lagu 'Yuk kita jadian' by Melly goeslow, yang kalau di dengar baik-baik bait lirik lagunya seperti menyindir keegoisan Arletta. Padahal lagu itu kan untuk cowok yang gengsian gak mau nembak duluan, ya? Tetapi di sini, terbalik. Arletta yang gengsi mengakui perasaannya. Sementara si kang photo malah selalu mengobral kata cintanya. Itulah kenapa, Arletta auto merasa tersindir. Hadew ... bisa-bisanya, bahkan lagu aja menyindirnya. Arletta tak bisa menahan diri untuk terkekeh di tempatnya. Seakan menertawakan diri sendiri."Kenapa? Kok, ketawa sendiri kayak gitu? Ada yang lucu?" Arkana yang baru datang pun tentu saja merasa heran
*Happy Reading*"Aku adalah anak hasil perkosaan."Degh!Kini giliran Arkana yang terdiam. Menatap Arletta lekat dan terkejut di tempatnya. "Bukan hanya itu saja. Aku juga memiliki ibu cacat mental. Atau ... biasa kalian sebut orang gila. Karenanya, sampai sekarang pun. Aku tidak tahu siapa ayahku sebenarnya. Menurutmu, dengan backgroud seperti itu. Apa bisa, aku menceritakan siapa aku dengan lugas pada orang lain?"Arkana makin terdiam di tempatnya. Tidak bisa berkata-kata untuk menanggapi fakta yang Arletta beberkan. Pria itu tidak pernah menyangka akan hal ini. Kiranya, selama ini Arletta hanya malu saja pada statusnya sebagai anak adopsian keluarga Zavier. Ternyata ... dibalik semua itu ada kenyataan pahit lainnya. "Maaf, jika memang kamu merasa tersakiti dan dipermainkan olehku. Tapi sejujurnya bukan itu niatku. Hanya saja ... aku ...." Arletta kesulitan meneruskan kalimatnya. Matanya mulai berkaca-kaca dan menelan saliva berkali-kali untuk membasahi tenggorokannya yang mendada
*Happy Reading*Akibat pengakuannya hari ini, Arletta pun jadi tidak bisa tidur sama sekali. Hatinya gamang dan pikirannya terus berputar pada kemungkinan yang akan terjadi pada hubungannya dengan Arkana. Kini, pria itu sudah tahu siapa dirinya. Akan kan Arkana bisa menerima hal itu?Akankah Arkana tetap bertahan dan tidak meninggalkannya seperti yang lainnya?Sekali pun pria itu mungkin memilih bertahan seperti yang dia gaungkan selama ini. Namun, akan sampai kapan Arkana kuat hidup bersamanya yang penuh masalah ini?Belum lagi jika memikirkan orang tua Arkana. Bisakah mereka menerima Arletta yang tidak jelas asal usulnya? Apalagi, jika mengingat ibu Arkana juga seorang Dokter. Tentunya beliau punya pendidikan tinggi dan pasti punya kriteria sendiri untuk calon menantunya. Lebih dari itu. Nama yang tersemat dibelakang Arkana pun tak bisa diabaikan. Pria itu berasal dari keluarga terpandang dan cukup punya nama. Hal itu tentu saja membuat mereka pasti makin selektif lagi untuk mener
*Happy Reading*"Mas Arkan, awas!" Arletta sontak berseru lantang. Saat tiba-tiba saja melihat Arkana hampir menabrak seorang pengendara yang menyalip kendaraan mereka. Arkana pun sontak menginjak rem kuat-kuat. Membuat mobil di belakang mereka memaki kasar karena terkejut dengan aksi Arkana. "Bangsat! Kalau gak bisa nyetir, gak usah sok ngebut!"Bukannya minta maaf dan segera menghindar. Arkana malah membalas pengemudi tadi tak kalah garang."Bacot! Lo tuh yang bangsat!" Seraya menunjukan jari tengahnya. Membuat si pengendara tadi semakin meradang.Astaga! Ada apa sebenarnya dengan pria itu.Tentu saja pengemudi tadi memaki lagi. Namun, baru saja Arkana hendak membalas lagi. Arletta pun segera menghentikan pria itu dan berinisiatif minta maaf duluan pada pengemudi tadi. Beruntung, pria itu tak memperpanjang masalah. Setelah Arletta menyerukan permohonan maaf dan menyatukan kedua tangannya di dada sebagai kode. Pria tadi hanya berdecih kesal, lalu melewati mereka begitu saja. Namun
*Happy Reading*Arletta berlari kecil ketika kembali dari toilet. Langit yang tadi terlihat cerah, tiba-tiba saja jadi gerimis ketika dia menyelesaikan urusannya di toilet tadi. Membuat Arletta terpaksa berlarian menghindari hujan di musim pancaroba ini. Benar-benar tidak bagus untuk kesehatan.Saat Arletta masuk mobil, dia melihat Arkana tengah memejamkan mata dengan ponsel di atas pangkuan. Pria itu sepertinya ketiduran saat main hp tadi. Huh, dasar ceroboh!Tadinya, Arletta ingin membangunkan pria itu. Namun, niatnya segera urung ketika melihat wajah Arkana yang terpejam dalam tidur pulasnya. Lelah yang membayang di wajah pria itu membuat Arletta tidak tega mengganggu tidurnya. Lebih dari itu, Arkana juga sepertinya kurang tidur beberapa hari ini. Lihat saja, kantung matanya sudah agak menghitam. Bahkan, jika diperhatikan lebih seksama lagi. Wajah pria ini juga nampak kurus dan kurang terawat. Dia pasti mengalami hari berat sejak mengikuti Arletta."Dasar pria bodoh!" Arletta mende